Rara dan Ridwan menikah saat mereka dulu sama-sama kerja menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta.
Mereka sama-sama diposisikan di bagian staf kala itu.Satu tahun masa perkenalan Rara dan Ridwan, Ridwan meminta Rara untuk menjadi istrinya. Cinta yang memang tumbuh seiring berjalannya waktu perkenalan mereka membuat Rara tak bisa untuk menolak. Ridwan pria yang baik, santun, penyayang, penuh dengan kelembutan dan juga tampan. Yang lebih membuat Rara jatuh hati, Ridwan pria yang sholeh, Ridwan adalah sosok pria yang bertanggung jawab, dan sangat menyayangi keluarganya. Terutama Ibunya. Setelah resmi menikah, Rara memilih resign atas permintaan Ridwan. Ridwan meminta Rara hanya fokus di rumah mengurus rumah tangganya bersama Ridwan. Satu tahun usia pernikahan mereka, Ridwan pun di PHK. Perusahaan tempat Ridwan bekerja mengalami kekurangan suntikkan dana. Salah satu cara agar perusahaan itu tetap berjalan, adalah dengan mengurangi karyawan. Ridwan salah satu karyawan dari jumlah beberapa orang yang di rumahkan. Rara tetap dengan lapang dada menerima kenyataan itu, meskipun Rara harus memutar otak untuk ikut andil menafkahi rumah tangganya. Bagaimana tidak, seminggu sebelum Ridwan di PHK, Rara baru memberi kabar bahagia bahwa di rahimnya ada janin yg sedang tumbuh, penantian selama satu tahun membuat dia sangat bahagia begitu juga dengan Ridwan. Rumah kontrakan yang mereka huni hampir jatuh tempo, sementara uang tabungan selama ini sudah hampir menipis. Ridwan sudah mencoba mencari pekerjaan, namun tidak ada satupun yang diterima. Menjadi tukang ojek adalah jalan satu-satunya, asalkan pulang bisa bawa uang untuk Rara yang sedang hamil. "Mas, aku mau usaha boleh tidak?" pinta Rara pada Ridwan.Rara membuka percakapan dengan Ridwan malam itu, dimana mereka sedang istirahat hendak tidur. Usia kandungan yang semakin hari semakin bertambah membuat Rara tidak bisa tinggal diam untuk tidak ikut andil dalam memikirkan biaya persalinan nantinya. "Mau usaha apa, Bunda? Kitakan nggak punya modal, Nda. Maaf ya, Mas masih belum dapat kerjaan hingga saat ini." "Nggak papa, Mas. Nggak usah pikirkan itu. Nama nya belum ada rejekinya. Kalau mas izinkan, aku mau jual cincin kawin kita Mas buat beli mesin jahit, aku mau buka usaha baju buatanku sendiri, Mas.""Memangnya Bunda bisa jahit?" tanya Ridwan lagi. "Insya Allah bisa, Mas, sedikit-sedikit. Dulu belajar sama Mama sama Nenek, jadi bisalah." Rara menjawab penuh keyakinan. *** ***Setelah cincin kawin itu itu dijual, Rara membeli mesin jahit satu, dan juga bahan-bahan untuk dasar pembuatan baju Pembuatan baju pertama Rara di pasarkan dari mulut ke mulut. Dari tetangga satu dan lainnya. Sampai merambat ke banyak masyarakat. Hingga dari menjahit Rara bisa menabung untuk biaya persalinan buah hati nya. Asam pahit manisnya kehidupan mereka jalani di lima tahun pertama. Semua mereka lakoni untuk bertahan hidup. Tidak masalah bagi Rara, asalkan masih sama-sama saling menyayangi dan saling mengerti. Hidup tidak selalu tentang enaknya saja, pasti akan ada tidak enaknya