"Aku berangkat!" seru Arsen kemudian memberikan satu kecupan di bibir istrinya."Hati-hati," ujar Lily dengan lembut melepas Arsen untuk berangkat ke kantor.Lily langsung bersiap-siap untuk senam hamil di lantai lima, ditemani oleh Charlotte dan Maria.Charlotte dan Maria pun sudah berganti pakaian olah raga untuk bersiap memulai olah raga yang dipimpin oleh Sasha."Selamat pagi!" sapa Sasha dengan riang.Semua menoleh ke arah pintu sambil tersenyum menanggapi sapaan Sasha.Sasha langsung mengambil posisi menyiapkan peralatan menembak selagi menunggu Lily menyelesaikan senam hamilnya.Selesai senam, Lily duduk santai mengamati Maria, Charlotte dan Sasha melakukan pemanasan, dilanjut dengan teknik dasar bela diri. Setelah satu jam, mereka berhenti untuk beristirahat sambil mengobrol."Tiap hari kau semakin baik Maria. Tidak kepayahan seperti pertama kali latihan!" puji Sasha sambil mengelap keringatnya dengan handuk kecil."Iya, karena saat itu aku sudah lama tidak berolah raga," sahu
"Al dan Maria akan kembali ke Palmer pada hari Kamis sore. Hari Minggu nya mereka akan menikah," ucap Arsen pada Lili di sela sarapannya.Lily membulatkan matanya, Lily sangat terkejut karena mendengar kabar Maria yang akan menikah secepat itu.Maria dan Alonzo memang sudah kembali ke mansion dan Lily sudah bertemu dengan Maria kemarin, tapi Maria belum menceritakannya. Sebentar lagi ia akan segera bertemu dan menanyakan masalah ini. 'Ah, mungkin dia malu,'seru Lily dalam hati.Rasa kagetnya hilang kemudian di gantikan dengan sebuah senyuman bahagia."Benarkah itu?" tanya Lily masih tak percaya.Arsen mengangguk, "ya," jawabnya singkat."Al kemarin sore menemuiku dan menceritakan semua sekaligus meminta ijin untuk pergi lagi pada hari Kamis sore. Aku lupa membahasnya denganmu semalam karena kemarin aku sibuk memikirkan dan memperlajari transaksi Black Nostra dengan salah satu afiliasi," jawabnya singkat kemudian melanjutkan sarapannya.Kemarin sepulang dari kantor, Arsen langsung menu
Pukul tiga pagi, Alonzo, Jeofre, Camilio dan beberapa anak buahnya sudah berangkat untuk mengirimkan sejumlah barang pesanan dari salah satu afiliansi mereka, yaitu senjata api, peledak dan sejumlah obat-obatan terlarang.Mereka berangkat pagi buta untuk menghindari pemeriksaan yang mungkin terjadi di sepanjang jalan besar dan tak bersamaan untuk menghindari kecurigaan pihak berwenang.Beberapa kali mereka harus menghindari titik-titik rawan dimana seringkali ada polisi yang berjaga dengan masuk ke jalan alternatif yang lebih kecil.Lokasi transaksi yang sudah ditentukan ada di dekat pantai sebelah selatan kota New York dan mereka membutuhkan waktu perjalanan sekitar tiga puluh menit.Mike dan Sasha mengikuti mereka dari belakang dengan jarak dua kilometer, agar tak di curigai.Arsen duduk bersama Pascoe di markas untuk ikut mengawasi mereka melalui CCTV yang terpasang di sepanjang perjalanan menuju lokasi yang sudah di retasnya.Pengalaman terakhir bersama Moron's sungguh membuat Bla
