Share

ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH
ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH
Author: GANDARA

LAHIR BAKAL WADAH

Author: GANDARA
last update Last Updated: 2021-08-07 11:04:58

Di tengah pedesaan di sebuah negeri yang jauh dari kata damai, terlihat sepasang suami istri berkehidupan serba kekurangan.

Setiap hari mereka hanya menggantungkan hidup dari hasil pertanian seadanya. Itu pun milik seorang hartawan penguasa negeri tersebut.

Sebut saja dia Kumbang Lana, hartawan sombong yang selalu bersikap semena-mena terhadap orang yang tidak punya. Siapa pun tidak berani melawannya.

Selain kaya raya, dia juga memiliki kemampuan bela diri yang cukup tinggi. Beberapa bandit pernah mencoba merampok harta miliknya. Tetapi mereka gagal setelah mendapatkan perlawanan darinya.

Dengan demikian orang-orang desa hanya bisa mematuhi perkataannya. Kalau tidak nyawa mereka bisa terancam karenanya.

Di tengah kesengsaraan yang melanda, Kumbang Lana seolah menjadi dewa. Berkuasa atas segala hak juga kebebasan orang desa. Setiap hari warga desa harus mengurus pertanian miliknya.

Tidak terkecuali Gendis dan suaminya Wira. Ketidak -berdayaan membuat mereka terpaksa pergi pagi pulang sore dengan gaji yang jauh dari kata memuaskan.

Tidak jarang Wira merasa kasihan pada istrinya yang tengah mengandung anak pertama mereka.

"Dis, Akang minta maaf sama kamu, karena Akang belum bisa membuat kamu bahagia," ucap Wira seraya memegang tangan istrinya.

Beruntung Wira memiliki istri yang baik dan tidak pernah meminta sesuatu di luar kemampuan suaminya.

Dia hanya tersenyum kecil dan membalas ucapan Wira, "Akang bicara apa? Sejak satu tahun kita menikah, Gendis tidak pernah merasa sedih karena Akang selalu bersama Gendis."

Mata Gendis terlihat penuh genangan air mata, dengan jelas Wira memahami apa yang sebenarnya Gendis katakan.

"Sebentar lagi anak pertama kita lahir, jadi kita harus rajin bekerja supaya bisa menabung untuk persalinan," lanjut Gendis.

Wira kembali berdiri dengan rasa syukur yang amat dalam, karena dia memiliki istri yang begitu sabar.

Namun di hati kecilnya tetap saja Wira merasa kalau dirinya belum mampu menjadi suami yang terbaik.

"Geledah semua rumah! Pastikan tidak ada yang lolos!" Nada perintah yang keras memecah pembicaraan keduanya.

Dengan cepat Wira membuka tirai penghalang jendela, di sanalah dia melihat beberapa bawahan Kumbang Lana beserta wanita-wanita hamil yang terikat satu sama lain.

"Gendis, sebaiknya kau segera pergi ke tengah hutan. Cepat! Tidak ada waktu lagi."

Tanpa bertanya panjang lebar Gendis segera menyiapkan beberapa pakaian. Lalu diikat pada satu kain yang sudah dia siapkan.

"Cepat, Gendis, mereka semakin dekat!"

Gendis yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, hanya bisa berlari tanpa pikir panjang menuju tengah hutan.

Dalam hati dia terus mendoakan keselamatan suaminya, agar bisa kembali hidup bersama meski di tengah hutan belantara.

"Kakang, aku harap kau segera menyusul kami," desah Gendis, sebentar melihat ke belakang seraya mengusap perutnya yang membuncit.

Tidak ada waktu lagi bagi Gendis untuk berlama-lama di sana. Jabang bayi yang berada dalam perutnya harus tetap dia jaga.

Sungguh menyedihkan dua pasangan suami istri tersebut. Penderitaan mereka harus bertambah karena ulah ajudan Kumbang Lana.

Entah apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada yang tahu mengapa setiap rumah harus di geledah dengan sangat membabi buta.

Tidak kalah mencengangkan dari itu, wanita yang tengah mengandung harus rela mengikuti mereka secara paksa.