juga. Yang terpenting, apapun itu harus selalu menjaga komunikasi dengan baik. Kelahiran Hanum membawa banyak perubahan dalam hidup Rara dan Ridwan. Hanum seperti malaikat penolong dalam hidup Rara dan Ridwan. Rezeki mereka semakin bertambah dengan hadirnya Hanum ke dunia. Hanum benar-benar anugerah yang dititipkan Tuhan pada Rara dan Ridwan yang tak ternilai harganya. Rezeki mereka terus mengalir dari arah yang tak pernah diduga-duga semenjak kehadiran Hanum, meskipun ujian demi ujian selalu ada dalam lima tahun pertama. Rara yang memang penyuka fashion dan selalu modis kalau memadukan staylisnya, sehingga hasil rancangan jahitannya selalu banyak diminati oleh pelanggan Rara. Tidak hanya membuat pakaian untuk setelan sehari-hari, Rara juga menerima pembuatan baju dalam jumlah banyak, salah satunya, seragam untuk nikahan, seragam keluarga untuk hari-hari tertentu, kantoran, Ibu-Ibu PKK dll. Tahun ke tahun peminat dan pelanggan Rara bertambah, dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Design nya bagus, jahitan yang rapi membuat semua orang jatuh cinta pada rancangan Rara. Tahun kelima Rara mengrekrut 3 orang karyawan bagian jahit, semetara designernya masih dipegang oleh Rara sendiri, karena Rara selalu mengikuti tren anak muda dan juga ibu-Ibu yang fashionable yang selalu update perkembangan. Tahun ke tahun nama Rara semakin besar di kota tempat mereka tinggal, Bahkan nama Rara juga sampai di beberapa kota di sekitarnya. Tahun ke 10, Rara mengeluarkan brand sendiri yang di berikan nama 'Hanum collection'Karena Rara merasa dengan hadirnya Hanum kehidupan rumah tangganya berubah 180%.Dimulai dari rezeki, pelanggan dan kelancaran setiap urusan yang ingin Rara wujudkan. Rara punya rumah khusus memproduksi sekaligus kantor produk-produk clothingnya. Rumah yang cukup besar sudah Rara dirikan hasil dari menjahitnya bertahun-tahun. Satu butik sudah Rara punya khusus menjual brand Hanum collection, dan juga Rara menjual brand import dari luar. Hanum tumbuh menjadi anak yang sangat manis, mempunyai fisik yang bagus, cantik dan tinggi. Sehingga Hanum sendiri yang menjadi model dari setiap brand dan model baru keluar. Setiap launching produk baru, pasti akan membuat orang jatuh hati, terlebih Hanum selalu cantik dalam memakai apapun berbentuk fashionnya. Meskipun Hanum baru tumbuh remaja, tapi dia mempunyai postur tubuh yang bagus, dan ideal. Rara pun begitu, berpenghasilan yang sudah cukup besar membuat Rara masih sangat muda dengan perawatan yang mahal pastinya. Namun sayang, Rara divonis tidak bisa lagi memiliki keturunan setelah lahirnya Hanum. Tepatnya, setelah Hanum berusia tiga tahun. Rahim Rara di angkat 3 tahun setelah melahirkan Hanum, karena adanya kanker di rahim Rara membuat Rara tidak bisa lagi memiliki keturunan. Rara sempat frustasi kala itu, namun Ridwan dengan sabar menyemangati Rara. Rara sangat takut Ridwan kecewa jika nanti tak bisa lagi memberinya keturunan. Namun tidak bagi Ridwan, kehadiran Hanum sudah menjadi segala-galanya. Ridwan selalu mengatakan bahwa Rara dan Hanum adalah harta yang paling