Subuh tiba, adzan berkumandang di seluruh masjid dan musholla, suaranya terdengar hingga gendang telinga milik H. Bahri. Ia terbangun, menyingkap selimut tebal seraya berdoa kemudian turun dari ranjang empuk menuju kamar mandi.
Usai mandi dan berwudhu ia gelar sajadah panjangnya seraya berdoa, ia panjatkan semua pinta pada Tuhan pemilik alam semesta.
Menangis berlinang-linang air matanya.
Hari ini adalah hari keempat kematian Rosdiana, istrinya.
H. Bahri berdoa agar arwah Rosdiana tenang di alam sana.
H. Bahri pun bangkit menyudahi doa dan isak tangisnya. Pandangannya tertuju pada bingkai kecil di samping televisi 43 inch.
Ringan tangannya meraih benda itu, ia mengusap kacanya, Rosdiana tersenyum manis disana.
Senyuman itu membuat H. Bahri ingat kenangan bertahun-tahun yang lalu.
Rosdiana adalah seorang model ternama, tubuhnya proporsional, tinggi, langsing dengan payudara utuh membusung. Pantatnya sintal bila berjalan bergoyang-goyang.
Rosdiana dulu adalah gadis kampung yang terangkat derajatnya setelah mengikuti beberapa event pemilihan model lalu ia jadi pemenang. Rumah Rosdiana hanya selisih beberapa meter saja dari rumah keluarga H. Bahri.
Di rumah keluarga H. Bahri sering berkumpul banyak sekali laki-laki anak buah beliau. Mereka sebagian para penambang emas juga penjaga toko yang ingin melakukan setoran harian. Saat mereka berkumpul maka yang selalu dibicarakan adalah Rosdiana.
Terlebih bila Rosdiana melintas, kalimat-kalimat miring yang menjurus pada sex pun mereka lontarkan.
"Ayo pak Haji, ada gadis cantik di kampung kita, bagaimana ini? " tanya Amru pada H. Bahri.
"Belum jadi laki-laki sejati kalau belum membuat Rosdiana bertekuk lutut. " Ujar yang lainnya.
H. Bahri hanya tersenyum menerima ujaran dari anak buah abahnya.
Namun tanpa mereka sadari ternyata H. Bahri telah berusaha mencari cara agar dirinya bisa berbincang lebih intens dengan Rosdiana.
Seperti sore itu, H. Bahri mengajak Rosdiana untuk makan bersama. Ia membawa mobil Hammer miliknya, berdandan rapi dengan kemeja warna biru muda dan celana jins hitam. H. Bahri nampak luar biasa tampan. Tak lupa ia membawa kotak berwarna merah berisi cincin bermata satu untuk Rosdiana.
H. Bahri menjemput Rosdiana di depan rumahnya, Rosdiana keluar rumah menuju mobil mewah itu.
Duduk ia disamping H. Bahri yang sedang mengemudi.
Pikiran H. Bahri mengembara begitu rupa saat melihat Rosdiana dengan payudaranya yang menyembul, kulitnya putih terlebih saat ia memakai baju hitam seperti sekarang. Cantik sempurna penampilannya.
Di restaurant terbaru yang ada di Banjarmasin, H. Bahri menyentuh jemari Rosdiana seperti di film-film.
Ia sematkan cincin itu sambil berkata.
"Maukah kau menikah dengan ku? "
Rosdiana terkejut mendengar pernyataan itu, ingin mengiyakan namun terlalu dini terdengar, ingin berkata tidak ia takut kesempatan ini menghilang.
Akhirnya melalui banyak sekali kesepakatan Rosdiana pun menerima pernyataan H. Bahri tersebut.
H. Bahri merasa lega.
Di beranda rumahnya ia tidak lagi jadi bulan-bulanan kawan dan anak buah abahnya lagi.
Rosdiana telah ia genggam. Hatinya bersorak kegirangan.
Usai itu setiap malam Rosdiana menghubungi H. Bahri untuk video call. H. Bahri menikmati itu terlebih saat Rosdiana tidak keberatan membuka bajunya sepanjang vcall berlangsung. Mata H. Bahri selalu membelalak melihat pemandangan itu. Tubuh sintal putih itu ada di layar HPnya, payudaranya tegak menggantung. Gairah lelaki milik H. Bahri bangkit dan meletup-letup. Terkadang dalam vcallnya Rosdiana seperti sengaja meraba-raba payudaranya. Membuat H. Bahri seperti cacing kepanasan .
Atas dasar itu H. Bahri meminta abahnya meminang Rosdiana.
"Kamu yakin akan memperistri model itu? "
"Iya ulun(aku) yakin. "
"Sepertinya ia bukan wanita yang baik. " Ucap mamahnya.
