Giuseppe mengeram penuh emosi. Bagaimana tidak, mata-mata yang ia kirim ke dalam Black Nostra untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang berguna untuknya, kini sudah kembali pulang ke markas Gio Brucha.Ya kembali dalam keadaan tidak bernyawa, dan hanya bersisa kepalanya saja yang sudah di gunduli sehingga tato yang menggambarkan simbol kelompoknya terlihat dengan jelas.Kepala anak buahnya dimasukkan ke dalam sebuah kotak mewah berwarna merah dengan hiasan pita yang sangat mewah dan elegant. Kotak tersebut di titipkan oleh seorang kurir di pos penjagaan mansionnya.Tadinya ia kira itu hanya sebuah hadiah entah dari siapa. Namun begitu di buka alangkah terkejut dirinya begitu melihat kepala dengan simbol kelompoknya di potongan kepala itu.Dan yang lebih mengejutkan lagi ada sebuah surat, yang tertanda dari Arsenio. Sudah dapat di pastikan potongan kepala itu adalah anak buahnya yang di kirim ke dalam Black Nostra.Kelompok Gio Bruscha memang menandai semua anggota kelompokn
Kini sebuah pergerakan terlihat dari tubuh Lily, benar saja dalam waktu kurang dari 5 detik mata Lily terbuka. Lily sedikit tersentak saat melihat Arsen yang sudah berada di dekatnya."K-kau sudah p-pulang?" Tanya Lily terbata, ia masih sedikit takut jika harus berhadapan dengan Arsen, meskipun sudah banyak kemajuan mengenai hubungannya dengan Arsen belakangan ini.Entahlah Lily pun tidak paham mengapa ia selalu merasa seperti itu, mungkin aura yang Arsen keluarkan membuatnya masih merasa takut. Terlalu mengerikan bagi Lily.Arsen menaikan kedua alis matanya. "Apa hantu yang kau lihat di depanmu, heh?" Arsen tidak menjawab, ia malah balik bertanya."M-maksud..ku, ah.." Lily tidak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk mengalihkan kepada pertanyaan yang lain. "Apa kau lapar? Aku akan membuatkan makanan untukmu."Lily merasa sedikit dongkol, ia hanya penasaran mengapa Arsen sudah berada di mansion, sedangkan ini masih sore hari. Tapi dengan cepat ia meredakan kedongkolannya.Arsen tida
Kini Lily sudah berada di atas pesawat pribadi milik Arsen, beberapa menit yang lalu mereka tiba di bandara, dan kini tinggal menunggu pesawat lepas landas.Arsen menggunakan pesawat Gulfstream III, bukan pesawat pribadi termewahnya. Ia sengaja karena tidak ingin terlalu mencolok karena membawa Lily. Ia tidak mau dirinya menjadi sorotan hingga wajah Lily tersorot media. Arsen sebenarnya memiliki pesawat Gulfstream G650 yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan pesawat yang digunakannya sekarang.Lily duduk di sebelah Arsen, rambutnya kini berwarna blonde, bukan coklat, serta make up yang merubah sedikit wajahnya. Membuatnya tampak lain. Arsen sengaja melakukannya. Bahkan ia membayar mahal seorang make up artist dan membawanya serta dalam perjalanan mereka ke Mexico ini.Selain itu Arsen membawa serta Mike, Jeofre, dan Camilio bersama mereka, saat ini mereka sedang berada di kabin sebelah. Tentu saja mereka tidak akan menganggu tuan dan nyonya mereka."Arsen kita akan pergi kemana?" Ta
