Pagi yang cerah usai kejadian semalam saat Pak Bahri bersetubuh dengan Karenina istri ke duanya. Pak Bahri duduk di beranda rumah Karenina. Ia sedang berpikir keras bagaimana caranya menyingkirkan hantu Rosdiana yang setiap hari seolah mengikutinya kemanapun ia pergi hingga keresahanpun mendatangi dirinya sepanjang hari.
Pak Bahri menjadi tidak fokus mengurus bisnisnya karena hatu itu seperti mengejar bayangannya tanpa ia ketahui apa maksudnya. Hingga Pak Bahri merasa resah yang terus menerus datang. Terlebih kejadian tadi malam. Kejadian tadi malam sudah teramat meresahkan.
Dulu ia menikah dengan Rosdiana tidak murni karena cinta maka dari itu ia dengan sangat mudah jatuh hati dan tergoda pada banyak wanita, baginya saat itu Rosdiana adalah bunga yang layak disimpan sebagai pajangan dalam rumah saja. Tidak ada yang menarik dalam kehidupan rumah tangga pak. Bahri bersama Rosdiana. Setiap ada tamu dan keluarga jauh berkunjung pasti pujian yang datang saat mereka melihat Rosdiana istri sahnya.
Awalnya Pak. Bahri merasa bangga, namun lama kelamaan kejenuhan dan kebosananpun datang melanda. Hingga Pak. Bahri harus berputar dari satu perempuan ke perempuan lain sekedar untuk memuaskan rasa penasaran dalam hidupnya. Meskipun tidak sampai terjerat pada perzinahan sekedar makan bareng dan jalan-jalan tidak sedikit uang yang Pak.Bahri keluarkan.
“Kak, aku tadi jumpa suami kakak sedang makan di Rumah Makan Padang dengan perempuan,ini fotonya.” Cerita Maya suatu ketika pada Rosdiana. Rosdiana pun melihat foto itu dengan seksama. Ia merasa marah, sangat marah. Wanita di foto itu begitu mesra menggandeng lengan suaminya, ia masih sangat muda dan menggoda.
Ketika suaminya pulang serta merta Rosdiana mencaci maki kelakuan suaminya di luar. Bukannya marah dicaci maki demikian, suaminya malah tertawa terbahak-bahak sambil berkata.
“Kamu cemburu, ya?” Suara suaminya dari balik pintu kamar.
“Jelaslah wanita itu mesra sekali dengan pian (kamu).”
“Sudahlah, Hanya wanita penghibur, tidak lebih. Aku lapar, kamu masak apa hari ini ? Lagian kamu dapat dari mana foto itu ?”
“Pian nggak perlu tahu darimana aku hanya ingin pian jujur itu saja.” Rosdiana bersuara keras sangat keras hingga pembantu-pembantu pun mendengar.
Rosdiana cemberut di ujung ranjang. Pak. Bahri menghampirinya, memeluk pinggang wanita bertubuh sintal itu, kemudian merobohkannya di ranjang. Bibir wanita itu di lumat dengan ganas, tangan kekarnya menelanjangi seluruh bagian yang menempel di tubuh Rosdiana. Ia menggigit kecil punting payudara yang telah kencang membusung pertanda terangsang. Tangannya terus mengusap-usap lembut payudara yang membusung indah itu sambil bibirnya mengulum punting yang satunya.
“AcH...” Hanya itu yang Rosdiana ucapkan ketika mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya.
Pak. Bahri makin buas mencumbui seluruh lipatan kulit milik Rosdiana istrinya, Rosdiana menggelinjang merasakan sensasi kenikmatan itu. Serangan yang dilancarkanpun bertubi-tubi datangnya. Rosdiana memekik keras ketika senjata milik suaminya yang besar dan panjang itu melesak masuk menuju kemaluannya. Suami Rosdiana menggenjot begitu saja senjatanya Hingga membuat suara-suara tak beraturan itu makin keras terdengar.
“Punya mu enak sayang.”
“Ach, uchhh..kak...terus kak.” Rosdiana pun ikut-ikutan menceracau mendapat perlakuan seperti itu. Hingga sang suami hendak mencapai klimaks ia pun menggigit bibirnya sendiri. Suaminya mencabut batang kemaluan yang sudah bertengger di dalam vagina milik Rosdiana. Rosdiana diminta berbalik sambil mengambil posisi doggy, dari belakang senjata perkasa itu dimasukkan kembali. Digoyang keras, sambil pantat sintalnya diremas kuat. Hingga mereka berdua melenguh panjang. Pertanda kenikmatan itupun tersalurkan juga.
Rosdiana terkapar di atas ranjang sedang Pak. BaHri suaminya secepat kilat bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya seolah tak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dengan istrinya. Selalu begitu. Tak ada kemesraan usai persetubuhan yang mereka lakukan. Pak. Bahri hanya menganggap istrinya sebagai pelengkap saja., Usai membersihkan tubuhnya Pak Bahri menuju meja makan, mengambil tempat dan kemudian makan malam karena perutnya sangat lapar. Ia menikmati suapan demi suapan ke dalam mulutnya.
