Share

umi

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-03-02 20:52:03

"Umi, maafkanlah saya belum ingin bertemu siapapun dan membahas apapun. Saya butuh istirahat dan waktu untuk mencerna semua ini."

"Umi harap kau bisa menenangkan hatimu, ya Sayang. Toh, Rania dan Husain sudah menikah juga, dan mereka punya anak. Jadi, tidak adil rasanya jika kemarahanmu membuat mereka berdua bercerai. Iya kan, Kak."

Aku terdiam, untuk beberapa detik aku terdiam kehilangan kata-kata. Aku tercekat dan ingin sekali memungkiri bahwa sebenarnya aku ingin Rania dan suamiku segera berpisah.

Aku ingin keadaan kembali seperti semula, di mana suamiku hanya milikku saja dan dia hanya mencintaiku. Kalau waktu bisa diputar... aku ingin kembali ke beberapa tahun yang lalu, aku ingin menjaga kesehatanku dan melindungi diriku dari penyakit. Aku ingin program kehamilan lebih cepat dan membawakan anak kembar untuk suamiku, kehidupan kami akan harmonis dan bahagia, tentu saja. Tapi, sekali lagi... Itu adalah paradoks waktu yang tidak mungkin diulangi.

"Umi, dengar!"

"Kau pasti akan baik-baik saja sayang, umi dan adik-adik iparmu akan mendukungmu. Kau adalah istri yang baik dan menantu yang penurut!"

"Ummi! Aku tahu aku siapa dan seberapa baik diriku. Tapi untuk sementara ini aku sedang marah, aku sangat-sangat marah jadi tolong jangan paksa aku untuk segera menerima kenyataan ini!"

"Oh, uhm, hmm, ma-maaf!"wanita paruh baya itu terdengar gelagapan dari seberang sana. Sepertinya dia malu sekaligus gugup mendengar ucapanku.

"Aku ingin wanita itu menjumpai ku dan bicara secara langsung, Aku ingin mendengar permintaan maafnya, Aku ingin dia jujur padaku Kenapa dia merebut suamiku."

"Astagfirullah Kak jangan ngomong begitu, dia tidak pernah merebutnya, sampai hari ini husain adalah suamimu. Tidak ada yang direbut sebenarnya, dia hanya membantumu melaksanakan tugasmu."

"Tugas untuk menghasilkan anak? Jadi yang terjadi saat ini hanya jarak antara aku dan penghasil anak suamiku, begitu ya?"

"Astaga Kak, umi benar-benar terkejut dengan ucapanmu, ini bukan kamu kak...."

"Berhentilah untuk terus memaksaku bersikap baik sementara kalian telah membohongiku. Bisa-bisanya semua orang menutup mulut dalam 3 tahun terakhir, Apa kalian tidak kasihan padaku, Apa kalian tidak peduli pada perasaanku sampai semua orang menutupi segalanya. Apa yang umi pikirkan hanya perasaan Rania?"

"Bukan begitu, Kak?"

"Ataukah karena aku sakit-sakitan dan mau mati... Jadi kalian semua sudah mencanangkan istri dan anak baru untuk suamiku?"

"Astagfirullah Kak sebaiknya percakapan kita tidak usah dilanjutkan ya Kak takutnya umi dan kamu sama-sama sakit hati, jadi tolong jaga dirimu di seberang sana dan sampai nanti."

Klik!

Aku belum selesai marah tapi ibu mertua sudah kabur dari pembicaraan kami, buru-buru ia mengatakan pamit, lalu mematikan ponselnya di wajahku. Aku tersinggung, tapi itu lebih baik daripada kami akan bertengkar dan saling menghujat.

Dan...

Seperti biasa, selalu klise seperti ini, jika ada wanita yang tersakiti, mereka mereka akan pulang dan mengadu ke rumah orang tuanya, menangis sejadi-jadinya, mencoba menemukan solusi, lalu memutuskan untuk berpisah.