Lily di bangunkan oleh suara ketukan di pintu kamar yang terdengar sangat nyaring di telinganya. Lily yang sedikit tersentak segera mendudukan tubuhnya serta menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Saat ia memandang tempat tidur di sebelahnya rupanya Arsen sudah tidak ada.Tidak berapa lama pintu kamar terbuka dan masuklah seorang pelayan wanita paruh baya."Nyonya, makan malam anda sudah siap." Seru dengan hormat dan ramah."Ah.., iya" Seru Lily terbata, ia malu karena tubuhnya yang hanya tertutup oleh selimut. Sudah pasti pelayannya ini mengetahui apa yang sudah terjadi, terlihat dari senyum simpulnya ketika memandang Lily dengan rambut yang sedikit acak-acakan.Penyiksaan Lily yang di mulai di kamar mandi berakhir di atas tempat tidur, sudah pasti keadaannya cukup parah. Untung saja sebelum pergi Arsen menyelimuti tubuh polos Lily, dan meminta Adriana, kepala pelayan untuk melayani Lily secara langsung, dan hanya pelayan wanita yang harus melayaninya.'Oh.., ya ampun, sudah malam r
Arsen membuka matanya perlahan, ia dapat merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia mulai mengedarkan pandangannya untuk menyapu pandangan seluruh ruangan dimana ia berada.Ruangan itu begitu sempit, dengan cat putih yang yang menguning dan kusam, serta di beberapa bagian mulai mengelupas.'Tunggu, bukankah aku di hutan?' Serunya dalam hati.Arsen mendudukan tubuhnya, dan lagi-lagi nyeri itu menjalar di tubuhnya, Arsen meringis untuk menahan rasa sakitnya.Ia mulai memperhatikan seluruh tubuhnya, ia ia sudah bertelanjang dada, dan luka-luka di tubuhnya sudah di obati, termasuk luka tembak di tangan kirinya yang sudah terbalut dengan perban.Arsen sedikit mengingat-ingat apa yang terjadi dengan dirinya. Seingatnya ia sedang bernegosiasi dengan kelompok afiliasi mereka di daerah Chiapas, pada saat bernegosiasi mereka tiba-tiba memberondong kelompoknya dengan senjata."Shit mereka berkhianat!!" Umpat Arsen.Kepalanya sedikit berdenyut, ia dengan cepat segera memijat keningnya perlahan.
Arsen terus menyusuri beberapa kota di Mexico untuk menuju utara Mexico beberapa hari ini. Beberapa kali ia berganti bus, tujuannya adalah perbatasan Mexico-Amerika. Ia akan menyebrang ke Texas, salah satu kota di sana yang berbatasan langsung dengan Mexico.Arsen sempat ingin menghubungi kakeknya, namun niatnya itu kembali ia urungkan. Karena ia merasa itu tidak akan aman. Karena pemerintahan Amerika sedang gencar-gencarnya mengawasi tindak tanduk para mafia yang berada di Amerika. Termasuk Kakeknya. Sedangkan Arsen, indentitas Arsen masih disembunyikan oleh kakeknya.Arsen dinyatakan ikut tewas saat terjadi penyerangan di kediaman mereka, yang menewaskan kedua orang tuanya 7 tahun silam. Saat itu ada seorang anak pelayan yang seumuran Arsen menjadi korban dalam insiden tersebut. Kakeknya langsung merencanakan semuanya dengan penuh perhitungan.David baru akan membuka jati diri Arsen begitu Arsen siap mengemban tugas sebagai ketua Black Nostra menggantikan dirinya. Mengapa demikian?