Lily perlahan membuka matanya dan melihat Arsen yang masih tidur dengan sangat pulas memeluknya.Lily tersenyum, kemudian mengelus lembut pipi Arsen sebentar sebelum akhirnya menyingkirkan tangan Arsen yang memeluk pinggangnya dengan perlahan. Ia bangkit dari tempat tidur dan segera membersihkan diri.Selesai mandi, Lily melihat Arsen masih tertidur pulas. Setelah memakai pakaiannya dan menyisir rambutnya, Lily bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan membawanya ke kamar.Lily memutuskan untuk membuat sarapan sendiri pagi ini. Tentu saja di bantu oleh Maria karena Lily sudah sedikit sulit untuk bergerak.Perlahan Lily membuka pintu kamar dan Maria mendorong meja kecil berisi sarapan, hanya sampai masuk sedikit ke dalam kamar saja, dan Maria pamit undur diri pada Lily.Lily mendorong meja tersebut ke arah meja dengan pelan, agar tak membangunkan Arsen. Lily kembali tersenyum saat melihat Arsen yang masih juga tertidur.'Tidak biasanya Arsen tidur sepulas ini. Tapi aku harus memba
Arsen turun dari dalam mobil saat Rudolf dengan cekatan membukakan pintu mobil untuk Tuannya tersebut sesaat setelah mobil mereka sampai.Kini mereka sudah berada di depan markas Black Nostra. Hari dimana Arsen akan bersenang-senang kembali dengan mainan barunya dan segera mengeksekusinya dengan cara yang tentu saja sangat menyenangkan.Kedatangannya sudah disambut oleh anak buahnya di depan pintu markas. Mike, Jeofre, Camilio dan Riobard.Tak ada Sasha, karena Mike tidak mengijinkan nya untuk melihat eksekusi tersebut. Terakhir kali saja Sasha melihat Arsen bersenang-senang ia masih merasa mual meskipun setelah sampai di mansion dan Mike harus sedikit menghiburnya agar rasa mual istrinya tersebut hilang.Lagipula Sasha harus menemani Lily, selama Arsen sedang bersenang-senang di markas."Apa sudah siap semua?" tanya Arsen pada Mike.Mike mengangguk seraya berujar, "sudah siap semuanya, Tuan.""Hmm..." hanya sebuah gumaman yang keluar dari bibir Arsen.Arsen masih tampak begitu santai
Arsen menghentikan tindakannya, kemudian menatap Ken dengan tatapan tak terbacanya. " Iblis memang nama tengahku!" Ucap Arsen dengan seringai menakutkannya.Kini mulut Ken kembali bungkam, matanya semakin membelalak saat Arsen kembali mengangkat pisau tajamnya dan mengarahnya lagi pada dadanya yang terbuka lebar.Tak ada penghalang yang menutupi tubuhnya, hanya celana dalam lah satu-satunya yang menutupi aset berharganya."Sebentar lagi kau akan menemui wanita murahan mu di neraka!" ujar Arsen seraya mulai menolehkan ujung pisaunya. Akkhhh..." pekik Ken saat ujung pisau mulai mengiris dadanya dan langsung mengeluarkan darah segar."Apa kau tidak penasaran?" tanya Arsen kemudian sambil menusukkan ujung pisaunya membuat darah semakin banyak mengalir di dada Ken."Hmm.., aku yakin kau penasaran," ujar Arsen dengan senyuman tipisnya, sedangkan tangannya mulai memelintir pisau yang sedikit menancap di dada mainannya." Arghh..." Ken mengeram menahan rasa sakit bercampur perih, bahkan tubu
"Di mana cucu menantu kesayanganku, Albert?" tanya Marissa pada Paman Albert yang menyambut kedatangannya di depan pintu."Nyonya muda sedang ada di kamarnya, Nyonya," sahut Albert."Albert, tolong pindahkan cake ini di piring untuk makan malam cucuku. Aku langsung ke kamarnya saja," seru Marissa sambil dengan semangat menuju kamar Lily dan Arsen."Baik nyonya," sahut Albert dengan hormat.Ceklekk.."Lily sayang, bagaimana kabarmu?" seru Marissa saat melihat Lily sedang duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya."Grandma," panggil Lily dengan sumringah dan langsung berdiri menyambut Marissa yang masuk ke kamarnya dan segera memeluknya."Sayang, Grandma sangat rindu padamu. Lihat..," seru Marissa menjeda kakimatnya sebentar."Perutmu semakin membesar saja. Aku sudah sangat tidak sabar menanti cicitku lahir dan ingin segera menimangnya." Seru Marissa sambil tersenyum dan mengelus-elus perut Lily dengan sangat lembut dan hati-hati."Iya Grandma, aku pun juga tidak sabar menunggu