Aku juga ingin melakukan hal yang sama, pulang ke rumah ayahku merajuk dan mengadu padanya, menangis histeris, dan mengungkapkan kemarahanku tapi bagaimana orang tuaku akan menghadapi situasi ini. Dia mungkin akan bertengkar dengan menantunya dan saling membenci. Aku pun belum bisa memastikan Apakah aku masih bersama Husain ke depannya ataukah bercerai. akan lucu kalau aku mengadu pada ayahku dan membuat suamiku ditampar, sementara akhirnya aku tidak bercerai dengannya. Kebencian dan ketegangan antara menantu dan mertua tidak akan bisa dihindari.

*

Kelopak bunga kenanga terlihat cerah di antara latar awan biru dengan barisan mega seputih kapas Sejak pukul 09.00 pagi aku duduk di bangku taman sambil memperhatikan lalu lalang kendaraan, dahan pepohonan yang tertiup angin juga burung pipit yang berkejaran.

Sesekali menangis, satu kali aku mencoba tanpa tapi sesekali juga ada skenario balas dendam paling menyakitkan yang bisa kulakukan untuk Rania dan suamiku. Tapi bagian terakhir... aku tidak akan melakukannya kecuali mereka menyakitiku dengan cara terburuk.

Kulirik layar ponselku, ada 15 panggilan terjawab dari Mas Husein, ada beberapa chat di W******p tapi aku enggan untuk melihatnya. Paling-paling dia hanya ingin minta maaf dan memaksaku untuk segera menemui istri dan anaknya. Hatiku rasanya getir menyadari bahwa seseorang sedang berjuang untuk menghalalkan hubungan dan membuat semua orang menerima itu hubungan rahasia yang ingin segera terlihat nyata.

Hah, dan aku tiba-tiba tertawa.

"Boleh duduk di sini?" Suara seorang pria dari belakangku menyentak lamunan ini, nadanya berat tapi terdengar merdu seperti siaran Hard Rock FM.

Mataku menoleh, hatiku tersentak dan jantungku berdegup. Seorang pria berkulit putih dengan tatanan rambut belah pinggir yang rapi, senyum lebar yang menawan dan kacamata hitam membingkai wajahnya.

"Silakan!" Kata orang bertemu pria tampan akan meningkatkan mood memperbaiki daya ingat dan memberi motivasi semangat, tapi aku sama sekali tidak tertarik, malah sekarang Aku ingin segera bangkit dan menjauhinya.

"Aku sedang menunggu seseorang tapi lama sekali,"ujarnya sambil menggulir layar ponsel.

"Oh." Sudah kubilang aku tidak tertarik Aku tidak ingin dia bicara padaku karena aku sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, Aku tidak mau menanggapinya dan tidak ingin dia mengajakku bicara.

"Apa yang dilakukan seorang wanita berpakaian rapi di jam kerja? Apa kamu sedang menunggu klien?"

"Aku hanya ibu rumah tangga, bukan pekerja."

"Kupikir pekerja kantoran di gedung sebelah, karena penampilanmu sangat rapi?"

"Oh, tidak." Aku mencoba tersenyum tapi mataku terlihat jelas menunjukkan kesedihan, sembab perih dan air matanya banyak.

"Maaf tapi apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, permisi!" Aku segera berdiri dan meraih tasku tapi lelaki itu malah menahanku.

"Jika kau tidak baik-baik saja aku disini, kita mungkin bisa bicara atau minum kopi!"

"Maaf aku tidak bicara dengan orang asing! Permisi!" Kutinggalkan pria berjas biru navy itu, sesekali menoleh padanya dan dia masih terlihat tercengang sekaligus heran padaku. Mungkin reaksiku aneh dan terlalu berlebihan tapi aku benar-benar tidak ingin bicara pada siapapun saat ini.

*

Langit sore terlihat kuning seperti bara yang akan redup, aku tiba di rumah dengan beberapa tas belanja setelah menghabiskan banyak waktu di supermarket untuk berkeliling, memilih bahan belanjaan, kadang menangis, kadang makan es krim lalu hanya duduk bingung selama 2 jam.

