Tidak lama kemudian muncullah pada air yang jernih wajah berbeda selain dirinya.
Benar, wajah itu tidak lain adalah rupa kakek yang muncul dalam mimpi Arya.
Karena ini merupakan hal yang terjadi pertama kali, Arya terperanjat kaget sampai jatuh ke belakang.
"Apa aku sedang berhalusinasi?" gumamnya dalam hati.
Sejak dia mengalami pertemuan dengan lelaki tua dalam mimpi, Arya merasa banyak terjadi keanehan.
Salah satunya adalah selalu mendengar suara yang bahkan wujudnya tidak ada.
Ditambah lagi, sekarang Arya melihat wajah lain yang terdapat pada dirinya.
"Dasar bocah!"
Suara aneh itu muncul kembali, memecah lamunan Arya tentang serangkaian keanehan yang dia alami.
"Siapapun kau, pergilah!" gertak Arya merasa terganggu dengan kedatangan suara tersebut.
"HAHAHAHAHA."
Bukannya pergi, suara tersebut malah mengejek Arya dengan menertawakannya.
"Baiklah apa yang kau inginkan?" Arya memberanikan diri untuk menawarkan kesepakatan.
"Setelah aku penuhi, kau harus berjanji tidak akan menggangguku lagi," lanjutnya.
Lantas suara itu hilang, membuat Arya semakin kebingungan karenanya.
Andai Arya tahu, suara itu berasal dari energi seorang petapa yang terus memperhatikannya.
Mungkin dia tidak akan takut setengah mati, atau bahkan mau menjadikannya sebagai guru.
Akan tetapi, ini sudah menjadi bagian daripada jalan kehidupan yang sudah dibentangkan Jagad Dewa Batara.
Harus menderita sejak lahir, diasuh para binatang, sampai diperhatikan energi petapa yang telah lama mati.
"Akhirnya dia pergi," gerutu Arya sedikit kesal.
Kemudian Arya beranjak pergi dari pinggiran sungai. Perutnya yang lapar membuat dia harus mencari warung nasi.
"Mau kemana kau, gelandangan!" sergah seorang lelaki berkalung taring serigala. Melihat kepada ciri-cirinya, lelaki itu adalah Gandola si brandal setempat.
"Ma-maaf, sa-saya hanya mau lewat," jawab Arya terbata.
"Kalau begitu, berikan aku uangmu! Baru setelah itu kau bisa lewat!" ucap lelaki itu setengah membentak.
Sepertinya orang tersebut juga merupakan salah satu brandal, yang tentunya memiliki kemampuan bela diri.
"Aduh, ada-ada saja," gerutu Arya dalam hati.
"Mengapa nasibku selalu sial," imbuh dia.
Tiba-tiba lelaki brandal tersebut menarik pakaian Arya seraya membentak.
"Apa kau tuli? Atau sengaja berpura-pura tidak mendengarku?"
"Aku mendengarnya, tapi aku tidak memiliki apa yang Tuan mau," sanggah Arya.
"Sialan, kalau begitu terimalah pelajaran dariku ini!" Gandola mengarahkan kepalan tangannya ke arah perut Arya.
"HEUUUUU," lenguh Arya, mendapat pukulan keras.
Di saat perutnya tengah lapar, mendapat hantaman sepertu itu jelas membuat Arya terkapar.
Bukannya tidak berani melawan, hanya saja dia tahu gerombolan brandal tak mungkin dapat dikalahkan seorang diri.
"Bangun, lawan mereka!"
Kembali suara aneh itu terdengar di telinga Arya, meminta dia untuk memberikan sebuah perlawanan.
"Kau mengejekku?" sergah Gandola melihat Arya yang celingukan ke kiri dan kanan.
"Apa dia tidak mendengarnya?" tanya Arya dalam hati.
"Bedebah!" umpat Gandola yang sudah habis batas kesabarannya.
Lantas dia melangkah mendekati Arya yang masih terbaring di tanah, bermaksud menambah penderitaan mangsa di hadapannya.
Dengan cepat Arya berdiri, sembari berbisik," bantu dulu saya, nanti kita bicara."
