Home / Horor / ANGELA (Sang Perias Jenazah) / Pernikahan Pak Kardiman

Share

Pernikahan Pak Kardiman

Author: Enno Ramelan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Air mata Angela meleleh. Penglihatan yang tak genap satu menit itu mampu membasuh kerinduan akan ibunya sekaligus menjadi pertemuan pertama Angela dan calon mertuanya.

"Kau melihat mereka, An?"

Pertanyaan Antoni mengejutkan Angela. Selama ini yang ia tahu pria di sampingnya tersebut tidak memiliki kepekaan seperti dirinya.

Angela sedikit mendongak. Mengarahkan pandangannya pada wajah Antoni.

"Kim bisa melihat mereka juga?"

Antoni mengangguk. Tampak matanya tidak berkedip sedikitpun. Ia mungkin shock dan takjub dengan apa yang baru saja dialaminya.

Angela terdiam beberapa saat. Walaupun tidak begitu yakin, tetapi ia merasa ada orang lain bersama mereka di pemakaman ini. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan. Terlihat Dahila dan Joana melempar senyum pada Angela. Perempuan bunian itu sudah berbaik hati membukakan mata batin Antoni agar bisa melihat orang tuanya meskipun hanya sebentar.

Angela tidak pulang ke rumah kontrakannya. Ia menginap di hotel yang sama dengan Antoni tetapi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Sah

    "Terima kasih sekali lagi, Tuan. Seribu kali pun saya mengucapkan kata itu tidak akan pernah cukup untuk menunjukkan betapa besarnya jasa Tuan pada saya," ujar Pak Kardiman."Tidak perlu terus berterima kasih, Pak. Saya pun banyak terbantu karena Bapak selalu ada ketika dibutuhkan. Bahagia selalu, Pak," tutur Antoni seraya menyalami Pak Kardiman. Angela yang berada di sebelah Antoni turut mendoakan pasangan pengantin baru tersebut. Aroma makanan yang menguar terus memanggil Angela. Sejak pagi perutnya hanya sempat terisi air mineral karena harus memburu waktu. Ia bangun kesiangan pagi tadi. Sarapan paginya masih utuh di kamar. Namun, ia tidak memberitahu Antoni tentang hal tersebut. Kalau kekasihnya itu tahu, bisa kena muka masam seharian. Sementara Antoni berbincang dengan teman-temannya, Angela sibuk memilih kudapan manis yang ragamnya membuat ia ingin mencomot semuanya. Gumawang dan Dahlia menghampiri Angela yang tengah menikmati kudapan di piringnya. Mereka terlihat semringah,

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Olla Belum Ditemukan

    Pasangan pengantin baru tersebut sekali lagi mengucapkan terima kasih pada Antoni dan Angela dan meminta mereka untuk sering berkunjung. Pak Kardiman mewanti-wanti agar mereka menepati janji. Angela dan Antoni kompak menyanggupi. Mereka pulang dengan senyum semringah dan perasaan bahagia. Namun, di sisi lain ada rasa gundah di hati Angela. Teman terbaiknya menghilang tanpa mengatakan apa pun. Gunawang dan Dahlia sudah menunggu di dalam mobil sesuai kesepakatan sebelumnya. Keduanya tampak memperhatikan sesuatu yang mereka pegang di tangan masing-masing. Sekilas bentuknya mirip daun yang dimiliki Angela. Namun, tidak mungkin Angela bertanya sekarang. "Pernah ada urusan apa kau datang ke basecamp Olla?" tanya Antoni di sela perjalanan mereka. "Urusan jenazah yang belum terselesaikan. Pak Kardiman tahu ceritanya.""Kok aku malah gak tahu, An?""Kita belum jadian, Kim. Tapi intinya, ya, itu. Bantu menyelesaikan urusan yang belum selesai. Yang meninggal anak kecil korban pesugihan. Itu,

