Share

ASI Untuk Bayi Miliuner
ASI Untuk Bayi Miliuner
Author: Mr. Crawford

Bab 1

Author: Mr. Crawford
last update Last Updated: 2025-02-10 20:13:45

Jam dinding di sebuah kamar menunjukkan pukul 10 malam ketika terdengar teriakan, "Nisa! Pergi ke Alfamart depan dan belikan aku mie instan!"

Seorang wanita setengah baya, membuka pintu kamar Anisa dan melemparkan uang kertas 5 ribu rupiah. 

Dia kembali lagi dan melemparkan uang kertas 2 ribu rupiah, "Sekalian belikan adikmu susu saset di sana!"

Dengan lemas, Anisa yang memang sedang hamil tua berkata, "Ibu, sebentar... Ini sudah terlalu malam Bu, lagian di luar juga hujan. Kata Bidan, Ibu hamil tidak boleh keluar malam apalagi hujan-hujanan."

Wanita setengah baya itu bernama Minah, dan dia adalah Ibu dari suami Anisa, Tegar. 

Mendengar yang dikatakan Anisa, Minah berbalik dan menatap tajam padanya. "Hei, Nisa. Dengar, bukan cuma kau yang pernah hamil! Jangan karena hamil kau jadi punya alasan untuk bermalas-malasan, ya! Sudah, sana berangkat! Aku sudah lapar dan adikmu juga sudah gak sabar mau minum susu. Jangan kelamaan, nanti keburu dia tidur."

Setelah mengatakan itu, Minah langsung pergi tanpa peduli dengan kondisi Anisa yang lemah karena sedang hamil tua. 

Anisa, akhirnya hanya bisa menuruti permintaan Ibu mertuanya, karena dia tidak punya pilihan lain. 

Dia pernah menunda perintah Ibu mertuanya itu, namun berakhir dengan dia hampir saja diusir dari rumahnya. 

Itu adalah kejadian saat Anisa tinggal di rumah ini selama kurang lebih satu bulan. Hanya karena dia menunda mencuci baju milik adik iparnya, dia dimarahi habis-habisan. Bahkan pakaiannya sudah dilempar ke jalanan, dan dia hampir ditendang. 

Saat itu, Tegar juga tidak membelanya sama sekali, dan malah menyalahkannya.

Jika bukan karena sedang hamil dan telah diusir oleh keluarganya, Anisa pasti sudah pergi sejak lama dari rumah ini. Karena selama dia tinggal di sini, dia tidak pernah diperlakukan seperti seharusnya seorang menantu. Dia lebih dianggap seperti pembantu, yang harus menuruti setiap perintah mereka. 

Menarik nafas dalam-dalam, Anisa perlahan turun dari ranjangnya. Dia kemudian mengambil uang kertas yang saat itu tergeletak di lantai. 

Anisa mengelus perut buncitnya dan bergumam, "Nak, kamulah yang membuat Ibu kuat tinggal di rumah yang seperti neraka ini. Kamu sehat-sehat di sana ya. Ibu akan lakukan apapun untukmu."

Setelah Anisa mengatakan itu dan seolah mengerti, bayi yang ada di dalam kandungan itu menendang-nendang dari dalam.

Dengan mata berkaca-kaca, Anisa tersenyum. "Ya, sayang. Kamu adalah harta paling berharga yang Ibu punya. Ibu akan menjagamu dengan baik."

Anisa keluar dari kamar dengan langkah yang berat, karena cukup sulit untuknya berjalan dengan keadaan perut besar seperti sekarang. Meski begitu, dia tidak punya pilihan lain selain tetap melakukannya. 

Mengambil payung hitam di teras rumah, Anisa langsung menerobos hujan deras yang disertai kilat menyambar, di atas langit Kota Kendal. 

Untung saat itu jalanan cukup sepi, jadi dia bisa segera menyeberang jalan tanpa harus menunggu terlalu lama. 

Setelah mengambil mie instan dan susu saset pesanan Minah, Anisa pergi ke kasir. 

"Jadi berapa?" tanyanya. 

"Totalnya menjadi Rp 6.500, Mbak," jawab kasir dengan ramah.