Arya kembali menawarkan sebuah kesepakatan, dengan syarat suara misterius itu bisa membantunya.
"Dengan senang hati," balas suara tersebut.
Mata para berandal melotot, melihat tubuh Arya bergetar seolah kerasukan setan.
"Ketua, apa dia kesurupan?" tanya salah seorang anak buah Gandola.
"Dasar bodoh! dia sedang mencoba menakuti kita!" timpal Gandola.
Kemudian Gandola menyuruh beberapa anak buahnya untuk menangkap Arya.
"Tangkap dia!"
"Baik, Bos."
Serempak sekitar 5 orang mendekati tubuh Arya yang masih bergetar. Mereka bermaksud memeganginya sesuai perintah Gandola.
"Jangan lupa, ikat dia!" ujar Gandola memerintah pengikutnya.
Tanpa basa-basi, mereka berlima langsung memegangi pemuda sesuai dengan permintaan Gandola.
Satu diantaranya, mulai mengikat kaki dan tangan pemuda itu dengan sangat erat.
"Ketua, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" celetuk Pakel salah satu anggota brandal di bawah pimpinan Gandola.
"Hahaha, kita akan jual dia di pasar."
Kepuasan atas apa yang sudah dia lakukan, jelas terpancar di wajahnya.
Bagaimana tidak, anak muda berwajah tampan, sebentar lagi akan membuat dirinya kaya raya.
"Siapa yang akan kalian jual?"
Semua terperangah membelalakan mata, tidak mengira pemuda yang sudah tidak berdaya masih bisa berbicara.
"Tentu saja, kau!" balas Gandola seraya menodongkan pedang miliknya tepat di pipi Arya.
"Sekalipun kau menolak, kau tidak bisa lolos dari kami," tambahnya.
Gandola masih terkekeh dengan ambisinya untuk menjadi kaya mendadak dalam waktu singkat.
Namun dirinya tidak menyadari, bahwa Arya mulai berhasil melepaskan ikatan di tangannya walau hanya sedikit demi sedikit.
"Hehehe,"
"Apa yang kau tertawakan manusia rendahan?" tanya Gandola.
Tanpa memberi kepastian, Arya justru kembali tertawa kecil seolah merencanakan sesuatu.
Bersambung ....
Benar saja meskipun tangan sudah lepas dari ikatan, Arya tetap berlagak layaknya terikat.Hal itu dia lakukan semata demi mengikuti permainan para penjahat yang tengah berhasil menangkapnya."Dengarkan aku anak muda, kau harus bersikap baik," ujar Gandola seraya memegang dagu Arya."Tenang saja ketua, kami bisa mengurusnya kalau dia bertindak macam-macam," timpal Acarya Kuda Sena juga salah satu kepercayaan Gandola.Sembari menjauhkan tangan dari dagu Arya, Gandola berbisik licik tepat di telinga Acarya Kuda Sena."Bila perlu habisi saja," bisiknya.Tiba-tiba langkah mereka terhenti mendapati sergahan seseorang yang entah datang dari arah mana."Gandola Daksa Burma!""Siapa kau? Keluarlah bajingan!" gertak Gandola merasa kesal nama lengkapnya kini terungkap.Selama ini para pengikutnya tidak pernah sampai tahu nama lengkap pimpinannya.Hal itu sengaja Gandola sembunyikan demi ambisinya berkuasa atas da
Konon beberapa tahun silam kedua Marga tersebut merupakan kepercayaan saudagar terkaya pada masanya.Namun karena sama-sama ingin mendapat kepercayaan lebih, keduanya kerap bersaing sedemikian rupa.Sampai pada akhirnya, kedua Marga tersebut bermusuhan. Karena salah satunya menuding yang lain melakukan penghianatan."Apa kau ingat? Bagaimana leluhur kalian mengkhianati kami?" ujar Abiyaksa Putra Garda."Leluhur kalian sendiri yang tidak mau menerima penjelasan kami," timpal Gandola Daksa Burma."Bukankah sudah jelas, kalian mengkhianati perjanjian demi kepentingan pribadi?""Rasanya percuma saja berbicara dengan orang sepertimu," tukas Gandola Daksa Burma.Entah sepenting apa isi perjanjian yang sudah leluhur mereka sepakati, hingga penghianatannya tidak dapat di ampuni."Oh jadi sepeti itu," terka Arya."Jangan sok tahu anak muda!" sergah Acarya Kuda sena yang kebetulan mendengarnya."Maaf Paman, tapi apa t