berharga dari apapun. "Kamu gak usah mikirnya yang aneh-aneh Bunda. Mas bersyukur kamu masih bisa diselamatkan, tidak penting bagi Mas anak laki-laki ataupun perempuan semua sama. Yang penting sekarang kita sudah punya Hanum. Itu udah cukup buat Mas." Ujar Ridwan kalau itu. Meskipun saat hadirnya Hanum Ridwan sempat mengutarakan ingin anak sepasang, ingin punya anak laki-laki biar nanti bisa bantuin Ridwan mengurus bisnis clothing yang sedang digeluti mereka saat ini. Tapi Ridwan harus berlapang dada demi keselamatan istrinya. Biarlah rahim Rara diangkat, yang penting Rara sehat dan selamat. Di tahun kesepuluh, mereka benar-benar berada di puncak kesuksesan. Bisnis yang ditekuni benar-benar membuahkan hasil. Dari banyaknya karyawan yang sudah Rara rekrut untuk menjadi team di bisnis clothingnya.Bagian jahit Rara punya sepuluh tenaga kerja, bagian packing Rara punya sepuluh tenaga kerja, bagian antar paket ada lima orang laki-laki. Rara juga mengrekrut designer khusus untuk rancangan model-model sebanyak dua orang. Admin sebanyak empat orang. Dan karyawan butik dua orang. Hingga, saat ini sudah berjalan selama lima belas tahun bisnis yang Rara tekuni, semakin kesini bisnis ini semakin berkembang karena kegigihan Rara yang ingin sukses di atas kakinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Seiring berkembangnya teknologi, sosial media menjadi tempat salah satu promosi brand-brand Rara tepatnya di lima tahun terakhir ini, semenjak resmi dikeluarkan beand Hanum Collection. Rara punya banyak pelanggan hingga hampir seluruh kota. Agen-agen besar dan reseller Hanum collection pun menyebar di tiap daerah. Saat ini adminnya Eca sedang hamil besar, jadi sekarang Rara lah yang menghandle kerjaan nya sementara. Karena beberapa hari yang lalu eca izin untuk membuat acara tujuh bulanan. Eca yang sudah bekerja selama lima tahun sebagai admin di Hanum collection membuat Rara memberi banyak waktu untuknya mempersiapkan acara tujuh bulanan ya. Baiknya suami eca, masih mengijinkan Eca bekerja dalam keadaan hamil besar. Terlihat dari seringnya dia bekerja di antar jemput oleh suaminya. Kadang di saat banyaknya pembeli hingga lembur larut malam, suami Eca juga tidak keberatan mengijinkan Eca menginap di rumah Rara. Karena memang kantor sekaligus tempat produksi yang didirikan Rara bersebelahan dengan rumah yang Rara huni. Sehingga karyawan jika lembur dan terlalu larut diizinkan menginap di rumahnya.Hari ini Rara ingin berkunjung ke rumah mertuanya, sekaligus ingin berkunjung ke butik. Kebetulan juga ini hari sabtu jadi Rara ingin sekalian weekend bersama Ridwan dan juga Hanun. Hampir enam bulan Rara tak berkunjung ke rumah mertuanya dan juga ke butik. Karena kesibukan di rumah yang kebetulan juga kantornya berdekatan dengan rumah membuat Rara tak punya banyak waktu untuk bersilaturahmi ke rumah mertua. Namun, meskipun Rara jarang punya waktu berkunjung, tapi Rara tidak pernah lupa kewajiban sebagai anak mantu untuk selalu mengirim uang jatah bulanan untuk Mama mertuanya. Bagaimanapun juga, Ridwan juga fokus ke usaha yang dibangun Rara dari nol. Penghasilan mereka semua bersih dari usaha clothing yang diberi brand Hamun Collection saat ini. Untuk butik yang memang berada di kawasan dekat dengan tempat tinggal Mama mertua, selama ini juga di bawah pengawasan suaminya. Sementara Rara hanya menerima laporan setiap bulannya. Begitulah cara kerja mereka, agar usaha itu tetap berja