"Buka!" teriak salah satu ajudan Kumbang Lana.

Tanpa kesabaran ajudan tersebut mendobrak pintu rumah Wira yang sederhana.

"Apa kau tulis?" sergahnya, merasa Wira tidak menghiraukan seruan mereka.

"Maaf, Tuan, tadi saya sedang di belakang," jelas Wira beralasan.

Sama seperti yang terjadi pada rumah lainnya, kediaman Wira pun menjadi sasaran penggeledahan mereka.

Ketidak-puasan para ajudan semakin membuat rumah Wira hancur berantakan.

"Di mana isterimu?" tanya ajudan lain bertubuh kekar dengan dagu berjenggot tebal.

"Aku tanya, di mana isterimu?"

Sandiwara Wira membuat ajudan tersebut bertanya berulang kali.

"O ...h, perintah tuan Kumbang Lana ya?" jawab Wira seolah pendengarannya bermasalah.

"Dasar sampah!" umpat ajudan berjenggot merasa kesal dengan jawaban Wira yang tidak nyambung.

"Maaf, Tuan, nasinya sudah habis."

Brak!

Wira tersungkur akibat tendangan pria berjenggot yang sudah mulai kehilangan kesabaran.

"Siapa bilang aku mau makan? Makan tuh tendangan!" gerutunya seraya melihat Wira tersungkur kesakitan.

"Sialan," gumam Wira dalam hati.

Andai saja Wira memiliki kemampuan untuk melawan mereka, sudah pasti akan langsung dia lawan.

Namun yang terpenting kali ini, dia harus bisa mengulur waktu sebanyak mungkin.

Bagaimana pun keselamatan istri juga anak yang masih di dalam kandungan harus dia utamakan.

Kasihnya pada Gendis dapat mendorong Wira untuk bertahan dalam penderitaan lebih lama lagi.

Setelah beberapa kali terkena pukulan juga tendangan, tubuh Wira semakin lemas tidak berdaya.

Naas memang, nyawa Wira telah lepas meninggalkan jasadnya karena dianggap menyembunyikan apa yang sedang mereka cari.

"Mampus kau, sialan!" umpat laki-laki herjenggot, merasa puas atas perbuatannya.

Bersamaan dengan hal tersebut Gendis tidak sadarkan diri akibat terjatuh di kaki Bukit Sempoa.

Padahal tinggal menyisakan beberapa langkah lagi hingga dirinya mencapai mulut goa yang menjadi tujuan.

Namun sepertinya jagat dewa batara sudah membentangkan garis takdir untuk keluarga kecil tersebut.

Suara petir membelah suasana terang di tengah teriknya sinar matahari. Menandakan suatu keajaiban akan segera terjadi.

Angin bertiup dengan dinginnya seolah-olah berbagi kabar pada setiap pelosok negeri.

Ea ...ea ....

Terdengar suara bayi laki-laki menghempasakan semua fenomena alam yang sedang terjadi.

Matahari yang semula hilang tertutup mendungnya awan, kini mulai tampak lagi.

Seketika itu Gendis sadar dari pingsan yang telah dia alami.

Dengan air mata berlinang dia mencoba untuk menggapai putranya yang terlahir pada usia kandungan 7 bulan.

"Ma-maafkan aku, sayang. Maafkan aku," lirih Gendis dengan terbata, merasa sudah tidak memiliki tenaga lagi.

Napasnya semakin sesak bersamaan dengan penglihatannya yang semakin gelap.

Ingin rasanya Gendis meraih dan memangku putra pertamanya dengan Wira.

Namun apa daya tubuhnya tidak sejalan dengan apa yang dia pikirkan, sampai akhirnya Gendis menghembuskan napas terakhir tepat di hari kelahiran anaknya.

Anak laki-laki malang tersebut kembali menangis seperti mengetahui bahwa dirinya kini hidup seorang diri.

Entah apa yang akan terjadi dengan bayi yang baru lahir di tengah hutan belantara.

Tubuh yang masih berselimut dengan darah, akan tercium hewan-hewan pemangsa di hutan tersebut.