Anisa menyerahkan uang kepada kasir dan menerima kembalian. 

Saat bersiap untuk menyeberangi jalan lagi, Anisa melihat pemandangan yang luar biasa di depan rumahnya. 

Ada seorang pria dan wanita baru saja turun dari mobil sedan berwarna hitam. 

Pemandangan itu masih biasa, sebelum dia melihat pria dan wanita itu berciuman di sebelah mobil sedan, atau lebih tepatnya di teras rumahnya. 

Dan tentu saja, pria itu adalah Tegar, suaminya. Sementara untuk wanitanya, Anisa benar-benar tidak kenal. 

Dengan langkah buru-buru dan air mata yang sudah tidak bisa terbendung lagi, Anisa berlari tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. 

"Tegar!" Dia berteriak dalam larinya. 

Tegar yang terkejut dengan teriakan Anisa, segera berbalik ke arahnya. 

Saat itu, ada sebuah truk melaju dengan cepat. Tegar yang menyadarinya, segera memperingatkan Anisa, "Tunggu Nisa, berhenti di sana!"

Tidak memperdulikan peringatan Tegar, Anisa terus berlari hingga dia tersandung dan terjatuh di tengah jalan. Truk yang sedang melaju langsung menginjak rem dengan keras, namun terlambat untuk menghindari Anisa. 

Truk itu akhirnya menabrak Anisa dengan kecelakaan yang mengerikan. Tubuh Anisa terpental beberapa meter menjauh, meninggalkan genangan darah di jalanan yang bercampur dengan air hujan.

"Nisa...!" 

Tegar langsung berlari ke tempat Anisa, disusul wanita yang baru saja berciuman dengannya itu. 

Mengangkat tubuh Anisa, Tegar berbalik menatap wanita itu, "Tolong, bantu aku membawanya ke rumah sakit!"

Wanita itu menjawab cepat, "Baik, ayo bawa masuk ke mobilku!"

Tegar segera berlari membawa tubuh Anisa yang tak sadarkan diri ke mobil wanita itu, sebelum membawanya ke rumah sakit. 

Sampai di depan rumah sakit, Tegar membuka pintu mobil dengan cepat dan mengeluarkan tubuh Anisa. "Tolong, tolong cepat! Ada korban kecelakaan!" teriaknya begitu keras sehingga membuat beberapa perawat langsung keluar. 

"Ayo, bawa ke ranjang dan segera masukan ke ruang gawat darurat!" perintah seorang dokter senior yang turut membantu saat itu.

Tegar dibantu beberapa perawat membawa tubuh Anisa ke sebuah ranjang rumah sakit, sebelum mendorongnya ke ruang gawat darurat. 

Sampai di depan ruang gawat darurat, salah seorang perawat menghentikannya, "Tolong tunggu di sini, kami akan mencoba melakukan segala yang kami bisa untuk menyelamatkan nyawanya."

"Tolong... Tolong selamatkan bayinya juga, ah sial... Sebentar lagi dia melahirkan anakku! Tolong selamatkan anakku!" Tegar terlihat putus asa. 

Perawat itu terlihat mengerti dan mengangguk, "Kami akan melakukan sebisa kami, anda tunggu dan berdo'alah untuk keselamatan Ibu dan bayinya."

Setelah mengatakan itu, perawat masuk ke ruang gawat darurat. Sementara Tegar menunggu di depan ruangan dengan tangan yang gemetar, penuh kekhawatiran. 

"Sial! Apa yang sebenarnya dipikirkan wanita itu? Kenapa dia pergi keluar malam-malam begini dan di tengah hujan juga?" Tegar jelas menyalahkan Anisa. 

Karena dia sebenarnya tidak menghawatirkan istrinya itu. Tegar lebih menghawatirkan bayi yang ada di dalam kandungannya. 

Tegar berjalan ke sana ke mari dengan emosi yang sulit untuk diungkapkan. Wanita yang tadi berciuman dengannya hanya bisa diam, dan tidak mengganggunya. 

Beberapa jam berlalu, detik demi detik terasa seperti sebuah zaman yang tak kunjung usai bagi Tegar. 

