Share

ANTARA AKU DAN RANIA
ANTARA AKU DAN RANIA
Author: Ria Abdullah

Klinik dan syok

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-03-02 20:49:36

Jam dinding berdetak nyaring, seolah menghitung waktu mundur bagi diriku untuk mengambil keputusan yang begitu berat. Air mata ini berderai tanpa henti membuat bola mata makin pedih dan memanas.

Aku masih duduk di kursi tunggu ruang klinik sambil menggenggam beberapa resep dokter dan jadwal pertemuanku minggu depan, duduk di sini dengan segala perasaan luka serta kebimbangan yang menyiksa.

Secangkir minuman yang kubeli di kantin sudah dingin dan tertinggal di atas meja begitu saja, tak tersentuh sedikitpun. Lalu lalang orang-orang dan suara pengumuman dari pengeras suara seperti tak terdengar olehku, selain hanya seperti keheningan dan bunyi desau angin. Ya, jelas aku bisa merasakan sebuah kehampaan yang menganga antara diriku dan harapanku, kehancuran hati dan kepercayaan pada seorang pria yang telah 15 tahun bersamaku.

"Mas, berangkat ke klinik ya?"sekelebat bayangan pagi tadi masih tergambar di pelupuk mata.

"Hati-hati di jalan sayang, kalau hujan telepon saja, nanti Mas jemput," jawab lelaki itu saat aku berpamitan tadi, kucium tangannya dan dia membalas mencium keningku.

Selalu begitu setiap hari, selalu tentang keromantisan cinta dan senyum hangat.

Tak ada yang kurang dari dirinya, cinta perhatian, juga tanggung jawabnya secara ekonomi, dia luar biasa! Dia Mas Husein Ali suamiku, suami yang amat kusayangi. Andai aku terlahir untuk kehidupan berikutnya aku tetap ingin dia sebagai suamiku.

"Sayang ...maaf ya kalau sampai hari ini kita masih berdua saja." Teringat kembali percakapan beberapa minggu yang lalu saat aku dan dia saling memeluk di atas tempat tidur kami, entah kenapa mengingat itu membuat air mata ini kembali berderai dan jatuh di atas kertas-kertas yang kugenggam dengan erat.

"Nggak apa-apa sayang, bahkan aku rasa ini bukan ujian untuk kita. Dengan tidak memiliki anak, Tuhan seperti memintaku untuk mencintaimu paripurna. Tidak ada hal lain yang lebih ingin kuprioritaskan selain kebahagiaanmu," jawab lelaki itu sampai memelukku dengan erat.

"Tapi pertanyaan keluarga dan ibu mertua kadang membuatku merasa sangat bersalah."

"Hei..." Pria itu membalikkan badanku agar tatapan kami bertemu, senyum di bibir dan helaan nafasnya yang tepat jatuh ke wajahku, membuatku merasakan kenyamanan.

"Jangan pedulikan perkataan siapapun, yang penting kamu dan aku bahagia," jawabnya. Sebuah kecupan mendarat di bibirku, dilanjutkan dengan... sesi mereguk asmara penuh kebahagiaan.

Kupikir itu tidak akan pernah hilang, kupikir mas husain benar-benar mencintaiku, kupikir hanya dia satu-satunya pusat duniaku, di mana aku memilikinya dan dia hanya mencintaiku. Hanya aku saja! Tapi tidak.

*

Peristiwa pagi tadi mengguncang hatiku, mengambil seluruh fokus dan pikiranku dan membuatku tidak henti-hentinya meneteskan air mata dan mengabaikan beberapa orang yang terus menetapku.

Sebenarnya, sebelum ke klinik, aku mampir ke rumah ibu, bercengkrama dan sarapan dengannya, bercerita tentang progres pengobatan dan betapa aku tidak pernah putus asa untuk mendapatkan seorang anak. Ibu mendengarkan ceritaku dengan penuh perhatian serta mendukung apapun yang kulakukan. Tepat pukul 08.00 aku naik taksi dan melanjutkan perjalanan ke klinik.