Waktu menunjukkan pukul empat sore, suamiku sudah tiba di rumah dan terlihat sedang merawat tanaman. Ada beberapa koleksi mawar kaktus dan lidah buaya kesukaannya jadi dia akan menyiramnya sambil bersiul dan bersenandung gembira. Dulu itu adalah kegiatan kesukaan kami, dia merawat tanaman lalu aku akan menggodanya dari teras, sekarang aku muak, jangankan memandangnya... melihat siluet badannya dari belakang saja aku sudah marah.

"Kau darimana?"

Aku hanya mengangkat bahu. Sambil menunjukkan tas belanjaanku. Sebenarnya dilema sekali untuk bersikap tidak sopan pada suami sendiri. Aku ingin cemberut sepanjang waktu, aku ingin kasar setiap kali dia bertanya, dan aku ingin membuat rumah ini seperti neraka, di mana tidak ada ketentraman di dalamnya.

Tapi Apa untungnya bagiku, pria itu akan benci dan semakin jauh dariku. Rumah tangga kami akan berantakan lalu kami bercerai dan tidak menyisakan perasaan apapun selain kebencian. Dia tidak akan pernah menyesal dan minta maaf, juga tidak akan pernah menyadari nilai istrinya yang berharga.

Ya, setidaknya aku masih merasa berharga, Karena itulah aku menghargai integritas diriku.

"Aku beli makanan dari luar, kau tidak usah repot-repot masak hari ini!"

"Oh ya? Terima kasih atas kebaikanmu."

"Biasa saja sayang, kita selalu melakukan ini kan."

"Dulu senyummu menawan tapi sekarang kau seperti tokoh jahat yang sedang berpura-pura padaku. Hentikan senyum itu!" Ketika pria itu mendadak pucat dan malu padaku. Dia hanya menelan ludah sambil mematikan keran air yang ada di tangannya.

"Mau keluar jalan-jalan denganku?"

"Saat ini aku sedang berada di puncak kebencian padamu jadi aku tidak mau berdekatan, apalagi jalan-jalan denganmu. Jadi Terima kasih atas tawaranmu," balasku sambil membawa masuk tas belanja dan menghempaskannya di atas meja dapur.

Dengan manisnya dia menawarkan jalan-jalan sementara angka 90 juta terus terngiang-ngiang di kepalaku. 10 juta untukku Dan aku memanfaatkannya dengan baik sementara Rania menghamburkan 90 juta dengan gembira. Astaga Aku benar-benar ingin mencabik seseorang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • ANTARA AKU DAN RANIA    6

    Melihat belanjaanku yang masih teronggok di atas meja, aku terpaku. Aku ingin menyusunnya tapi masalah dan pikiran-pikiran yang menumpuk dalam benakku membuatku hanya bisa berdiri sambil menahan air mata. Angka-angka yang terus saling tumpang tindih dalam pikiranku, pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawabannya ...aku masih bingung juga sampai sekarang. Jika selama ini aku dan dia memiliki tabungan bersama, berarti suamiku juga punya tabungan pribadi yang jumlahnya sangat banyak, bahkan aku pun menyadari bahwa aku sama sekali tidak tahu jumlah pendapatan dan bonusnya. "Uhm, sebaiknya kita bicara, Aku ingin kau dan aku bicara baik-baik tanpa ada emosi. Bisakah?"Aku melirik ke arahnya, menatap lelaki dengan celana pendek dan kacamata yang membingkai wajah manisnya, bagiku dia pusat dunia dan cinta sejatiku tapi sekarang aku bias tentang pendapatku sendiri. "Aku belum ingin bicara pada siapapun pikiranku masih kacau dan aku khawatir Itu akan menimbulkan emosi!" Aku membalikka

