Perkataan Arsen mengenai keindahan tempat ini benar adanya. Cahaya redup dari matahari senja, tak begitu menyilaukan mata bahkan terlihat begitu anggun dan menawan. Cahaya jingga yang menghiasi langit-langit ufuk barat, seakan melukiskan sebuah ketenangan. Serta menandakan waktu malam telah tiba.Saat matahari mulai terbenam di tempat ini, pemandangan luar biasa tanpa terhalang bangunan atau objek apapun ditempat ini membuat Lily tak mampu mengedipkan matanya sedikitpun."Dingin," ujar Arsen seraya memasangkan jas pada Lily."Ah.." Lily menolehkan wajahnya pada Arsen, karena Lily sedikit kaget perlakuan Arsen tersebut, dimana ia sedang menikmati pemandangan ini dan kemudian Lily tersenyum. "Terima kasih," ucapnya.Lily tidak tahu jika akan di bawa ke tempat seperti ini hingga ia tidak membawa jaket maupun mantel."Kita jangan tidak terlalu lama di sini," ujar Arsen."Kenapa?" sedikit sesal Lily, karena ia benar-benar merasa sudah jatuh cinta dengan tempat ini dan enggan untuk segera m
Lily menggeliat dalam tidurnya, kesadarannya sudah hampir pulih sepenuhnya. Namun matanya masih terpejam.Perlahan ia membuka matanya. Dapat ia rasakan kini tubuhnya terasa pegal dimana-mana.Lily menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Malu. Malu ketika mengingat akan keliaran dirinya semalam.Tapi kenapa harus malu? Arsenkan suaminya, dan hanya bersama Arsen Lily berbuat seperti itu. Ah..., seharusnya Lily tidak malu lagi seperti ini.Pandangannya ia alihkan tepat ke samping kirinya, ia melirik ke arah Arsen yang masih terbaring di sebelahnya. "Masih tidur rupanya," gumam Lily pelan.Lily akan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum Arsen bangun. Namun tangannya di cekal dan ditarik kembali untuk berbaring di tempat tidur oleh Arsen."Masih terlalu pagi, temani aku," ujar Arsen dengan mata yang masih terpejam.Tanpa menunggu izin Lily Arsen menarik Lily ke dalam dekapannya. Tubuh mereka yang tidak tertutup sehelai benangpun karena aktivitas mereka semalam kini saling bersentuha
Riobard sudah berangkat untuk menemui afiliasi Black Nostra ditemani beberapa anak buahnya.Sedangkan Arsen dan Lily berada di dalam mansion. Kini Arsen menemani Lily untuk berkeliling. Mansion ini tidak kalah bagus dengan milik Arsen yang berada di New York.Pemandangannya juga sangat indah, jika di mansion Arsen yang berada di New York hanya pepohonan yang terlihat karena berada di tengah hutan. Mansion ini berada di atas pegunungan hingga Lily dapat melihat Kota La Paz dari sini."Kau mau kemana lagi?" tanya Arsen."Aku tidak tahu," jawab Lily, karena memang ia tidak mengetahui tempat ini. Jadi ia bingung jika ditanya seperti itu.Kali ini mereka hanya berdua tanpa didampingi pengawal dan anak buahnya. Arsen hanya ingin menghabiskan waktunya hanya berdua dengan Arsen.Arsen menggenggam tangan Lily selama mereka mengitari seluruh mansion. Kini mereka berhenti di pinggir kolam renang untuk beristirahat. Arsen yang memaksanya, karena ia tidak ingin istrinya kelelahan. Apalagi semalam