Di lampu merah mobil berhenti, aku memeriksa ponsel untuk mengirim pesan bahwa aku baru saja mau ke klinik dan cuacanya cerah, suamiku tidak perlu menjemputku. Tapi saat menoleh ke kiri jalan, aku melihat mobil Mas Husein, dan terkejut luar biasa.

Bukan mobilnya yang membuatku terbelalak, tapi dia dan wanita yang ada di sisinya.

Seorang wanita cantik dengan rambut tergerai dan anak perempuan lucu yang sedang berada dalam pangkuannya. Bocah itu berceloteh dan minta jendela kaca dibuka, dia nampak riang gembira dan yang paling membuatku terluka adalah... Mengapa bocah itu sangat mirip dengan Mas husain, garis wajah, hidung mancung, senyum dan tatapan matanya yang benar-benar fotocopy dari suamiku.

Tadinya aku kira dia adalah sepupunya, wajar saja jika satu keluarga memiliki kemiripan karena faktor genetik satu sama lain, tapi, saat bocah itu memanggil Mas Husein dengan kata ayah... di situlah ponselku terjatuh, seluruh tubuhku lemas seakan tulang-tulang yang menopang badan berubah menjadi lembut seperti susu yang difermentasi menjadi yogurt.

"Ayah ... Ayah."

"Iya sayang." Mas Husein menjawab lembut sambil memandang anaknya dengan dalam.

"Jalan...jalan, Yah?"

"Iya sayang, kita jalan jalan sore nanti, tapi sebelum itu Ayah akan bekerja dan kalian ke rumah nenek Fatimah dulu." Suamiku membelai bocah itu sementara wanita yang ada di sisinya menatap suamiku dengan keromantisan yang tidak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Seperti dua sejoli yang sedang dimabuk asmara dan anak itu adalah anak buah cinta mereka.

Dan ya, dia menyebut nama mertuaku, artinya Ibu Fatimah kenal dengan wanita yang ada di sisi suamiku. Artinya secara sadar mertuaku telah menjadikan wanita itu sebagai menantunya.

"Makasih ya Mas udah anterin."

Wanita dengan bibir tipis itu memandang mas Husain dengan lekat.

"Nggak papa kok. Aku lagi sendirian, kebetulan hari ini Alya mau ke rumah sakit."

"Oh gitu ya Mas? Emang Mbak Alya belum membaik?"

"Belum, tumor yang ada di rahimnya memaksa dia untuk operasi dalam beberapa bulan ke depan. Luar biasa segera sembuh karena situasi memprihatinkan."

"Ah ya Tuhan, kamu harus selalu support dan ada untuk dia Mas."

What? Mengapa wanita itu harus pura-pura peduli padaku padahal sebenarnya Mungkin dia menginginkan kepergianku.

"Selalu Rania, insya Allah." Mas Husein membelai rambut wanita itu sekali lagi. Dilihat dari gesturnya, sepertinya mereka sudah menikah dengan resmi karena tidak mungkin secara terang-terangan jalan bersama lalu punya anak yang jelas-jelas memanggil suamiku dengan kata ayah.

Dan ya, kenapa aku harus terima kejutan ini dalam keadaan sakit, Ya Tuhan. Tumor yang telah lama tumbuh di rahimku semakin menyiksa makin hari, menyakiti dan membuat tubuhku lemah. Sebagian rambut ini mulai rontok, tadinya aku bangga memperlihatkan rambutku yang terurai panjang tapi sekarang hijab mulai menutupinya dan membuatku nyaman.

Kulihat kembali suamiku dan anaknya tertawa dengan riang, sementara aku meneteskan air mata berderai-derai.

Andai tidak dalam keadaan ramai lalu lintas, perutku sakit dan tubuhku lemas aku ingin sekali turun dan melakukan sesuatu yang tidak terduga. Seperti mengamuk atau melempar wanita itu dengan tas tanganku, tapi aku terlalu syok, seluruh badanku gemetar dan aku bisa merasakan sensasi dingin yang menjalari badan.

Aku gemetar benar-benar di posisi seakan seluruh tubuhku disengat aliran listrik hingga supir taksiku mulai khawatir dengan keadaan ini.