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Olla Kembali

    "Hati-hati, Ton. Gadis-gadis muda jaman sekarang mau enaknya saja.""Jangan salah Nyonya Alena, saya bukan perempuan seperti yang Anda sebutkan. Silakan kembali ke tempat duduk Anda. Kami sedang membicarakan hal penting yang cukup kami berdua saja," kata Angela dengan wajah serius. "Ajari perempuanmu ini sopan santun." Jari Alena mengarah pada wajah Angela. Istri Steve Menda itu melangkah cepat kembali ke tempatnya. Angela dan Antoni pun kembali menempati kursi mereka. "Kena mental kawanmu itu, Kim." Angela menyeringai senang. "Tidak perlu terlalu ditanggapi. Buang-buang energi," kata Antoni terlihat tenang. Angela menghela napas pendek. Baik Steve Menda atau istrinya sama-sama senang menganggap remeh dan rendah orang lain. Merasa punya harta hingga bebas berkata semaunya. Pesanan sudah selesai. Antoni membawa beberapa kotak untuk diberikan kepada orang di jalan. Selebihnya sopir yang mengantarkan ke panti. "Kenapa kita tidak ikut ke panti sekalian, Kim?""Sejujurnya tiap kali

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Olla Dijodohkan

    "Menikah.""Mungkin beliau ingin punya cucu. Niat baik itu, La. Supaya hidupmu lebih terarah.""Terarah? Papaku tidak pernah menginginkan aku ada di dunia ini. Dia malu punya anak seperti aku. Cacat dan memalukan.""Tapi nyatanya beliau tetap mencarimu, La.""Ya, karena dia butuh aku sekarang. Butuh untuk meneruskan perusahaannya.""Keren, La. Kalau di cerita-cerita romansa kau itu CEO, jadi rebutan cowok-cowok ganteng." Angela tertawa kecil. "Bukan aku yang jadi CEO-nya. Tapi Edo, masih sepupu jauh aku. Papa mau menjodohkan aku dengan dia.""Kau sudah pernah bertemu Edo?""Sudah dulu waktu kecil. Anaknya jahil. Sering banget aku nangis gara-gara dia.""Semenjak dewasa belum pernah ketemu, siapa tahu sekarang dia menjelma menjadi seorang lelaki tampan, baik dan pintar. Orang terpilih yang sudah melalui banyak pertimbangan dari papamu. Temui saja dulu. Nanti aku temani."Olla menghela napas kasar. "Sejak kemarin ide itu juga muncul di benakku. Mungkin baiknya aku temui saja Papa. Sel

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Kabar Mengejutkan dari Pak Topan

    "Jangan berdiri saja di situ, masuk, An!""Bapak sehat, kan?" tanya Angela seraya menarik kursi sedikit menjauh dari meja. Ia kemudian duduk berhadapan dengan Pak Topan. "Iya, Bapak sehat. Cuma kemarin ada kejadian kurang mengenakkan saja.""Kalau boleh tahu, ada kejadian apa, Pak?""Ada dua orang datang dari sebuah perusahaan … Bapak lupa namanya, tapi intinya rumah duka ini masuk ke dalam mega proyek mereka.""Jadi … mereka akan menggusur tempat ini, Pak?" tanya Angela terkejut. "Mereka menawarkan nominal yang fantastis, tapi masih belum mengatakan apa-apa. Mereka memberikan waktu satu bulan untuk Bapak bersiap-siap pindah dari sini.""Loh, bukannya Bapak belum memutuskan?"Pak Topan menghela napas kasar dan pendek. "Mereka sebenarnya tidak perlu persetujuan. Mau atau tidak, kita harus mau.""Tidak bisa begitu dong, Pak. Tanah dan bangunan ini punya Bapak semua. Yang paling berhak memutuskan tentulah Bapak."Pak Topan tersenyum tipis. "Seharusnya memang begitu. Tapi Bapak cuma or