Hanya dua hari mereka berada di La Paz, Bolivia. Bahkan urusan Riobard pun sudah selesai. Arsen segera membawa rombongannya untuk kembali ke New York.Arsen mengecup bibir Lily. "Aku pergi, kamu baik-baik ya, jangan terlalu lelah." Seru Arsen.Lily mengangguk patuh. Arsen memang sudah mengizinkannya bisa pergi keluar mansion, asal atas izinnya terlebih dahulu. Jika Arsen tidak mengijinkan maka Lily tidak boleh keluar.Lily tidak masalah, ini saja sudah kemajuan baginya. Arsen benar-benar melakukan yang terbaik bagi Lily. Dan Lily cukup tahu diri. Ia tidak akan serta merta meminta Arsen untuk mengijinkan nya keluar mansion sering-sering.Mengingat musuh Arsen yang banyak Lily harus bisa menjaga dirinya sendiri dan bayi yang berada di kandungannya.Arsen segera menuju kantor dimana banyak pekerjaan sudah menunggu nya.***Waktu menunjukkan sudah hampir dini hari, namun keduanya tidak ada yang memutuskan untuk kembali beristirahat. Mereka lebih suka untuk bertahan di depan perapian meski
Lily bersorak gembira, begitu Maria mengabarkan jika Arsen mengijinkannya untuk berkeliling mansion. Dengan catatan dikawal oleh para pengawal.Ah..Lily sudah mulai terbiasa dengan hal tersebut, jadi itu bukan masalah untuknya.Lily segera beranjak keluar dari kamarnya yang langsung diikuti oleh Maria dan Charlotte. Para pengawal sudah menanti mereka di depan lift di lantai dasar.Sudah mulai membosankan memang untuk berkeliling mansion, namun Lily tak punya pilihan, demi keselamatan dirinya dan bayi dalam kandungannya. Lily akan tetap menikmati sore harinya dengan berjalan kaki mengelilingi mansion.Dan oh iya benar Lily ingin melihat bunga di taman, meski bunga itu bunga musim panas, dan saat ini sudah memasuki musim dingin. Tapi para pelayan merawatnya dengan baik, dan menempatkannya di dalam rumah kaca yang berada di kebun. Lily sudah tidak sabar untuk melihatnya.Bunga yang memiliki nama latin Lilium, yang memiliki kelopak bunga yang lebar seperti terompet, putik yang berbentuk s
"Ck!! Menyebalkann!!" Keluhnya ketika ia lupa membawa pupuk di gudang untuk tanaman yang di rawat dan menjadi tugasnya.Alicia menghentak-hentakan kakinya kesal. Jarak kebun dan gudang cukup jauh dan itu sangat melelahkan. Sedari pagi ia harus merawat semua tanaman disini. Bahkan hingga sore hari menjelang pekerjaannya belum selesai."Kenapa tidak ada yang membantuku sih?""Aku tidak suka bekerja di kebun!!Terik matahari menyengat kulit mulusku.""Jika kulitku gosong pujaan hatiku tidak akan menyukaiku!!.""Arghhh..., Ini menyebalkann!!"Itu lah keluhan-keluhan yang keluar dari mulutnya. Selama bekerja pun Alicia terus mendumel seorang diri.Lihat saja jika aku sudah jadi Nyonya di tempat ini Alicia akan menyuruh orang untuk meratakan taman ini. Agar ia tak ingat jika ia pernah tersiksa di tempat ini.Alicia begitu kesal ketika dipindahkan ke tempat ini. Padahal ia ingin tetap berada di dalam mansion dan bisa melihat pujaan hatinya itu.Ia sempat kecewa karena pujaan hatinya yang meng
Bersamaan dengan itu para pengawal masuk ke dalam rumah kaca tersebut. Mereka mendengar suara ribut-ribut dari dalam, dan tentu saja mereka takut terjadi sesuatu pada Nyonya mereka. Apalagi Arsen sudah memerintahkan mereka untuk menjaga Lily dengan baik.Jika sampai Lily lecet sedikit saja, sudah pasti nyawa mereka yang akan menjadi taruhannya."Nyonya..., apa Anda baik-baik saja?" tanya salah satu pengawal wanita yang baru saja masuk.'Nyonya? Lihat belum juga aku menjadi Nyonya di mansion ini aku sudah di panggil Nyonya,' seru Alicia dalam hati, membuatnya semakin percaya diri dan memasang wajah angkuh di depan Lily dan Maria."Aku baik-baik saja. Cepat bawa mereka pergi dari sini," seru Alicia dengan nada memerintah.Tentu saja hal itu membuat semua orang yang berada di sana melongo heran dan kaget."Heii..., jaga bicaramu, pelayan!!" gertak pengawal tadi pada Alicia, yang membuat Alicia tersentak kaget karena nadanya sungguh menyeramkan, bahkan matanya melotot menatap dirinya."Su