"Kakak udah siap?" tanya Rara pada gadis remajanya yang sekarang sedang berada di daun pintu kamar. "Sudah Bun, ini tinggal berangkat." Jawab Hanum sambil memutar-mutarkan tubuhnya. Rara hanya hanya tersenyum melihat tingkah anak gadisnya. Anak gadis tetapi rasa teman. "Bunda juga sudah siap kok, yuk!" ajak Rara. Mereka berdua pergi menuju ke mobil dan melajukan perjalanan ke rumah Omanya Hanum. Di tengah perjalanan mereka terlibat obrolan-obrolan ringan antara Bunda dan anak. Rara menanyakan bagaimana di sekolahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hingga perjalanan mereka terasa begitu asyik. "Kita mampir dulu beli kado ya Kak, buat Tante Dwi sama Om Dito." Ujar Rara saat mereka sampai di depan toko perlengkapan bayi. "Kado apa Bun? Kok toko perlengkapan bayi? emangnya Tante Dwi dan Om Dito kenapa, Bun? Kok kita beli kado segala." Tanya Hanum penasaran. Rara yang hendak turun dari mobil akhirnya urung, Rara menoleh ke Hanum dan memberitahukan semuanya. "Tante Dwi lagi hami
Rara,Vina, Rista Mama mertua sudah berkumpul di ruang keluarga. Sementara Hanum minta untuk ke kamar Vina terlebih dahulu yang berada di depan ruang tamu. Meskipun bingung Hanum tetap mengikuti perintah Bundanya. Hanum tau ada hal yang belum boleh didengar tentang obrolan di luar sana. Meskipun hanun merasa Bundanya menutupi sesuatu, tetapi Hanum mencoba menepis semuanya jika itu baik-baik saja. Tidak ada yang harus Hanum khawatirkan. Hanum sudah tumbuh remaja, Hanum sedang berada di fase puber pertamanya saat ini. Hanum sering menceritakan pada Bundanya bahwa dia sudah mulai punya ketertarikan dengan lawan jenisnya. Sebagai orang tua yang welcome untuk anak semata wayang, bagaimana Rara memberitahu untuk mengontrol pergaulan anaknya agar tidak salah berteman dan bergaul. Ada batasan-batasan yang harus dijaga sebagian perempuan. Apalagi di masa puber pertama. Rara dan Ridwan selalu membuka diri menjadi tempat ternyaman anaknya untuk bercerita. Apapun yang sedang dialami dan dir
Dengan langkah gontai Rara berlari kecil untuk sampai di kamar tersebut. "Bunda! Tunggu!" teriak Ridwan mencegah Rara. Namun Rara tetap melanjutkan langkahnya. Rista dan Vina pun ikut panik melihat aksi Rara. Rara meraih gagang pintu kamar dan membukanya dengan sekuat tenaga. Mata Rara membulat sempurna melihat pemandangan di dalam. Semakin menambah rasa sakit yang baru di torehkan suaminya. Kamar yang dulu sering ditempati oleh Rara saat menginap di sini sekarang sudah disulap menjadi kamar bayi. Bukan, Kamar ini sudah di renov menjadi Kamar bayi namun tetap berdampingan dengan tempat tidur Ridwan dan Rara. Maksudnya Ridwan dan istri barunya. Rara mematung di daun pintu melihat setiap sudut ruangan yang ada di kamar itu semuanya, mata Rara tertuju tempat tidur bayi yang sudah disediakan di kamar itu dengan nuansa biru. Dinding Kamar diberikan stiker-stiker khas anak laki-laki. Tempat tidur yang dulu punya kenangan bersama Ridwan saat ini sudah di rubah menjadi tempat tidur Ridw
