Share

Bab 2

Author: Mr. Crawford
last update Last Updated: 2025-02-11 06:04:50

Dokter itu mengerutkan dahinya dan tidak dapat mengerti dengan yang ada di pikiran Tegar. 

'Jelas-jelas istrinya juga sedang dalam kondisi kritis, tapi dia hanya peduli dengan anaknya saja? Memang tidak masalah seseorang terlalu mengkhawatirkan anaknya. Namun seharusnya dia juga menghawatirkan istrinya, kan? Karena bagaimanapun, sekarang bukan cuma anaknya yang sedang dalam keadaan kritis, tapi istrinya juga,' pikir dokter dalam hati. 

Setelah menghela nafas, dokter menjawab, "Kami akan melakukan yang terbaik untuk keduanya. Sejauh ini, kondisi ibu dan janinnya masih dalam perjuangan. Kami butuh beberapa saat lagi untuk mengevaluasi situasinya. Mohon bersabar dan berikan do'a yang terbaik."

Tepat setelah dokter selesai bicara, seorang perawat wanita keluar dari ruang gawat darurat. "Gawat Dok, keadaan semakin kritis. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kita harus melakukan pembedahan sekarang. Bagaimanapun kita harus memutuskan, apakah akan menyelamatkan bayi atau Ibunya," jelas perawat tersebut. 

"Selamatkan bayinya! Selamatkan anakku! Aku tidak peduli dengan Ibunya. Anakku adalah segalanya!" tegas Tegar, bahkan sebelum Dokter menjawab. 

Perawat itu sangat terkejut mendengar yang dikatakan Tegar. Dia benar-benar tidak habis pikir, bagaimana ada seorang pria yang tidak peduli dengan keselamatan istrinya. 

Bayinya juga penting, tapi bukankah seharusnya istrinya juga sama pentingnya? 

Namun mendengar yang dikatakan Tegar yang seolah hanya peduli pada anaknya tanpa peduli pada istrinya, benar-benar membuat perawat itu tercengang. 

Perawat itu kemudian menatap sang dokter, jelas ingin meminta pendapatnya. 

Dokter itupun mengangguk sebagai jawaban, "Kita akan berusaha keras untuk menyelamatkan keduanya. Siapkan operasi!"

"Baik, Dok," jawab perawat. 

Dokter dan perawat barusan masuk lagi ke ruang gawat darurat. Mereka juga langsung menyiapkan semua peralatan untuk melakukan operasi mendadak. 

Mulai dari alat bedah, cairan infus, hingga peralatan monitor detak jantung, semuanya disiapkan dengan cermat dan cepat. 

Setelah menyuntikkan obat bius, dengan hati-hati dokter memulai operasi caesar. Dia membedah perut Anisa perlahan, namun, saat proses operasi berjalan, terdengar suara monitor detak jantung yang mulai berdenyut tak menentu. 

Dokter dengan buru-buru berkata, "Cepat! Segera jalankan protokol darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya!"

Beberapa perawat bergegas melakukan perintah dokter. Mereka memberikan obat-obatan tambahan, memperbaiki aliran oksigen, hingga melakukan resusitasi jantung, semua dilakukan dengan sigap dan sangat teliti.

Tegar yang menunggu di luar ruang operasi, merasakan detak jantungnya berdetak semakin cepat. Keringat dingin mulai membasahi keningnya.

Waktu terus berjalan, hingga tak terasa satu jam berlalu begitu saja. Malam berganti ke pagi, dan hujan juga masih turun dengan lebat di luar rumah sakit.

Tegar masih berjalan ke sana ke mari, saat tiba-tiba dia mendapatkan panggilan telepon. Dia segera mengangkatnya saat melihat siapa yang menelponnya. 

"Hei, Tegar! Kau ada di mana? Kenapa belum kembali sampai sekarang? Kau tau? Istrimu yang tidak tau diri itu menghilang entah ke mana. Aku tadi..."

Belum sempat Minah menyelesaikan kalimatnya, Tegar menyela, "Ibu, tadi Nisa mengalami kecelakaan. Sekarang aku sedang menunggunya di rumah sakit. Dokter juga sedang menanganinya."