Beberapa kali dia mencoba mengintip ke dalam ruang gawat darurat. Ingin mengetahui perkembangan kondisi Anisa dan bayinya.  

Ketika pintu ruang gawat darurat terbuka dan dokter keluar, Tegar langsung mendekat dan bertanya, "Dok, bagaimana? Bagaimana dengan anakku?"

Dokter itu menghela nafas dan menjawab, "Dalam kecelakaan ini, pasien mengalami pendarahan yang cukup serius. Kami telah menghubungi dokter bedah dan dokter kandungan. Semoga mereka bisa secepatnya sampai di sini."

"Dok, tolong selamatkan anakku! Yang paling penting anakku, Dok. Anakku adalah segalanya, dia harus di selamatkan!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 2

    Dokter itu mengerutkan dahinya dan tidak dapat mengerti dengan yang ada di pikiran Tegar. 'Jelas-jelas istrinya juga sedang dalam kondisi kritis, tapi dia hanya peduli dengan anaknya saja? Memang tidak masalah seseorang terlalu mengkhawatirkan anaknya. Namun seharusnya dia juga menghawatirkan istrinya, kan? Karena bagaimanapun, sekarang bukan cuma anaknya yang sedang dalam keadaan kritis, tapi istrinya juga,' pikir dokter dalam hati. Setelah menghela nafas, dokter menjawab, "Kami akan melakukan yang terbaik untuk keduanya. Sejauh ini, kondisi ibu dan janinnya masih dalam perjuangan. Kami butuh beberapa saat lagi untuk mengevaluasi situasinya. Mohon bersabar dan berikan do'a yang terbaik."Tepat setelah dokter selesai bicara, seorang perawat wanita keluar dari ruang gawat darurat. "Gawat Dok, keadaan semakin kritis. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kita harus melakukan pembedahan sekarang. Bagaimanapun kita harus memutuskan, apakah akan menyelamatkan bayi atau Ibunya," jelas

    Last Updated : 2025-02-11
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 3

    Berbalik, Widia dikejutkan dengan orang yang sangat dikenalnya ada di sana. "Kakak, apa yang kau... Apa? Darahmu Ab negatif? Sial, kenapa tidak terpikirkan olehku, jika satu keluarga kita golongan darahnya Ab negatif? Huh, jika tau begini, aku saja yang mendonorkannya sejak awal. Tidak perlu repot-repot mencari darah ke mana-mana."Menghembuskan nafasnya cepat, Safak berkata, "Sudahlah, cepat bawa aku ke tempat pendonoran darah. Kita tidak punya banyak waktu. Anisa butuh darah ini secepatnya."Widia terkejut mendengar kakaknya mengetahui nama pasien, "Kak, kamu mengenal wanita itu?""Kau ini, jangan banyak tanya! Ceritanya lain kali saja. Sekarang yang paling penting selamatkan Anisa!" Safak berkata dengan tidak sabar. Widia terkekeh, "He he, iya iya... Ya sudah, ayo ikut aku!" Widia lalu membawa Safak ke ruang donor darah di dekat sana. Setelah melakukan prosedur pemeriksaan kesehatan singkat, Safak diminta naik ke tempat tidur yang tersedia untuk melakukan pendonoran darah."Aku a

    Last Updated : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 4

    Para perawat di sana segera mengikuti intruksi Widia. Bergegas mempersiapkan segala sesuatu untuk melakukan operasi kecil. Namun saat operasi akan dilakukan, bayi itu sudah tidak mengejang lagi. Lebih tepatnya dia sudah tidak bergerak, detak jantungnya hilang dan tidak bernafas. "Innalillahi..." Seorang perawat menatap Widia, "Dok?"Widia menghela nafas, "Mau bagaimana lagi? Kita sudah berusaha untuk menyelamatkannya, tapi takdir berkata lain." Dia lalu mendekat dan mengelus kepala bayi yang sudah tak bernyawa itu, "Kasihan sekali kamu, Nak. Tapi takdirmu hanya sampai di sini saja."Widia menatap salah satu perawat dan memerintahkan, "Beri tau Ayah bayi ini pelan-pelan! Sepertinya dia sangat berharap pada anak ini. Aku cuma khawatir, kalau dia tidak akan mampu menerima kenyataan."Perawat mengangguk, "Baik, Dok. Saya akan coba bicara perlahan."Perawat itu lalu keluar dari ruangan dan langsung berhadapan dengan Tegar. "Sus, bagaimana anakku? Dia baik-baik saja kan?" tanya Tegar. B