"Nyonya Anda baik-baik saja?"

"I-iya Pak."

"Kenapa Nyonya seperti melihat hantu!"

"Bu-bukan..." Saat aku ingin sekali turun sembari mengumpulkan energiku tiba-tiba lampu berubah menjadi hijau dan suamiku melaju dengan cepat lalu menghilang di ujung simpangan. Aku terhenyak seiring dengan taksi yang membawaku juga ikut melaju.

*

"Mbak kliniknya sudah mau tutup, Mbak belum mau pulang?" Seorang suster mendekat dan menyentuh bahuku membuatku tersadar, bahwa situasi sudah sangat sepi menyisakan hanya aku dan dia saja.

"Oh i-ya."aku gelanggapan sambil mengusap air mata dan pura-pura tersenyum.

"Sudah ada yang jemput Mbak?"

"Saya pesan grab saja."

"Biasanya suaminya yang jemput..."wanita yang telah lama aku kenal sebagai petugas front office itu tersenyum ke arahku sementara aku merasa terhujam sendiri dengan kebiasaan antar jemput suamiku.

"Hari ini dia sibuk," jawabku sambil meraih tasku lalu buru-buru berdiri dan melangkah meninggalkan klinik itu.

*

Setibanya di rumah hari telah menjelang ashar, ntar berapa lama aku duduk tercenung sembari terus membayangkan suamiku dan wanita itu, hingga tak sadar bahwa kliniknya tutup.

Aku duduk di meja ruang ta mu dengan tatapan menerawang sembari menunggu Mas Husein pulang ke rumah.

Lirik jam dinding yang seolah detakan yang makin menyiksa, makin lamban saja setiap detiknya. Tak lama aku dengar mobil suamiku tiba, lalu dia turun dari sana dan melangkah menuju pintu utama.

"Hei sayang. Assalamualaikum." Senyumnya selalu lebar tatapannya lembut dan seperti biasa dia akan melepas sepatu lalu meletakkan kunci mobil di dalam nampan yang tersedia.

Aku tidak menjawabnya, aku sedang mempertimbangkan haruskah aku berdiri dan langsung menamparnya ataukah aku bicara baik-baik dan bertanya dengan santun.

"Hei, apa denganmu sayang, Kenapa matamu sembab. Apa dokter mengatakan sesuatu yang membuatmu sedih."

"Tidak ada yang lebih membuatku sedih selain kamu!"

"Apa maksudmu?!"

"Jangan berpura-pura Mas!" Aku berteriak memecah kesunyian, lalu sebuah ornamen yang ada di sisiku kulemparkan hingga pecah berkeping-keping di lantai. Mas Husen terkejut, tapi aku memandangnya dengan semua kemarahanku, seakan-akan hubungan kami retak seperti seperti pecahan kaca yang jatuh ke lantai.

Dia terlihat heran tapi aku memandangnya dengan pandangan tajam yang menusuk.

"Sudah berapa tahun kau menipuku? Katakan Sudah berapa tahun kau menipuku?!"

Related chapters

  • ANTARA AKU DAN RANIA    Mas Husein

    Mas Husein membeku, dia memandangku dengan tatapan heran tapi dia tahu maksudku. Suara jam dinding kembali bergema seperti Setiap detik menjadi palu yang menghantam jantungku. Duniaku runtuh bukan karena gemuruh dahsyat atau gelombang melainkan oleh penghianatan. Harapan yang selama ini Kurawat seperti taman bunga kini layu seketika diracuni oleh pahitnya kebohongan."Tenangkan dirimu, apa yang terjadi?" Lelaki itu mendekat sambil meraih tanganku tapi aku segera menepis dan mendorongnya mundur. Demi Allah, aku seolah bisa mencium bau parfum wanita yang tersamar di kemeja suamiku, bau yang menusuk hidung lebih tajam dari cuka. Pengalaman luka pagi tadi bukan sekedar luka saja, tapi sayatan yang merobek jiwaku. Aku seperti layang yang dipermainkan lalu tali-talinya putus kemudian terhempas ke jurang terburuk. Cinta yang dulu kujaga seperti harta paling berharga, kini hancur berkeping-keping, hatiku berdarah, dan aku sudah tak mampu menggambarkannya. "Alya, apa yang terjadi?""Jawab