Perjalan menuju tempat perdagangan memang cukup jauh, akan tetapi demi uang mereka rela menempuhnya.Apalagi mereka memiliki Arya, yang bisa menghasilkan kepingan koin berlipat ganda.Bagaimana tidak, wajah Arya yang tampan jelas akan banyak diminati oleh para saudagar besar.Bukan hanya itu, bahkan mungkin saja Arya di tebus ratusan keping emas oleh para petinggi kerajaan."Apa tempatnya masih jauh?" Abiyaksa sudah tidak sabar lagi."Sebentar lagi kita sampai Tuan," balas Acarya.Sementara Arya yang masih menjadi tawanan mereka, memikirkan sebuah rencana.Namun dia berpikir, waktunya akan sangat cocok kalau melarikan diri di tengah-tengah pasar.Dengan begitu, para berandal akan kesulitan mengejarnya karena terlalu banyak orang."Tunggulah pembalasanku!" gumam Arya dalam hati yang sebenarnya sudah ingin meloloskan diri saat itu juga.Akan tetapi Arya sadar, kalau kemampuannya belum cukup untuk melawan berandal se
Namun sepertinya baik Acarya maupun Abiyaksa, masih belum sebanding dengan Suro Barong. Hal ini jelas terlihat dari betapa lelah keduanya, berbanding terbalik dengan keadaan Suro Barong yang tampak biasa saja. "Sudah ku bilang, pendekar rendahan seperti kalian, tidak akan mampu mengalahkan bahkan sekedar menyentuhku." Ungkapan Suro Barong itu, membuat keduanya semakin merasa terhina. Tanpa memikirkan lagi rasa lelah, keduanya kembali mengerahkan sisa-sisa tenaga untuk menghadapi Suro Barong. Akan tetapi seberapa keras pun mereka mencoba, Suro Barong masih berdiri tegak dengan kesombongannya. Bersamaan dengan hal itu, Arya terus berlari menghindari kejaran beberapa anak buah Abiyaksa. Sampai memaksa Arya memasuki salah satu kediaman warga, tanpa izin terlebih dahulu. "Siapa kamu?" sergah seorang perempuan sambil memegang erat tubuh anaknya. Perempuan tersebut ialah salah satu warga, yang sudah kehilangan su
Semua anak buah Abiyaksa yang sudah kehilangan jejak, lekas kembali untuk memberitahukan hal demikian.Akan tetapi satupun diantara mereka tidak menyangka, kalau Abiyaksa juga Acarya sudah tergeletak tiada bernyawa.Karena tahu pelakunya tidak lain adalah Suro Barong, mereka berniat untuk menuntut balas."Ketua saja bisa dikalahkan dengan mudah, apalagi kita pengikutnya," celetuk Nayan salah satu anak buah Abiyaksa.Pendapatnya tersebut tidak dapat disalahkan, karena fakta jelas terlihat di hadapan mereka sendiri."Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Gentong masih bersikeras untuk menuntut balas."Tenang saja, aku punya rencana yang bagus," timpal Nayan dengan senyuman licik.Usut punya usut, Nayan berencana memberitahukan perbuatan Suro Barong terhadap Balung Wesi.Memang saat ini Suro Barong merupakan pendekar yang sengaja dibayar oleh Balung Wesi, dengan berbagai syarat dan perjanjian di atasnya.Kebetulan salah
Belum mencapai kesepakatan, siluman ular menggunakan kesempatan itu untuk menyerang.Beruntung meski Arya tidak dapat melihatnya, masih bisa merasakan serangan tersebut dan menghindar.Meskipun demikian, serangan kedua siluman ular berhasil membuat Arya terjatuh cukup keras.Bahkan sedikit darah mulai terlihat di ujung bibir Arya, akibat serangan siluman ular itu."Sialan, andai saja aku bisa melihatnya," pekik Arya dalam hatinya."Sudah ku bilang, biarkan aku menguasai tubuhmu!"Wangun Genta Pati tidak ingin Arya kehilangan nyawa, karena secara langsung juga berarti kematian baginya.Untuk itulah sebisa mungkin dia harus segera menguasai tubuh Arya, supaya lolos dari bahaya tersebut.Namun Arya yang belum mempercayai Wangun Genta Pati sepenuhnya, terus menolak walau sudah mengalami luka."Untuk kali ini saja, agar siluman tengik itu lekas binasa." lagi-lagi Wangun Genta Pati membujuk Arya.Merasa tidak ada