"Apa?" Minah tentu terkejut bukan main, "Sial, bagaimana bisa kecelakaan? Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Oh tidak, cucuku... Bagaimana dengan cucuku?"

"Ibu tenanglah, dokter sedang menanganinya. Tapi aku sudah meminta pada dokter untuk mengutamakan keselamatan anakku. Aku tidak peduli dengan wanita itu! Dia tidak bisa menjaga anakku dengan benar. Jadi sudah seharusnya dia menerima hukuman!" jelas Tegar. 

"Baiklah, kau memang sudah mengambil keputusan yang tepat! Aku akan menyusul setelah hujan reda. Yang paling penting, kau harus benar-benar yakinkan dokter di sana untuk menyelamatkan cucuku!" ujar Minah. 

"Ya Ibu," jawab Tegar. 

Setelah panggilan terputus, Tegar kembali memasukkan ponselnya ke saku. 

Mendengar sedikit pembicaraan Minah dan Tegar, wanita yang selama ini diam kemudian berkata, "Tegar, Tante akan menyusul? Bagaimana kalau aku jemput dia saja?" 

"Dinda, maafkan aku jadi merepotkanmu," ucap Tegar sambil menatap Tegar. 

"Tidak apa... Lagian dia juga calon Ibu mertuaku, he he..." Dinda tersenyum sebelum pergi. 

Tegar menghela nafas tak berdaya, saat melihat ke arah perginya Dinda. 

Beberapa saat setelah kepergian Dinda, dokter yang menangani Anisa tadi, keluar lagi. 

Menantap Tegar, dia langsung berkata, "Beruntung sekali, bayinya selamat. Namun karena dia lahir dalam keadaan kritis dan prematur, dia harus menjalani perawatan intensif di unit perawatan bayi prematur. Sedangkan untuk ibunya, dia mengalami banyak kehilangan darah. Kami sedang mencari darah yang cocok untuknya, meski belum menemukannya. Kita hanya bisa berharap akan ada pendonor secepatnya, supaya nyawanya bisa tertolong."

Tidak menanggapi yang dikatakan dokter, Tegar malah berkata, "Anakku selamat? Lalu di mana dia sekarang, Dok? Aku ingin melihatnya."

Dokter hanya bisa terheran saat bicara dalam hati, 'Sial, apakah orang ini manusia? Bagaimana bisa dia seperti tidak peduli dengan keselamatan istrinya sama sekali?'

Dokter kemudian menghela nafas dan menjawab, "Dia sekarang berada di unit perawatan bayi prematur. Anda bisa melihatnya sebentar, namun ingat, keadaan Ibu masih dalam kondisi kritis. Kami memerlukan darah segera untuk proses transfusi."

Sama seperti sebelumnya, seolah benar-benar tidak peduli dengan keselamatan Anisa. Tegar langsung melangkah menuju unit perawatan bayi prematur. Saat melihat anaknya yang kecil dan rapuh diletakan di dalam inkubator, Tegar merasa campuran antara lega dan cemas. 

"Apakah Anda Ayah bayi ini?" tanya seorang perawat wanita. 

Tegar mengangguk, "Ya, saya Sus."

"Kami membutuhkan data Anda untuk melengkapi proses administrasi rumah sakit. Bisakah Anda melengkapi semua data yang diperlukan?"

Tegar dengan cepat mengisi semua formulir yang diminta oleh perawat.

Setelah selesai, perawat itu langsung memberikan penjelasan, "Anak Anda akan menjalani perawatan intensif untuk beberapa waktu. Dia masih sangat lemah karena kelahiran prematur. Anda juga bisa mengikuti perkembangannya setiap saat di unit ini. Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa Ibu dari bayi ini mendapat transfusi darah yang diperlukan. Karena saat ini di rumah sakit kami belum ada darah yang cocok, bisakah Anda membantu kami mencarinya di rumah sakit lain atau PMI terdekat?"

Tegar menjawab tanpa berpikir, "Itu tidak perlu, biarkan saja dia mati."

"Maaf, Pak?" Perawat yang terkejut itu menatap Tegar, untuk memastikan bahwa yang didengarnya salah. 

Tegar yang tersadar jika dia baru saja keceplosan langsung menjawab, "Tidak - tidak... Baik, nanti saya akan mencoba mencarinya."