    Last Updated : 2025-03-02
  • ANTARA AKU DAN RANIA    penjelasan

    Aku tercekat mendengar ucapan ibu mertua, kaget seakan diberi pukulan yang amat menyakitkan. Aku terdiam sembari memikirkan nilai diriku dan bagaimana mereka telah menganggapku selama ini. Kupikir aku dihargai, ternyata aku hanya seperti remahan roti diantara makanan berharga. Kukira mereka akan mengatakannya dengan jujur dan melibatkanku dalam semua keputusan keluarga, tapi ternyata aku adalah orang yang terakhir tahu fakta sebenarnya. "Apa kau mendengar umi?" Wanita itu mendekat dan mengguncang lututku. Pakaian yang masih sama dengan pakaianku di pagi hari saat berangkat ke klinik tadi. Aku menoleh ke arahnya dan air mataku kembali menetes lagi. Wanita itu tidak menunjukkan penyesalan atau raut kesedihan melainkan hanya senyum tipis dan anggukan kepalanya. "Umi yakin semuanya akan baik-baik saja?"Dia menggenggam tanganku sambil tersenyum, senyumnya seperti tombak yang menghujam hati, sementara suamiku berdiri menyandar di dinding sambil melipat tangannya di dada. Kedua manusi

    Last Updated : 2025-03-02
  • ANTARA AKU DAN RANIA    Bersamanya

    Aku bersandar di balik meja kerja mas Husein dengan hati yang tak karuan rasanya. Kepalaku sakit dan telingaku rasanya berdenging putaran bayangan Mas husein bersama istrinya di dalam mobil, celoteh bocah yang memanggilnya ayah, ucapan ibu mertua permintaan maaf suamiku yang terkesan tidak berprasaan serta rangkaian angka-angka dalam slip gaji dan struk belanja. Itu seperti tumpang tindih dan berlomba di dalam kepalaku, rasanya hati ini makin sesak, dan semua itu seakan terdengar di telingaku secara bersamaan. "Tidak, tidak mungkin!" Aku menutup telingaku sendiri dengan kedua tangan sambil membenamkan wajah diantara kedua lutut. "Hahaha, hahaha, kau tidak tahu apa-apa!" Kelebatan bunyi tawa dan kumpulan anggota keluarga Mas Husain seakan terlihat di mataku. Wajah dan senyum mereka seperti bayangan kamera yang di zoom in dan out, mendekat lalu menjauh lalu datang tiba-tiba seperti hantu. Aku melihat ibu mertua yang sedang merangkul wanita itu mereka duduk bahagia sambil menuding ke a

    Last Updated : 2025-03-02
  • ANTARA AKU DAN RANIA    umi

    "Umi, maafkanlah saya belum ingin bertemu siapapun dan membahas apapun. Saya butuh istirahat dan waktu untuk mencerna semua ini.""Umi harap kau bisa menenangkan hatimu, ya Sayang. Toh, Rania dan Husain sudah menikah juga, dan mereka punya anak. Jadi, tidak adil rasanya jika kemarahanmu membuat mereka berdua bercerai. Iya kan, Kak."Aku terdiam, untuk beberapa detik aku terdiam kehilangan kata-kata. Aku tercekat dan ingin sekali memungkiri bahwa sebenarnya aku ingin Rania dan suamiku segera berpisah. Aku ingin keadaan kembali seperti semula, di mana suamiku hanya milikku saja dan dia hanya mencintaiku. Kalau waktu bisa diputar... aku ingin kembali ke beberapa tahun yang lalu, aku ingin menjaga kesehatanku dan melindungi diriku dari penyakit. Aku ingin program kehamilan lebih cepat dan membawakan anak kembar untuk suamiku, kehidupan kami akan harmonis dan bahagia, tentu saja. Tapi, sekali lagi... Itu adalah paradoks waktu yang tidak mungkin diulangi."Umi, dengar!""Kau pasti akan bai

