H. Bahri menghidupkan mesin mobilnya. Ia hendak menuju rumah yang ia sewa bersama Karenina istri ke duanya. Beberapa hari ini ia merasa penat sekali. Rasanya ia sedang berada dalam kemelut di rumahnya sendiri. Bagaimana tidak?
Wajah itu menakutinya, ia memang tidak muncul secara utuh namun setiap sholat H. Bahri merasakan bahwa ada seseorang yang sedang menatapnya. Mengawasinya bahkan terkadang memunculkan aroma kembang yang menusuk hidung. H. Bahri mau tidak mau merasa stres dan bingung sendiri.
Pagi buta H. Bahri mengemudikan mobilnya dengan sedikit kencang menuju rumah Kareinina di ujung kota. Kota yang teduh, Kota yang lengang juga tenang.
Sambil memutar sura merdu Nisa Syaban ia mengemudi sambil berdendang. Namun tiba-tiba suara dendangnya berhenti sejenak saat ia mencium aroma parfum yang sangat ia kenal. Parfum jasmine mulai menusuk hidungnya. Aroma parfum itu adalah aroma yang sama yang sering ia cium dari tubuh Rosdiana.
H. Bahri mendadak merasa ngeri, kenapa istrinya ini terus menerus mengikutinya padahal ia sudah lama pergi dari dunia ini, sebenarnya apa yang ingin Rosdiana sampaikan? "
H. Bahri menatap kaca di depannya. Ya Allah Rosdiana sedang duduk dengan kerudung panjang tergerai, ada rambut menjuntai di sisi kerudungnya, wajah wanita itu menatap ke sisi kanan jalan. Ya, itu Rosdiana, benar-benar Rosdiana. Tubuh H. Bahri mendadak terasa kaku dan merasa kejang. Ia mempercepat laju mobilnya ia ingin segera tiba di rumah Karenina.
Berintung, sepuluh menit kemudian rumah yang dituju pun nampak di depan matanya.
H. Bahri memarkir mobilnya tepat di depan rumah yang terbuat dari kayu tersebut.
Karenina tersenyum ke arah suaminya. H. Bahri membanting pintu mobil mewahnya dengan keras sekali kemudian setengah berlari menuju tempat Karenina berdiri.
"Ada apa kok tergesa begitu seperti dikejar hantu?" Tanya Karenina polos karena ia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayo masuk saja, ayo cepat. " H. Bahri menarik tangan kanan Karenina dan membawa Karenina masuk ke kamarnya. Karenina sangat bingung melihat sikap suaminya. Tubuh suaminya mengucur keringat dingin yang sangat deras.
"Ada apa kak? "
"Aku melihat Rosdiana. " Cerita H. Bahri sambil bibirnya bergetar. Sontak Karenina terrawa terbahak. Pagi buta seperti inj suaminya melihat arwah gentayangan duuuh sungguh terlalu.
"Kamu kenapa tertawa? "
"Pagi buta seperti ini kakak bercerita tentang arwah gentayangan? Apa aku harus percaya? "seloroh Karenina sambil tersenyum simpul.
"Aku serius, Nin. " H. Bahri kembali meyakinkan Karenina istrinya.
Namun bukannya takut Karenina justru memeluk suaminya, mengulum bibirnya dengan penuh gairah. H. Bahri tidak mampu mengimbangi permainan Karenina karena ketakutan belum pergi dari dirinya.
Beberapa menit berselang, karena gemas melihat tingkah suaminya yang tidak juga terangsang secepat kilat Karenina membuka bajunya, kini di badannya hanya tinggal bra dan celana dalam saja.
Tubuh putihnya nampak menantang dengan payudara yang tegak berdiri.
Ia duduk bertumpu pada lutut diatas belahan kaki suaminya. Sambil matanya mengerling nakal pada H. Bahri, Karenina menggosok sendiri liang kemaluan dengan jarinya. Kemudian tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri. H. Bahri pun mulai hanyut. Ia duduk menghadap Karenina, satu jemarinya ikut mengusap klitoris milik Karenina hingga membiarkan jari tersebut melesak masuk. Digoyangnya naik turun jemari tersebut hingga Karenina pun turut pula bergoyang. Ia menggelinjang tak tahan dengan kenikmatan yang H. Bahri berikan.
Karenina mengganti posisi duduknya menjadi berada dalam pelukan suaminya. Mereka bergulung, saling mencium, saling mendekap saling berbagi kenikmatan.
Karenina kalap dengan kenikmatan yang ia rindukan. Ia pun duduk mencari jalan untuk memasukkan kemaluan suaminya yang sudah berdiri tegak agar masuk pada liang senggamanya. Karenina menjepit kemaluan suaminya dengan jepitan terdahsyat miliknya. H. Bahri menggila bergoyang-goyang tak tentu arah.