Tanpa siluman ular sadari, rupanya Arya memang sengaja tertelan dengan mudah.Tentu saja dia memiliki rencana bagus, untuk menyerang siluman ular dari dalam tubuhnya.Maka pantas saja, kalau saat ini siluman ular merasakan sakit yang teramat sangat di dalam tubuhnya.Hal itu mungkin karena serangan yang dilakukan oleh Arya, dengan memukuli atau bahkan berniat merobek tubuh siluman ular.Seraya terus meraung kesakitan siluman ular berpikir, bagaimana bisa manusia biasa dapat melihat dan melakukan serangan terhadapnya.Satu hal yang tidak dia ketahui, adalah dengan di kuasainya tubuh Arya oleh energi Wangun Genta Pati, maka mata batin Arya secara langsung akan terbuka.Apalagi kalau Arya bisa menguasai energi tersebut, mungkin siluman jenis apapun akan mudah dia kalahkan.Contohnya saja kejadian saat ini, Arya bisa mengimbangi bahkan mengalahkan siluman ular sekalipun."Bruusssh ....""AAAAAK ...."Robekan di perut
"Ratih, siapa dia?" sergah Ki Walungan yang tidak lain adalah ayah Ratih."Nanti saja penjelasannya," balas Ratih tergesa membawa Arya masuk.Seolah membaca situasinya, Ki Walungan langsung ikut memapah Arya yang sudah sangat kelelahan.Ditambah lagi, dari ujung mulut Arya tampak sedikit darah tersisa setelah tadi muntah.Kemudian keduanya langsung membaringkan tubuh lemah pemuda tersebut, guna lekas beristirahat."Apa yang sebenarnya terjadi?" selidik Ki Walungan.Ratih menjelaskan pertemuan mereka sejak awal, dari mulai Arya bersembunyi di rumahnya hingga perginya pemuda tersebut ke goa seberang.Mendengar hal itu, Ki Walungan terperanjat kaget. Mungkin dia tidak mengira, betapa beraninya Arya memasuki kawasan siluman yang amat bahaya.Namun dia sadar yang terpenting saat itu, adalah segera mengobati luka Arya bagaimanapun caranya.
Lantas dengan segera Arya kembali ketempat dimana Ruyung berada, yang kebetulan di sana tengah terjadi pertarungan antara si kakek dengan pendekar pengguna jurus siluman harimau. "Ruyung! Apa kau baik-baik saja?" Tanya Arya sembari berjongkok melihat luka Ruyung. "Aku hanya terluka sayat saja," balas Ruyung. Setelah dengan benar memastikan luka Ruyung, Arya berniat langsung membantu si kakek untuk segera mengalahkan pendekar pengguna jurus siluman harimau. Akan tetapi si kakek tidak mengizinkannya, karena si kakek tahu kondisi Arya juga sudah kelelahan dan hampir mencapai batasnya. Untuk itu si kakek menyarankan Arya, supaya segera mengoleskan ramuan obat terhadap luka Ruyung. Hal itu si kakek lakukan semata untuk berjaga, kalau kalau musuh yang berhasil melukai Ruyung menggunakan racun. Tanpa bertanya apa alasan si kakek, Arya mengikuti apa yang di katakan demi keselamatan Ruyung kala itu. Terlebih Arya tidak ingin kehilangan rekan untuk kedua kalinya, karena bagi dia kehilan