Arsen mengurungkan niatnya untuk mendapatkan minuman dingin yang menggoda tersebut. Setidaknya ia akan menunggu sekitar satu jam lagi sampai akhirnya ia di jemput.Arsen hendak meninggalkan Vending machine tersebut, sampai langkahnya terhenti karena seseorang memanggilnya, tepatnya seorang anak perempuan."Kak.." Arsen menoleh pada anak kecil berambut coklat sedikit bergelombang. Matanya bulat dengan netra hijau, pipi yang chubby. Gadis cilik ini terlihat sangat cantik.Arsen menaikkan sebelah alis matanya. "Hmm.., aku punya uang koin, kalau kakak mau boleh pakai saja uang ku." Jelas Anak kecil tersebut."Tidak usah." seru Arsen.Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku lihat kakak kesal, apa uang kakak kurang? Tidak apa-apa kok, Dad memberiku uang lebih, aku cuma mau beli es krim . Kata Dad aku harus menolong orang yang sedang kesusahan." Celoteh gadis itu sambil tersenyum, kemudian memberikan uang koinnya secara paksa ke tangan Arsen.Sebelum Arsen sadar gadis itu sudah berlari menjauh
Arsen tetap memangku tubuh istrinya dan mereka berjalan menuju markas Zapatista. "Ada apa dengan wanita itu? Apa ia terluka?" Tanya pria itu, yang ternyata bernama Jose. Yang sedari tadi penasaran menatap Lily.Kali ini Arsen mengalihkan perhatiannya pada Jose yang sekitaran berumur sama dengan Arsen dengan tajam. Tidak ada yang ia biarkan untuk menatap istrinya berlama-lama jika tidak ingin nyawa melayang."Awasi matamu, sebelum aku membunuhmu!." Desis Arsen memperingatkan Jose.Jose mengangkat kedua tangannya sambil melangkah mendahului Arsen dan rombongannya, kembali memandu mereka menuju markas.Anak buah Arsen tetap mengikuti Tuan mereka, tetap dengan mode siaga. Mulai terlihat sebuah pemukiman kecil, karena hanya terdapat beberapa rumah. Ada salah satu rumah yang sedikit lebih besar diantara yang lainnya.Arsen sudah mengetahui mana yang merupakan tempat tinggal Marcos. Anak buah Arsen di bawa oleh Jose ke rumah sebelah tempat Marcos. Sedangkan Arsen menuju rumah yang sedikit le
Malam ini Arsen akan kembali meminta Lily untuk mempraktekkan hasil latihannya tadi pagi bersama Sasha.Dengan sengaja ia meminta Riobard untuk memberikan pistol air soft gun dan menaruhnya di balik jas miliknya. Sesampainya di kamar ia menaruhnya di laci meja.Ia membersihkan diri kemudian makan malam bersama Lily. Ia akan mengetest Lily nanti saja, sebelum tidur.Seperti biasa Arsen dan Lily makan malam di ruang makan. Akhir-akhir ini mereka memang lebih sering makan di sana ketimbang di kamar mereka sendiri."Aku ingin melihatmu, mempraktekkan apa yang tadi di ajarkan oleh Sasha," ucap Arsen seraya memeluk Lily yang kini sedang duduk di sisi tempat tidur."Menembak target maksudmu?" tanya Lily memastikan."Ya," jawab Arsen singkat seraya melerai pelukannya, kemudian berjalan menjauhi Lily dan mengambil pistol yang tadi disimpannya.'Hmm..., aku harus mempraktekannya lagi, jangan-jangan setelah ini ada hukuman yang menanti ku lagi,' gumam Lily seraya menghampiri Arsen.Arsen memberi
Malam menjelang, dan semua kembali ke tempatnya masing-masing setelah makan malam. Termasuk Lily dan Arsen, Mike dan Sasha.Sasha langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Namun, sebelum sempat Sasha masuk ke dalam kamar mandi Mike menghentikan langkah Sasha dengan menarik tanganya.Sasha yang ditarik tangannya langsung menolehkan wajahnya dan mengkerutkan keningnya. "Apa?" tanyanya bingung."Pakai baju tidur ini saja. Aku tadi membelinya," ujar Mike dengan datar seraya menyerahkan sebuah paper bag yang entah sejak kapan ada di tangannya."Kau membelikan piyama untukku?" tanya Sasha dengan sumringah, karena ini kali pertama Mike memberinya sesuatu. Senyuman lebar terlukis di bibirnya seraya mengintip ke dalam paper bag tersebut."Terima kasih, Handsome," serunya dengan senyumannya, Sasha melanjutkan langkahnya dengan bahagia menuju kamar mandi.Dengan cepat Sasha membasuh tubuhnya, hanya 5 menit ia menyelesaikannya karena tidak sabar menggunakan piyama pemberian suaminy