    Last Updated : 2025-03-07
  • ANTARA AKU DAN RANIA    7

    "Tolong jangan bicarakan Rania dengan konotasi negatif, karena dia adalah wanita yang baik yang tidak pernah meminta waktu dan perhatian untuk dirinya sendiri. Justru dia selalu ingin aku memperhatikanmu dan mencurahkan semua tenagaku untuk fokus pada kesembuhanmu. Rasanya sedih sekali Jika kau salah paham hanya karena kami menikah tanpa sepengetahuanmu.""Apa?" Aku tercekat mendengar ucapan suamiku. Ingin mencoba mengulas dan mencerna satu persatu kalimat yang terlontar itu tapi semuanya terlalu cepat dan masing-masing seperti anak panah yang melesat menuju rongga dadaku. Yang pertama ...dia membanggakan Rania sebagai wanita yang pengertian dan perhatian. Yang kedua dia bilang kalau dia sedih sekali karena aku salah paham pada istri keduanya hanya karena mereka menikah! Ingin sekali berteriak di wajahnya, bahwa, peristiwa yang terjadi sudah masalah yang paling besar di kehidupan rumah tangga kami.Sudah menikah dan ditutupi pula, kini dia memintaku untuk tidak menghujat istrinya. S

    Last Updated : 2025-03-08
  • ANTARA AKU DAN RANIA    8

    Meski aku menangis dalam pelukannya tapi tak lagi kutemukan yang bisa memberiku kenyamanan, sebuah tempat yang damai yang akan membuat tangisan terseduku menjadi reda dan tarikan nafas yang tenang. Aku menarik diri dari rengkuhannya, mundur sambil menatapnya dengan gelengan kepala, mas Husein nampak heran, tapi dia ingin terus membujukku dengan tatapan matanya yang terlihat memelas dan turut sedih. Entah pemikiran apa yang sedang terlintas di hatinya, benarkah dia sungguh kasihan padaku atau hanya pura-pura terlihat menyesal dan bersedih agar tidak terlalu nampak tak berperasaan. "Kenapa sayang? Tolong jangan tarik dirimu seperti itu!""Aku sudah sadar mas tidak ada harapan diantara kita,"jawabku parau, air mata ini meluncur dengan cepat, lalu jatuh ke atas hijabku. "Jangan bilang begitu... Apa yang berat bagi sungguh juga berat bagiku.""Oh sungguhkah?" Beraninya Dia terlihat pura-pura prihatin padahal sebenarnya begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan dariku. Masalah wanitanya

    Last Updated : 2025-03-08
  • ANTARA AKU DAN RANIA    9

    *Setelah memastikan lelaki itu pergi, aku keluar dari kamar. Mendapati dia telah menyiapkan ku sarapan roti lapis dengan telur dan keju kesukaan aku hanya bisa meneteskan air mata. Rasanya ingin ku tahan tidak makan apapun tapi sensasi lapar ini membuat tubuhku lemas. Aku beranjak kemeja makan sambil memperhatikan segala susu yang sudah ia tutup, dengan sebutir garam tanpa gula, dia ingat betul, dan selalu hafal bagaimana cara istrinya menyeduh susu. Aku duduk di depan makanan tersebut, mencoba meraihnya dengan tanganku yang gemetar, kalau kusentuh roti itu dan kuarahkan untuk mencicipinya. Rasanya masih sama, seperti buatan suamiku, rasanya seperti tidak ada yang berubah, tapi fakta bahwa kini ia memiliki wanita lain di hatinya dan tentu saja seorang anak yang jadi buah cinta mereka pasti melebihi posisiku di atas segalanya. Mungkin dia mencintaiku tapi dimensi cinta untuk Rania dan anaknya Aisyah, pasti melebihi dari dunia dan segala isinya. Aku kalah, aku kalah telak oleh wan

