Brak!"Kurang aj*r ya, Nay, keluarga Kenzie. Gak tau diri banget!" umpat Siska setelah menggebrak meja kuat. Saat ini, aku dan Siska sedang duduk di sebuah cafe di pusat kota ini. Aku sengaja bertemu dengan Siska untuk sekedar curhat tentang masalah hidupku. Karena bagiku, mencurahkan isi hati pada seorang teman setidaknya bisa membuat perasaanku sedikit lebih baik."Astaga ... Sis. Ngapain sih Lo Pakai gebrak-gebrak meja segala. Hampir aja jantung gue copot karena kaget!" kataku sambil memegang dada. Jantung ini masih berdebar karena terkejut dengan aksi Siska yang secara tiba-tiba menggebrak meja cafe ini."Sorry, Nay, reflek gue. Maklum bawaan esmoni," kata Siska nyengir tanpa dosa."Dih, laen kali kalau emosi biasa aja. Gak perlu gebrak-gebrak meja segala!""Yaelah, Nay, mana ada orang emosi biasa aja. Kalau orang emosi diam-diam aja, yang ada malah kesambet!" kata Siska membela diri."Terserah Lo deh," kataku."Dih, gitu aja ngambek. Terus gimana, Lo kasih gak harta yang Lo bawa
"Lo kenapa, Nay?" tanya Siska membuyarkan lamunanku.Aku mendengus kesal, lalu memberikan ponselku pada Siska. Baru saja, aku mencurahkan isi hatiku tentang keluarga Mas Kenzie, kini sudah datang lagi satu masalah baru. Biarlah, Siska melihat sendiri status Facebook yang di unggah Dini pagi tadi. Malas rasanya, membahas tentang keluarga Mas Kenzie lagi."Astaga ... siapa ini, Nay, yang bikin status?" tanya Siska seolah terkejut."Itu adiknya Mas Kenzie, Sis.""Memang keluarga gak tahu diri ya mereka itu. Enggak emak bapaknya, enggak anaknya, sama aja! Pinter banget mutar balikin fakta," ujar Siska geram."Sis, apa menurut Lo gue salah ya, mempertahankan hak gue?""Ya gak lah, dasar mereka aja yang gak waras. Lo jangan dengerin apa kata mereka, Nay. Biarkan aja mereka koar-koar, toh Lo gak salah kan?Hmm ... tapi menurut gue, gak ada salahnya deh Lo bales dikit perbuatan mereka. Secara gak langsung, mereka itu mau mempermalukan Lo di depan umum. Nah, gantian lah Lo juga harus mempermal
"Kenzie ya, Nay?" tanya Siska."Iya, Sis. Males gue.""Heran gue, gak tau malu banget itu si Kenzie dengan beraninya masih menghubungi Lo. Bukannya sekarang dia udah punya Anggun sama anak-anaknya ya?""Entahlah, Sis. Gue juga gak ngerti," jawabku kesal._______Malam ini, aku tak bisa tidur karena masih bimbang dengan saran dari Siska tadi siang yang menyuruhku untuk membuat status balasan, untuk status Dini. Disatu sisi, hati mengatakan ingin, tapi di sisi lain hati mengatakan jangan.Aku membuka ponselku, lalu aku mencoba untuk membuka media sosial Facebook milikku. Lagi-lagi, mata ini membulat seketika melihat status terbaru dari Dini.["Lihat kan, orang yang terlihat baik itu tak selamanya bisa menutupi kebusukannya."]["Orang juga bisa menilai sendiri, seperti apa wajah asli yang terlihat cantik di luar tapi busuk di dalam."]["Siap-siap ya, karma akan segera datang menjemputmu dari keserakahan dan kemunafikanmu itu!"]["Dan ingat, harta yang kau bawa lari itu tak akan berkah u
Pagi ini, aku terbangun dari tidur dengan perasaan tenang. Setelah mengunggah status Facebook yang aku bagikan semalam, aku ketiduran. Mungkin karena terlalu lelah hati dan juga jiwa hingga membuatku bisa tidur nyenyak malam ini. Untungnya, aku sedang datang bulan hingga tak bisa melaksanakan sholat subuh. Kalau tidak, aku pasti kesiangan karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi.Aku kembali membuka ponselku, dan segera membuka aplikasi biru untuk melihat statusku semalam. Ternyata, sudah ratusan komentar memenuhi status yang aku bagikan. Aku membaca komentar satu persatu dari orang-orang yang mengenal diriku, ada juga beberapa orang yang tak aku kenal ikut mengomentari statusku.Rata-rata, mereka semua memberikan semangat, dukungan dan juga doa yang baik untukku. Aku memberikan emot love di setiap komentar, tak mungkin bagiku untuk membalas komentar mereka satu persatu karena begitu banyaknya komentar. Jariku terhenti, saat membaca komentar dari mereka semua. Ada sala