Nikmat sekali percumbuan kali ini. Mereka terus bergoyang sambil mendesah.
"Uhhhh enak mas. " Teriak Karenina pada suaminya.
Sambil menikmati sesekali mata mereka terpejam. Namun entah mengapa tiba-tiba H. Bahri melihat gurat hitam di mata Karenina istri mudanya. Perlahan namun pasti bola mata Karenina ikut memerah.
H. Bahri tak lagi dapat berkonsentrasi sedang Karenina masih juga menggila dengan persetubuan mereka.
Perlahan tapi pasti wajah Karenina berubah.
Ya, ada wajah Rosdiana disana. Jelas dan sangat jelas.
"Enak, mas? " Tanya wanita di depannya sambil tertawa menyeringai.
Dengan cepat H. Bahri mendorong tubuh Karenina hingga terjatuh dan menyentuh lantai kamar hingga menimbulkan suara yang sedikit keras.
"Aduh! " Teriak wanita itu.
H. Bahri mengenakan kembali bajunya, ia sangat takut dan bermaksud untuk pergi.
"Mas,,, "
"Mas... "
H. Bahri bingung sekali. Suara itu jelas suara Karenina tapi mengapa yang bersetubuh dengannya tadi itu wajah Rosdiana? Mengapa bisa begitu?
H. Bahri berdiri, hendak membantu Karenina yang meringis kesakitan dengan tubuh telanjang.
Pagi yang cerah usai kejadian semalam saat Pak Bahri bersetubuh dengan Karenina istri ke duanya. Pak Bahri duduk di beranda rumah Karenina. Ia sedang berpikir keras bagaimana caranya menyingkirkan hantu Rosdiana yang setiap hari seolah mengikutinya kemanapun ia pergi hingga keresahanpun mendatangi dirinya sepanjang hari.Pak Bahri menjadi tidak fokus mengurus bisnisnya karena hatu itu seperti mengejar bayangannya tanpa ia ketahui apa maksudnya. Hingga Pak Bahri merasa resah yang terus menerus datang. Terlebih kejadian tadi malam. Kejadian tadi malam sudah teramat meresahkan.Dulu ia menikah dengan Rosdiana tidak murni karena cinta maka dari itu ia dengan sangat mudah jatuh hati dan tergoda pada banyak wanita, baginya saat itu Rosdiana adalah bunga yang layak disimpan sebagai pajangan dalam rumah saja. Tidak ada yang menarik dalam kehidupan rumah tangga pak. Bahri bersama Rosdiana. Setiap ada tamu dan keluarga jauh berkunjung pasti pujian yang datang saat mereka melihat R
Hari ini Pak Bahri memutuskan membawa Karenina pulang ke rumah pribadinya, Pak Bahri juga berjanji akan menikahi Karenina secara resmi. Ia mulai capek bermain-main seperti ini."Kamu siapkan semua keperluan ya. "Perintah Pak Bahri pada Karenina istri mudanya."Kakak yakin akan membawaku ke rumah itu? ""Aku yakin sayang. ""Lalu bagaimana dengan Abah dan mamah, apakah mereka tidak akan marah? ""Itu urusanku. Aku yang akan menceritakan semuanya pada beliau berdua. ""Kakak yakin? " Tanya Karenina lagi. Ia merasa tidak punya nyali untuk datang ke rumah itu, ruma
SUASANA KIAN MENCEKAMKarenina tiba di kediaman suaminya, Pak Bahri. Rumah megah berwarna biru muda dan putih nampak indah luar biasa.Rumah besar dengan menampikan kesan terbuka karena terbuat dari beberapa jendela panjang menjuntai mulai dari ruang tamu hingga dapur. Halaman luas dengan tanaman bunga melati menambah asri, ada beberapa kursi yang bertebaran ditaman itu lengkap dengan lampu redup yang terkesan romantis. Hari hampr senja ketika mereka tiba.Pak Bahri memebimbing Karenina masuk ke dalam rumah. Dengan hati hati Pak Bahri memapah lengan Karenina yang sibuk membawa tas berisi pakaian.“Masuklah sayang, rumah ini rumahmu.”Pak Bahri membuka pintu kamar sambil mengucapkan salam.Saat lengannya menyentuh gagang pintu, ia terkejut karena ternyata pintu rumah telah terkunci. Tidak biasanya pintu rumah di kunci pada sore hari begini.Pak Bahri menghubungi telephon rumah. Tiga kali dering akhirn
Aku akan terus menakutimuSampai kamu tahu bahwa aku ada di sampingmuKamu tak bisa melihat keberadaankuTapi aku melihatmuKamu nyata di depankuAku bisa saja merobohkan dinding ini dan menghancurkan tubuh kalian berdua hingga hancur lebur.Tapi untuk apa ?Kalian harus merasakan sakit yang sama.. Seperti aku..Kepedihan yang samaSeperti juga aku...Suara itu muncul begitu saja, menakuti semua insan yang mendengar lengkingannya. Rosdiana menjadi hantu penasaran karena tidak puas pada kenyataan hidup yang ia terima. Itu sebabnya ia terus mengganggu setiap orang yang berada di rumah itu. Ia tidak ingin ada yang bahagia di rumah itu. Semua orang harus menderita seperti derita yang ia sandang.