"Arsen...hmppphtt.." pekik Lily namun Arsen kembali membungkam mulut Lily dengan mulutnya.'Astaga…'Bahkan Arsen sama sekali tak mengizinkan Lily untuk mengambil napas banyak-banyak. Tangannya sudah bergerayangan menjelajahi seluruh lekuk tubuh Lily.Lily sedikit mendorong dada Arsen karena ia hampir kehabisan napas.'Belum siap, aku belum siap..' pekik Lily dalam hati.Jika melakukan bersama Arsen sudah jelas ia tidak akan beristirahat sampai nanti tengah malam.Namun sepertinya Arsen tak menggubris Lily. Ia terus melumat bibir mungil istrinya tersebut, tampak kabut gairah sudah terlihat dari mata tajam Arsen.Jika sudah seperti ini tentu saja Lily tidak bisa lagi menolak atau menghentikan Arsen. Hmm..Lily cukup berpengalaman dan mengingat masa lalu nya saat bersama Arsen dalam awal hidup mereka. Menolak sama saja membuka kandang singa jantan dan melepaskannya, hingga Lily tidak bisa kabur dari terkaman nya.Lily mulai melingkarkan tangannya di leher Arsen dan memejamkan mata seray
"K-kau mendengar pembicaraanku?" tanya Maria kaget dan tak percaya.Alonzo tak menjawab, ia hanya mengangkat satu alisnya menunggu jawaban Maria.Maria menundukkan kepalanya dan menarik napas panjang."Dia teman masa kecilku dulu saat aku tinggal di Mexico. Paman Nando berbicara pada orang tuaku, bermaksud menjodohkan kami tapi aku menganggap hal itu aneh. Jadi tidak pernah menanggapinya. Aku bahkan sudah lupa akan hal itu," jawab Maria."Kau tidak menjawab pertanyaanku," ujar Alonzo dengan tatapan tajamnya.Maria mengerutkan keningnya."Kau ini sudah bersuami tapi berbincang ramah dengan seorang pria yang kau bilang teman masa kecilmu. Lalu tadi kau bilang sudah lupa kalau pernah dijodohkan. Setelah ingat lagi, kau masih bisa bersikap ramah dengannya. Apa karena kau suka dipuji karena terlihat lebih cantik?" tanya Alonzo lebih tajam.Mata Maria membulat dengan semua tuduhan Alonzo yang dirasanya berlebihan. Maria merasa sia-sia saja menjawab pertanyaan Alonzo yang lebih mirip dengan
"Danteeeeee!!!!" geram Mike dengan kesal dan marah. Membuat Dante menelan salivanya susah payah.'Mati aku, malam ini aku matiiiii!' pekik Dante dalam hati."Mike, maafkan aku, aku hanya bercanda, lagipula... iyuhhh.." Dante memasang wajah jijiknya."Aku masih menyukai wanita, serius! Sangat malah, ya ampun tak mungkin aku berpaling dari pelukan wanita-wanitaku dan memilih bermain anggar. Ya, Tuhan itu sangat menjijikan," cerocos Dante bak kereta api Shinkansen."Heh!! Bercanda? Bercanda apanya hah??! Tadi jelas-jelas kau mengurungku dan hendak menciumku!! Itu menjijikan, aishh, harga diriku hampir saja tercoreng olehmu," kini Pascoe ikut berbicara dengan masih menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh Mike dan hanya menyembulkan kepalanya saja."Aku hanya bercanda, astaga!! Aku hanya ingin menggoda perjaka bodoh seperti mu!!" kilah Dante."Perjaka perjaka, itu lebih baik dari pada maniak sepertimu yang tiap hari celup sana sini dan menabur benih dimana-mana, apa kau petani yang sedang b