Latihan yang mereka lakukan berjalan dengan baik. Meskipun, Maria dan Charlotte tampak keteteran dan sedikit kesulitan. Sering kali peluru yang mereka tembakkan tak mengenai target. Bahkan melenceng jauh dari papan target.Namun, Sasha selalu menyemangati mereka. Lain halnya dengan Lily, hampir semua tembakannya mengenai sasaran meskipun tidak tepat di tengah sasaran target. Dan sisanya entah menembak kemana."Lumayan," puji Sasha pada Lily.Lily yang mendapat pujian tersenyum dengan lembut. "Aku masih mengingat apa yang sudah Arsen ajarkan beberapa bulan yang lalu, hmm.. rupanya aku masih mengingatnya dengan baik," ujarnya."Dengan pistol sungguhan?" tanya Sasha penasaran."Ya, Glock 17.""Oh..., aku mengerti," gumam Sasha sambil menganggukan kepalanya perlahan. Ia juga percaya pasti Arsen melatihan dengan kejam. Ah, ia tak ingin membayangkannya.Mike saja kadang membuatnya pusing dan takut apalagi Tuan Lazcano. Sasha berharap tak pernah bermasalah dengan Arsen. Yuri pernah bercerita
Charlotte kembali ke dalam kamar yang ditempati oleh Camilio dan anaknya Mario dengan membawa obat di tangan.Sedikit ragu namun Charlotte mengetuk pintu terlebih dahulu, rasanya tidak sopan jika harus masuk begitu saja. Meskipun ia tahu jika pintu dalam keadaan tak terkunci.Terdengar suara sahutan dari dalam yang mengizinkan ia boleh masuk. Dengan perlahan namun pasti Charlotte segera memutar kenop pintu tersebut dan mendorong pintu perlahan."Maafkan saya Tuan, sedikit lama," ujar Charlotte sedikit tak enak, karena ia memutuskan untuk menganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum kembali memberi obat pada Mario, Charlotte sudah tak nyaman dengan pakaian yang sudah ia gunakan sejak pagi.Camilio sedikit menoleh pada Charlotte dan memperhatikan Charlotte yang sudah berganti pakaian. "Tidak apa-apa, itu bukan masalah," ucapnya pelan seraya kembali menolehkan perhatiannya pada anaknya yang terbaring di atas tempat tidur.Wajahnya yang terkesan dingin dan datar namun sebenarnya menyembuny
Di saat yang bersamaan Maria dan Alonzo sedang berbincang di tempat biasa. Tempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama untuk bercengkrama. "Aku baru tahu Sasha sangat hebat," ujar Sasha pada Alonzo yang sedang menatapnya."Ya, dia memang hebat. Harus aku akui itu," jelas Alonzo.Maria mengangguk paham. "Saat baru saja tiba di New York, ia harus menyelamatkan Mike yang diculik oleh musuh. Ia bertarung sendirian dan menghabisi semua musuh di sana," Alonzo bercerita.Maria mendengarkan dengan baik dan terpukau saat Alonzo menceritakan tentang Sasha."Dia keren sekali," gumam Maria."Ya. Tapi karena hal itu, ia terkena tendangan di perut dan harus kehilangan calon bayi mereka," lanjut Alonzo.Ah, Maria hampir saja lupa, jika Sasha harus mengalami keguguran. Ia sempat mendengar cerita ini dari Alonzo sebelumnya. Tapi tidak tahu dengan jelas mengenai ceritanya.Alonzo menggenggam tangan Maria, "Kau tidak usah harus sehebat Sasha, yang penting bisa digunakan untuk menjaga dirimu sendiri.