Sesampainya di mobil, Rara menyala mesin mobilnya dan berlalu pergi tanpa pamit dengan satupun. Sudah hilang rasa hormat Rara atas pengkhianatan suaminya. Vina dan Rista hanya bisa melihat dari balik jendela tanpa berani mengantarkan keluar. Sementara Ridwan hanya tertunduk lemah di kamar. "Arrggghhh! Kacau! Semuanya kacau!" rutuk Ridwan. Ridwan mengepal tanganya menghantam dinding kamar itu. Dia kesal, entah apa yang Ridwan kesalkan, padahal dia yang berbuat curang tetapi justru Ridwan sendiri yang seperti kebakaran jenggotnya. Ridwan benar-benar kalut dan kacau."Vina!" teriak Ridwan memanggil adik bungsunya. Vina yang tengah kebingungan di luar terperanjat mendengar teriakan Ridwan. "Ma, Mas kenapa? Aku takut, Ma," Ujar Vina pada Rista. "Sudah sana! Kamu temui, Masmu itu!" titah Rista. Dengan rasa takut yang teramat Vina melangkahkan kakinya menuju kamar Ridwan. Pintu kamar yang masih terbuka seperti sebelum Rara pergi, pembuat Vina bisa langsung menangkap sosok kakak tert
1[Mas, itu maksudnya apa Bunda bikin Give Away begitu? Itu kenapa perhiasanku bisa sama Bunda?]Ridwan yang baru sampai di garasi hendak turun mendadak dibuat bingung saat membaca pesan dari Eca, give away apa yang dimaksud? [Kamu ngomong apa? Mas nggak ngerti.][Coba mas buka grup karyawan! Bunda mau ngadain giveAway tentang hubungan kita.]Mata Ridwan membulat sempurna membaca pesan itu. Tanpa membalasnya Ridwan kembali mengambil hpnya yang terkhusus untuk keluarganya, yang disitu tercantum grup-grup yang ada di WA. Sementara HP untuk selingkuhannya dia simpan di balik jok kemudi. Tidak lupa Ridwan matikan terlebih dahulu. Saat pesan WA itu dibuka Ridwan benar-benar tidak habis pikir mengapa Rara seperti ini. Berbagai macam komentar masuk membalas pesan Rara. Banyak dari mereka yang tercengang atas apa yang Rara adakan di grup ini. [Bun, ini maksudnya apa, ya? Mas Ridwan itu yang dimaksud Pak Bos?][Bun, ini teh beneran? Emangnya Pak Bos teh selingkuh? Kunaon eta?] timpal Nenen
Bunda, apa boleh aku kerumah besok untuk memberi bukti yang Bunda cari? Aku punya banyak bukti, Bun. Bukan hanya satu, tapi ada beberapa.]Rara membaca pesannya, mata Rara membulat sempurna seperti tidak percaya. Namun, sesaat kemudian senyum terukir di bibir Rara membaca pesan itu. "Bukan hanya satu? Itu berarti anak ini sudah tau lama perselingkuhan Mas Ridwan.""Mas, kita lihat sampai sejauh mana kamu bersembunyi." Gumam Rara. Tengah asik berbalas pesan, pintu kamar Rara diketuk. "Assalamualaikum, Bunda," sapa Ridwan dari daun pintu. Rara terperanjat kaget. "Masih punya muka dia kembali kesini!" Lagi Rara bergumam. Rara hanya menjawab salam itu dalam hati. Ridwan yang sadar Rara tak membukakan dia pintu, berinisiatif untuk masuk sendiri. Meskipun terpatah-patah langkah Ridwan mendekati Rara, Ridwan sudah bertekad menyelesaikan malam ini masalahnya. "Bun," lirih Ridwan. Rara tak menggubris panggilan suaminya, Rara tetap fokus dengan HPnya berbalas pesan dengan Iwan. Ridw