    Last Updated : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 5

    Dua penjaga keamanan itu lalu menarik Minah ke belakang. Tegar dengan sigap menangkap ibunya agar tidak terjatuh. Sementara itu, Anisa langsung terbatuk-batuk setelah terlepas dari cekikan Minah. "Ibu, berhati-hatilah dalam bertindak! Jaga sikap Ibu! Ini rumah sakit dan dilarang membuat keributan di sini. Satu lagi, perilaku Ibu barusan bisa membahayakan nyawa pasien dan Ibu bisa dipidanakan!" ujar penjaga keamanan pada Minah. Minah melotot pada penjaga keamanan, "Kau bilang aku bisa dipidanakan? Lalu bagaimana dengan dia? Apakah dia bisa dipidanakan juga? Dia telah membunuh cucuku! Aku ingin dia mendapat hukuman!""Maaf Ibu, kami tidak tau apa yang telah terjadi. Tapi apapun alasannya, Anda tetap tidak boleh membuat keributan di sini. Itu bisa mengganggu ketenangan pasien yang lain. Dan meskipun yang Anda katakan itu benar, Anda juga tidak boleh main hakim sendiri. Negara kita merupakan negara hukum, jadi Anda tidak boleh menentukan hukum Anda sendiri," jelas salah satu penjaga ke

    Last Updated : 2025-02-13
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 6

    Perawat di sana juga terkejut melihatnya, "Astaga Ibu... Sepertinya ini air ASI. Dan ini banyak banget...""Air ASI? ASI ku keluar? Tapi..." Anisa terdiam saat mengingat bayinya sudah tiada. Dia menangis dan melanjutkan, "Seandainya saja kamu selamat, Nak. Kamu pasti kenyang setiap hari. Lihatlah... Air ASI Ibu, banyak banget... dan Ibu yakin, itu lebih dari cukup untuk kamu minum setiap saat."Anisa lalu menatap perawat dan bertanya, "Sus, apakah ASI saya akan keluar terus, meskipun tidak ada bayi lagi yang meminumnya?"Perawat itu menjawab, "Ya Ibu, biasanya ASI akan tetap keluar setelah persalinan meskipun tidak ada bayi yang meminumnya. Jika dada Ibu terasa sakit karena ASI yang terus diproduksi, Ibu bisa menggunakan metode penekanan untuk mengambil ASI. Dan jika Ibu berkenan, rumah sakit kami juga menerima donor ASI."Anisa mengangguk pelan, "Mungkin aku akan mencoba metode penekanan itu. Dan te

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 7

    Semua orang terdiam mendengar perkataan Tegar. Namun secara tiba-tiba, salah satu dari ibu-ibu di sana dengan sinis berkata, "Hey Tegar. Anisa istrimu? Lalu apakah kau pernah memperlakukan dia sebagai istri? Kami semua yang ada di sini tau, kau memperlakukan Anisa tidak lebih dari seperti seorang pembantu. Pembantu lebih baik, karena dia akan mendapatkan gaji. Namun Anisa, bukan hanya tidak pernah kau berikan dia uang, tapi juga kau siksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat setiap hari! Apakah itu yang disebut istri?"Meskipun memang salah, namun Tegar tetap berdalih, "Lah, bukankah memang sudah tugasnya istri untuk melayani suami dan keluarganya? Dia melakukan pekerjaan berat juga bukan karena paksaan dari kami. Dia melakukannya dengan sukarela, kami tidak pernah memaksanya."Mendengar yang dikatakan Tegar, ibu-ibu tadi terkekeh, "Ha ha ha... Tegar... Oh Tegar... Kau pikir kami semua yang ada di sini tidak tau? Tidak dipaksa kau bilang? Dengan