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Gadis Kembar

    "Langit tidak pernah mengatakan dirinya tinggi, Jo. Biarkan saja dia. Kita tinggalkan saja dia sini. Siapa tahu dia sadar kalau sudah mati."Joana menyeringai. "Bocil tengil! Tadi kau bicara santun, ternyata sekarang seperti ini aslimu." "Jangan ikut campur hantu jelek!"Joana tertawa keras. "Apa kau tidak sadar seperti apa kau itu? Hantu teriak hantu!"Calista terdiam. Tampaknya perkataan Joana seperti sebuah tamparan keras di pipinya. "Mohon maaf Nona Calista yang cantik jelita. Make up saya hapus, ya," kata Angela tenang sembari mengusapkan kapas yang telah dibubuhi cairan pembersih make up ke wajah Calista. "Tidak boleh sembarangan begitu. Aku bilang ke Papa!""Bilang sana sama papamu!" ledek Joana. "Awas kau, ya!" Calista berjalan cepat keluar ruangan. Joana menguntitnya dari belakang. Angela hanya tersenyum tipis. Ia sebenarnya tidak sedang bersungguh-sungguh. Hanya ingin memberikan Calista pelajaran. Ia harus bisa menyadari kesalahan sebelum benar-benar pergi dari dunia in

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Rencana Alena

    "An! Cepat!" panggil Joana setelah peti jenazah Calista dibawa ke ruang persemayaman. Angela menutup pintu. "Ada apa?""Ada Nyonya Alena. Dia baru saja datang. Sepertinya langsung ke kantor Pak Topan.""Mau apa dia?"Joana mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Biar aku ke sana duluan," kata Joana tampak antusias. Angela menduga-duga maksud kedatangan perempuan tersebut. Satu yang paling mungkin menurutnya adalah perusahaan milik Alena yang akan menggusur rumah duka ini. Angela memilih menunggu kabar tentang kedatangan Alena di ruang perpustakaan mini. Sedangkan Joana masih menguping pembicaraan perempuan tersebut dengan Pak Topan. Sosok Alena mengingatkannya pada Miranda. Perempuan ambisius yang mati karena ambisi dan dendamnya sendiri. Cara bicara maupun gestur tubuhnya tidak jauh berbeda. Novel yang ada di tangan Angela sejak tadi hanya ia pegang saja. Pikirannya terus tertuju pada pertemuan di kantor Pak Topan. Ingin rasanya ia berteriak memanggil Joana dan mendengar ceritanya.

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Gadis yang Malang

    "An! Mau kabur sendiri saja. Tidak mengajakku lagi," kata Joana tiba-tiba datang dari arah belakang Angela. "Salah sendiri gak muncul-muncul. Ayo cepatlah! Perjalanan kita lumayan jauh," ujar Angela seraya menghidupkan mesin motornya. Joana bergegas mendekat kemudian naik ke boncengan. Angela langsung tancap gas meninggalkan area parkir dengan kecepatan di luar kebiasaannya. Cuaca yang bersahabat menjadikan perjalanan dua jam tidak begitu terasa melelahkan. Ditambah suasana pinggiran kota yang cukup bersahabat dengan jalanan yang tidak begitu padat. Angela sampai di depan rumah besar dengan pagar tinggi berwarna putih. Angela menghubungi nomor yang tadi memintanya datang. Tidak lama seorang lelaki muda membuka pintu pagar dan mempersilakan Angela masuk. Dengan sopan lelaki tersebut meminta izin untuk memarkirkan motor Angela ke samping rumah tersebut. Keadaan rumah tampak sepi. Tidak terlihat orang berkumpul di dalam rumah saat Angela masuk. Bulu kuduknya meremang dan telinganya

Latest chapter

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bersatu Dalam Ikatan Suci

    "Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Wuri Membawa Tubuh Antoni

    Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Berdua Menunggu Mati

    "Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Disangka

    Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Seperti Rencana

    "Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Mereka Datang ke Istal

    "Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Terjebak Sementara

    "Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Belum Menemukan Jawaban

    "Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Ditemukan

    Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela

DMCA.com Protection Status