Perawat itu menghela nafas lega, "Ya, baiklah... Senang mendengarnya... Oh iya Pak, golongan darah istri Anda AB negatif."

Setelah mengatakan itu, perawat barusan pergi meninggalkan Tegar. 

Sementara Tegar sendiri malah tetap di sana dan tidak pergi ke mana-mana. Seolah, dia memang sudah tidak peduli dengan keselamatan istrinya sendiri. 

***

Di tempat lain beberapa perawat terlihat kebingungan karena sampai sekarang belum mendapatkan darah untuk melakukan transfusi pada Anisa. 

Seorang dokter perempuan bernama "Widia" juga berusaha keras, menghubungi setiap rumah sakit dan PMI yang dia ketahui. Namun semuanya nihil, sangat jarang ada orang dengan golongan darah AB negatif. Kalaupun ada, belum tentu orang itu mau mendonorkannya. 

Saat Widia semakin putus asa, tiba-tiba terdengar seorang pria berkata, "Darahku Ab negatif. Aku sehat secara jasmani dan rohani. Aku bisa mendonorkan darahku padanya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 3

    Berbalik, Widia dikejutkan dengan orang yang sangat dikenalnya ada di sana. "Kakak, apa yang kau... Apa? Darahmu Ab negatif? Sial, kenapa tidak terpikirkan olehku, jika satu keluarga kita golongan darahnya Ab negatif? Huh, jika tau begini, aku saja yang mendonorkannya sejak awal. Tidak perlu repot-repot mencari darah ke mana-mana."Menghembuskan nafasnya cepat, Safak berkata, "Sudahlah, cepat bawa aku ke tempat pendonoran darah. Kita tidak punya banyak waktu. Anisa butuh darah ini secepatnya."Widia terkejut mendengar kakaknya mengetahui nama pasien, "Kak, kamu mengenal wanita itu?""Kau ini, jangan banyak tanya! Ceritanya lain kali saja. Sekarang yang paling penting selamatkan Anisa!" Safak berkata dengan tidak sabar. Widia terkekeh, "He he, iya iya... Ya sudah, ayo ikut aku!" Widia lalu membawa Safak ke ruang donor darah di dekat sana. Setelah melakukan prosedur pemeriksaan kesehatan singkat, Safak diminta naik ke tempat tidur yang tersedia untuk melakukan pendonoran darah."Aku a

    Last Updated : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 4

    Para perawat di sana segera mengikuti intruksi Widia. Bergegas mempersiapkan segala sesuatu untuk melakukan operasi kecil. Namun saat operasi akan dilakukan, bayi itu sudah tidak mengejang lagi. Lebih tepatnya dia sudah tidak bergerak, detak jantungnya hilang dan tidak bernafas. "Innalillahi..." Seorang perawat menatap Widia, "Dok?"Widia menghela nafas, "Mau bagaimana lagi? Kita sudah berusaha untuk menyelamatkannya, tapi takdir berkata lain." Dia lalu mendekat dan mengelus kepala bayi yang sudah tak bernyawa itu, "Kasihan sekali kamu, Nak. Tapi takdirmu hanya sampai di sini saja."Widia menatap salah satu perawat dan memerintahkan, "Beri tau Ayah bayi ini pelan-pelan! Sepertinya dia sangat berharap pada anak ini. Aku cuma khawatir, kalau dia tidak akan mampu menerima kenyataan."Perawat mengangguk, "Baik, Dok. Saya akan coba bicara perlahan."Perawat itu lalu keluar dari ruangan dan langsung berhadapan dengan Tegar. "Sus, bagaimana anakku? Dia baik-baik saja kan?" tanya Tegar. B

    Last Updated : 2025-02-12
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 5