    Last Updated : 2025-03-02
  • ANTARA AKU DAN RANIA    6

    Melihat belanjaanku yang masih teronggok di atas meja, aku terpaku. Aku ingin menyusunnya tapi masalah dan pikiran-pikiran yang menumpuk dalam benakku membuatku hanya bisa berdiri sambil menahan air mata. Angka-angka yang terus saling tumpang tindih dalam pikiranku, pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawabannya ...aku masih bingung juga sampai sekarang. Jika selama ini aku dan dia memiliki tabungan bersama, berarti suamiku juga punya tabungan pribadi yang jumlahnya sangat banyak, bahkan aku pun menyadari bahwa aku sama sekali tidak tahu jumlah pendapatan dan bonusnya. "Uhm, sebaiknya kita bicara, Aku ingin kau dan aku bicara baik-baik tanpa ada emosi. Bisakah?"Aku melirik ke arahnya, menatap lelaki dengan celana pendek dan kacamata yang membingkai wajah manisnya, bagiku dia pusat dunia dan cinta sejatiku tapi sekarang aku bias tentang pendapatku sendiri. "Aku belum ingin bicara pada siapapun pikiranku masih kacau dan aku khawatir Itu akan menimbulkan emosi!" Aku membalikka

    Last Updated : 2025-03-07
  • ANTARA AKU DAN RANIA    7

    "Tolong jangan bicarakan Rania dengan konotasi negatif, karena dia adalah wanita yang baik yang tidak pernah meminta waktu dan perhatian untuk dirinya sendiri. Justru dia selalu ingin aku memperhatikanmu dan mencurahkan semua tenagaku untuk fokus pada kesembuhanmu. Rasanya sedih sekali Jika kau salah paham hanya karena kami menikah tanpa sepengetahuanmu.""Apa?" Aku tercekat mendengar ucapan suamiku. Ingin mencoba mengulas dan mencerna satu persatu kalimat yang terlontar itu tapi semuanya terlalu cepat dan masing-masing seperti anak panah yang melesat menuju rongga dadaku. Yang pertama ...dia membanggakan Rania sebagai wanita yang pengertian dan perhatian. Yang kedua dia bilang kalau dia sedih sekali karena aku salah paham pada istri keduanya hanya karena mereka menikah! Ingin sekali berteriak di wajahnya, bahwa, peristiwa yang terjadi sudah masalah yang paling besar di kehidupan rumah tangga kami.Sudah menikah dan ditutupi pula, kini dia memintaku untuk tidak menghujat istrinya. S

    Last Updated : 2025-03-08
  • ANTARA AKU DAN RANIA    8

    Meski aku menangis dalam pelukannya tapi tak lagi kutemukan yang bisa memberiku kenyamanan, sebuah tempat yang damai yang akan membuat tangisan terseduku menjadi reda dan tarikan nafas yang tenang. Aku menarik diri dari rengkuhannya, mundur sambil menatapnya dengan gelengan kepala, mas Husein nampak heran, tapi dia ingin terus membujukku dengan tatapan matanya yang terlihat memelas dan turut sedih. Entah pemikiran apa yang sedang terlintas di hatinya, benarkah dia sungguh kasihan padaku atau hanya pura-pura terlihat menyesal dan bersedih agar tidak terlalu nampak tak berperasaan. "Kenapa sayang? Tolong jangan tarik dirimu seperti itu!""Aku sudah sadar mas tidak ada harapan diantara kita,"jawabku parau, air mata ini meluncur dengan cepat, lalu jatuh ke atas hijabku. "Jangan bilang begitu... Apa yang berat bagi sungguh juga berat bagiku.""Oh sungguhkah?" Beraninya Dia terlihat pura-pura prihatin padahal sebenarnya begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan dariku. Masalah wanitanya