"Sudahlah, Ma, mamah percaya aku saja. "H. Bahri ngotot melamar Rosdiana.
Beberapa hari kemudian pernikahan mereka pun di gelar. Maskawinnya emas tiga puluh gram dan uang tunai tiga puluh juta, itu belum termasuk uang jujuran dan lain-lain.
Rosdiana dan keluarganya tersenyum sepanjang pernikahan. Bagaimana tidak? Dipersunting lelaki terkaya di kampungnya. Sungguh adalah sebuah kebanggaan.
Malam pertama mereka berlalu indah. Payudara membusung itu ia remas-remas, Rosdiana menikmatinya dengan mata luar biasa terpejam. Pantat membusung itu kini milik Bahri, ia mempermainkan semaunya dan sesukanya. Tak ada bercak darah di ranjang pengantin mereka, Rosdiana memang telah jujur mengatakannya sebelum ini. Hingga H. Bahripun memakluminya.
Hari-hari berisi sex dan sex. Tanpa rasa cinta yang dalam H. Bahri menikahi Rosdiana. Namun meski begitu pernikahan harus tetap berjalan sebagai bentuk kepatuhan.
H. Bahri memejamkan mata mengingat masalalunya. Ia ingin meletakkan kembali bingkai tersebut di tempatnya. Saat ia berdiri kakinya terantuk sesuatu. Sandal kain milik Rosdiana bertengger tepat di depan kakinya. H. Bahri mengangkat wajahnya, menatap sekeliling, kosong tak ada siaa-siapa.
Bulu kuduknya kembali merinding. Mungkinkah Rosdiana jadi hantu? Tanya itu menggantung di hatinya.
H. Bahri duduk sendiri di ruang keluarga, acara pembacaan doa oleh masyarakat sekitar terlampaui sudah. Tujuh hari berlalu, keluarga besar telah pulang ke rumah masing-masing. Yang tersisa hanya H. Bahri dan tiga pembantu juga seorang sopir yang demikian setia.Suasana sunyi ini telah terjadi berulang kali sejak Rosdiana pergi, biasanya di rumah ini suaranya sering melengking saat melihat rumah sedikit kotor atau saat tahu H. Bahri terlambat pulang. Rosdiana yang cantik molek itu tubuhnya telah bersatu dengan tanah. Keindahan tubuh itu telah ternikmati oleh cacing tanah yang menjadi temannya.H. Bahri menonton televisi sambil men
H. Bahri menghidupkan mesin mobilnya. Ia hendak menuju rumah yang ia sewa bersama Karenina istri ke duanya. Beberapa hari ini ia merasa penat sekali. Rasanya ia sedang berada dalam kemelut di rumahnya sendiri. Bagaimana tidak?Wajah itu menakutinya, ia memang tidak muncul secara utuh namun setiap sholat H. Bahri merasakan bahwa ada seseorang yang sedang menatapnya. Mengawasinya bahkan terkadang memunculkan aroma kembang yang menusuk hidung. H. Bahri mau tidak mau merasa stres dan bingung sendiri.Pagi buta H. Bahri mengemudikan mobilnya dengan sedikit kencang menuju rumah Kareinina di ujung kota. Kota yang teduh, Kota yang
Pagi yang cerah usai kejadian semalam saat Pak Bahri bersetubuh dengan Karenina istri ke duanya. Pak Bahri duduk di beranda rumah Karenina. Ia sedang berpikir keras bagaimana caranya menyingkirkan hantu Rosdiana yang setiap hari seolah mengikutinya kemanapun ia pergi hingga keresahanpun mendatangi dirinya sepanjang hari.Pak Bahri menjadi tidak fokus mengurus bisnisnya karena hatu itu seperti mengejar bayangannya tanpa ia ketahui apa maksudnya. Hingga Pak Bahri merasa resah yang terus menerus datang. Terlebih kejadian tadi malam. Kejadian tadi malam sudah teramat meresahkan.Dulu ia menikah dengan Rosdiana tidak murni karena cinta maka dari itu ia dengan sangat mudah jatuh hati dan tergoda pada banyak wanita, baginya saat itu Rosdiana adalah bunga yang layak disimpan sebagai pajangan dalam rumah saja. Tidak ada yang menarik dalam kehidupan rumah tangga pak. Bahri bersama Rosdiana. Setiap ada tamu dan keluarga jauh berkunjung pasti pujian yang datang saat mereka melihat R
