Share

ASI Untuk Bayi Miliuner
ASI Untuk Bayi Miliuner
Penulis: Mr. Crawford

Bab 1

Penulis: Mr. Crawford
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-10 20:13:45

Jam dinding di sebuah kamar menunjukkan pukul 10 malam ketika terdengar teriakan, "Nisa! Pergi ke Alfamart depan dan belikan aku mie instan!"

Seorang wanita setengah baya, membuka pintu kamar Anisa dan melemparkan uang kertas 5 ribu rupiah. 

Dia kembali lagi dan melemparkan uang kertas 2 ribu rupiah, "Sekalian belikan adikmu susu saset di sana!"

Dengan lemas, Anisa yang memang sedang hamil tua berkata, "Ibu, sebentar... Ini sudah terlalu malam Bu, lagian di luar juga hujan. Kata Bidan, Ibu hamil tidak boleh keluar malam apalagi hujan-hujanan."

Wanita setengah baya itu bernama Minah, dan dia adalah Ibu dari suami Anisa, Tegar. 

Mendengar yang dikatakan Anisa, Minah berbalik dan menatap tajam padanya. "Hei, Nisa. Dengar, bukan cuma kau yang pernah hamil! Jangan karena hamil kau jadi punya alasan untuk bermalas-malasan, ya! Sudah, sana berangkat! Aku sudah lapar dan adikmu juga sudah gak sabar mau minum susu. Jangan kelamaan, nanti keburu dia tidur."

Setelah mengatakan itu, Minah langsung pergi tanpa peduli dengan kondisi Anisa yang lemah karena sedang hamil tua. 

Anisa, akhirnya hanya bisa menuruti permintaan Ibu mertuanya, karena dia tidak punya pilihan lain. 

Dia pernah menunda perintah Ibu mertuanya itu, namun berakhir dengan dia hampir saja diusir dari rumahnya. 

Itu adalah kejadian saat Anisa tinggal di rumah ini selama kurang lebih satu bulan. Hanya karena dia menunda mencuci baju milik adik iparnya, dia dimarahi habis-habisan. Bahkan pakaiannya sudah dilempar ke jalanan, dan dia hampir ditendang. 

Saat itu, Tegar juga tidak membelanya sama sekali, dan malah menyalahkannya.

Jika bukan karena sedang hamil dan telah diusir oleh keluarganya, Anisa pasti sudah pergi sejak lama dari rumah ini. Karena selama dia tinggal di sini, dia tidak pernah diperlakukan seperti seharusnya seorang menantu. Dia lebih dianggap seperti pembantu, yang harus menuruti setiap perintah mereka. 

Menarik nafas dalam-dalam, Anisa perlahan turun dari ranjangnya. Dia kemudian mengambil uang kertas yang saat itu tergeletak di lantai. 

Anisa mengelus perut buncitnya dan bergumam, "Nak, kamulah yang membuat Ibu kuat tinggal di rumah yang seperti neraka ini. Kamu sehat-sehat di sana ya. Ibu akan lakukan apapun untukmu."

Setelah Anisa mengatakan itu dan seolah mengerti, bayi yang ada di dalam kandungan itu menendang-nendang dari dalam.

Dengan mata berkaca-kaca, Anisa tersenyum. "Ya, sayang. Kamu adalah harta paling berharga yang Ibu punya. Ibu akan menjagamu dengan baik."

Anisa keluar dari kamar dengan langkah yang berat, karena cukup sulit untuknya berjalan dengan keadaan perut besar seperti sekarang. Meski begitu, dia tidak punya pilihan lain selain tetap melakukannya. 

Mengambil payung hitam di teras rumah, Anisa langsung menerobos hujan deras yang disertai kilat menyambar, di atas langit Kota Kendal. 

Untung saat itu jalanan cukup sepi, jadi dia bisa segera menyeberang jalan tanpa harus menunggu terlalu lama. 

Setelah mengambil mie instan dan susu saset pesanan Minah, Anisa pergi ke kasir. 

"Jadi berapa?" tanyanya. 