    Last Updated : 2025-03-08
  • ANTARA AKU DAN RANIA    9

    *Setelah memastikan lelaki itu pergi, aku keluar dari kamar. Mendapati dia telah menyiapkan ku sarapan roti lapis dengan telur dan keju kesukaan aku hanya bisa meneteskan air mata. Rasanya ingin ku tahan tidak makan apapun tapi sensasi lapar ini membuat tubuhku lemas. Aku beranjak kemeja makan sambil memperhatikan segala susu yang sudah ia tutup, dengan sebutir garam tanpa gula, dia ingat betul, dan selalu hafal bagaimana cara istrinya menyeduh susu. Aku duduk di depan makanan tersebut, mencoba meraihnya dengan tanganku yang gemetar, kalau kusentuh roti itu dan kuarahkan untuk mencicipinya. Rasanya masih sama, seperti buatan suamiku, rasanya seperti tidak ada yang berubah, tapi fakta bahwa kini ia memiliki wanita lain di hatinya dan tentu saja seorang anak yang jadi buah cinta mereka pasti melebihi posisiku di atas segalanya. Mungkin dia mencintaiku tapi dimensi cinta untuk Rania dan anaknya Aisyah, pasti melebihi dari dunia dan segala isinya. Aku kalah, aku kalah telak oleh wan

    Last Updated : 2025-03-09

Latest chapter

  • ANTARA AKU DAN RANIA    14

    Gelap di sekitarku sementara malam terus beranjak larut, suasana ruangan temaram dengan lampu dapur yang menyala samar, saat kubuka mata perlahan dan menyadari diriku meringkuk di sofa, jam dinding telah menunjukkan pukul dua belas malam.Jarumnya yang berdetak seperti palu memukul jantungku, menggema di telinga dan menciptakan suasana yang suram. Aku menggigil, seakan suhu ruangan turun drastis. Kupeluk diriku sendiri sambil mengusap kedua tanganku perlahan, gigiku beradu menahan hawa yang menusuk hingga ke tulang. "Apa dia belum pulang juga?" bisikku dalam hati. "Kenapa dia tidak kembali?"Kota sudah lengang, begitu juga lingkungan sekitarku yang tertidur, jalanan sepi dengan sesekali kendaraan yang melintas, aku khawatir, kenapa dia belum juga pulang. Lalu aku teringat, bohong mungkin ia telah bergelung dalam selimut yang hangat bersama istri dan anaknya. Tidak mungkin ia akan memilih berkendara menembus cuaca dingin ini demi kembali pada istri mandul yang tidak bisa memberi

  • ANTARA AKU DAN RANIA    13

    Setelah berhasil tiba di kamar dan menutup pintu, hujan deras membasahi pipiku, ku usap wajahku dengan tanganku yang dingin dan gemetar. Rasa sakit di perut dan lapar yang bercampur membuatku merasakan kepedihan yang mendalam. Bukan tumor yang membuatku hancur, melainkan kenyataan pahit yang baru saja kutemukan. Bunga mawar yang layu di vas kristal, seperti simbol kehidupanku yang perlahan-lahan memudar tercabik oleh rahasia yang tersimpan rapat di hati suamiku rahasia yang lebih mematikan daripada penyakit yang menggerogoti tubuh ini. Di sebelah mawar itu ada beberapa pigura foto kami saat berlibur, hadiah-hadiah yang diberikan suamiku setiap Valentine, atau ulang tahun pernikahan kami semuanya kupajang di sana sebagai bentuk penghormatan dan kebanggaan tertinggi mendapatkan cintanya. "Ah ya Tuhan, kenapa baru sekarang aku menyadarinya selama 15 tahun."Bisa-bisanya aku hidup dalam kebohongan yang terbungkus jadi manis suamiku, 8 tahun terakhir melawan, aku juga berjuang melawan k