Menonton televisi hingga larut sambil berhaha hihi dengan wanita penggodanya, gadis-gadis cantik yang berebut uang dari dirinya.
Di dalam kamar. Rosdiana masih terlelap dengan tubuh telanjangnya yang Hanya tertutup selimut. Kenikmatan yang baru saja ia dapatkan membuat ia merasa kelelahan hingga ia terbaring begitu saja tanpa perduli keadaan suaminya di luar sana. Pak Bahri sendiri membiarkan istrinya terpejam bukan karena sayang namun tak lebih hanya karena enggan mendengar istrinya bersiul di telinganya sambil menanyakan aktivitasnya seharian.
Bila sudah demikian maka Rosdiana akan tertidur sampai pagi dan semua pertanyaanpun hilang. Terlebih bila esok hari Pak Bahri memberikan tambahan uang belanja sontak semua pertanyaan yang membuat Rosdiana curiga akan sirna begitu saja.
Kejadiannya terjadi berulang-ulang dan Pak Bahri sepertinya sudah hafal serta sangat memahami kondisi istrinya.
Begitulah, bagi Pak. Bahri, Rosdiana hanyalah istri secara fisik bukan psikisnya, hanya lahir tanpa batinnya. Hanya uang dan sex itu saja tanpa ada hati apalagi jiwa.
Kemarahannya akan hilang bila ada uang dan kecemburuannya akan sirna bila diajak berhubungan badan.
Dengan keadaan rumah tangganya yang demikian maka Pak Bahri merasa bebas melenggang dengan kebiasaannya berganti perempuan. Ia merasa tidak ada masalah yang ditakutkan, toh ia tidak pernah berzina dengan wanita manapun. Ia hanya bersenang-senang saja tidak lebih. Bila ia ingin tubuh wanita itu maka sontak ia mengajak si wanita menikah kemudian diceraikan. Serendah itu Pak Bahri mendefinisikan tentang sebuah pernikahan. Kejadian yang terus terjadi berulang-ulang. Hingga pernikahan mereka benar-benar terasa hambar.
Hari ini Pak Bahri memutuskan membawa Karenina pulang ke rumah pribadinya, Pak Bahri juga berjanji akan menikahi Karenina secara resmi. Ia mulai capek bermain-main seperti ini."Kamu siapkan semua keperluan ya. "Perintah Pak Bahri pada Karenina istri mudanya."Kakak yakin akan membawaku ke rumah itu? ""Aku yakin sayang. ""Lalu bagaimana dengan Abah dan mamah, apakah mereka tidak akan marah? ""Itu urusanku. Aku yang akan menceritakan semuanya pada beliau berdua. ""Kakak yakin? " Tanya Karenina lagi. Ia merasa tidak punya nyali untuk datang ke rumah itu, ruma
SUASANA KIAN MENCEKAMKarenina tiba di kediaman suaminya, Pak Bahri. Rumah megah berwarna biru muda dan putih nampak indah luar biasa.Rumah besar dengan menampikan kesan terbuka karena terbuat dari beberapa jendela panjang menjuntai mulai dari ruang tamu hingga dapur. Halaman luas dengan tanaman bunga melati menambah asri, ada beberapa kursi yang bertebaran ditaman itu lengkap dengan lampu redup yang terkesan romantis. Hari hampr senja ketika mereka tiba.Pak Bahri memebimbing Karenina masuk ke dalam rumah. Dengan hati hati Pak Bahri memapah lengan Karenina yang sibuk membawa tas berisi pakaian.“Masuklah sayang, rumah ini rumahmu.”Pak Bahri membuka pintu kamar sambil mengucapkan salam.Saat lengannya menyentuh gagang pintu, ia terkejut karena ternyata pintu rumah telah terkunci. Tidak biasanya pintu rumah di kunci pada sore hari begini.Pak Bahri menghubungi telephon rumah. Tiga kali dering akhirn
Aku akan terus menakutimuSampai kamu tahu bahwa aku ada di sampingmuKamu tak bisa melihat keberadaankuTapi aku melihatmuKamu nyata di depankuAku bisa saja merobohkan dinding ini dan menghancurkan tubuh kalian berdua hingga hancur lebur.Tapi untuk apa ?Kalian harus merasakan sakit yang sama.. Seperti aku..Kepedihan yang samaSeperti juga aku...Suara itu muncul begitu saja, menakuti semua insan yang mendengar lengkingannya. Rosdiana menjadi hantu penasaran karena tidak puas pada kenyataan hidup yang ia terima. Itu sebabnya ia terus mengganggu setiap orang yang berada di rumah itu. Ia tidak ingin ada yang bahagia di rumah itu. Semua orang harus menderita seperti derita yang ia sandang.