    Dua penjaga keamanan itu lalu menarik Minah ke belakang. Tegar dengan sigap menangkap ibunya agar tidak terjatuh. Sementara itu, Anisa langsung terbatuk-batuk setelah terlepas dari cekikan Minah. "Ibu, berhati-hatilah dalam bertindak! Jaga sikap Ibu! Ini rumah sakit dan dilarang membuat keributan di sini. Satu lagi, perilaku Ibu barusan bisa membahayakan nyawa pasien dan Ibu bisa dipidanakan!" ujar penjaga keamanan pada Minah. Minah melotot pada penjaga keamanan, "Kau bilang aku bisa dipidanakan? Lalu bagaimana dengan dia? Apakah dia bisa dipidanakan juga? Dia telah membunuh cucuku! Aku ingin dia mendapat hukuman!""Maaf Ibu, kami tidak tau apa yang telah terjadi. Tapi apapun alasannya, Anda tetap tidak boleh membuat keributan di sini. Itu bisa mengganggu ketenangan pasien yang lain. Dan meskipun yang Anda katakan itu benar, Anda juga tidak boleh main hakim sendiri. Negara kita merupakan negara hukum, jadi Anda tidak boleh menentukan hukum Anda sendiri," jelas salah satu penjaga ke

    Last Updated : 2025-02-13
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 6

    Perawat di sana juga terkejut melihatnya, "Astaga Ibu... Sepertinya ini air ASI. Dan ini banyak banget...""Air ASI? ASI ku keluar? Tapi..." Anisa terdiam saat mengingat bayinya sudah tiada. Dia menangis dan melanjutkan, "Seandainya saja kamu selamat, Nak. Kamu pasti kenyang setiap hari. Lihatlah... Air ASI Ibu, banyak banget... dan Ibu yakin, itu lebih dari cukup untuk kamu minum setiap saat."Anisa lalu menatap perawat dan bertanya, "Sus, apakah ASI saya akan keluar terus, meskipun tidak ada bayi lagi yang meminumnya?"Perawat itu menjawab, "Ya Ibu, biasanya ASI akan tetap keluar setelah persalinan meskipun tidak ada bayi yang meminumnya. Jika dada Ibu terasa sakit karena ASI yang terus diproduksi, Ibu bisa menggunakan metode penekanan untuk mengambil ASI. Dan jika Ibu berkenan, rumah sakit kami juga menerima donor ASI."Anisa mengangguk pelan, "Mungkin aku akan mencoba metode penekanan itu. Dan te

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 7

    Semua orang terdiam mendengar perkataan Tegar. Namun secara tiba-tiba, salah satu dari ibu-ibu di sana dengan sinis berkata, "Hey Tegar. Anisa istrimu? Lalu apakah kau pernah memperlakukan dia sebagai istri? Kami semua yang ada di sini tau, kau memperlakukan Anisa tidak lebih dari seperti seorang pembantu. Pembantu lebih baik, karena dia akan mendapatkan gaji. Namun Anisa, bukan hanya tidak pernah kau berikan dia uang, tapi juga kau siksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat setiap hari! Apakah itu yang disebut istri?"Meskipun memang salah, namun Tegar tetap berdalih, "Lah, bukankah memang sudah tugasnya istri untuk melayani suami dan keluarganya? Dia melakukan pekerjaan berat juga bukan karena paksaan dari kami. Dia melakukannya dengan sukarela, kami tidak pernah memaksanya."Mendengar yang dikatakan Tegar, ibu-ibu tadi terkekeh, "Ha ha ha... Tegar... Oh Tegar... Kau pikir kami semua yang ada di sini tidak tau? Tidak dipaksa kau bilang? Dengan

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 8

    Tanpa menatap Minah, Tegar menjawab, "Aku memang mengusir mereka."Minah yang terkejut mengangkat kedua alisnya, lalu menatap Tegar tak percaya, "Apa katamu? Kau mengusir mereka?"Tegar menghela nafas dan berkata, "Ibu, aku mengusir mereka, karena mereka memang tidak pantas berada di sini. Apa Ibu tau? Mereka datang hanya untuk menggosipkan keluarga kita, menyalahkan kita atas apa yang terjadi pada Anisa. Bagaimana aku tidak kesal mendengar orang-orang itu yang terus menyalahkan keluarga kita? Padahal Ibu sendiri tau kan? Kejadian ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kita. Anisa sendiri yang begitu bodoh dan tidak bisa berhati-hati, hingga mengakibatkan dirinya sendiri mengalami kecelakaan. Tapi mereka terus menggosipkan kita, menyalahkan kita, seolah kitalah yang paling bersalah atas kejadian itu."Minah kembali terkejut begitu mendengar jawaban Tegar. Dia lalu bertanya untuk memastikan, "Benarkah yang kau katak

