Malam itu, di dalam ruangan VVIP rumah sakit, suasana terasa begitu sunyi dan penuh beban. Meilani duduk di samping tempat tidur suaminya, tangisnya tertahan, tapi matanya yang sembab tak bisa menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Angga, yang selalu tampak kuat dan kokoh sebagai kepala keluarga, kini terbaring tak berdaya, membuat hatinya hancur berkeping-keping.Di sudut ruangan, Summer duduk di sofa dengan Haru dalam pelukannya. Ia mengelus rambut anaknya dengan lembut, mencoba menenangkan diri sekaligus Haru yang meski belum sepenuhnya mengerti, ikut merasakan kesedihan yang melanda keluarga mereka."Ibu, Kakek kapan bangun?" tanya Haru, suaranya kecil dan penuh kebingungan.Summer terdiam sejenak, merasakan air matanya hampir tumpah lagi. "Kakek lagi butuh banyak istirahat, sayang," jawabnya dengan lembut, berusaha terdengar setenang mungkin. "Kita doakan saja, ya, supaya Kakek cepat sembuh."Haru mengangguk kecil, tapi masih terlihat ragu. "Haru boleh temani Kakek terus?"Summe
Summer memulai hari dengan penuh semangat, meski langit Jakarta menampakkan awan hitam pertanda hujan. Ia tahu, perjuangan yang harus dihadapinya tidak akan mudah. Dengan setumpuk lamaran di tangannya, Summer melangkah keluar dari apartemen kecilnya menuju pusat kota.Sebenarnya Summer ingin menggunakan mobil milik orang tuanya, tapi Summer merasa kurang hati. Jadilah kali ini ia bergerak menggunakan transportasi umum.Pagi itu, Summer mengalami kejadian pertama yang tidak mengenakkan. Di tengah perjalanan, sepatu hak tinggi yang ia kenakan tiba-tiba terputus, membuatnya harus berjalan dengan satu sepatu dan satu sandal jepit. "Baru awal, sudah ada aja cobaannya," keluh Summer. Ia mencoba untuk tetap tenang dan berjalan cepat menuju perusahaan pertama yang akan ia datangi. Meski langkahnya tidak stabil, ia tetap bertekad untuk sampai ke tempat tujuan.Saat akhirnya sampai di kantor pertama, Summer mendapati bahwa lamaran yang ia bawa tidak sesuai dengan persyaratan yang baru saja dip
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Summer masih menghadapi kesulitan besar dalam mencari pekerjaan. Dengan biaya rumah sakit yang melonjak dan kebutuhan obat-obatan, tabungan orang tuanya semakin menipis. Meskipun mereka bisa memindahkan ayahnya ke ruang kelas yang lebih rendah untuk mengurangi biaya, Summer merasa tidak tega melakukannya, dan terus berusaha mencari solusi lain.Di tengah tekanan yang semakin berat, Summer tiba-tiba menerima telepon dari Arif, mantan bosnya di La Grandeur. Summer bergerak menjauh dari Meilani dan Haru, kemudian menjawab telepon dari Arif. “Selamat malam, Pak Arif.” Suara Summer terdengar lelah namun penuh harapan.“Selamat malam, Summer. Maaf kalau aku telepon kamu di waktu yang kurang tepat. Apa kamu punya kenalan yang lagi cari kerjaan?"Pertanyaan Arif membuat Summer mengerutkan keningnya. "Emangnya ada apa, Pak? La Grandeur punya lowongan kerja, Pak?""Bukan... kali ini bukan restoran milik aku. Kebetulan, kenalan aku lagi nyari ART, jadi dia m
Keesokan harinya, Summer memutuskan untuk menggunakan mobil orang tuanya menuju alamat yang diberikan oleh Arif. Meskipun baru saja menerima tawaran pekerjaan sebagai ART, Summer tetap ingin tampil profesional dan sopan. Ia memilih busana yang modis namun tetap rapi: sebuah gaun midi berwarna navy dengan potongan elegan, yang dipadukan dengan blazer putih bersih. Sepatu hak rendah berwarna nude melengkapi penampilannya, memberikan kesan yang anggun namun nyaman. Sesampainya di depan Grand Metro Apartments, Summer terkesima dengan kemegahan gedung tersebut. Gedung pencakar langit yang berdiri megah di tengah-tengah kota Jakarta itu memiliki fasad kaca yang berkilau, mencerminkan cahaya matahari dan menambahkan kesan modern serta mewah. Summer melangkah menuju pintu masuk dengan penuh semangat, berharap dapat memulai hari barunya dengan baik. Setelah melewati lobi yang luas dan dihiasi dengan ornamen elegan, Summer menaiki lift menuju lantai teratas. Di dalam lift, ia memperhatikan se