BERKUNJUNG KE RUMAH ABAHRumah Pak Bahri dengan abahnya tidak begitu jauh, mereka tinggal di kecamatan yang sama. Pak Bahri mengajak Karenina berkunjung kesana, Karenina memang wanita yang sangat cantik, hidungnya mancung, rambutnya pirang, dan berombak.Kali ini Karenina menggunakan atasan lengan panjang berwarna oranye dan bawahan lebar sebatas lutut berwarna hitam. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan bandana berwarna hitam berhias berlian. Bandana itu hadiah dari Pak Bahri suaminya. Hadiah pertama yang ia terima sebelum mereka menikah.Karenina keluar kamar menuju ruang makan tempat Pak Bahri menunggu. Pak Bahri mendongakkan kepalanya melihat Karenina.Sesaat ia tertegun. Makhluk di depannya cantik nian. Tak salah bila membuat dirinya jatuh cinta.“Kak...” Sapa Karenina pada suaminya Pak Bahri terhenyak mendengar panggilan itu.“Iya sayang.”“Kita jadi ke rumah abah ?”“Jadi dong tapi makan dulu.”
“Assalamualaikum Abah.” Sapa Pak Bahri saat melihat orang tuanya muncul dari dalam rumah. Lelaki tua nan bijak itu mempersilahkan Pak Bahri masuk ke dalam rumah."Pian dari mana saja, dari tadi kami mengetuk pintu kada pian buka i.. ""Di belakang " Hanya itu jawaban abah kemudian kembali ke dalam."Mamah kemana? " Tanya Pak Bahri lagi."Ada di belakang... " Jawaban abah setengah berteriak.Hingga kurang lebih lima belas menit kemudian abah datang dengan membawa beberapa gelas air mineral dan menyuguhkannya pada Pak Bahri juga Karenina.Sesosok wanita keluar dengan gamis lebar dan kerudung khas perempuan Banjar yang telah berangkat menunaikan ibadah haji."Dengan siapa kamu? "Tanya Mamah."Dengan Karenina, Mah. " Wanita itu mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih tetap di tempatnya. Ia menatap Karenina dengan tatapa
Sepulang dari rumah abahnya Pak Bahri mulai mempersiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Terkadang Karenina mengajaknya bercanda, sungguh luar biasa indah saat kesepian melanda ada seseorang yang dicintai membawa tawa. Saat kesepian melanda sungguh seseorang butuh teman bukan hanya sekedar tentang sex saja namun lebih dari itu.Dan hal itulh yang kini dirasakan oleh Pak Bahri sejak kehadiran Karenina membersamai di sisinya.Bagi Pak Bahri Karenina adalah segalanya, penghapus lelah, penawar duka, menghadirkan bahagia.Beruntung semua berkas yang dibutuhkan telah tersedia. Dan mereka pun bisa segera mengikrarkan janji setia di Kantor Urusan Agama.Pagi yang cerah, Pak Bahri dan Karenina telah siap menuju Kantor Urusan Agama. Balutan gaun berwarna putih dengan jilbab kuning menyala membuat Karenina yang berwajah bule itu anggun luar biasa. Bik Odah, Sri juga beberapa pembantu yang lain tampak terkagum-kagum melihat mereka berdua.
PERSETUBUHAN YANG GAGALPak Bahri bahagia bukan kepalang ketika usai pernikahan resminya di kantor urusan agama. Secara hukum negara sekarang pernikahannya dengan Kareninan telah diakui hingga ia tak cemas lagi.Mereka berdua memasuki kamar.Pak Bahri duduk di samping Karenina. Ia meraba punggung wanita itu. Ia menggigit telinga berbau harum milik istri terkasihnya. Mereka kembali bergumul. Karenina pasrah saja ketika seluruh gaunnya terlempar ke lantai.Pak bahri menikmati persetubuhan kali ini.“Aku mencintaimu, karenina.” Bisiknya lembut di telinga Karenina. Karenina terpejam ia menikmati lumatan bibir suaminya yang sangat buas.“Ochhh... Kak..”“Nina...” Mereka berpelukan, payudara kenyal itu menyentuh dada Pak bahri, puntingnya mencuat sangat indah. Pak Bahri merasa gemas, ia menghisap punting yang berwarna merah muda itu dengan sangat bergairah. Hisapannya membuat Karenina menggelinjang.“Pelan-pelan Kak, leherku sakit.” Karenina bicara dengan sua
BIK ODAHMamah dan abah masih di rumah pak Bahri, sejengkel apapun beliau pada pak Bahri beliau tetap datang dan menginap di rumah putranya itu.Rumah megah dengan hiasan-hiasan dan perabotan mahal adalah rumah yang pak Bahri bangun bersama istri nya Rosdiana, kini rumah itu dinikmati pak Bahri bersama istri baru nya Karenina.Semua berkumpul di ruang tamu usai sholat berjamaah isya'. Ada mamah, abah juga bik Odah, Sri dan Amir. Semua duduk diruang tamu.Karenina dan pak Bahri muncul dan ikut bergabung bersama mereka semua. Malam itu menjadi malam yang sangat mencekam dan lebih mencekam dari biasa nya malam itu adalah empat puluh hari meninggal nya Rosdiana. Beberapa orang yang membacakan do'a telah kembali ke rumah masing-masing.Acara ritual pembacaan do'a kali ini tanpa hidangan apa-apa. Semua orang di rumah sedang didera rasa takut yang tercipta akibat kejadian-kejadian yang terjadi di hari-hari sebelumnya. Terlebih malam ini adalah malam empat p