Sejak lama Arya memang sudah terkenal gigih dalam berlatih, sehingga tampa energi Wngun Genta Pati saja dirinya tetap mampu bertarung dengan baik. Akan tetapi saat ini kemampuan Arya lebih hebat, karena memiliki energi petapa sakti itu dalam dirinya. Hanya saja, sering kali Arya harus kehilangan kesadaran, mengingat energi itu lebih kuat daripada kemampuan Arya itu sendiri. Beruntung belum lama Arya bertemu dengan si kakek, yang sedikit demi sedikit melatih Arya untuk dapat mengontrol energi kuat milik petapa tersebut. Tidak heran lawannya kali ini sampai memuji kemampuan bertarung Arya, karena bagaimanapun Arya sudah berhasil bertahan cukup lama. "Kalau begitu aku akan mulai serius menghadapi mu, anak muda!" Ujar lelaki yang kini berhadapan dengan Arya. Bersamaan dengan pertarungan tersebut, Ruyung rupanya mengalami kesulitan dalam menghadapi lawannya kali ini. Alhasil paha kanan terluka akibat sabetan parang musuh, hingga mengeluarkan banyak darah. Jangankan untuk bergerak c
Setelah Ruyung memastikan sendiri siapa sebenarnya orang yang berada di balik bilik, dia tidak menemukan siapapun."Bagaimana? Apa kau menemukan seseorang?""Tidak Guru," balasnya.Aneh memang, sejak Arya dan tiga lainnya memutuskan untuk beristirahat, mereka tidak melihat lagi tiga palang pintu perbatasan desa Sukarama.Hal ini jelas menimbulkan kecurigaan, terlebih mereka adalah musuh yang rencananya masih tidak dapat diperkirakan.Meskipun sebelumnya berkata kalau mereka menyerah, tetap saja akan lebih baik Arya tetap waspada.Untuk itu Arya sepakat dengan yang lain, untuk membagi tugas guna meminimalisir apapun yang membahayakan nanti.Kebetulan orang yang pertama kali berjaga adalah rekan Ruyung, dan berikutnya adalah Ruyung sendiri.Singkat cerita, hampir setengah dari waktu malam sudah terlewati. Sesuai kesepakatannya, kini giliran Ruyung untuk berjaga.Namun ada sat
Rupanya lelaki berambut kuncir itu tidak dapat melakukan apapun, malah justru dia harus terlempar beberapa meter akibat terkena serangan Panca.Bukan hanya itu, panas energi tenaga dalam yang Panca keluarkan telah berhasil merobek baju bahkan kulit tubuh lelaki tersebut."Si-siapa sebenarnya pemuda ini, sial."Lelaki berambut kuncir mencoba bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki, tentu saja dengan menahan rasa sakit akibat sedikit sayatan pada tubuhnya.Belum juga berdiri dengan benar, Panca alias Arya sudah berada tepat di hadapannya.Kedua kalinya lelaki berambut kuncir terkejut dengan kecepatan yang Panca miliki, bahkan sedikitpun dia tidak menyadari sejak kapan Panca berdiri.Terlebih gumpalan energi berada tepat di depan muka lelaki itu, yang jelas membuat nyalinya ciut sampai mengeluarkan air kencing di celana.Dengan cepat kedua rekannya tiba lalu bersujud, demi memohon ampunan supay
"Kami hanya pengelana, Tuan." Balas Ruyung beralasan.Namun tiga orang yang menangkap basah mereka, sepertinya tidak dapat menerima alasan tersebut.Bahkan jelas terlihat dari wajah ketiganya, memiliki niat untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan sebuah pertarungan.Awalnya baik Ruyung maupun yang lainnya, memilih untuk membicarakannya secara baik-baik.Akan tetapi respon ketiga orang itu, justru bertolak belakang dengan keinginan Ruyung dan lainnya."Tenang saja, kami tidak akan melakukan kekacauan. Karena tujuan kami, hanya untuk sekedar membeli beberapa bahan makanan."Ruyung kembali beralasan, dengan harapan ketiga orang itu menerima alasannya kali ini.Seperti sebelumnya, tiga orang tersebut malah terlihat semakin geram. Dan menganggap percakapan di antara mereka, hanya buang-buang waktu saja.Melihat tiga orang itu mengeluarkan pedang, tidak serta merta membuat Ruyung dan lain