"Totalnya menjadi Rp 6.500, Mbak," jawab kasir dengan ramah.

Anisa menyerahkan uang kepada kasir dan menerima kembalian. 

Saat bersiap untuk menyeberangi jalan lagi, Anisa melihat pemandangan yang luar biasa di depan rumahnya. 

Ada seorang pria dan wanita baru saja turun dari mobil sedan berwarna hitam. 

Pemandangan itu masih biasa, sebelum dia melihat pria dan wanita itu berciuman di sebelah mobil sedan, atau lebih tepatnya di teras rumahnya. 

Dan tentu saja, pria itu adalah Tegar, suaminya. Sementara untuk wanitanya, Anisa benar-benar tidak kenal. 

Dengan langkah buru-buru dan air mata yang sudah tidak bisa terbendung lagi, Anisa berlari tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. 

"Tegar!" Dia berteriak dalam larinya. 

Tegar yang terkejut dengan teriakan Anisa, segera berbalik ke arahnya. 

Saat itu, ada sebuah truk melaju dengan cepat. Tegar yang menyadarinya, segera memperingatkan Anisa, "Tunggu Nisa, berhenti di sana!"

Tidak memperdulikan peringatan Tegar, Anisa terus berlari hingga dia tersandung dan terjatuh di tengah jalan. Truk yang sedang melaju langsung menginjak rem dengan keras, namun terlambat untuk menghindari Anisa. 

Truk itu akhirnya menabrak Anisa dengan kecelakaan yang mengerikan. Tubuh Anisa terpental beberapa meter menjauh, meninggalkan genangan darah di jalanan yang bercampur dengan air hujan.

"Nisa...!" 

Tegar langsung berlari ke tempat Anisa, disusul wanita yang baru saja berciuman dengannya itu. 

Mengangkat tubuh Anisa, Tegar berbalik menatap wanita itu, "Tolong, bantu aku membawanya ke rumah sakit!"

Wanita itu menjawab cepat, "Baik, ayo bawa masuk ke mobilku!"

Tegar segera berlari membawa tubuh Anisa yang tak sadarkan diri ke mobil wanita itu, sebelum membawanya ke rumah sakit. 

Sampai di depan rumah sakit, Tegar membuka pintu mobil dengan cepat dan mengeluarkan tubuh Anisa. "Tolong, tolong cepat! Ada korban kecelakaan!" teriaknya begitu keras sehingga membuat beberapa perawat langsung keluar. 

"Ayo, bawa ke ranjang dan segera masukan ke ruang gawat darurat!" perintah seorang dokter senior yang turut membantu saat itu.

Tegar dibantu beberapa perawat membawa tubuh Anisa ke sebuah ranjang rumah sakit, sebelum mendorongnya ke ruang gawat darurat. 

Sampai di depan ruang gawat darurat, salah seorang perawat menghentikannya, "Tolong tunggu di sini, kami akan mencoba melakukan segala yang kami bisa untuk menyelamatkan nyawanya."

"Tolong... Tolong selamatkan bayinya juga, ah sial... Sebentar lagi dia melahirkan anakku! Tolong selamatkan anakku!" Tegar terlihat putus asa. 

Perawat itu terlihat mengerti dan mengangguk, "Kami akan melakukan sebisa kami, anda tunggu dan berdo'alah untuk keselamatan Ibu dan bayinya."

Setelah mengatakan itu, perawat masuk ke ruang gawat darurat. Sementara Tegar menunggu di depan ruangan dengan tangan yang gemetar, penuh kekhawatiran. 

"Sial! Apa yang sebenarnya dipikirkan wanita itu? Kenapa dia pergi keluar malam-malam begini dan di tengah hujan juga?" Tegar jelas menyalahkan Anisa. 

Karena dia sebenarnya tidak menghawatirkan istrinya itu. Tegar lebih menghawatirkan bayi yang ada di dalam kandungannya. 

Tegar berjalan ke sana ke mari dengan emosi yang sulit untuk diungkapkan. Wanita yang tadi berciuman dengannya hanya bisa diam, dan tidak mengganggunya. 