    Last Updated : 2025-03-09
  • ANTARA AKU DAN RANIA    10

    Temanku Jessica memutuskan untuk pulang setelah kami berbincang dan istirahat makan siang, sebelum pulang dia sempat memesankan padaku bahwa apapun yang terjadi aku harus tetap tegar dan segera meneleponnya bila aku dalam keadaan butuh bantuan dan resah. "Kamu nggak boleh sedih ya, aku akan selalu berusaha ada saat kamu butuh," ucapnya sambil menepuk tangan ini lalu naik ke atas mobilnya. "Makasih Jes, makasih udah datang di sela-sela pekerjaan kamu yang sibuk sebagai dokter.""Aku lagi nggak di jadwal piket jaga, jadi, santai saja," ucapnya sambil menaikkan kaca mobil dan melambaikan tangannya. Kepergian Jessica kembali melubangi perasaanku, kubalikan badan dan memandangi fasad rumah lantai 2 yang dulu adalah tempat impian untuk kami membangun keluarga dan anak-anak kami kelak. Dulu aku begitu menginginkan tinggal di tempat ini, cluster yang tenang di mana aku akan membesarkan anak-anak di lingkungan yang udaranya bersih dan sedikit menepi dari hiruk pikuk kota yang penuh polusi.

    Last Updated : 2025-03-09
  • ANTARA AKU DAN RANIA    11

    "Apa maksudmu mengatakan cinta dan seluruh pemberianku sebagai formalitas! Jika aku tidak mencintaimu, Sudah lama aku meninggalkanmu!"kali ini ucapannya terdengar seperti tantangan dan kesombongan. Aku seperti wanita yang mudah diambil dari keluarganya lalu dikembalikan tanpa perasaan. Seperti benda yang bisa dioper atau dilempar-lempar saja. "Mungkin kau tidak tega, sebab aku juga istri yang sempurna!" Balasku yang tak kalah ingin menyombongkan diri. "Hah?!" Lelaki itu tercengang sambil menelan ludah. "Apa?" Dia seperti tidak percaya."Aku tidak memiliki alasan untuk membuatmu kecewa karena aku selalu berusaha jadi istri yang baik. Coba, cari di mana kekuranganku!! ayo sebutkan pelayanan mana yang tidak kau sukai!" Sekarang kami berhadapan dengan bola mata yang saling berkilat satu sama lain. Bahkan mungkin kalau aku maju sedikit saja kami akan saling bertabrakan. "Aku sedang jujur padamu, aku sedang menabung untuk kesembuhan dan operasimu karena itu sangat mahal, kau tahu kan ka

    Last Updated : 2025-03-11
  • ANTARA AKU DAN RANIA    12

    Aku kehilangan kata-kata dan hanya bisa terdiam, air mata yang terus berjatuhan tak mampu mengubah keadaan apalagi membuat suamiku berubah dan meninggalkan istri barunya. *Matahari sore menyelinap di balik cakrawala meninggalkan langit jingga yang memudar oleh mendung. Cahaya redup di luar sana seakan menembus kegelapan dan mencengkram hatiku. Di dapur, Mas Husen terlihat menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri, aroma bawang dan sosis goreng yang tercium samar, tak mampu mengundang seleraku untuk makan, justru hanya ada ketakutan yang menyengat, apa yang perceraian dan menjalani kita hidup sendirian dalam keadaan sakit, aku ngeri, tapi sepertinya itu tak ayal terjadi. Masih kupandangi wajah suamiku yang terlihat acuh tak acuh saja, dia nampak sibuk dan pandangannya hanya tertuju pada kuali dan masakannua. Ya, Husein Ali Bahanan, suamiku. Pria yang biasanya penuh kasih sayang berubah menjadi sosok yang mengerikan. Kata katanya yang kasar beberapa jam yang lalu masih terngiang