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 9

    Anisa menghela nafas panjang untuk mennenangkan diri. Setelah merasa tenang, dia membuka matanya dan menatap Widia, "Tidak ada apa-apa dok, saya hanya ingin keluar untuk menghirup udara segar, namun tiba-tiba malah merasa pusing. Eh iya dok, bisakah saya minta tolong untuk dibelikan dulu alat penekan ASI? Dada saya sakit dok, sepertinya ASI yang diproduksi terlalu banyak. Tadi suster bilang, rumah sakit ini juga menerima donor ASI. Jadinya, ASI saya tidak akan sia-sia kalau begitu."Widia mengangguk "Baiklah, saya akan ambilkan alat penekan ASI untuk Ibu. Rumah sakit ini memang menerima donor ASI, tentu saja ASI Ibu tidak akan sia-sia. Oh iya, kalau mau keluar untuk menghirup udara segar, nanti saya ambilkan kursi roda. Saya juga yang akan menemani Ibu keluar, tidak perlu kuatir soal itu."Widia belum berani menawarkan pada Anisa tentang menjadi Ibu susu untuk Jihan. Karena dia khawatir, Anisa akan menolaknya secara langsung jika dia tahu Ji

    Last Updated : 2025-04-03
  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 10

    Melihat tatapan dingin Safak dan mendengar nada suaranya, mau tidak mau Hermawan menelan saliva nya. "Ahh, tidak Tuan... tidak ada apa-apa. Hanya saja, tadi bukankah Nona Widia...""Aku tau apa yang kulakukan. Dan sebaiknya kau jangan banyak bicara!" potong Safak dengan dingin.Hermawan hanya bisa mengangguk, "Mengerti, Tuan."Safak berbalik dan kembali berjalan menuju ke arah tempat Widia pergi. Sementara Hermawan hanya bisa mengikutinya dari belakang, dan tanpa banyak bicara lagi. Kecuali saat Safak yang mengajaknya bicara.Saat keduanya tiba di depan bangsal tempat Anisa dirawat, barulah mereka berhenti. Safak hanya mengintip dari sebagian kaca yang ada di pintu bangsal.Dia yang biasanya dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba tersenyum saat melihat Anisa telah menggendong Jihan.'Semoga saja, Jihan cocok dengan ASI kamu, Nisa,' batin Safak.

    Last Updated : 2025-04-04

Latest chapter

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 58

    Minah menjawab, "Sudah sebulan yang lalu. Ya, aku lupa mau memberitahu kamu. Kamunya juga sangat sibuk, jadi mana sempat aku bicara ke kamu. Lagian, aku tidak pernah berpikir semuanya akan jadi seperti ini. Aku tidak pernah berpikir kalau wanita itu akan seberani itu menuntut harta gono-gini padamu. Aku juga tidak mengira, kalau wanita itu akan bisa membayar seseorang pengacara besar seperti Pak Erickson. Melihat kondisinya, untuk membayar pengacara biasa saja sepertinya mustahil. Tapi bagaimana bisa dia tiba-tiba punya uang untuk membayar pengacara besar seperti Pak Erickson?"Hana yang dari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara, "Eh Kak Tegar, benarkah yang Kakak katakan? Si jalang itu membayar Pak Erickson sebesar 30 miliar hanya untuk menyelesaikan kasus perceraian ini? Lalu apa Kak Tegar percaya begitu saja?"Tegar menatap Hana, "Apa maksudmu?"Hana menghela nafas dan mulai menjelaskan, "Ya, secara... Seperti yang Ibu bilang barusan. Kita semua di sini tau kon

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 57

    Anisa dan Safak mengangkat kepalanya bersamaan dan menatap Dilla. "Ya, ada apa?" tanya Anisa."Barusan Nona Widia sudah mengirim pesan, beliau menunggu saya di luar, jadi saya mau pamit pulang dulu sama Jihan," ujar Dilla.Anisa cukup terkejut mendengar yang dikatakan Dilla, "Apa? Widia sudah di luar?" Dia berdiri, "Di mana dia sekarang? Aku mau ketemu dia sebentar."Sementara itu, Safak hanya berpikir, 'Ohh, jadi anak itu sudah di luar? Ha ha... Dasar, tau juga kalau Kakaknya lagi pengen berduaan, jadi dia gak datang buat ganggu!'"Em, Nona Widia bilang, beliau tidak mau mengganggu pekerjaan anda, makanya beliau tidak masuk. Beliau juga meminta pada saya untuk menyampaikan pesan," jelas Dilla."Pesan? Pesan apa itu?" tanya Anisa."Beliau berpesan agar anda tetap melanjutkan pekerjaan Anda saja. Nona Widia tidak mau mengganggu pekerjaan Anda