Lahirnya memang penuh misteri, bahkan fenomena alam sendiri yang menjadi saksi.

Mungkinkah dia mendapat perlindungan dewa batara, atau anak tersebut akan menjadi makanan bagi para hewan pemangsa.

Sungguh kejadian yang begitu memilukan, anak tidak berdosa harus menderita sejak kelahirannya.

Jangankan mendapat kasih sayang orang tua, dipangku saja dia tidak akan pernah merasakannya.

Andai Kumbang Lana tidak melakukan hal demikian, sudah pasti hidup mereka bisa lebih bahagia.

Apa yang telah Kumbang Lana lakukan kini menyisakan banyak penderitaan. Termasuk matinya kedua orang tua anak tersebut.

Related chapters

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   Arya Wiguna

    Beberapa tahun kemudian, tampak terjadi banyak kekacauan di hampir seluruh pelosok negeri.Kemarau panjang yang terjadi, membuat rasa kemanusiaan hilang karena sulitnya keadaan.Tidak terkecuali Desa Mandalika, pelosok negeri yang paling jauh dari kata sejahtera.Para penguasa selalu bersikap egois tanpa memikirkan penderitaan rakyat kecil di sekitarnya.Katakanlah keserakahan atas hak orang lemah kerap kali disengaja semata demi memperkaya diri sendiri."Ambil semuanya!"Terdengar jelas seruan kejam yang dilakukan para bawahan penguasa untuk mengambil hasil pertanian."Kami mohon, jangan lakukan itu," rintih seorang wanita paruh baya sambil memegang kaki salah satu pesuruh penguasa Desa Mandalika.Namun pria itu malah tertawa puas mendengar rintihan yang perempuan tersebut lakukan."Pergi sana!" tendang pria itu dengan kejamnya.Akibatnya perempuan tadi harus tersungkur dan menderita luka-luka karena hal tersebut

    Last Updated : 2021-08-07
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   SOSOK WANGUN GENTA PATI

    Mungkin kebanyakan orang lain akan menyimpan uang pada kain kecil yang dapat dikerutkan tersebut.Akan tetapi berbeda dengan Arya Wiguna. ke mana pun dia pergi sudah pasti membawa daun sirih atau bahan obat lainnya.Selain kemampuan bertarungnya yang cukup hebat, Arya Wiguna juga mengetahui tanaman-tanaman yang bisa dijadikan obat.Untuk itu dia selalu membawa beberapa dedaunan, semata berjaga kalau-kalau bertemu dengan warga yang terluka."Kau kira kami kambing!" gerutu pria berambut gimbal itu merasa dirinya telah dilecehkan.Dengan penuh rasa kesal, pria itu menyuruh beberapa temannya untuk segera menangkap Arya Wiguna."tunggu, Paman, kembalikan dulu itu," Arya Wiguna dengan konyolnya meminta kantung kecil berisi daun sirih yang diberikan tadi."Kalau tidak, kau tahu akibatnya," ancam Arya.Wajah Arya Wiguna berubah serius seketika.Belum pun melakukan penyerangan, mereka yang berencana meminta upeti berpikir d

    Last Updated : 2021-08-09
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   ARYA TERTANGKAP

    Tidak lama kemudian muncullah pada air yang jernih wajah berbeda selain dirinya.Benar, wajah itu tidak lain adalah rupa kakek yang muncul dalam mimpi Arya.Karena ini merupakan hal yang terjadi pertama kali, Arya terperanjat kaget sampai jatuh ke belakang."Apa aku sedang berhalusinasi?" gumamnya dalam hati.Sejak dia mengalami pertemuan dengan lelaki tua dalam mimpi, Arya merasa banyak terjadi keanehan.Salah satunya adalah selalu mendengar suara yang bahkan wujudnya tidak ada.Ditambah lagi, sekarang Arya melihat wajah lain yang terdapat pada dirinya."Dasar bocah!"Suara aneh itu muncul kembali, memecah lamunan Arya tentang serangkaian keanehan yang dia alami."Siapapun kau, pergilah!" gertak Arya merasa terganggu dengan kedatangan suara tersebut."HAHAHAHAHA."Bukannya pergi, suara tersebut malah mengejek Arya dengan menertawakannya."Baiklah apa yang kau inginkan?" Arya memberanikan diri