"Bajingan! Siapapun kau, aku pastikan akan mati dengan sangat menyedihkan." Ujar Adipati sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.Berulang kali Adipati tersebut nengirimkan pendekar bayaran, akan tetapi selalu tetjadi hal yang sama.Arya selalu menggagalkan setiap rencana Adipati secara sembunyi-sembunyi, guna keberadaannya tidak terlalu mencolok dan mudah ditemukan.Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat sudah hapal betul dengan siapa yang sudah membantu mereka selama ini.Bahkan secara terang-terangan mereka mengucapkan terima kasih. Karena sejak Arya berpijak di desa tersebut, keadaan para petani berangsur membaik.Hal ini berbanding terbalik dengan penghasilan Adipati, yang biasanya mendapatkan hampir 95 persen hasil pertanian masyarakat desa Marga."Kalau terus seperti ini, bisa-bisa kekayaanku terancam," gerutu Adipati semakin merasa tidak nyaman.Sementata itu, seorang k
Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, Tunggul Ametung mendapatkan luka sayatan pada tubuh bagian depan.Walau tidak terlalu dalam, tetap saja luka itu sungguh menjadikan Tunggul Ametung merasa terpukul.Entah berapa pendekar yang sudah dia habisi sejauh ini, dan Tunggul Ametung tidak pernah menderita luka sedikitpun."Bajingan! Kau sudah berani membuat tubuhku terluka. Ku bunuh kau Bangsat!""Salah sendiri, tidak menghindari serangan ku."Lantas keduanya kembali mengayunkan senjata mereka masing-masing, percikan cahaya kekuningan beriringan suara dua benda tajam beradu.Andai saja itu bukan Arya, mungkin sudah sejak awal dapat dikalahkan oleh Tunggul Ametung.Bagaimana tidak, kapak besarnya masih saja bisa Arya imbangi dengan pedang yang bahkan bukan miliknya sendiri.Sementara pertarungan Arya berlangsung, Ruyung juga Katimus meminta anak yang ditawan untuk segera kembali pada oran
"Apa kalian orang yang sudah menganggu kedamaian desa ini?" Sergah Tunggul Ametung menyambut kedatangan tiga orang asing."Tentu saja tidak, kami hanya kebetulan lewat saja," timpal Arya dengan wajah polosnya."Memangnya apa urusan kalian di desa ini?" Selidik Tunggul Ametung merasa curiga dengan tiga orang asing tersebut."Kami hanya tidak tega melihat anak di bawah umur, kau seret dengan paksa," tandas Arya.Sedikit tersinggung dengan ungkapan itu, amarah Tunggul Ametung mulai memanas, bergejolak ingin menghabisi pemuda tersebut.Meskipun Tunggul Ametung belum mengetahui kalau memang pemuda itu yang sedang dia cari, tidak pantas membuatnya untuk berhenti.Kapak besar yang awalnya seperti pajangan punggung saja, diayunkan membelah angin hingga menimbulkan sebuah bunyi menyerupai desis.Sayangnya hal itu belum cukup untuk membuat Arya gentar, sebaliknya dia cukup percaya diri dengan kemampuan
Maka rasanya sangat pantas, kalau mereka mendapatkan perlakuan seperti apa yang di lakukan Arya.Satu demi satu para pesuruh Adipati desa Marga di cegat, lalu mereka hilang tanpa kabar berita.Sampai akhirnya Adipati bertanya-tanya, mengapa berulang kali pesuruh nya tidak kembali."Apa yang sedang terjadi? Apa mungkin warga mulai bertingkah?"Untuk menjawab semua itu, Adipati dengan segera memutuskan memanggil beberapa pendekar yang sudah lama tunduk padanya."Hormat kami Adipati, apa gerangan yang bisa hamba lakukan?" tanya Tunggul Ametung sembari memberi hormat.Tunggu Ametung merupakan seorang pendekar pilih tanding, yang sengaja dipilih sebagai ketua dari beberapa pendekar bayaran lainnya.Sebelumnya dia belum pernah turun tangan, karena masalah selalu bisa diselesaikan oleh pendekar yang kemampuannya lebih rendah.Namun kali ini, keadaan sepertinya memaksa Tunggul Ametu