Hari ini Pak Bahri memutuskan membawa Karenina pulang ke rumah pribadinya, Pak Bahri juga berjanji akan menikahi Karenina secara resmi. Ia mulai capek bermain-main seperti ini."Kamu siapkan semua keperluan ya. "Perintah Pak Bahri pada Karenina istri mudanya."Kakak yakin akan membawaku ke rumah itu? ""Aku yakin sayang. ""Lalu bagaimana dengan Abah dan mamah, apakah mereka tidak akan marah? ""Itu urusanku. Aku yang akan menceritakan semuanya pada beliau berdua. ""Kakak yakin? " Tanya Karenina lagi. Ia merasa tidak punya nyali untuk datang ke rumah itu, ruma
SUASANA KIAN MENCEKAMKarenina tiba di kediaman suaminya, Pak Bahri. Rumah megah berwarna biru muda dan putih nampak indah luar biasa.Rumah besar dengan menampikan kesan terbuka karena terbuat dari beberapa jendela panjang menjuntai mulai dari ruang tamu hingga dapur. Halaman luas dengan tanaman bunga melati menambah asri, ada beberapa kursi yang bertebaran ditaman itu lengkap dengan lampu redup yang terkesan romantis. Hari hampr senja ketika mereka tiba.Pak Bahri memebimbing Karenina masuk ke dalam rumah. Dengan hati hati Pak Bahri memapah lengan Karenina yang sibuk membawa tas berisi pakaian.“Masuklah sayang, rumah ini rumahmu.”Pak Bahri membuka pintu kamar sambil mengucapkan salam.Saat lengannya menyentuh gagang pintu, ia terkejut karena ternyata pintu rumah telah terkunci. Tidak biasanya pintu rumah di kunci pada sore hari begini.Pak Bahri menghubungi telephon rumah. Tiga kali dering akhirn
Aku akan terus menakutimuSampai kamu tahu bahwa aku ada di sampingmuKamu tak bisa melihat keberadaankuTapi aku melihatmuKamu nyata di depankuAku bisa saja merobohkan dinding ini dan menghancurkan tubuh kalian berdua hingga hancur lebur.Tapi untuk apa ?Kalian harus merasakan sakit yang sama.. Seperti aku..Kepedihan yang samaSeperti juga aku...Suara itu muncul begitu saja, menakuti semua insan yang mendengar lengkingannya. Rosdiana menjadi hantu penasaran karena tidak puas pada kenyataan hidup yang ia terima. Itu sebabnya ia terus mengganggu setiap orang yang berada di rumah itu. Ia tidak ingin ada yang bahagia di rumah itu. Semua orang harus menderita seperti derita yang ia sandang.
BERKUNJUNG KE RUMAH ABAHRumah Pak Bahri dengan abahnya tidak begitu jauh, mereka tinggal di kecamatan yang sama. Pak Bahri mengajak Karenina berkunjung kesana, Karenina memang wanita yang sangat cantik, hidungnya mancung, rambutnya pirang, dan berombak.Kali ini Karenina menggunakan atasan lengan panjang berwarna oranye dan bawahan lebar sebatas lutut berwarna hitam. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan bandana berwarna hitam berhias berlian. Bandana itu hadiah dari Pak Bahri suaminya. Hadiah pertama yang ia terima sebelum mereka menikah.Karenina keluar kamar menuju ruang makan tempat Pak Bahri menunggu. Pak Bahri mendongakkan kepalanya melihat Karenina.Sesaat ia tertegun. Makhluk di depannya cantik nian. Tak salah bila membuat dirinya jatuh cinta.“Kak...” Sapa Karenina pada suaminya Pak Bahri terhenyak mendengar panggilan itu.“Iya sayang.”“Kita jadi ke rumah abah ?”“Jadi dong tapi makan dulu.”
“Assalamualaikum Abah.” Sapa Pak Bahri saat melihat orang tuanya muncul dari dalam rumah. Lelaki tua nan bijak itu mempersilahkan Pak Bahri masuk ke dalam rumah."Pian dari mana saja, dari tadi kami mengetuk pintu kada pian buka i.. ""Di belakang " Hanya itu jawaban abah kemudian kembali ke dalam."Mamah kemana? " Tanya Pak Bahri lagi."Ada di belakang... " Jawaban abah setengah berteriak.Hingga kurang lebih lima belas menit kemudian abah datang dengan membawa beberapa gelas air mineral dan menyuguhkannya pada Pak Bahri juga Karenina.Sesosok wanita keluar dengan gamis lebar dan kerudung khas perempuan Banjar yang telah berangkat menunaikan ibadah haji."Dengan siapa kamu? "Tanya Mamah."Dengan Karenina, Mah. " Wanita itu mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih tetap di tempatnya. Ia menatap Karenina dengan tatapa