"Jadi kamu Naya, adik iparnya Bayu ya?" tanya pemilik toko ramah.Siang ini, aku pergi ke toko bahan kue sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Mas Bayu. Ternyata, pemilik toko bahan kue yang baru kutahu bernama Pak Tyo ini masih muda, mungkin masih seumuran dengan Mas Bayu."Iya, Pak, saya Naya," jawabku."Sebelumnya, apa kamu punya pengalaman kerja di toko?""Ada, Pak. Kebetulan saya punya ... punya pengalaman kerja di toko, Pak," jawabku sedikit gugup."Baiklah, kamu saya terima kerja disini. Kamu nanti bisa bantu-bantu karyawan yang lainnya. Kamu bisa tanyakan langsung dengan mereka, apa saja kerjaan kamu disini," jelas Pak Tyo."Baik, Pak. Terima kasih," ucapku tersenyum.Aku sangat bersyukur, akhirnya aku bisa diterima bekerja. Meskipun hanya bekerja di toko, setidaknya, aku memiliki kesibukan agar aku bisa melupakan sejenak tentang masalah rumah tanggaku bersama Mas Kenzie.Toko milik Pak Tyo lumayan besar, hampir sama dengan toko grosir yang aku miliki dulu. Pak Tyo juga mem
Hembusan angin laut menerpa wajahku lembut, dan menimbulkan sensasi dingin di wajahku yang tadinya sempat memanas setelah pertemuanku dengan Mas Kenzie Dan Ibunya tadi. Cuaca hari ini cukup redup, seredup hatiku yang masih belum bisa melupakan Mas Kenzie sepenuhnya. Setelah pertemuanku dengan Ibu dan juga Mas Kenzie di persidangan tadi, hati ini kembali sakit. Dengan susah payah aku melupakan semuanya, tapi jika bertemu kembali dengan mereka, rasa sesak di dada masih saja selalu hadir.Setelah sidang pertama perceraianku dengan Mas Kenzie berakhir, aku mengajak Siska untuk singgah sejenak di tepi pantai yang memang letaknya tak jauh dari Pengadilan Agama. Kata-kata Ibu saat beliau memintaku untuk kembali bersama Mas Kenzie, masih teringat jelas di benakku."Nduk, selama ini, Ibu dan Kenzie selalu menyayangi kamu sepenuh hati. Hanya saja, keadaan yang memaksa hingga menjadi seperti ini. Ini memang salah Ibu, Nduk, yang begitu mengharapkan kehadiran cucu di tengah-tengah keluarga kami.
"Sepertinya, aku gak perlu dengar jawaban dari kamu, Mas. Aku yakin, kamu gak akan sanggup untuk menjalani hukuman seperti yang aku bilang tadi 'kan?""Sayang, maafkan aku ... " lirih Mas Kenzie."Kata maaf itu mudah, Mas. Kamu gak ingat seberapa besar luka yang kamu torehkan di hati aku? Selama ini, kamu dan keluargamu bersekongkol untuk membohongi aku. Yang lebih sakitnya, hasil kerja kerasku selama ini menemaani kamu dari nol, justru kamu gunakan untuk menafkahi gundikmu itu! Dan yang lebih parahnya, kamu juga menggunakan uangku untuk berzina dengan perempuan-perempuan murahan di luar sana! Seumur hidup, aku gak akan pernah ikhlas, Mas!" kataku menggebu-gebu. Akhirnya, tumpah sudah emosi yang sedari tadi berusaha aku tahan."Aku memang salah, Sayang. Aku meyesal ... ampuni aku," lirih Mas Kenzie."Kamu gak perlu minta ampun sama aku, Mas. Mintalah pengampunan pada Tuhan, aku cuma manusia biasa. Gak mudah buatku memaafkan kesalahan kamu," kataku."Sayang, aku yakin pasti masih ada
"Nay, bagaimana dengan pekerjaanmu di toko?" tanya Ayah.Sore ini, aku dan Ayah sedang duduk menikmati secangkir teh hangat di teras belakang rumah Kak Keyla. Kami hanya berdua, karena Kak Keyla sedang sibuk memandikan Zaidan, sedangkan Mas Bayu belum pulang dari bekerja."Alhamdulillah, lancar, Yah. Kebetulan bosnya baik, karyawannya juga baik-baik, Yah. Aku betah kerja disana, meskipun gajinya gak besar," jawabku tersenyum."Baguslah, Ayah senang dengarnya. Gaji kecil gak masalah, Nay, yang penting kamu nyaman kerja disana.""Iya, Yah.""Oh, ya, gimana sidang perceraian kamu sama Kenzie tadi? Apa berjalan dengan lancar?""Lancar sih, Yah. Cuma ya gitu, Mas Kenzie masih kekeh gak mau cerai dari aku. Jadi ya, sidangnya harus ditunda lagi," jawabku.Aku menceritakan pada Ayah tentang kejadian saat Mas Kenzie dan Ibunya memintaku untuk kembali pada Mas Kenzie di pengadilan agama tadi. Juga menceritakan tentang Ibu yang dengan mudahnya memintaku untuk menerima Anggun sebagai maduku.Ayah