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 8

    Tanpa menatap Minah, Tegar menjawab, "Aku memang mengusir mereka."Minah yang terkejut mengangkat kedua alisnya, lalu menatap Tegar tak percaya, "Apa katamu? Kau mengusir mereka?"Tegar menghela nafas dan berkata, "Ibu, aku mengusir mereka, karena mereka memang tidak pantas berada di sini. Apa Ibu tau? Mereka datang hanya untuk menggosipkan keluarga kita, menyalahkan kita atas apa yang terjadi pada Anisa. Bagaimana aku tidak kesal mendengar orang-orang itu yang terus menyalahkan keluarga kita? Padahal Ibu sendiri tau kan? Kejadian ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita. Anisa sendiri yang begitu bodoh dan tidak bisa berhati-hati, hingga mengakibatkan dirinya sendiri mengalami kecelakaan. Tapi mereka terus menggosipkan kita, menyalahkan kita, seolah kitalah yang paling bersalah atas kejadian itu."Minah kembali terkejut begitu mendengar jawaban Tegar. Dia lalu bertanya untuk memastikan, "Benarkah yang kau katak

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 9

    Anisa menghela nafas panjang untuk mennenangkan diri. Setelah merasa tenang, dia membuka matanya dan menatap Widia, "Tidak ada apa-apa dok, saya hanya ingin keluar untuk menghirup udara segar, namun tiba-tiba malah merasa pusing. Eh iya dok, bisakah saya minta tolong untuk dibelikan dulu alat penekan ASI? Dada saya sakit dok, sepertinya ASI yang diproduksi terlalu banyak. Tadi suster bilang, rumah sakit ini juga menerima donor ASI. Jadinya, ASI saya tidak akan sia-sia kalau begitu."Widia mengangguk "Baiklah, saya akan ambilkan alat penekan ASI untuk Ibu. Rumah sakit ini memang menerima donor ASI, tentu saja ASI Ibu tidak akan sia-sia. Oh iya, kalau mau keluar untuk menghirup udara segar, nanti saya ambilkan kursi roda. Saya juga yang akan menemani Ibu keluar, tidak perlu kuatir soal itu."Widia belum berani menawarkan pada Anisa tentang menjadi Ibu susu untuk Jihan. Karena dia khawatir, Anisa akan menolaknya secara langsung jika dia tahu Ji

    Last Updated : 2025-04-03

Latest chapter

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 58

    Minah menjawab, "Sudah sebulan yang lalu. Ya, aku lupa mau memberitahu kamu. Kamunya juga sangat sibuk, jadi mana sempat aku bicara ke kamu. Lagian, aku tidak pernah berpikir semuanya akan jadi seperti ini. Aku tidak pernah berpikir kalau wanita itu akan seberani itu menuntut harta gono-gini padamu. Aku juga tidak mengira, kalau wanita itu akan bisa membayar seseorang pengacara besar seperti Pak Erickson. Melihat kondisinya, untuk membayar pengacara biasa saja sepertinya mustahil. Tapi bagaimana bisa dia tiba-tiba punya uang untuk membayar pengacara besar seperti Pak Erickson?"Hana yang dari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara, "Eh Kak Tegar, benarkah yang Kakak katakan? Si jalang itu membayar Pak Erickson sebesar 30 miliar hanya untuk menyelesaikan kasus perceraian ini? Lalu apa Kak Tegar percaya begitu saja?"Tegar menatap Hana, "Apa maksudmu?"Hana menghela nafas dan mulai menjelaskan, "Ya, secara... Seperti yang Ibu bilang barusan. Kita semua di sini tau kon

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 57

    Anisa dan Safak mengangkat kepalanya bersamaan dan menatap Dilla. "Ya, ada apa?" tanya Anisa."Barusan Nona Widia sudah mengirim pesan, beliau menunggu saya di luar, jadi saya mau pamit pulang dulu sama Jihan," ujar Dilla.Anisa cukup terkejut mendengar yang dikatakan Dilla, "Apa? Widia sudah di luar?" Dia berdiri, "Di mana dia sekarang? Aku mau ketemu dia sebentar."Sementara itu, Safak hanya berpikir, 'Ohh, jadi anak itu sudah di luar? Ha ha... Dasar, tau juga kalau Kakaknya lagi pengen berduaan, jadi dia gak datang buat ganggu!'"Em, Nona Widia bilang, beliau tidak mau mengganggu pekerjaan anda, makanya beliau tidak masuk. Beliau juga meminta pada saya untuk menyampaikan pesan," jelas Dilla."Pesan? Pesan apa itu?" tanya Anisa."Beliau berpesan agar anda tetap melanjutkan pekerjaan Anda saja. Nona Widia tidak mau mengganggu pekerjaan Anda