    Last Updated : 2021-08-26
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   PERTARUNGAN FUA MARGA

    Benar saja meskipun tangan sudah lepas dari ikatan, Arya tetap berlagak layaknya terikat.Hal itu dia lakukan semata demi mengikuti permainan para penjahat yang tengah berhasil menangkapnya."Dengarkan aku anak muda, kau harus bersikap baik," ujar Gandola seraya memegang dagu Arya."Tenang saja ketua, kami bisa mengurusnya kalau dia bertindak macam-macam," timpal Acarya Kuda Sena juga salah satu kepercayaan Gandola.Sembari menjauhkan tangan dari dagu Arya, Gandola berbisik licik tepat di telinga Acarya Kuda Sena."Bila perlu habisi saja," bisiknya.Tiba-tiba langkah mereka terhenti mendapati sergahan seseorang yang entah datang dari arah mana."Gandola Daksa Burma!""Siapa kau? Keluarlah bajingan!" gertak Gandola merasa kesal nama lengkapnya kini terungkap.Selama ini para pengikutnya tidak pernah sampai tahu nama lengkap pimpinannya.Hal itu sengaja Gandola sembunyikan demi ambisinya berkuasa atas da

    Last Updated : 2021-09-04
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   KEKALAHAN GANDOLA

    Konon beberapa tahun silam kedua Marga tersebut merupakan kepercayaan saudagar terkaya pada masanya.Namun karena sama-sama ingin mendapat kepercayaan lebih, keduanya kerap bersaing sedemikian rupa.Sampai pada akhirnya, kedua Marga tersebut bermusuhan. Karena salah satunya menuding yang lain melakukan penghianatan."Apa kau ingat? Bagaimana leluhur kalian mengkhianati kami?" ujar Abiyaksa Putra Garda."Leluhur kalian sendiri yang tidak mau menerima penjelasan kami," timpal Gandola Daksa Burma."Bukankah sudah jelas, kalian mengkhianati perjanjian demi kepentingan pribadi?""Rasanya percuma saja berbicara dengan orang sepertimu," tukas Gandola Daksa Burma.Entah sepenting apa isi perjanjian yang sudah leluhur mereka sepakati, hingga penghianatannya tidak dapat di ampuni."Oh jadi sepeti itu," terka Arya."Jangan sok tahu anak muda!" sergah Acarya Kuda sena yang kebetulan mendengarnya."Maaf Paman, tapi apa t

    Last Updated : 2021-09-15
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   KEKACAUAN PASAR

    Perjalan menuju tempat perdagangan memang cukup jauh, akan tetapi demi uang mereka rela menempuhnya.Apalagi mereka memiliki Arya, yang bisa menghasilkan kepingan koin berlipat ganda.Bagaimana tidak, wajah Arya yang tampan jelas akan banyak diminati oleh para saudagar besar.Bukan hanya itu, bahkan mungkin saja Arya di tebus ratusan keping emas oleh para petinggi kerajaan."Apa tempatnya masih jauh?" Abiyaksa sudah tidak sabar lagi."Sebentar lagi kita sampai Tuan," balas Acarya.Sementara Arya yang masih menjadi tawanan mereka, memikirkan sebuah rencana.Namun dia berpikir, waktunya akan sangat cocok kalau melarikan diri di tengah-tengah pasar.Dengan begitu, para berandal akan kesulitan mengejarnya karena terlalu banyak orang."Tunggulah pembalasanku!" gumam Arya dalam hati yang sebenarnya sudah ingin meloloskan diri saat itu juga.Akan tetapi Arya sadar, kalau kemampuannya belum cukup untuk melawan berandal se

    Last Updated : 2021-10-04
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   SEMBUNYI