Keesokan harinya, Summer sengaja berangkat lebih awal ke tempat kerjanya, berharap dapat bertemu dengan pemilik rumah yang masih menjadi misteri baginya. Namun, sesampainya di sana, ia lagi-lagi tidak menemukan tanda-tanda kehadiran sang pemilik rumah. Saat ia sedang membantu Bu Tina di dapur, Summer bertanya dengan nada penasaran, "Bu Tina, apa Tuan Muda biasanya berangkat sepagi ini?" Bu Tina tersenyum sambil mengaduk panci di hadapannya. "Iya, Nona. Tuan Muda pergi lebih awal. Biasanya dia memang jarang ada di rumah terlalu lama."Summer semakin penasaran. "Emang kerjaannya Tuan Muda apa, Bu Tina?"Ibu Tina bergerak ke arah kulkas, mengambil beberapa bahan makanan. "Tuan Muda pengusaha, tapi Ibu juga nggak tau usaha di bidang apa aja. Pokoknya banyak usahanya Tuan Muda." Summer mengangguk, sedikit kecewa karena rencananya untuk bertemu pemilik rumah kembali gagal. Namun, ia tetap melanjutkan pekerjaannya seperti biasa. Anehnya, meskipun rumah tersebut sangat luas, tidak banyak ya
Hari-hari berlalu, dan saat yang dinanti-nanti akhirnya tiba: acara besar yang diadakan oleh Lumiere d'ete dimulai dengan gemerlap. Event yang menggabungkan konser penyanyi solo, pameran seni, dan teatrikal dari artis-artis papan atas ini berlangsung sangat meriah. Ruangan dipenuhi oleh tamu-tamu penting, wartawan, dan penggemar seni yang antusias.Rain, sebagai orang yang menyelenggarakan acara ini, dikelilingi oleh wartawan yang berbondong-bondong untuk mewawancarainya. Kamera dan mikrofon diarahkan padanya, menanyakan segala hal tentang acara tersebut dan bagaimana ia bisa menggabungkan berbagai elemen seni dalam satu event.Di tengah-tengah keramaian tersebut, Sari melihat kesempatan untuk menonjolkan kedekatannya dengan Rain. Dengan penuh percaya diri, Sari mendekati Rain dan mulai berbicara dengan nada yang ceria dan penuh percaya diri. “Rain, acara malam ini luar biasa banget! Aku tau kerja keras kamu akan berhasil! Selamat, ya!” katanya sambil tersenyum.Rain, yang terlihat sa
Summer masuk ke dalam kamar pemilik apartemen dengan perasaan gugup. Ia sudah tak sabar mengetahui siapa sosok dermawan yang memberikannya pekerjaan, tapi harapannya sirna seketika ketika ia melihat pemilik apartemen yang sering dipanggil Tuan Muda, sedang meringkuk di bawah selimut. Summer merasa kecewa, tapi ia harus tetap bersikap selayaknya ART di apartemen ini. "Selamat pagi Tuan Muda. Saya Summer, orang yang direkomendasikan sama Pak Arif." Summer menunggu tanggapan Tuan Muda, tapi tidak ada. "Apa Anda baik-baik saja? Apa perlu saya panggil Bu Ani?" Dari balik selimut, Rain berdehem, lalu berbicara dengan suara yang dibuat-buat. "Nggak perlu. Saya baik-baik saja." Summer mengangguk perlahan. "Saya bawain Tuan Muda sup ayam." "Trus aja di atas meja," ucap Rain. Summer kembali mengangguk. "Baik, Tuan." Setelah menaruh mangkuk di atas meja, Summer langsung pamit. "Saya permisi dulu. Kalau ada yang Tuan Muda butuhkan, Tuan Muda bisa panggil saya." "Iya, terima kasih." Summer
Sesampainya di galeri seni miliknya, Rain dikejutkan oleh kehadiran beberapa wartawan yang sudah menunggu di depan pintu. Ia berpikir mereka ingin mewawancarai tentang keberhasilan event Lumiere d'ete. Namun, pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan jauh dari yang ia bayangkan. "Rain, apakah benar Anda dan Sari memiliki hubungan yang lebih dari sekadar rekan kerja?" tanya seorang wartawan dengan nada mendesak. "Sejak kapan hubungan pribadi Anda dengan Sari menjadi sorotan publik? Apakah ada perencanaan khusus terkait hubungan ini dalam waktu dekat?" tanya wartawan lain, mencoba menjebak Rain dengan pertanyaan yang semakin mendalam. "Apakah hubungan ini mempengaruhi keputusan Anda dalam pekerjaan atau event yang Anda jalani? Bisakah Anda memastikan bahwa tidak ada konflik kepentingan?" tanya seorang wartawan dengan nada tajam. Rain merasa terjebak dan cemas dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia tahu jika ia tidak berhati-hati, hal ini bisa menambah kerumitan dalam hidupnya.