    Last Updated : 2025-03-11
  • ANTARA AKU DAN RANIA    13

    Setelah berhasil tiba di kamar dan menutup pintu, hujan deras membasahi pipiku, ku usap wajahku dengan tanganku yang dingin dan gemetar. Rasa sakit di perut dan lapar yang bercampur membuatku merasakan kepedihan yang mendalam. Bukan tumor yang membuatku hancur, melainkan kenyataan pahit yang baru saja kutemukan. Bunga mawar yang layu di vas kristal, seperti simbol kehidupanku yang perlahan-lahan memudar tercabik oleh rahasia yang tersimpan rapat di hati suamiku rahasia yang lebih mematikan daripada penyakit yang menggerogoti tubuh ini. Di sebelah mawar itu ada beberapa pigura foto kami saat berlibur, hadiah-hadiah yang diberikan suamiku setiap Valentine, atau ulang tahun pernikahan kami semuanya kupajang di sana sebagai bentuk penghormatan dan kebanggaan tertinggi mendapatkan cintanya. "Ah ya Tuhan, kenapa baru sekarang aku menyadarinya selama 15 tahun."Bisa-bisanya aku hidup dalam kebohongan yang terbungkus jadi manis suamiku, 8 tahun terakhir melawan, aku juga berjuang melawan k

    Last Updated : 2025-03-12

Latest chapter

  • ANTARA AKU DAN RANIA    58

    Aku tercengang mendengar tawarannya, harusnya langsung kuiyakan saja tapi pemikiran tentang keluarga dan Mas Husain membuatku bimbang. Ragu menerima apa ini tawaran yang baik ataukah jebakan yang akan membawaku pada kesulitan berikutnya. Menikah dengan pria kaya yang terkenal bukan perkara mudah yang bisa kulakukan begitu saja, ada keluarganya yang harus cocok menerima aku, juga aku harus beradaptasi pada aturan an kebiasaan keluarga mereka."Kenapa kau diam?" tanyanya dengan tatapan mata teduh."Hanya sedang berpikir...apakah aku bisa mengimbangimu atau tidak. Aku sedikit khawatir mengingat status kita yang berbeda.""Status apa Alya...aku hanya lelaki biasa yang kebetulan di beri amanah untuk memimpin perusahaan milik ayahku. Selebihnya aku hanya pria biasa yang ingin mendapatkan wanita terbaik dan jodoh yg telah lama aku nantikan." Dia kembali tersenyum, ucapannya yang tenang serta kata-katanya yang penuh makna membuatku semakin mengaguminya. "Biar aku diskusikan ini dengan kelu

  • ANTARA AKU DAN RANIA    57

    "Lho Pak? Kenapa tidak kabarin dulu kalau mau datang ke studio Pak?" Sutradara langsung berdiri melihat kedatangan Tuan Fadli di antara kami. Beberapa orang terlihat langsung bergerak cepat untuk membereskan beberapa benda yang berantakan di sekitar kami. "Oh santai saja... Tidak perlu dibereskan aku hanya datang ke sini, iseng.""Tapi biasanya Anda jarang sekali Pak.""Aku sedang mencari Nyonya Alya. Ternyata ada di sini bersamamu.""Oh bila ada janjimu dengan beliau silakan Pak. Saya benar-benar tidak tahu kalau anda sudah ada jadwal dengannya." Pas sutradara melirikku dengan gesture yang malu dan juga tidak enak pada Tuan Fadli."Ah, biasa aja. Aku akan menunggu di luar Kalau pembahasan kalian sudah selesai.""Iya Pak." Aku dan Pak sutradara serentak menjawab, pria itu tersenyum lalu berkeliling bersama asisten pribadinya, Viora, sementara aku dan Pak sutradara hanya saling melirik canggung satu sama lain.*"Saya lihat Anda dekat sekali dengan bos. Apa kalian...?""Ah, tidak, Say

  • ANTARA AKU DAN RANIA    56

    Demi kenyamananku dan kenyamanan keluarga, kukira aku harus segera pindah rumah. Mas Husein tahu alamat orang tuaku jadi dia bisa mencariku sewaktu-waktu. Oleh karena itu penting bagiku untuk mengamankan diri agar aku tak lagi bertemu dengannya, agar tak ada kesalahpahaman pada istrinya juga isu-isu tak sedap yang bisa dibicarakan oleh para tetangga. Pagi ini aku terbangun, dan berniat untuk membicarakan keputusanku pada ayah dan ibuku. Mereka yang seperti biasa duduk di meja makan dengan segelas kopi menatap kedatanganku yang sudah rapi, siap pergi ke kantor dan menyambut hari yang baru. "Aku berniat untuk menyewa apartemen dan pindah ayah. Kejadian semalam telah membuatku berfikir dan kurasa kita tidak nyaman kalau Mas Husen terus datang.""Kenapa kamu yang harus menyingkir dia yang harus di ultimatum untuk tidak perlu datang lagi ke sini. Jangan kamu yang menghindar dari rumah orang tuamu.""Selagi aku ada di sini dia akan terus mencari cara untuk menemuiku. Jadi pilihan terbaikn