"Charlotte, apakah kau bersedia menjadi ibu untuk Mario?" tanya Camilio dengan serius dan tanpa basa basi."Hahh?!"Mulut Charlotte menganga seketika dengan mata yang membulat sempurna tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnyaKemudian ia mengerjap-ngerjapkan mata memastikan semuanya, bahwa ia tak salah dengar.Tapi seingatnya telinganya tak bermasalah sama sekali.'Aku yakin ini hanya mimpi saja!' gumamnya dalam hati dan masih tak percaya ddngan apa yang di dengarnya.Tentu saja Charlotte sangat terkejut mendengar pertanyaan Camilio tersebut. Dengan mata yang membulat Charlotte sempat menolehkan wajahnya beberapa saat pada Camilio yang sedang memandangnya tapi Charlotte buru-buru menundukkan mukanya.Dengan kepala menunduk, Charlotte coba mengingat apa yang didengar oleh telinganya beberapa detik yang lalu'Apa aku salah dengar? Ah, ini bukan mimpi. Dan telingaku memang normal. Sama sekali tidak bermasalah,' serunya dalam hati.Tiga puluh detik berlalu dan Charlotte masih di
Kejadian Margaret yang di seret dengan kuda sudah berlalu dua hari. Dan Lily sudah kembali terlihat seperti biasanya.Namun, Arsen sudah berjanji pada dirinya akan memberikan hadiah bagi Lily atas keberaniannya membunuh Elliot dan menyiksa Margaret. Yang Arsen tahu, jika dalam kondisi biasa dan bukan mereka berdua, Lily tak akan mungkin melakukannya.Tapi setelah dua hari berlalu, Arsen masih belum bisa mendapatkan hadiah apa yang akan di berikan pada istrinya tersebut.Arsen menatap Lily yang sedang memakan sarapan paginya.Lily yang merasa di tatap menyadarinya kemudian menolehkan wajah pada Arsen."Ada apa?" tanyanya dengan lembut setelah menaruh sendoknya di atas piring."Tidak ada, hanya...., Hmm apa kau sedang menginginkan sesuatu?" tanya Arsen pada akhirnya.Lily tampak mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan ucapan Arsen tersebut."Aku ingin memberimu hadiah, tapi belum menemukan yang cocok untukmu. Jadi katakan apa yang kau inginkan," seru Arsen."Hadiah?"Arsen mengang
Setelah membereskan meja makan dan dapur, Charlotte berjalan mendekati Mario dan Silvia yang sedang bersama menyusun sebuah puzzle yang cukup besar di atas meja.Sebelum sampai rumah, Camilio dan Charlotte menyempatkan diri untuk membeli kue untuk Chaterine dan mainan untuk anak-anak. Camilio membelikan lima buah puzzle dari yang paling mudah sampai agak sulit. Camilio juga membelikan dua buah magic block untuk Mario dan Silvia. Camilio ingin memberikan mainan yang bermanfaat untuk anak-anaknya dan melatih perkembangan otak mereka."Bagaimana? Bisa?" tanya Charlotte dengan lembut pada Mario dan Silvia yang tampak sangat serius menyusun puzzle milik mereka."Bisa," jawab Mario tanpa mengalihkan perhatiannya pada puzzle yang ada di hadapannya."Tadi sudah berhasil dua. Yang ini sulit, Mom," lapor Silvia dengan suara yang terdengar begitu menggemaskan."Sabar ya sayang. Kau menyusun puzzlenya tidak sendiri, tapi bersama Mario. Pasti kalian bisa. Anak-anak mommy kan pintar semua," kata Ch