Semenjak hari itu, wajah Eca selalu mengganggu di pikiran Ridwan, saat sedang di butik pun Ridwan sering menatap wajah cantik Eca yang dijadikan PP WAnya kala itu. "Ah sial! Gadis ini bikin aku tergila-gila."Rutuk Ridwan. Sekuat tenaga Ridwan mengusir rasa itu, namun setiap saat juga bayangan Eca selalu datang. Sementara Eca sama sekali tak lagi melirik Ridwan setelah kejadian hari itu. Eca hanya memberi perangkap satu kali, namun tak disangka umpanya kena. Malam itu Ridwan menghubungi Eca diam-diam tanpa sepengetahuan Rara. Satu kali panggilan itu terabaikan, hingga panggilan ketiga kalinya Eca menjawab. "Halo Mas, ada apa?" tanya Eca dengan santai tanpa suara yang dibuat manja seperti hari itu. Eca mengira bahwa Ridwan menghubunginya perihal pekerjaan. Ternyata Eca salah, Ridwan menghubunginya perihal masalah hati. "Ca, kamu lagi apa? Aku ganggu nggak?" tanya Ridwan. "Hmm, ini mau keluar, Mas, malam mingguan." Jelas Eca. "Oh, mau pergi ya, sama cowoknya? Maaf ya, aku gang
Ke esokan harinya, Rara dan Hanum pergi ketempat Ridwan berada. "Kak, Kakak mau nyekar ke makam, Oma Dulu apa ke rumah Papa, Dulu?""Kita nyekar dulu, Bun. habis itu baru ke rumah, Papa.""Baik, Kak." Rara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang agar segera sampai di sana. "Eh, tapi, Bun. nggak usah nyekar dulu, Bun. kita kerumah, Papa dulu. Baru nanti habis itu kita nyekar ke makam, Oma." Rara menuruti semua apa maunya Hamum saja. yang terpenting bagi Rara saat ini Hamum jauh lebih bahagia dan sudah bisa legowo dengan keadaan apapun. Mobil yang membawa mereka sudah masuk ke gang rumah kontrakan Ridwan. Dari jauh tanpak orang-orang ramai di depan kontrakan itu. tak berselang lama dengan arah berlawan Muncul lah mobil Dimana tunangam Vina. di susul juga dengan kedatangan mobil Anton. "Itu kenapa rame-rame begitu, Kak ya? itu ada mobil Om anton sama Mobil Om Dimas juga." "Ada acara kali, Bun.""Kak. tapi itu ada bendera kuning juga di depan kontrakan, Kak,""Ayok kita turun,
Kalau memang masih ada rasa, kenapa tidak kembali lagi, Bun? biar kita menjadi keluarga yang utuh kembali." cicit Hamum lagi. deg! dada Rara berdebar hebat, hatiny mulai tidak karuan."Kak, tidak semudah itu untuk sebuah kata kembali, Kak.""Tapi seandainya, Papa meminta apa, Bunda akan menolak?""Kak, Kakak kenapa? kenapa dari tadi menanyakan masalah pernikahan melulu.""Jujur saja dari, Kakak, Bun. Kakak ingin Bunda bersatu kembali sama, Papa. kita jadi satu keluarga utuh lagi. Kakak sayang bangat sama kalian berdua, Bun.""Kakak ngaco kalo ngomong. Sudah lah, Kak. Bunda mau mandi dulu.""Tapi bunda masih ada rasakan sama, Papa." Rara hanya menoleh sesaat lalu kembali masuk ke dalam. sambil mandi Rara terus kepikiran dengan ucapa Hanum anaknya. Rara sendiri menanyakan itu pada pantulan bayangannya di kaca kamar mandi. "Apa benar aku masih mencintai, Mas Ridwan? apa benar selama ini aku seperti mati rassa pada lawan jenisku? tapi kenapa? kenapa disaat dekat dengannya seperti