  • ANTARA AKU DAN RANIA    55

    "Kau! Apa yang kau lakukan di sini?" tanya ayah sambil berusaha melindungiku dan menarik tanganku dari tangannya. "Aku hanya mencari Alya, ayah!""Kenapa kamu mencari anakku, dia sudah bercerai denganmu. Kenapa kau datang ke sini, apa kau tidak takut istrimu akan curiga dan kau akan tercoreng rasa malu?""Untuk apa aku merasa malu Alya mantan istriku, dan sekalipun kami bercerai, masih mungkin untuk bisa bersama jika aku meyakinkannya untuk rujuk.""Cih, Siapa yang mau rujuk denganmu. Daripada rujuk denganmu aku lebih suka dengan kesadaran penuh menguras air laut," jawabku sambil tertawa.Dia tercengang dan menatapku dari atas ke bawah, terkejut juga dirinya melihat penampilanku yang berubah lebih modis dan anggun juga cantik dan makin sehat saja. Bahkan sekarang berat badanku naik 2 kilo hingga membuat pipiku sedikit berisi dan tidak terlalu tirus lagi. "Kau... Apa yang kau kenakan ini?" desisnya."Masuk ke dalam Alya!" Ayah memerintahkanku dengan tegas, lelaki paruh baya bertubuh

  • ANTARA AKU DAN RANIA    54

    Makan malam berlangsung dengan nyaman, duduk di resto dari lantai lima sebuah gedung mewah, dengan pemandangan lampu-lampu kota yang cantik dia tambah berhadapan dengan pria tampan yang kata-katanya selalu terdengar lembut dan menyenangkan, menciptakan suasana berbeda yang tidak terbeli harganya. Terlebih ia terus membuat jantungku bergetar. Aku tidak ingin menyebut ini sebagai ketergantungan emosional atau pelampiasan sebab aku baru saja berpisah dari suamiku. Aku menyebut ini keberuntungan dan rezeki karena sangat jarang seorang berasal dari kalangan menengah mengenal seorang pengusaha terkenal lalu menjadi begitu dekat. Kadang aku berpikir ini hanya euforia, hanya keberuntungan sesaat atau aku terlalu terbawa perasaan sebab mengenal orang sesempurna Tuan Fadli adalah hal yang jarang bisa dirasakan oleh semua orang. Aku harus mencubit tanganku berkali-kali untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Ini kenyataan yang sedang kualami. Aku sedang memakai pakaian terbaikku, duduk menikm

  • ANTARA AKU DAN RANIA    53

    Saat dia menyebut namaku ada ledakan flare warna warni di hati ini, ribuan bunga seakan jatuh dari langit membuatku tak bisa mengendalikan senyum. Tanganku seketika panas dingin dan berkeringat membuat jantung ini berdegup kencang.Lalu, aku hanya bisa tersipu malu dan menundukkan kepalaku."Aku menyukaimu, tapi tenang saja, kau jangan takut, aku tidak buru buru untuk segera melamar dan membuatmu tidak nyaman, aku tahu kau masih dalam proses menata hatimu, jadi aku akan menunggu dengan sabar."Hmm, dia pintar sekali membaca suasana hatiku, tapi buru buru pun tak masalah, aku menyukainya. "Ini mengejutkan sekali, tapi, saya menghargainya.""Apa kau bisa memberi sinyal bahwa kau akan menerima perasaanku?" tanyanya sambil menatap mataku, di lokasi parkir itu, aku rasanya ingin lari keluar dari mobil dan menghindarinya tapi aku tahu bahwa ia menunggu jawabanku. Aku ingin menjawab iya, namun aku tak mau terlihat buru buru menerima dan kesannya menjadikan dia pelarianku, mungkin saja kan,