    Namun sepertinya baik Acarya maupun Abiyaksa, masih belum sebanding dengan Suro Barong. Hal ini jelas terlihat dari betapa lelah keduanya, berbanding terbalik dengan keadaan Suro Barong yang tampak biasa saja. "Sudah ku bilang, pendekar rendahan seperti kalian, tidak akan mampu mengalahkan bahkan sekedar menyentuhku." Ungkapan Suro Barong itu, membuat keduanya semakin merasa terhina. Tanpa memikirkan lagi rasa lelah, keduanya kembali mengerahkan sisa-sisa tenaga untuk menghadapi Suro Barong. Akan tetapi seberapa keras pun mereka mencoba, Suro Barong masih berdiri tegak dengan kesombongannya. Bersamaan dengan hal itu, Arya terus berlari menghindari kejaran beberapa anak buah Abiyaksa. Sampai memaksa Arya memasuki salah satu kediaman warga, tanpa izin terlebih dahulu. "Siapa kamu?" sergah seorang perempuan sambil memegang erat tubuh anaknya. Perempuan tersebut ialah salah satu warga, yang sudah kehilangan su

    Last Updated : 2021-11-02
  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   MUSUH TIDAK TERLIHAT

    Semua anak buah Abiyaksa yang sudah kehilangan jejak, lekas kembali untuk memberitahukan hal demikian.Akan tetapi satupun diantara mereka tidak menyangka, kalau Abiyaksa juga Acarya sudah tergeletak tiada bernyawa.Karena tahu pelakunya tidak lain adalah Suro Barong, mereka berniat untuk menuntut balas."Ketua saja bisa dikalahkan dengan mudah, apalagi kita pengikutnya," celetuk Nayan salah satu anak buah Abiyaksa.Pendapatnya tersebut tidak dapat disalahkan, karena fakta jelas terlihat di hadapan mereka sendiri."Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Gentong masih bersikeras untuk menuntut balas."Tenang saja, aku punya rencana yang bagus," timpal Nayan dengan senyuman licik.Usut punya usut, Nayan berencana memberitahukan perbuatan Suro Barong terhadap Balung Wesi.Memang saat ini Suro Barong merupakan pendekar yang sengaja dibayar oleh Balung Wesi, dengan berbagai syarat dan perjanjian di atasnya.Kebetulan salah

    Last Updated : 2021-11-02

Latest chapter

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   AKHIR PERTARUNGAN

    Lantas dengan segera Arya kembali ketempat dimana Ruyung berada, yang kebetulan di sana tengah terjadi pertarungan antara si kakek dengan pendekar pengguna jurus siluman harimau. "Ruyung! Apa kau baik-baik saja?" Tanya Arya sembari berjongkok melihat luka Ruyung. "Aku hanya terluka sayat saja," balas Ruyung. Setelah dengan benar memastikan luka Ruyung, Arya berniat langsung membantu si kakek untuk segera mengalahkan pendekar pengguna jurus siluman harimau. Akan tetapi si kakek tidak mengizinkannya, karena si kakek tahu kondisi Arya juga sudah kelelahan dan hampir mencapai batasnya. Untuk itu si kakek menyarankan Arya, supaya segera mengoleskan ramuan obat terhadap luka Ruyung. Hal itu si kakek lakukan semata untuk berjaga, kalau kalau musuh yang berhasil melukai Ruyung menggunakan racun. Tanpa bertanya apa alasan si kakek, Arya mengikuti apa yang di katakan demi keselamatan Ruyung kala itu. Terlebih Arya tidak ingin kehilangan rekan untuk kedua kalinya, karena bagi dia kehilan

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   LUKA RUYUNG

    Sejak lama Arya memang sudah terkenal gigih dalam berlatih, sehingga tampa energi Wngun Genta Pati saja dirinya tetap mampu bertarung dengan baik. Akan tetapi saat ini kemampuan Arya lebih hebat, karena memiliki energi petapa sakti itu dalam dirinya. Hanya saja, sering kali Arya harus kehilangan kesadaran, mengingat energi itu lebih kuat daripada kemampuan Arya itu sendiri. Beruntung belum lama Arya bertemu dengan si kakek, yang sedikit demi sedikit melatih Arya untuk dapat mengontrol energi kuat milik petapa tersebut. Tidak heran lawannya kali ini sampai memuji kemampuan bertarung Arya, karena bagaimanapun Arya sudah berhasil bertahan cukup lama. "Kalau begitu aku akan mulai serius menghadapi mu, anak muda!" Ujar lelaki yang kini berhadapan dengan Arya. Bersamaan dengan pertarungan tersebut, Ruyung rupanya mengalami kesulitan dalam menghadapi lawannya kali ini. Alhasil paha kanan terluka akibat sabetan parang musuh, hingga mengeluarkan banyak darah. Jangankan untuk bergerak c