Beberapa jam berlalu, detik demi detik terasa seperti sebuah zaman yang tak kunjung usai bagi Tegar. 

Beberapa kali dia mencoba mengintip ke dalam ruang gawat darurat. Ingin mengetahui perkembangan kondisi Anisa dan bayinya.  

Ketika pintu ruang gawat darurat terbuka dan dokter keluar, Tegar langsung mendekat dan bertanya, "Dok, bagaimana? Bagaimana dengan anakku?"

Dokter itu menghela nafas dan menjawab, "Dalam kecelakaan ini, pasien mengalami pendarahan yang cukup serius. Kami telah menghubungi dokter bedah dan dokter kandungan. Semoga mereka bisa secepatnya sampai di sini."

"Dok, tolong selamatkan anakku! Yang paling penting anakku, Dok. Anakku adalah segalanya, dia harus di selamatkan!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 2

    Dokter itu mengerutkan dahinya dan tidak dapat mengerti dengan yang ada di pikiran Tegar. 'Jelas-jelas istrinya juga sedang dalam kondisi kritis, tapi dia hanya peduli dengan anaknya saja? Memang tidak masalah seseorang terlalu mengkhawatirkan anaknya. Namun seharusnya dia juga menghawatirkan istrinya, kan? Karena bagaimanapun, sekarang bukan cuma anaknya yang sedang dalam keadaan kritis, tapi istrinya juga,' pikir dokter dalam hati. Setelah menghela nafas, dokter menjawab, "Kami akan melakukan yang terbaik untuk keduanya. Sejauh ini, kondisi ibu dan janinnya masih dalam perjuangan. Kami butuh beberapa saat lagi untuk mengevaluasi situasinya. Mohon bersabar dan berikan do'a yang terbaik."Tepat setelah dokter selesai bicara, seorang perawat wanita keluar dari ruang gawat darurat. "Gawat Dok, keadaan semakin kritis. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kita harus melakukan pembedahan sekarang. Bagaimanapun kita harus memutuskan, apakah akan menyelamatkan bayi atau Ibunya," jelas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 3

    Berbalik, Widia dikejutkan dengan orang yang sangat dikenalnya ada di sana. "Kakak, apa yang kau... Apa? Darahmu Ab negatif? Sial, kenapa tidak terpikirkan olehku, jika satu keluarga kita golongan darahnya Ab negatif? Huh, jika tau begini, aku saja yang mendonorkannya sejak awal. Tidak perlu repot-repot mencari darah ke mana-mana."Menghembuskan nafasnya cepat, Safak berkata, "Sudahlah, cepat bawa aku ke tempat pendonoran darah. Kita tidak punya banyak waktu. Anisa butuh darah ini secepatnya."Widia terkejut mendengar kakaknya mengetahui nama pasien, "Kak, kamu mengenal wanita itu?""Kau ini, jangan banyak tanya! Ceritanya lain kali saja. Sekarang yang paling penting selamatkan Anisa!" Safak berkata dengan tidak sabar. Widia terkekeh, "He he, iya iya... Ya sudah, ayo ikut aku!" Widia lalu membawa Safak ke ruang donor darah di dekat sana. Setelah melakukan prosedur pemeriksaan kesehatan singkat, Safak diminta naik ke tempat tidur yang tersedia untuk melakukan pendonoran darah."Aku a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 4

    Para perawat di sana segera mengikuti intruksi Widia. Bergegas mempersiapkan segala sesuatu untuk melakukan operasi kecil. Namun saat operasi akan dilakukan, bayi itu sudah tidak mengejang lagi. Lebih tepatnya dia sudah tidak bergerak, detak jantungnya hilang dan tidak bernafas. "Innalillahi..." Seorang perawat menatap Widia, "Dok?"Widia menghela nafas, "Mau bagaimana lagi? Kita sudah berusaha untuk menyelamatkannya, tapi takdir berkata lain." Dia lalu mendekat dan mengelus kepala bayi yang sudah tak bernyawa itu, "Kasihan sekali kamu, Nak. Tapi takdirmu hanya sampai di sini saja."Widia menatap salah satu perawat dan memerintahkan, "Beri tau Ayah bayi ini pelan-pelan! Sepertinya dia sangat berharap pada anak ini. Aku cuma khawatir, kalau dia tidak akan mampu menerima kenyataan."Perawat mengangguk, "Baik, Dok. Saya akan coba bicara perlahan."Perawat itu lalu keluar dari ruangan dan langsung berhadapan dengan Tegar. "Sus, bagaimana anakku? Dia baik-baik saja kan?" tanya Tegar. B