Hamum memeluk Rara penuh dengan kegirangan dan kebahagiaan. pasalnya, hari ini dia sudah pakai toga tanda kelulusan. "Bunda, Kakak senang banget, Bun. Alhamdulillah, Kakak sudah lulus.""Iya, Kak. Bunda turut senang, selamat ya untuk anak, Bunda. Alhamdulillah, Bunda bangga sekali sama, Kakak karena Kakak sudah lulus melewati ujian ini." Tutur Rara seraya kembali memeluk hamum.Wajah Hanum yang tadinya bahagia, Sesaat kemudia berubah sendu. Hamum melihat ke kiri dan ke kanan, dan mengedar pandangan kesemua arah. Hanum beraharap akan ada kejutan di hari yang spesial ini. tapi nyatanya tidak. Rara juga tengah menunggu orang yang sama yang dicari Hanum. "Mas, kamu bilang mau datang, mana? Andai kamu melihat, Hanum tenngah menunggumu di sini." Rara membatin.melihat orang-orang berfoto bersama dengan ayah, membuat hati Hanum berkedut nyeri. "Pa, andai Papa datang? andai Papa ada di sini. "meskipun, Hamum belum secara langsung menghubungi Ridwan, tetap hati Hamum sudah memaafkan, Ridwan
Ridwan dan Rara sama-sama menoleh dan netra mereka bertemu. "Mas,""Ra," mereka kompak saling menyapa. Rara tersenyum begitu juga dengan Ridwan."Ini kejutan bagi, Mas, Ra. Mas nggak nyangka kamu akan datang.""Vina anak baik, Mas. dia datang ke rumah bersama calonnya mengundang secara langsung. Rasanya tidak pantas jika aku tidak datang. itu artinya aku masih dianggap keluarga oleh,Vina." Tutur Rara pelan. karena jarak mereka berdekatan. "Iya, Ra, kita masih keluarga, dan kamu hari ini cantik sekali… kamu sangat cantik." tentu itu hanya Ridwan ucapkan dalam hatinya. "Dua minggu lagi, Kakak wisuda, Mas.""Iya, Mas tau. Insya Allah, Mas akan usahakan datang." "ugh!" Ridwan meringis kesakitan. Perutnya tiba-tiba perih. Ridwan mencoba untuk tetap menahannya agar tidak ada yang tau kalau Dia tengah merasakan sakit yang luar biasa. "Mas, kamu kenapa?" Rara yang mendapati ridwan meringis menahan sakit. "Hm… nggak apa-apa, Ra.""Kamu pucat, Mas. Apa kamu sakit?""Nggak, Ra. Mas baik-ba
"Siapa yang datang kemari? apa ada uang mau bikin baju, lagi?"Dimas dan Vina keluar dari dalam mobil, Rara terkejut. "Vina?" ucap Rara tidak percaya. Rara segera keluar dari ruang meetingnya untuk menyambut kedatangan Vina. terlebih dahulu Rara menunda meeting itu setelah nanti Vina pulang. Rara rasanya bahagia sekali melihat perubahan Vina. Vina benar-benar membuktikan apa yang dia janjikan. "Assalamualaikum," Sapa Vina. "Waalaikumsalam." Rara menjawab salam Vina seraya keluar dari ruang meeting nya. "Mbak, apa kabar?" Vina bersalaman dengan Rara dan cipika cipiki. Entahlah semua seperti kebetulan atau memang sudah diatur oleh yang diatas. hari ini Rara memakai jilbab hadiah dari Vina. Wajah Vina sumringah bahagia mendapati pemberiannya dipakai oleh Rara. "Ada angin apa ini sampai datang kemari? ini siapa?" tanya Rara sambil menaruh minuman kemasan di atas meja. Vina menatap Dimas seraya tersenyum. "Aku kesini ingin silaturahmi aja, Mbak. sekalian aku mau ngasih, Mbak ini."