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 56

    Dengan perlahan, Anisa menatap Safak, matanya penuh dengan keraguan. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk mengambil sepotong makanan dan mencicipinya. Rasa makanan yang lezat langsung menyapa lidahnya, membuat Anisa tidak bisa mengangkat kedua alisnya, "Ini... Ini... Ini enak sekali! Bagaimana ada makanan seenak ini?"Safak merasa sangat puas dengan reaksi Anisa, dan dia tersenyum. "Lihat kan? Sudah kubilang, makanan ini sangar enak. Aku tidak mungkin ajak kamu makan di tempat yang asal. Aku pasti mencarikan yang terbaik buatmu."Menghembuskan nafasnya, Anisa membalas, "Hemm, mulai... mulai... dengar ya Safak, aku memaafkanmu hanya demi teman-temanku. Karena sebenarnya aku belum benar-benar memaafkan kamu. Jadi, jangan gombal-gombal gitu. Gak bakal ngaruh buat aku."Safak tersenyum kecut, "Iya deh iya. Terserah kamu, mau itu demi teman kamu atau demi siapapun. Yang penting sekarang, kita makan dulu. Kamu harus mengisi k

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 55

    Anisa terdiam sejenak, matanya menatap Safak dengan penuh pertimbangan. Akhirnya, setelah beberapa saat berpikir, dia tersenyum kecut dan menghela nafas panjang. "Baiklah, aku maafkan kamu, Safak. Kita bisa makan siang bersama."Safak tersenyum lega, "Terimakasih, Nisa. Ayo, mari kita makan bersama-sama."Semua orang bersorak, "Yeay!"Safak lalu memberikan kode lewat kepalanya pada para pelayan, untuk meletakkan satu persatu makanan di tangan mereka ke meja kargembira. Dan para pelayan segera melakukan seperti yang diperintahkan. Dan mereka juga segera pergi begitu makanan sudah diletakkan di meja."Kita akan menikmati makanan yang seumur hidup tidak mungkin bisa kita nikmati!" ucap salah satu staff bernada sangat gembira.Staff lain menyahut, "Kita harus berterimakasih pada Anisa. Bagaimanapun ini berkat dia. Jika dia tidak mengenal Pak Safak dengan baik, huh kita ti

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 54

    Orang itu menjawab, "Ya, siapa tau kan? Siapa tau...""Cukup! Tidak ada siapa tau siapa tau. Lebih baik kau diam, jika masih ingin bertahan bekerja di sini!" potong rekan kerjanya yang sebelumnya sambil melotot.Sementara itu, Safak dan semua orang yang dibawanya masih dengan sabar menunggu Anisa di luar ruangan tempat Anisa, Dilla, dan Jihan berada. Cukup lama untuk orang-orang itu menunggu, sebelum akhirnya Anisa keluar sendirian dari sana. Dan dia benar-benar terkejut saat melihat deretan pelayan yang membawa makanan di tangan mereka."Apa ini? Mereka... Mereka benar-benar mengantar semua makanannya?" tanya Anisa, sebelum menatap Safak.Safak tersenyum, "Tentu saja, mereka harus mengantarnya. Jika tidak, kita tidak akan bisa menikmati makan siang bersama yang sempat tertunda tadi.""Haaaa? Lupakan itu, aku tidak mau makan siang berdua denganmu lagi. Aku masih