  • ANTARA AKU DAN RANIA    12

    Aku kehilangan kata-kata dan hanya bisa terdiam, air mata yang terus berjatuhan tak mampu mengubah keadaan apalagi membuat suamiku berubah dan meninggalkan istri barunya. *Matahari sore menyelinap di balik cakrawala meninggalkan langit jingga yang memudar oleh mendung. Cahaya redup di luar sana seakan menembus kegelapan dan mencengkram hatiku. Di dapur, Mas Husen terlihat menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri, aroma bawang dan sosis goreng yang tercium samar, tak mampu mengundang seleraku untuk makan, justru hanya ada ketakutan yang menyengat, apa yang perceraian dan menjalani kita hidup sendirian dalam keadaan sakit, aku ngeri, tapi sepertinya itu tak ayal terjadi. Masih kupandangi wajah suamiku yang terlihat acuh tak acuh saja, dia nampak sibuk dan pandangannya hanya tertuju pada kuali dan masakannua. Ya, Husein Ali Bahanan, suamiku. Pria yang biasanya penuh kasih sayang berubah menjadi sosok yang mengerikan. Kata katanya yang kasar beberapa jam yang lalu masih terngiang

  • ANTARA AKU DAN RANIA    11

    "Apa maksudmu mengatakan cinta dan seluruh pemberianku sebagai formalitas! Jika aku tidak mencintaimu, Sudah lama aku meninggalkanmu!"kali ini ucapannya terdengar seperti tantangan dan kesombongan. Aku seperti wanita yang mudah diambil dari keluarganya lalu dikembalikan tanpa perasaan. Seperti benda yang bisa dioper atau dilempar-lempar saja. "Mungkin kau tidak tega, sebab aku juga istri yang sempurna!" Balasku yang tak kalah ingin menyombongkan diri. "Hah?!" Lelaki itu tercengang sambil menelan ludah. "Apa?" Dia seperti tidak percaya."Aku tidak memiliki alasan untuk membuatmu kecewa karena aku selalu berusaha jadi istri yang baik. Coba, cari di mana kekuranganku!! ayo sebutkan pelayanan mana yang tidak kau sukai!" Sekarang kami berhadapan dengan bola mata yang saling berkilat satu sama lain. Bahkan mungkin kalau aku maju sedikit saja kami akan saling bertabrakan. "Aku sedang jujur padamu, aku sedang menabung untuk kesembuhan dan operasimu karena itu sangat mahal, kau tahu kan ka

  • ANTARA AKU DAN RANIA    10

    Temanku Jessica memutuskan untuk pulang setelah kami berbincang dan istirahat makan siang, sebelum pulang dia sempat memesankan padaku bahwa apapun yang terjadi aku harus tetap tegar dan segera meneleponnya bila aku dalam keadaan butuh bantuan dan resah. "Kamu nggak boleh sedih ya, aku akan selalu berusaha ada saat kamu butuh," ucapnya sambil menepuk tangan ini lalu naik ke atas mobilnya. "Makasih Jes, makasih udah datang di sela-sela pekerjaan kamu yang sibuk sebagai dokter.""Aku lagi nggak di jadwal piket jaga, jadi, santai saja," ucapnya sambil menaikkan kaca mobil dan melambaikan tangannya. Kepergian Jessica kembali melubangi perasaanku, kubalikan badan dan memandangi fasad rumah lantai 2 yang dulu adalah tempat impian untuk kami membangun keluarga dan anak-anak kami kelak. Dulu aku begitu menginginkan tinggal di tempat ini, cluster yang tenang di mana aku akan membesarkan anak-anak di lingkungan yang udaranya bersih dan sedikit menepi dari hiruk pikuk kota yang penuh polusi.

  • ANTARA AKU DAN RANIA    9

    *Setelah memastikan lelaki itu pergi, aku keluar dari kamar. Mendapati dia telah menyiapkan ku sarapan roti lapis dengan telur dan keju kesukaan aku hanya bisa meneteskan air mata. Rasanya ingin ku tahan tidak makan apapun tapi sensasi lapar ini membuat tubuhku lemas. Aku beranjak kemeja makan sambil memperhatikan segala susu yang sudah ia tutup, dengan sebutir garam tanpa gula, dia ingat betul, dan selalu hafal bagaimana cara istrinya menyeduh susu. Aku duduk di depan makanan tersebut, mencoba meraihnya dengan tanganku yang gemetar, kalau kusentuh roti itu dan kuarahkan untuk mencicipinya. Rasanya masih sama, seperti buatan suamiku, rasanya seperti tidak ada yang berubah, tapi fakta bahwa kini ia memiliki wanita lain di hatinya dan tentu saja seorang anak yang jadi buah cinta mereka pasti melebihi posisiku di atas segalanya. Mungkin dia mencintaiku tapi dimensi cinta untuk Rania dan anaknya Aisyah, pasti melebihi dari dunia dan segala isinya. Aku kalah, aku kalah telak oleh wan