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 56

    Dengan perlahan, Anisa menatap Safak, matanya penuh dengan keraguan. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk mengambil sepotong makanan dan mencicipinya. Rasa makanan yang lezat langsung menyapa lidahnya, membuat Anisa tidak bisa mengangkat kedua alisnya, "Ini... Ini... Ini enak sekali! Bagaimana ada makanan seenak ini?"Safak merasa sangat puas dengan reaksi Anisa, dan dia tersenyum. "Lihat kan? Sudah kubilang, makanan ini sangar enak. Aku tidak mungkin ajak kamu makan di tempat yang asal. Aku pasti mencarikan yang terbaik buatmu."Menghembuskan nafasnya, Anisa membalas, "Hemm, mulai... mulai... dengar ya Safak, aku memaafkanmu hanya demi teman-temanku. Karena sebenarnya aku belum benar-benar memaafkan kamu. Jadi, jangan gombal-gombal gitu. Gak bakal ngaruh buat aku."Safak tersenyum kecut, "Iya deh iya. Terserah kamu, mau itu demi teman kamu atau demi siapapun. Yang penting sekarang, kita makan dulu. Kamu harus mengisi k

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 55

    Anisa terdiam sejenak, matanya menatap Safak dengan penuh pertimbangan. Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir, dia tersenyum kecut dan menghela nafas panjang. "Baiklah, aku maafkan kamu, Safak. Kita bisa makan siang bersama."Safak tersenyum lega, "Terimakasih, Nisa. Ayo, mari kita makan bersama-sama."Semua orang bersorak, "Yeay!"Safak lalu memberikan kode lewat kepalanya pada para pelayan, untuk meletakkan satu persatu makanan di tangan mereka ke meja kargembira. Dan para pelayan segera melakukan seperti yang diperintahkan. Dan mereka juga segera pergi begitu makanan sudah diletakkan di meja."Kita akan menikmati makanan yang seumur hidup tidak mungkin bisa kita nikmati!" ucap salah satu staff bernada sangat gembira.Staff lain menyahut, "Kita harus berterimakasih pada Anisa. Bagaimanapun ini berkat dia. Jika dia tidak mengenal Pak Safak dengan baik, huh kita ti

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 54

    Orang itu menjawab, "Ya, siapa tau kan? Siapa tau...""Cukup! Tidak ada siapa tau siapa tau. Lebih baik kau diam, jika masih ingin bertahan bekerja di sini!" potong rekan kerjanya yang sebelumnya sambil melotot.Sementara itu, Safak dan semua orang yang dibawanya masih dengan sabar menunggu Anisa di luar ruangan tempat Anisa, Dilla, dan Jihan berada. Cukup lama untuk orang-orang itu menunggu, sebelum akhirnya Anisa keluar sendirian dari sana. Dan dia benar-benar terkejut saat melihat deretan pelayan yang membawa makanan di tangan mereka."Apa ini? Mereka... Mereka benar-benar mengantar semua makanannya?" tanya Anisa, sebelum menatap Safak.Safak tersenyum, "Tentu saja, mereka harus mengantarnya. Jika tidak, kita tidak akan bisa menikmati makan siang bersama yang sempat tertunda tadi.""Haaaa? Lupakan itu, aku tidak mau makan siang berdua denganmu lagi. Aku masih