"Mike, semua sudah selesai dan tidak ada yang dikerjakan lagi. Aku pulang dulu ya," pamit Alonzo seraya melambaikan tangan pada Mike dan menepuk lengan Camilio."Ya, aku juga pamit. ini sudah menjelang sore. Aku pulang dulu, Mike," pamit Camilio pada Mike."Kau pulang ke rumah ibumu hari ini?" tanya Mike pada Camilio."Ya, seperti biasa. Sabtu sore aku dan Charlotte pulang dan besok malam aku sudah sampai mansion lagi," jawab Camilio."Ok. Berhati-hatilah," kata Mike sambil tersenyum."Jika ada tugas mendadak, jangan sungkan untuk menghubungiku. Anytime," ujar Camilio."Ok Cam. Selamat menikmati waktu bersama anak-anakmu. Dan sampaikan salam ku pada ibumu, dan kedua anakmu," sahut Mike.Camilio hanya membalas dengan mengangkat tangan dan tersenyum tipis. Ia bergegas menuju mobilnya untuk menjemput Charlotte dan segera pulang bersama ke rumahnya dan bertemu dengan buah hati mereka, Mario dan Silvia.Mike memasuki ruangan rapat sebentar untuk mengecek segala sesuatu sebelum meninggalka
Margaret di seret dengan paksa oleh Alonzo dan Camilio ke halaman belakang mansion.Dengan sangat jelas Margaret masih ingat tempat ini, dimana ia harus menonton Lily yang sedang berlatih menembak dan Elliot lah yang menjadi target tembaknya.Margaret terus bertanya-tanya dalam hatinya, apakah kini gilirannya menjadi sasaran tembak Lily? Tapi, tadi ia mendengar kuda dan jalan-jalan. Ia benar-benar tak mengerti.Namun, pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya terjawab sudah, saat kedua tangannya diikat menjadi satu dan diikatkan pada seekor kuda hitam yang tampak besar dan terlihat begitu gagah.Tampak pula Lily dan Arsen yang memperhatikannya saat dirinya diikat.'Aku salah memperhitungkan jalang cilik itu! Ia benar-benar berubah dan sangat berbeda dengan Lily yang dulu penakut dan penurut. Siall!!' umpat Margaret dalam hati."Ini kali kedua ku datang ke markasmu, jadi aku ingin tahu keadaan disekitar sini. Hingga memutuskan untuk berjalan-jalan," bisik Lily pada Arsen."Dengan senang hati
Bugh....Kali ini Lily meninju mulut Margaret untuk menghentikan ucapan Margaret.Hingga Margaret memekik kesakitan."Akhh..." Margaret memekik kesakitan."Brengsek!!" umpat Margaret.Sungguh Margaret sangat kesal pada Lily. Gara-gara Lily meninju hidungnya beberapa hari yang lalu. Hidungnya sedikit bengkok, sepertinya silikon hasil operasinya bergeser dari tempatnya.Bukan itu saja, wajah mulusnya hasil dari botox nya pun kini terdapat luka memanjang hasil cakaran Lily.'Aku harus membalasnya!' geram Margaret dalam hati.Operasi plastik yang sudah lama di mimpikan nya dirusak begitu saja. Tentu saja Margaret marah dan kesal. Susah payah Margaret merayu Elliot untuk membiayai operasi plastik ini.Margaret kembali meringis, karena tinjuan Lily di mulutnya membuat kepalanya pusing.Lily hanya tersenyum meremehkan, membuat Margaret semakin dongkol dan marah saja."Cuhhh..." Margaret meludah pada Lily, untung saja tidak mengenai wajah Lily karena dengan cepat Lily dapat menghindarinya.Ar
Sabtu pagi setelah Arsen dan Lily menikmati sarapannya, mereka kembali ke kamar untuk menyempatkan diri bermain-main dengan Theo sebentar sebelum pergi ke markas. Setelah sekitar dua jam kemudian, Theo mulai merengek karena sudah waktunya ia minum susu dan tidur.Saat Lily menemani Theo minum susu, Arsen mengirimkan pesan pada Mike bahwa ia akan menemani Lily bermain-main dengan wanita tua itu."Aku titip Theo pada kalian," kata Lily pada Charlotte dan Maria."Kami pasti akan menjaga Tuan Muda dengan baik, Nyonya," jawab Charlotte yang langsung diangguki oleh Maria.Lily segera keluar dari kamar Theo menuju kamarnya. Kali ini Lily mengenakan pakaian yang lebih kasual dan nyaman dikenakan. Kerena ia akan bersenang-senang hari ini, hingga ia memilih pakaian yang memudahkannya untuk bergerak.Legging yang sedikit tebal di padukan dengan atasan oversize yang panjangnya melebihi bokong. Memastikan lekuk pinggul tersembunyi dari pandangan orang lain. Karena Arsen tak akan menyukainya.Terak