BERKUNJUNG KE RUMAH ABAHRumah Pak Bahri dengan abahnya tidak begitu jauh, mereka tinggal di kecamatan yang sama. Pak Bahri mengajak Karenina berkunjung kesana, Karenina memang wanita yang sangat cantik, hidungnya mancung, rambutnya pirang, dan berombak.Kali ini Karenina menggunakan atasan lengan panjang berwarna oranye dan bawahan lebar sebatas lutut berwarna hitam. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan bandana berwarna hitam berhias berlian. Bandana itu hadiah dari Pak Bahri suaminya. Hadiah pertama yang ia terima sebelum mereka menikah.Karenina keluar kamar menuju ruang makan tempat Pak Bahri menunggu. Pak Bahri mendongakkan kepalanya melihat Karenina.Sesaat ia tertegun. Makhluk di depannya cantik nian. Tak salah bila membuat dirinya jatuh cinta.“Kak...” Sapa Karenina pada suaminya Pak Bahri terhenyak mendengar panggilan itu.“Iya sayang.”“Kita jadi ke rumah abah ?”“Jadi dong tapi makan dulu.”
“Assalamualaikum Abah.” Sapa Pak Bahri saat melihat orang tuanya muncul dari dalam rumah. Lelaki tua nan bijak itu mempersilahkan Pak Bahri masuk ke dalam rumah."Pian dari mana saja, dari tadi kami mengetuk pintu kada pian buka i.. ""Di belakang " Hanya itu jawaban abah kemudian kembali ke dalam."Mamah kemana? " Tanya Pak Bahri lagi."Ada di belakang... " Jawaban abah setengah berteriak.Hingga kurang lebih lima belas menit kemudian abah datang dengan membawa beberapa gelas air mineral dan menyuguhkannya pada Pak Bahri juga Karenina.Sesosok wanita keluar dengan gamis lebar dan kerudung khas perempuan Banjar yang telah berangkat menunaikan ibadah haji."Dengan siapa kamu? "Tanya Mamah."Dengan Karenina, Mah. " Wanita itu mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih tetap di tempatnya. Ia menatap Karenina dengan tatapa
Sepulang dari rumah abahnya Pak Bahri mulai mempersiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Terkadang Karenina mengajaknya bercanda, sungguh luar biasa indah saat kesepian melanda ada seseorang yang dicintai membawa tawa. Saat kesepian melanda sungguh seseorang butuh teman bukan hanya sekedar tentang sex saja namun lebih dari itu.Dan hal itulh yang kini dirasakan oleh Pak Bahri sejak kehadiran Karenina membersamai di sisinya.Bagi Pak Bahri Karenina adalah segalanya, penghapus lelah, penawar duka, menghadirkan bahagia.Beruntung semua berkas yang dibutuhkan telah tersedia. Dan mereka pun bisa segera mengikrarkan janji setia di Kantor Urusan Agama.Pagi yang cerah, Pak Bahri dan Karenina telah siap menuju Kantor Urusan Agama. Balutan gaun berwarna putih dengan jilbab kuning menyala membuat Karenina yang berwajah bule itu anggun luar biasa. Bik Odah, Sri juga beberapa pembantu yang lain tampak terkagum-kagum melihat mereka berdua.
PERSETUBUHAN YANG GAGALPak Bahri bahagia bukan kepalang ketika usai pernikahan resminya di kantor urusan agama. Secara hukum negara sekarang pernikahannya dengan Kareninan telah diakui hingga ia tak cemas lagi.Mereka berdua memasuki kamar.Pak Bahri duduk di samping Karenina. Ia meraba punggung wanita itu. Ia menggigit telinga berbau harum milik istri terkasihnya. Mereka kembali bergumul. Karenina pasrah saja ketika seluruh gaunnya terlempar ke lantai.Pak bahri menikmati persetubuhan kali ini.“Aku mencintaimu, karenina.” Bisiknya lembut di telinga Karenina. Karenina terpejam ia menikmati lumatan bibir suaminya yang sangat buas.“Ochhh... Kak..”“Nina...” Mereka berpelukan, payudara kenyal itu menyentuh dada Pak bahri, puntingnya mencuat sangat indah. Pak Bahri merasa gemas, ia menghisap punting yang berwarna merah muda itu dengan sangat bergairah. Hisapannya membuat Karenina menggelinjang.“Pelan-pelan Kak, leherku sakit.” Karenina bicara dengan sua