  • ANTARA AKU DAN RANIA    8

    Meski aku menangis dalam pelukannya tapi tak lagi kutemukan yang bisa memberiku kenyamanan, sebuah tempat yang damai yang akan membuat tangisan terseduku menjadi reda dan tarikan nafas yang tenang. Aku menarik diri dari rengkuhannya, mundur sambil menatapnya dengan gelengan kepala, mas Husein nampak heran, tapi dia ingin terus membujukku dengan tatapan matanya yang terlihat memelas dan turut sedih. Entah pemikiran apa yang sedang terlintas di hatinya, benarkah dia sungguh kasihan padaku atau hanya pura-pura terlihat menyesal dan bersedih agar tidak terlalu nampak tak berperasaan. "Kenapa sayang? Tolong jangan tarik dirimu seperti itu!""Aku sudah sadar mas tidak ada harapan diantara kita,"jawabku parau, air mata ini meluncur dengan cepat, lalu jatuh ke atas hijabku. "Jangan bilang begitu... Apa yang berat bagi sungguh juga berat bagiku.""Oh sungguhkah?" Beraninya Dia terlihat pura-pura prihatin padahal sebenarnya begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan dariku. Masalah wanitanya

  • ANTARA AKU DAN RANIA    7

    "Tolong jangan bicarakan Rania dengan konotasi negatif, karena dia adalah wanita yang baik yang tidak pernah meminta waktu dan perhatian untuk dirinya sendiri. Justru dia selalu ingin aku memperhatikanmu dan mencurahkan semua tenagaku untuk fokus pada kesembuhanmu. Rasanya sedih sekali Jika kau salah paham hanya karena kami menikah tanpa sepengetahuanmu.""Apa?" Aku tercekat mendengar ucapan suamiku. Ingin mencoba mengulas dan mencerna satu persatu kalimat yang terlontar itu tapi semuanya terlalu cepat dan masing-masing seperti anak panah yang melesat menuju rongga dadaku. Yang pertama ...dia membanggakan Rania sebagai wanita yang pengertian dan perhatian. Yang kedua dia bilang kalau dia sedih sekali karena aku salah paham pada istri keduanya hanya karena mereka menikah! Ingin sekali berteriak di wajahnya, bahwa, peristiwa yang terjadi sudah masalah yang paling besar di kehidupan rumah tangga kami.Sudah menikah dan ditutupi pula, kini dia memintaku untuk tidak menghujat istrinya. S

  • ANTARA AKU DAN RANIA    6

    Melihat belanjaanku yang masih teronggok di atas meja, aku terpaku. Aku ingin menyusunnya tapi masalah dan pikiran-pikiran yang menumpuk dalam benakku membuatku hanya bisa berdiri sambil menahan air mata. Angka-angka yang terus saling tumpang tindih dalam pikiranku, pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawabannya ...aku masih bingung juga sampai sekarang. Jika selama ini aku dan dia memiliki tabungan bersama, berarti suamiku juga punya tabungan pribadi yang jumlahnya sangat banyak, bahkan aku pun menyadari bahwa aku sama sekali tidak tahu jumlah pendapatan dan bonusnya. "Uhm, sebaiknya kita bicara, Aku ingin kau dan aku bicara baik-baik tanpa ada emosi. Bisakah?"Aku melirik ke arahnya, menatap lelaki dengan celana pendek dan kacamata yang membingkai wajah manisnya, bagiku dia pusat dunia dan cinta sejatiku tapi sekarang aku bias tentang pendapatku sendiri. "Aku belum ingin bicara pada siapapun pikiranku masih kacau dan aku khawatir Itu akan menimbulkan emosi!" Aku membalikka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status