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 5

    Dua penjaga keamanan itu lalu menarik Minah ke belakang. Tegar dengan sigap menangkap ibunya agar tidak terjatuh. Sementara itu, Anisa langsung terbatuk-batuk setelah terlepas dari cekikan Minah. "Ibu, berhati-hatilah dalam bertindak! Jaga sikap Ibu! Ini rumah sakit dan dilarang membuat keributan di sini. Satu lagi, perilaku Ibu barusan bisa membahayakan nyawa pasien dan Ibu bisa dipidanakan!" ujar penjaga keamanan pada Minah. Minah melotot pada penjaga keamanan, "Kau bilang aku bisa dipidanakan? Lalu bagaimana dengan dia? Apakah dia bisa dipidanakan juga? Dia telah membunuh cucuku! Aku ingin dia mendapat hukuman!""Maaf Ibu, kami tidak tau apa yang telah terjadi. Tapi apapun alasannya, Anda tetap tidak boleh membuat keributan di sini. Itu bisa mengganggu ketenangan pasien yang lain. Dan meskipun yang Anda katakan itu benar, Anda juga tidak boleh main hakim sendiri. Negara kita merupakan negara hukum, jadi Anda tidak boleh menentukan hukum Anda sendiri," jelas salah satu penjaga ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13

Bab terbaru

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 5

    Dua penjaga keamanan itu lalu menarik Minah ke belakang. Tegar dengan sigap menangkap ibunya agar tidak terjatuh. Sementara itu, Anisa langsung terbatuk-batuk setelah terlepas dari cekikan Minah. "Ibu, berhati-hatilah dalam bertindak! Jaga sikap Ibu! Ini rumah sakit dan dilarang membuat keributan di sini. Satu lagi, perilaku Ibu barusan bisa membahayakan nyawa pasien dan Ibu bisa dipidanakan!" ujar penjaga keamanan pada Minah. Minah melotot pada penjaga keamanan, "Kau bilang aku bisa dipidanakan? Lalu bagaimana dengan dia? Apakah dia bisa dipidanakan juga? Dia telah membunuh cucuku! Aku ingin dia mendapat hukuman!""Maaf Ibu, kami tidak tau apa yang telah terjadi. Tapi apapun alasannya, Anda tetap tidak boleh membuat keributan di sini. Itu bisa mengganggu ketenangan pasien yang lain. Dan meskipun yang Anda katakan itu benar, Anda juga tidak boleh main hakim sendiri. Negara kita merupakan negara hukum, jadi Anda tidak boleh menentukan hukum Anda sendiri," jelas salah satu penjaga ke

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 4

    Para perawat di sana segera mengikuti intruksi Widia. Bergegas mempersiapkan segala sesuatu untuk melakukan operasi kecil. Namun saat operasi akan dilakukan, bayi itu sudah tidak mengejang lagi. Lebih tepatnya dia sudah tidak bergerak, detak jantungnya hilang dan tidak bernafas. "Innalillahi..." Seorang perawat menatap Widia, "Dok?"Widia menghela nafas, "Mau bagaimana lagi? Kita sudah berusaha untuk menyelamatkannya, tapi takdir berkata lain." Dia lalu mendekat dan mengelus kepala bayi yang sudah tak bernyawa itu, "Kasihan sekali kamu, Nak. Tapi takdirmu hanya sampai di sini saja."Widia menatap salah satu perawat dan memerintahkan, "Beri tau Ayah bayi ini pelan-pelan! Sepertinya dia sangat berharap pada anak ini. Aku cuma khawatir, kalau dia tidak akan mampu menerima kenyataan."Perawat mengangguk, "Baik, Dok. Saya akan coba bicara perlahan."Perawat itu lalu keluar dari ruangan dan langsung berhadapan dengan Tegar. "Sus, bagaimana anakku? Dia baik-baik saja kan?" tanya Tegar. B