Selama dua hari di Pantai Tulum, Maria dan Alonzo begitu bahagia, mereka sangat menikmati indahnya pantai serta angin laut yang menerpa tubuh mereka.Rasanya Maria dan Alonzo enggan untuk meninggalkan tempat tersebut. Benar-benar memanjakan mata mereka dan deburan suara ombak membuat hati mereka begitu tenang. Benar-benar tak puas jika hanya dua hari saja berada di sini. Sudah seperti surga.Namun, sayangnya. Di setiap ada perjumpaan, maka akan ada perpisahan. Begitu pula Maria dan Alonzo dengan Pantai Tulum yang sudah merebut hati mereka.Pagi ini Alonzo dan Maria bersiap meninggalkan hotel untuk menuju ke Cancun. Perjalanan dari Tulum ke Cancun memakan waktu sekitar dua jam. Mereka memiliki rencana setelah menaruh koper di kamar hotel, mereka ingin berjalan-jalan ke Torre Eschenica dan sekitar kota Cancun.Torre Eschenica adalah sebuah menara yang dapat berputar dan memberikan pemandangan menakjubkan. Cancun, Meksiko dapat terlihat 360 derajat dari atas menara ini.Setelah menikmat
Maria dan Alonzo sudah mengemasi barang mereka tadi malam, sebentar lagi mereka akan segera berangkat, namun sebelum itu mereka akan berpamitan terlebih dahulu pada Lily, karena Arsen sudah berangkat setelah sarapan."Nyonya, kami pamit," seru Maria pada Lily yang sedang menggendong Theo, sedangkan Charlotte berada di sampingnya.Lily mengangguk pelan seraya tersenyum dengan lembut. "Nikmati waktu libur kalian. Maria, Al berhati-hati lah," ujar Lily."Tentu saja Nyonya," jawab Maria."Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya," timpal Alonzo.Setelah berpamitan Maria dan Alonzo segera memasuki mobil mereka. Alonzo segera menyalakan mesin mobil miliknya, kemudian mulai melakukannya perlahan dan mulai meninggalkan pekarangan mansion."Mari, Nyonya, kita kembali ke dalam," ajak Charlotte."Ayo, di luar sedikit berangin, tidak baik bagi Theo," seru Lily. Kemudian mereka berdua berjalan masuk kembali ke dalam mansion.Alonzo memang sengaja membawa mobil sendiri dan akan memarkirkannya di ba
"Kau ini menakutkan, Al," kata Maria."Jika dibiarkan, mereka akan terus merecoki kita. Bahkan mungkin tidak berhenti sampe di depan kamar kita. Berisik!" jawab Alonzo dengan santai.Kemudian mereka berdua kembali melangkah menuju kamar mereka.Alonzo mengeluarkan kunci miliknya dari saku celananya, kemudian memasukkan dan memutar kuncinya.Ceklek..Alonzo membuka pintu kamar dan segera mereka memasukinya.Setelah melepas sepatu masing-masing, Alonzo menarik tangan Maria untuk duduk di sofa."Aku sudah mendapat ijin dari Tuan untuk cuti liburan bersamamu. Kita besok berangkat ke Tulum," ujar Alonzo dengan senyum setelah mereka duduk berdampingan di sofa."Benarkah?" tanya Maria tak percaya."Ya. Aku bahkan sudah membeli tiket untuk kita ke sana tadi," sahut Alonzo seraya membuka ponsel untuk menunjukkan booking confirmation tiket dari New York ke Cancun, Mexico pulang pergi atas nama mereka berdua."Jadwal pesawatnya besok jam 09.30 pagi dan kita tiba di Cancun jam 11.45 waktu Mexico,
Arsen sampai di mansion saat sore menjelang. Tampak Lily yang sedang bermain dengan Theo di kamar Theo di temani oleh Charlotte dan Maria.Begitu Arsen datang, Charlotte dan Maria segera pamit meninggalkan kamar Theo."Kau sudah pulang," seru Lily menyambut kedatangan Arsen dengan Theo di gendongannya.Arsen mengangguk seraya tersenyum tipis. Kemudian ia melepaskan jas yang dikenakannya dan menaruhnya di atas sofa kemudian berjalan mendekati Lily dan Theo.Arsen mengecup kening Lily sekejap, Theo tampak menggapai-gapai tubuh Arsen yang begitu dekat dengannya."Kau mau ku gendong, hemm??" tanya Arsen pada Theo, Theo yang melihat Ayahnya tampak tertawa.Arsen segera mengambil alih Theo dari gendongan Lily. Dan Theo tampak begitu bahagia. Beberapa hari ini memang Arsen jarang bermain dengan Theo karena kesibukannya di markas.Arsen mengangkat Theo dan menghadapkan wajah Theo padanya. Theo kembali tertawa, ia seperti mendapat suatu kebahagiaan.Mulut nya mulai membuka seolah ingi mengatak