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   PERTARUNGAN TIGA LAWAN TIGA

    Setelah Ruyung memastikan sendiri siapa sebenarnya orang yang berada di balik bilik, dia tidak menemukan siapapun."Bagaimana? Apa kau menemukan seseorang?""Tidak Guru," balasnya.Aneh memang, sejak Arya dan tiga lainnya memutuskan untuk beristirahat, mereka tidak melihat lagi tiga palang pintu perbatasan desa Sukarama.Hal ini jelas menimbulkan kecurigaan, terlebih mereka adalah musuh yang rencananya masih tidak dapat diperkirakan.Meskipun sebelumnya berkata kalau mereka menyerah, tetap saja akan lebih baik Arya tetap waspada.Untuk itu Arya sepakat dengan yang lain, untuk membagi tugas guna meminimalisir apapun yang membahayakan nanti.Kebetulan orang yang pertama kali berjaga adalah rekan Ruyung, dan berikutnya adalah Ruyung sendiri.Singkat cerita, hampir setengah dari waktu malam sudah terlewati. Sesuai kesepakatannya, kini giliran Ruyung untuk berjaga.Namun ada sat

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   BAYANGAN HITAM

    Rupanya lelaki berambut kuncir itu tidak dapat melakukan apapun, malah justru dia harus terlempar beberapa meter akibat terkena serangan Panca.Bukan hanya itu, panas energi tenaga dalam yang Panca keluarkan telah berhasil merobek baju bahkan kulit tubuh lelaki tersebut."Si-siapa sebenarnya pemuda ini, sial."Lelaki berambut kuncir mencoba bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki, tentu saja dengan menahan rasa sakit akibat sedikit sayatan pada tubuhnya.Belum juga berdiri dengan benar, Panca alias Arya sudah berada tepat di hadapannya.Kedua kalinya lelaki berambut kuncir terkejut dengan kecepatan yang Panca miliki, bahkan sedikitpun dia tidak menyadari sejak kapan Panca berdiri.Terlebih gumpalan energi berada tepat di depan muka lelaki itu, yang jelas membuat nyalinya ciut sampai mengeluarkan air kencing di celana.Dengan cepat kedua rekannya tiba lalu bersujud, demi memohon ampunan supay

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   SAMBUTAN PALANG PINTU SUKARAMA

    "Kami hanya pengelana, Tuan." Balas Ruyung beralasan.Namun tiga orang yang menangkap basah mereka, sepertinya tidak dapat menerima alasan tersebut.Bahkan jelas terlihat dari wajah ketiganya, memiliki niat untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan sebuah pertarungan.Awalnya baik Ruyung maupun yang lainnya, memilih untuk membicarakannya secara baik-baik.Akan tetapi respon ketiga orang itu, justru bertolak belakang dengan keinginan Ruyung dan lainnya."Tenang saja, kami tidak akan melakukan kekacauan. Karena tujuan kami, hanya untuk sekedar membeli beberapa bahan makanan."Ruyung kembali beralasan, dengan harapan ketiga orang itu menerima alasannya kali ini.Seperti sebelumnya, tiga orang tersebut malah terlihat semakin geram. Dan menganggap percakapan di antara mereka, hanya buang-buang waktu saja.Melihat tiga orang itu mengeluarkan pedang, tidak serta merta membuat Ruyung dan lain