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 53

    Rianti langsung mengangguk, "Baik Pak, saya paham. Saya akan mencoba yang terbaik untuk menyembunyikan identitas Anda." Setelah mengatakan itu, dia teringat sesuatu dan menambahkan, "Oh iya, lalu bagaimana dengan karyawan yang lain? Semua orang di sini sudah mengenal Anda, dan mengetahui kalau Anda adalah pemilik perusahaan. Bagaimana jika Nona Anisa sampai tau tentang identitas Anda dari mereka?""Nah, itu yang akan menjadi pekerjaanmu," ujar Safak.Rianti yang belum paham berkata, "Menjadi pekerjaan saya? Maksud Anda bagaimana ya? Saya tidak mengerti."Safak menghela nafa san berkata, "Kau ini, sudah menjadi Manager Operasional, tapi tidak paham juga masalah semudah ini. Ya kaulah yang akan memberitahu semua karyawan di sini, tentang mereka semua yang tidak boleh membocorkan identitasku pada Anisa. Aku beri tau kau, Anisa hanya tau, aku adalah orang kepercayaan Presiden. Jadi beri tau semua orang, kalau mulai sek

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 52

    Meskipun masih tidak yakin, namun Anisa hanya berkata, "Jadi begitu? Ya sudah." Anisa yang teringat sesuatu langsung menambahkan, "Eh sebentar, Bu Rianti sebenarnya baru saja saya ingin menemui Ibu di kantor, karena ada yang ingin saya bicarakan dengan Ibu. Tapi karena kita sudah ketemu di sini, bisakah kita bicara di sini saja?"Melihat ke arah Safak sebentar, Rianti tersenyum dan menjawab, "Bisa, apa yang ingin kamu bicarakan?""Sebenarnya begini, Bu Rianti. Barusan anak saya rewel dan menangis terus, mungkin karena saya telat menyusuinya. Jadi saya mau minta ijin untuk beberapa saat menenangkan anak saya sambil menyusuinya. Bolehkan, Bu?" jelas Anisa.Sebenarnya, hal seperti ini belum pernah dilakukan perusahaan sebelumnya. Namun yang meminta ijin adalah Anisa, yang saat ini telah disadari Rianti kalau wanita ini ternyata punya hubungan dekat dengan pemilik perusahaan, jadi bagaimana mungkin dia tidak memberikan

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 51

    Mendapatkan perintah dari pemimpinnya, semua pelayan itu langsung bergerak dan bergegas untuk mengantarkan hidangan khas Prancis ke perusahaan Tifana Group. Dengan langkah cepat, mereka segera bergegas menuju kendaraan untuk mengantar makanan tersebut.Sementara itu, Safak dan Anisa sudah sampai di depan perusahaan Tifana Group. Keduanya segera keluar dari mobil, begitu melihat Dilla ada di sana dan sedang mencoba menenangkan Jihan."Nyonya, akhirnya Anda kembali. Jihan rewel terus, sepertinya dia sudah laper," ujar Dilla."Aku mengerti, berikan padaku!" Anisa langsung mengambil Jihan dari tangan Dilla.Setelah Jihan ada di tangannya, Anisa juga langsung bersiap untuk menyusuinya. Hanya saja dihentikan oleh Safak, "Nisa, tunggu! Ayo kita ke atas, kita cari tempat tertutup untuk kalian. Lagian di sini kurang nyaman untuk menyusui bayi."Menghembuskan nafasnya, da

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 50

    Safak pun terkekeh sebelum mencoba membujuk Anisa, "Hei, ayolah. Bukankah aku sudah minta maaf? Jangan ngambek gini ah. Mending kamu duduk dulu, lalu pesan makanan yang paling kamu suka."Safak kemudian memegang kedua bahu Anisa dari belakang. Dan dengan sedikit paksaan, dia mendudukkannya di kursi. Meskipun masih cuek dan cemberut, namun Anisa juga tidak menolak saat Safak melakukan itu."Ayo, kamu mau makan apa?" tanya Safak sambil menyerahkan menu pada Anisa.Tidak menjawab, Anisa kembali memalingkan wajahnya ke arah lain.Safak yang melihatnya kembali terkekeh sebelum menghela nafas lalu berkata, "Baiklah, jika kamu tidak mau pesan sendiri. Biar aku saja yang pesan buat kamu." Safak menoleh ke arah resepsionis wanita, yang sedari tadi masih berdiri di sana, "Eh kamu, aku mau pesan semua hidangan khas yang ada di restoran ini. Pokoknya sajikan dengan cara yang paling spesia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status