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 53

    Rianti langsung mengangguk, "Baik Pak, saya paham. Saya akan mencoba yang terbaik untuk menyembunyikan identitas Anda." Setelah mengatakan itu, dia teringat sesuatu dan menambahkan, "Oh iya, lalu bagaimana dengan karyawan yang lain? Semua orang di sini sudah mengenal Anda, dan mengetahui kalau Anda adalah pemilik perusahaan. Bagaimana jika Nona Anisa sampai tau tentang identitas Anda dari mereka?""Nah, itu yang akan menjadi pekerjaanmu," ujar Safak.Rianti yang belum paham berkata, "Menjadi pekerjaan saya? Maksud Anda bagaimana ya? Saya tidak mengerti."Safak menghela nafa san berkata, "Kau ini, sudah menjadi Manager Operasional, tapi tidak paham juga masalah semudah ini. Ya kaulah yang akan memberitahu semua karyawan di sini, tentang mereka semua yang tidak boleh membocorkan identitasku pada Anisa. Aku beri tau kau, Anisa hanya tau, aku adalah orang kepercayaan Presiden. Jadi beri tau semua orang, kalau mulai sek

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 52

    Meskipun masih tidak yakin, namun Anisa hanya berkata, "Jadi begitu? Ya sudah." Anisa yang teringat sesuatu langsung menambahkan, "Eh sebentar, Bu Rianti sebenarnya baru saja saya ingin menemui Ibu di kantor, karena ada yang ingin saya bicarakan dengan Ibu. Tapi karena kita sudah ketemu di sini, bisakah kita bicara di sini saja?"Melihat ke arah Safak sebentar, Rianti tersenyum dan menjawab, "Bisa, apa yang ingin kamu bicarakan?""Sebenarnya begini, Bu Rianti. Barusan anak saya rewel dan menangis terus, mungkin karena saya telat menyusuinya. Jadi saya mau minta ijin untuk beberapa saat menenangkan anak saya sambil menyusuinya. Bolehkan, Bu?" jelas Anisa.Sebenarnya, hal seperti ini belum pernah dilakukan perusahaan sebelumnya. Namun yang meminta ijin adalah Anisa, yang saat ini telah disadari Rianti kalau wanita ini ternyata punya hubungan dekat dengan pemilik perusahaan, jadi bagaimana mungkin dia tidak memberikan

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 51

    Mendapatkan perintah dari pemimpinnya, semua pelayan itu langsung bergerak dan bergegas untuk mengantarkan hidangan khas Prancis ke perusahaan Tifana Group. Dengan langkah cepat, mereka segera bergegas menuju kendaraan untuk mengantar makanan tersebut.Sementara itu, Safak dan Anisa sudah sampai di depan perusahaan Tifana Group. Keduanya segera keluar dari mobil, begitu melihat Dilla ada di sana dan sedang mencoba menenangkan Jihan."Nyonya, akhirnya Anda kembali. Jihan rewel terus, sepertinya dia sudah laper," ujar Dilla."Aku mengerti, berikan padaku!" Anisa langsung mengambil Jihan dari tangan Dilla.Setelah Jihan ada di tangannya, Anisa juga langsung bersiap untuk menyusuinya. Hanya saja dihentikan oleh Safak, "Nisa, tunggu! Ayo kita ke atas, kita cari tempat tertutup untuk kalian. Lagian di sini kurang nyaman untuk menyusui bayi."Menghembuskan nafasnya, da

  • ASI Untuk Bayi Miliuner   Bab 50

    Safak pun terkekeh sebelum mencoba membujuk Anisa, "Hei, ayolah. Bukankah aku sudah minta maaf? Jangan ngambek gini ah. Mending kamu duduk dulu, lalu pesan makanan yang paling kamu suka."Safak kemudian memegang kedua bahu Anisa dari belakang. Dan dengan sedikit paksaan, dia mendudukkannya di kursi. Meskipun masih cuek dan cemberut, namun Anisa juga tidak menolak saat Safak melakukan itu."Ayo, kamu mau makan apa?" tanya Safak sambil menyerahkan menu pada Anisa.Tidak menjawab, Anisa kembali memalingkan wajahnya ke arah lain.Safak yang melihatnya kembali terkekeh sebelum menghela nafas lalu berkata, "Baiklah, jika kamu tidak mau pesan sendiri. Biar aku saja yang pesan buat kamu." Safak menoleh ke arah resepsionis wanita, yang sedari tadi masih berdiri di sana, "Eh kamu, aku mau pesan semua hidangan khas yang ada di restoran ini. Pokoknya sajikan dengan cara yang paling spesia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status