"Dim, Maaf kita belum saling mengenal, Dim. kamu belum tahu aku, pun sebaliknya aku juga belum tau kamu. Aku belum bisa jika kamu minta aku menjawab sekarang. Tapi jika kami ingin kita dekat, aku siap untuk kita saling mengenal terlebih dahulu.""Baik, Vin. Aku tau ini terlalu mendadak. Aku paham kok. Aku siap nunggu kamu kapanpun kamu bersedia." Tutur Dimas lembut. "Terima kasih, Dim.""Aku yang berterima kasih, Vin. karena kamu sudah mau memberi kesempatan untuk kita saling mengenal terlebih dahulu."Vina benar-benar takut dengan keseriusan Dimas. Hal yang ditakuti vina selama ini akhirnya terjadi juga. bagaimana nanti jika Dia tau bahwa Vina sudah tidak lagi suci. Apa Dimas masih bisa menerima, Vina dalam keadaan kotor. namun untuk jujur pun Vina tak berani. malu? iya jelas Vina sangat malu. "Apa sebaiknya aku beranikan diri untuk jujur? jika Dimas benar mencintaiku, pasti dia akan tetap menerima aku." Vina berbicara dengan diri sendiri. ******"Kamu mau pesan apa?" tanya Dim
Ridwan membuka matanya, kepalanya terasa sangat berat dan sakit. matanya menelusuri sekitar ruangan, bau obat-obatan memenuhi indra penciuman Ridwan. Ridwan menyadari tangannya terpasang infus. "Ya Allah apa yang terjadi padamu?" Ridwan tiba-tiba panik sekaligus penasaran apa yang terjadi padanya. "Selamat siang, Pak Ridwan. Bapak sudah sadar? gimana keadaannya. Apa yang, Bapak rasakan sekarang?""Dok, saya kenapa? apa yang terjadi pada saya?" bukan menjawab, Ridwan justru bertanya balik. "Menurut hasil pemeriksaan, Pak Ridwan, terkena asam lambung dan maag kronis, Pak." "Apa, Dok? kronis? apa saya bisa sembuh, Dok?""Insya Allah ya, Pak. Kita usahakan pengobatan terbaik untuk, Bapak. Untuk hasilnya, kita serahkan sama Allah ya, Pak. Kalau boleh saya tau, apa bapak tidak menjaga pola makan dengan, baik di rumah?""Iya, Dok. Saya makan yang teratur kok dirumah." ucap Ridwan berbohong. Dokter itu tersenyum ramah pada Ridwan. dokter perempuan muda. Yang sedang koas di rumah sak
Selama ini Epri mengamati, Rara dari jauh, Epri benar-benar tidak menyangka kehidupan Rara jauh lebih baik darinya. Epri yang notabene-nya dari keluarga yang berkecukupan dan kaya justru jauh di bawah Rara saat ini. Bahkan wanita yang dia pilih untuk dijadikan istri oleh Epri pun jauh di bawah Rara. Rara bahkan tidak terlihat ada kerutan di wajahnya. dia seperti menolak tua, membuat Epri yang semakin ingin mendekati Rara kembali. tapi sepertinya akan selalu gagal. "Apa aku harus berusaha lebih untuk ini? aku tidak boleh menyerah, aku harus mendapatkan kembali hati, Rara." Gumam Epri. Seminggu setelah kejadian itu, Rara kembali menerima paket. kali ini paket itu datang langsung ke kantor Rara. Iwan yang baru pulang dari antar paket menera itu dari kurir di depan kantor. "Bun, ini ada paket untuk Bunda. " Ridwan memberikan itu seraya paket buket bunga dari luar. "Bunga? dari siapa, Wan?" tanya Rara"Nggak tau, Bun. Aku nggak lihat nama pengirimnya." "Oh ya, sini, Bunda lihat. Ter
"Bun, di luar ada tamu." Windi datang memberitahukan, Rara. "Siapa? suruh masuk saja, Win." Titah Rara masih fokus dengan laptopnya. "Baik, Bun.""Assalamualaikum," Suara yang yang tidak asing itu terdengar mengusik konsentrasi Rara. Rara menatap sepatu pria itu hingga beralih sampai ke atas. Mata Rara melotot sempurna melihat siapa yang datang. "ya Allah, dia ternyata tidak main-main ingin menemuiku." Gumam Rara. "Waalaikumsalam," Sahut Rara dengan wajah syoknya. "Apa aku boleh masuk?""Tentu… silahkan duduk."Rara mencoba kembali ke mode tenang dan santai. Rara mencoba untuk rileks seolah dia tengah baik-baik saja. Rara ingin menunjukkan pada pria yang ada di hadapannya saat ini bahwa Rara jauh lebih baik dan lebih bahagia. setelah mempersilahkan duduk, Rara hanya diam dan tidak berbicara. itu berhasil membuat Epri menjadi salah tingkah. Epri duduk di sofa tepat di depan meja kerja Rara. Epri sempat terkagum melihat Rara yang sekarang. Rara tidak terlihat tua sama sekali,