Setelah menyantap makan malam mereka, Arsen dan Lily kembali ke kamar. Kemudian bersiap untuk tidur, setelah sebelumnya membersihkan diri dan berganti pakaian terlebih dahulu.Lily lebih dulu berbaring di tempat tidur. Tidak perlu untuk meminum susu lagi, karena ia sudah meminumnya tadi saat makan malam. Dan sediakan oleh Maria.Semakin hari perutnya kian bertambah besar, membuat pergerakannya sedikit terhalang. Setelah menemukan posisi yang nyaman ia mulai mencoba untuk memejamkan matanya. Kini Arsen sudah berada di samping dan bergabung ke dalam selimut.Mengetahui Arsen yang sudah di dekatnya Lily mendekatkan tubuhnya pada Arsen dan memeluknya. Pelukan Arsen memang membuat tidurnya semakin nyenyak. Jika tak memeluk Arsen Lily susah untuk terpejam.Kini posisi mereka saling berhadapan. Arsen sedikit menyibakkan rambut Lily yang menutupi wajahnya ke belakang, agar ia bisa menatap wajah istri cantiknya itu dengan jelas."Bagaimana latihanmu tadi?" tanya Arsen. Arsen akan bersikap pura
5 buah senjata api jenis pistol dan revolver berjejer rapi di atas meja, serta satu set pisau survival di tambah pisau kesayangan Sasha yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama.Lily, Maria dan Charlotte berkumpul mengelilingi meja dan memperhatikan Sasha dengan seksama. Hingga akhirnya Sasha mulai menjelaskan satu persatu mengenai senjata tersebut pada mereka bertiga.Sebelumnya Sasha sudah mengeceknya terlebih dahulu satu persatu dan mengeluarkan peluru dari dalamnya. Agar tak berbahaya, mengingat kedua orang tersebut awam terhadap senjata, dan takut jika mereka salah memegang, dan menekan pelatuk senjata berpeluru, maka akan berbahaya.Penggunaan pistol tentunya harus digunakan dengan hati-hati karena berkaitan dengan nyawa seseorang.Pertama Sasha mengambil sebuah senjata api berwarna hitam, dengan moncong yang cukup pendek. Keningnya sedikit berkerut, mengingat asal dan dan jenisnya, karena ia jarang sekali menggunakan tipe senjata api ini."Pistol G2 Combat Kal. 9 mm, menggunaka
Arsen sudah memerintahkan Mike untuk meminta Riobarf menyiapkan beberapa senjata yang dibutuhkan oleh Sasha untuk melatih Lily dan yang lainnya.Riobard mengambil senjata dari gudang senjata yang berada di mansion. Selain di markas, di mansion pun terdapat gudang senjata, namun tak sebesar yang berada di markas.Letaknya ada di ruang bawah tanah mansion. Setelah mendapatkan perintah langsung dari Mike. Riobard segera menyiapkan senjata tersebut dan kemudiam menyerahkannya pada Mike.Ada sekitar 5 senjata api berjenis pistol, laras pendek dan laras panjang, serta beberapa jenis pisau survival yang kecil dan ringan, cocok di gunakan oleh wanita.Mike membawanya pagi ini, kemudian memberikannya pada Sasha setelah sarapan pagi."Mari kubantu bawa ke lantai 5," tawar Mike"Tidak usah, handsome. Ini tidak berat kok," seru Sasha."Ck! Kau tidak mau kuperhatikan? Nanti protes lagi!" Mike berdecak, seraya memutar bola matanya jengah, karena Sasha selalu mengatakan bahwa dirinya tak perhatian.
Setelah Sasha berlatih mereka berbincang sejenak. Maria mengingat obrolannya bersama Alonzo tempo hari, agar Maria setidaknya bisa menguasai salah satu bela diri atau senjata.Namun hingga kini Alonzo belum sempat mengajarinya sama sekali."Sasha, apa kau bisa mengajariku?" tanya Maria."Mengajari? " tanya Sasha sedikit tidak paham seraya mengernyitkan dahinya. Namun kemudian ia sadar pada arah pembicaraan Maria, "Bela diri? Atau senjata? Itu maksudmu?" tanya Sasha.Maria mengangguk pelan, dan menatap Sasha dengan penuh harapan.Sasha memberikan cengiran lebarannya, "Tentu saja aku bisa mengajarimu, serahkan padaku," ujar Sasha dengan penuh semangat.Lily yang mendengarnya ikut tertarik, karena ia pun harus bisa menguasai senjata, namun keadaannya yang kini tengah hamil menghalanginya."Aku juga mau, karena Arsen meminta ku untuk bisa menjaga diriku," timpal Lily.Sasha, Maria dan Charlotte menolehkan pandangannya pada Lily. Dan menatapnya tak percaya."Hmm..., maksudku tidak sekarang