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 3

    Berbalik, Widia dikejutkan dengan orang yang sangat dikenalnya ada di sana. "Kakak, apa yang kau... Apa? Darahmu Ab negatif? Sial, kenapa tidak terpikirkan olehku, jika satu keluarga kita golongan darahnya Ab negatif? Huh, jika tau begini, aku saja yang mendonorkannya sejak awal. Tidak perlu repot-repot mencari darah ke mana-mana."Menghembuskan nafasnya cepat, Safak berkata, "Sudahlah, cepat bawa aku ke tempat pendonoran darah. Kita tidak punya banyak waktu. Anisa butuh darah ini secepatnya."Widia terkejut mendengar kakaknya mengetahui nama pasien, "Kak, kamu mengenal wanita itu?""Kau ini, jangan banyak tanya! Ceritanya lain kali saja. Sekarang yang paling penting selamatkan Anisa!" Safak berkata dengan tidak sabar. Widia terkekeh, "He he, iya iya... Ya sudah, ayo ikut aku!" Widia lalu membawa Safak ke ruang donor darah di dekat sana. Setelah melakukan prosedur pemeriksaan kesehatan singkat, Safak diminta naik ke tempat tidur yang tersedia untuk melakukan pendonoran darah."Aku a

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 2

    Dokter itu mengerutkan dahinya dan tidak dapat mengerti dengan yang ada di pikiran Tegar. 'Jelas-jelas istrinya juga sedang dalam kondisi kritis, tapi dia hanya peduli dengan anaknya saja? Memang tidak masalah seseorang terlalu mengkhawatirkan anaknya. Namun seharusnya dia juga menghawatirkan istrinya, kan? Karena bagaimanapun, sekarang bukan cuma anaknya yang sedang dalam keadaan kritis, tapi istrinya juga,' pikir dokter dalam hati. Setelah menghela nafas, dokter menjawab, "Kami akan melakukan yang terbaik untuk keduanya. Sejauh ini, kondisi ibu dan janinnya masih dalam perjuangan. Kami butuh beberapa saat lagi untuk mengevaluasi situasinya. Mohon bersabar dan berikan do'a yang terbaik."Tepat setelah dokter selesai bicara, seorang perawat wanita keluar dari ruang gawat darurat. "Gawat Dok, keadaan semakin kritis. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kita harus melakukan pembedahan sekarang. Bagaimanapun kita harus memutuskan, apakah akan menyelamatkan bayi atau Ibunya," jelas

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 1

    Jam dinding di sebuah kamar menunjukkan pukul 10 malam ketika terdengar teriakan, "Nisa! Pergi ke Alfamart depan dan belikan aku mie instan!"Seorang wanita setengah baya, membuka pintu kamar Anisa dan melemparkan uang kertas 5 ribu rupiah. Dia kembali lagi dan melemparkan uang kertas 2 ribu rupiah, "Sekalian belikan adikmu susu saset di sana!"Dengan lemas, Anisa yang memang sedang hamil tua berkata, "Ibu, sebentar... Ini sudah terlalu malam Bu, lagian di luar juga hujan. Kata Bidan, Ibu hamil tidak boleh keluar malam apalagi hujan-hujanan."Wanita setengah baya itu bernama Minah, dan dia adalah Ibu dari suami Anisa, Tegar. Mendengar yang dikatakan Anisa, Minah berbalik dan menatap tajam padanya. "Hei, Nisa. Dengar, bukan cuma kau yang pernah hamil! Jangan karena hamil kau jadi punya alasan untuk bermalas-malasan, ya! Sudah, sana berangkat! Aku sudah lapar dan adikmu juga sudah gak sabar mau minum susu. Jangan kelamaan, nanti keburu dia tidur."Setelah mengatakan itu, Minah langsun

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status