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   BAHAYA BARU

    "Bajingan! Siapapun kau, aku pastikan akan mati dengan sangat menyedihkan." Ujar Adipati sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.Berulang kali Adipati tersebut nengirimkan pendekar bayaran, akan tetapi selalu tetjadi hal yang sama.Arya selalu menggagalkan setiap rencana Adipati secara sembunyi-sembunyi, guna keberadaannya tidak terlalu mencolok dan mudah ditemukan.Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat sudah hapal betul dengan siapa yang sudah membantu mereka selama ini.Bahkan secara terang-terangan mereka mengucapkan terima kasih. Karena sejak Arya berpijak di desa tersebut, keadaan para petani berangsur membaik.Hal ini berbanding terbalik dengan penghasilan Adipati, yang biasanya mendapatkan hampir 95 persen hasil pertanian masyarakat desa Marga."Kalau terus seperti ini, bisa-bisa kekayaanku terancam," gerutu Adipati semakin merasa tidak nyaman.Sementata itu, seorang k

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   MATINYA PENDEKAR BAYARAN

    Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, Tunggul Ametung mendapatkan luka sayatan pada tubuh bagian depan.Walau tidak terlalu dalam, tetap saja luka itu sungguh menjadikan Tunggul Ametung merasa terpukul.Entah berapa pendekar yang sudah dia habisi sejauh ini, dan Tunggul Ametung tidak pernah menderita luka sedikitpun."Bajingan! Kau sudah berani membuat tubuhku terluka. Ku bunuh kau Bangsat!""Salah sendiri, tidak menghindari serangan ku."Lantas keduanya kembali mengayunkan senjata mereka masing-masing, percikan cahaya kekuningan beriringan suara dua benda tajam beradu.Andai saja itu bukan Arya, mungkin sudah sejak awal dapat dikalahkan oleh Tunggul Ametung.Bagaimana tidak, kapak besarnya masih saja bisa Arya imbangi dengan pedang yang bahkan bukan miliknya sendiri.Sementara pertarungan Arya berlangsung, Ruyung juga Katimus meminta anak yang ditawan untuk segera kembali pada oran

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   MELAWAN TUNGGUL AMETUNG

    "Apa kalian orang yang sudah menganggu kedamaian desa ini?" Sergah Tunggul Ametung menyambut kedatangan tiga orang asing."Tentu saja tidak, kami hanya kebetulan lewat saja," timpal Arya dengan wajah polosnya."Memangnya apa urusan kalian di desa ini?" Selidik Tunggul Ametung merasa curiga dengan tiga orang asing tersebut."Kami hanya tidak tega melihat anak di bawah umur, kau seret dengan paksa," tandas Arya.Sedikit tersinggung dengan ungkapan itu, amarah Tunggul Ametung mulai memanas, bergejolak ingin menghabisi pemuda tersebut.Meskipun Tunggul Ametung belum mengetahui kalau memang pemuda itu yang sedang dia cari, tidak pantas membuatnya untuk berhenti.Kapak besar yang awalnya seperti pajangan punggung saja, diayunkan membelah angin hingga menimbulkan sebuah bunyi menyerupai desis.Sayangnya hal itu belum cukup untuk membuat Arya gentar, sebaliknya dia cukup percaya diri dengan kemampuan

  • ARYA WIGUNA WADAH TERPILIH   PENDEKAR BAYARAN ADIPATI

    Maka rasanya sangat pantas, kalau mereka mendapatkan perlakuan seperti apa yang di lakukan Arya.Satu demi satu para pesuruh Adipati desa Marga di cegat, lalu mereka hilang tanpa kabar berita.Sampai akhirnya Adipati bertanya-tanya, mengapa berulang kali pesuruh nya tidak kembali."Apa yang sedang terjadi? Apa mungkin warga mulai bertingkah?"Untuk menjawab semua itu, Adipati dengan segera memutuskan memanggil beberapa pendekar yang sudah lama tunduk padanya."Hormat kami Adipati, apa gerangan yang bisa hamba lakukan?" tanya Tunggul Ametung sembari memberi hormat.Tunggu Ametung merupakan seorang pendekar pilih tanding, yang sengaja dipilih sebagai ketua dari beberapa pendekar bayaran lainnya.Sebelumnya dia belum pernah turun tangan, karena masalah selalu bisa diselesaikan oleh pendekar yang kemampuannya lebih rendah.Namun kali ini, keadaan sepertinya memaksa Tunggul Ametu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status