Selama tiga hari ini mereka melakukan perintah sesuai arah Camilio tiga hari yang lalu. Sasha dan Alonzo terus bekerja sama. Bukan hanya itu saja, Alonzo pun memberikan wejangan-wejangan pada Sasha, serta rahasia-rahasia kecil Mike pada Sasha.Seperti apa makanan kesukaannya, buku apa yang di baca Mike, Pengalaman masa lalu mereka. Dan masih banyak lagi."Jadi Handsome ku menyukai Ayam Parmigiana?" gumam Sasha bertanya pada Alonzo. Saat ini mereka kembali berkeliling kota untuk mencari informasi. Selama tiga hari ini usaha mereka masih belum membuahkan hasil, hingga Alonzo mengarahkan mobilnya menuju perbatasan New York dan New Jersey."Ya, dia menyukai Parmigiana," jawab Alonzo.Sasha mengangguk pelan, "eh, tapi aku tidak bisa membuatnya, Al. Bagaimana aku bisa membuatnya?" tanya Sasha."Ayam parmigiana tampilan dan rasanya mirip dengan chicken cordon bleu. Kau harus bisa membedakannya," seru Alonzo."Ah, Cordon blue, ya aku tahu itu," ujar Sasha."Ayam yang digoreng dengan menggunak
Sasha dan Alonzo mengendari mobilnya dan melakukannya menuju pusat kota. Alonzo akan mencari informasi dari informannya yang berada di sana."Kita mau kemana?" tanya Sasha."Pusat kota," jawab Alonzo singkat.Kemudian Sasha hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya ber-oh ria.Kemudian ia kembali menatap pandangan di luar jendela mobil. Mereka mulai memasuki perkotaan dengan gedung tinggi yang menjulang.Ini kali keempatnya Sasha mendatangi pusat kota New York. Pertama saat ia datang untuk kali pertama dari Rusia. Dua, saat Mike mengajaknya jalan-jalan, ralat dia yang memaksa Mike untuk berjalan-jalan dan mendandani Mike untuk menyamar. Tiga, saat ia mengantar Lily untuk membeli perlengkapan bayi. Dan ini menjadi keempat kalinya bagi Sasha."Kita akan mencari info dari siapa?" tanyanya kembali tanpa menolehkan pandangannya pada Alonzo yang sedang fokus menyetir mobil."Kita akan menemui informanku, dia biasanya ada di salah satu cafe di pusat kota," jelas Alonzo."Oh, baiklah aku me
Hingga pagi menjelang, Arsen pun tak banyak bicara. Pikirannya masih tertuju pada perkataan Dimitri tadi malam sebelum menghembuskan napasnya.Lily pun yang ada di sampingnya tak banyak bicara atau bertanya. Kini ia sudah mengerti mengenai sikap suaminya tersebut. Pulang larut malam dan tampak memikirkan sesuatu pasti terjadi hal yang penting kemarin malam.Lily hanya berusaha melayani suaminya saja sebaik mungkin. Tanpa bertanya apa yang terjadi padanya. Jika Arsen ingin membagi ceritanya, pasti sudah Arsen katakan. Lily berpikir, nanti juga jika Arsen siap, pasti Arsen akan mengatakan padanya."Mau tambah?" tanya Lily saat melihat piring sarapan Arsen sudah kosong."Tidak, ini sudah cukup," jawab Arsen."Baiklah," ujar Lily seraya mengangguk pelan."Sebentar lagi aku akan pergi ke markas. Ada yang harus aku kerjakan. Mungkin pulang terlambat lagi," jelas Arsen.Lily kembali mengangguk, "aku mengerti."Selain Arsen yang pulang larut malam, Mike, Alonzo dan Camilio pun tak kembali ke