  • ANTARA AKU DAN RANIA    52

    Kupandangi diriku di depan cermin, kupandangi gamis putih yang kukenakan, juga jilbab senada, jam tangan dan bros cantik yang menampilkan presentasi diriku yang sempurna. Ya, tidaknya ini adalah penampilan terbaik yang bisa kuberikan malam ini untuk diriku sendiri. Kuraih ponselku dan kutunggu kabar dari tuan Fadli, kapan dia merapat ke rumahku dan kapan dia berdiri di depan pintu gerbang untuk membawa diri ini pada situasi makan malam yang menyenangkan."Oh dia belum memberiku kabar, kapan dia akan mulai jalan." Jujur saja aku antusias, aku belum bilang aku jatuh cinta meski jatuh cinta adalah hal manusiawi. Aku tidak akan secepat itu menilai ini sebagai hal yang membuat diriku terbang melayang. Menurut penelitian terbaru Cinta itu bukan seperti emosi yang Mudah dihilangkan, dia seperti kebutuhan fisiologis tubuh yang sama halnya dengan lapar dan haus. Ketika seseorang lapar atau haus mereka akan mencari makan dan minuman.Maka, seperti itulah cinta mendeteksi kebutuhan manusia ak

  • ANTARA AKU DAN RANIA    51

    Kupandang wajahnya kupandangi dia dengan seksama hingga aku mampu meneliti betapa apa yang ia ucapkan itu adalah benar bermakna dari hati atau mungkin hanya lampiasan perasaan emosi dan kecewa. "Iya benar masalahnya ada padaku. Aku tidak bisa diduakan dan itu adalah kesepakatan Kita sejak awal. Jika kau menduakanku maka aku akan pergi.""Tapi itu pembicaraan 15 tahun yang lalu saat aku dan kamu masih menggebu dan saling mencintai. Saat kau sakit dan tidak bisa memberiku anak maka keputusanmu itu opsional bisa berubah. Apakah aku salah dan harus bertahan setia padamu sementara aku tidak bisa melanjutkan keturunanku?""Kita sudah bicara banyak," jawabku sambil menutup koper, dan tersenyum manis padanya. "Kenapa kau menghindari ucapanku?""Maaf aku sudah 30 menit di sini, aku harus pulang sebelum timbul fitnah dan asumsi negatif dari para tetangga terlebih jika ini sampai ke telinga istrimu.""Tapi kau masih istriku masih status kita sedang menggantung di pengadilan.""Oh ya?""Sampai

  • ANTARA AKU DAN RANIA    50

    Lalu kami pun mengurus perceraianku, seminggu berlalu setelah pertemuan dengan keluarga Mas Husein Ayah membantuku untuk memasukkan berkas ke pengadilan agama. Mendampingiku mencatatkan gugatan serta membantuku membayar biayanya. Setiap kali dia menatapku dengan sedih meski aku sendiri berusaha tersenyum di hadapannya, Ayah selalu menguatkanku, menggenggam tanganku dan mengatakan bahwa semuanya akan berubah dan hari esok akan jadi baik-baik saja meski statusku sendiri."Kak, ayah akan selalu mendukungmu. Fokuslah pada impian dan kehidupanmu, bila kau sembuh kau harus bahagiakan dirimu sendiri. Berkarir dengan baik dan jadilah sukses.""Iya, ayah.""Ayah mau kau jadi lebih kuat.""Insya Allah."Sepulangnya dari pengadilan agama, aku dan ayah mampir di restoran seafood kesukaan kami, aku dan dia makan bersama dan menikmati hidangan favorit keluarga yang selalu kami beli sejak aku remaja. Kami berbincang sambil makan berdua, memikirkan rencana masa depan, apa yang akan aku lakukan den

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status