Arsen mendengar kabar dari Camilio jika tangan Mike sempat terluka."Bagaimana dengan tanganmu? Aku mendengarnya dari Camilio," tanya Arsen.Mike menatap lengannya yang terluka di balik lengan jasnya. "Bukan luka besar, tidak masalah," jawab Mike pada Arsen, dan Arsen hanya mengangguk pelan."Han?" tanya Arsen seraya mengangkat sebelah alis matanya."Ya, anak dari Lam Phuong. Anak itu di rawat oleh Vargaz bahkan diangkatnya menjadi anak. Saat aku akan membunuh Vargaz dengan tiba-tiba anak itu muncul entah dari mana dan menikam lenganku," jelas Mike.Arsen mengangguk pelan, "aku mengerti. Apa kau sudah obati?" tanya Arsen."Sasha sudah mengobatinya sesampainya aku di mansion Subuh tadi," ujar Mike."Sebaiknya lain kali lebih berhati-hati lagi.""Baik Tuan. Terima kasih," ucap Mike dengan tulus."Kumpulkan anggota inti Mike, aku mau bicara dengan mereka," titah Arsen."Mereka ada di ruang rapat semua kecuali Enrico, Riobard dan Alonzo. Mereka sedang mempersiapkan barang untuk pengiriman
Mike segera melaporkan hasil penyergapan dan pengakuan Vargaz mengenai Morons pada Arsen, setelah mereka selesai mengeksekusi Vargaz dan seluruh anak buahnya. Karena saat ini sudah hampir pukul 02.00 pagi, Mike tahu jika Arsen sedang beristirahat makanya ia memberitahunya melalui sebuah aplikasi percakapan.Mike meminta Richard untuk membereskan semua kekacauan yang sudah mereka buat, dan segera menghilangkan semua bukti terkait eksekusi Vargaz dan seluruh anggota Bleeding Corp.Setelah dirasa semua selesai, Mike dan yang lainnya meninggalkan Jacksonville dini hari itu juga.Sedangkan bocah bernama Han itu, diserahkan pada Richard untuk di urus. Ada anak buah Richard yang bertahun-tahun menikah belum dikaruniai anak. Maka Han akan di asuh olehnya.Dalam waktu kurang lebih dua jam, akhirnya Mike dan yang lainnya sampai di New York. Tanpa menunggu lama, Mike memerintahkan yang lainnya untuk segera beristirahat. Mike tahu jika semuanya merasa lelah dan butuh istirahat, termasuk dirinya.
"Jawabbb!! Apa hubunganmu dengan Mark, Vargaz!!" pekik Mike lagi karena Vargaz masih diam dan menutup mulutnya.Kali ini Vargas sedikit tersentak karena Mike memekik tepat di depan wajahnya.Dorrr..Seorang pria yang merupakan anak buah Vargaz kembali terkapar di lantai dengan darah yang mengalir di dadanya.Mike kembali menembak salah satu anak buah Vargaz tanpa belas kasihan. Keringat dingin terlihat mengucur dari pelipis Vargaz. Mike dapat melihat, Vargaz mulai ketakutan kembali."M-Mark adalah temanku," jawabnya dengan mulut bergetar. Mike memang sudah terkenal tak kenal belas kasihan dan sadis. Kali ini ia melihat sendiri dengan mata kepalanya.Dan menurut Leonid dulu. Ketua Black Nostra yang sesungguhnya lebih sadis jika dibandingkan dengan Mike.Mike menyeringai mendengar ucapan Vargaz. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya, apakah pembelotan Morina karena Dimitri?."Apakah Morons membelot karena Dimitri!?" tanya Mike dengan nada tajamnya."A-aku tidak tahu secara pasti, tapi M