Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny
"Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas
Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru
"Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu
Angela meloncat dari tempat tidurnya ketika alarm yang ia setel meraung beberapa kali. Matanya sangat berat, pekerjaan memaksanya hanya tidur dua jam saja hari ini. Ia harus segera bersiap pasalnya pukul 03.00 dini hari tadi salah satu anggota keluarga pengusaha papan atas menghubungi dan memintanya datang pukul 06.00 dan tidak boleh terlambat. Sebuah permintaan yang sudah biasa dihadapi Angela. Apalagi si pemilik tubuh meninggal tengah malam. Pagi buta ia harus sudah tiba di rumah keluarganya. Angela sudah dikenal luas sebagai perias jenazah yang profesional. Hasil sentuhan tangannya tidak pernah mengecewakan pihak keluarga yang meninggal dunia. Ia memulai profesi ini tanpa sengaja sepuluh tahun lalu. Saat itu, sepulang kuliah sore ia datang melayat mama temannya yang meninggal mendadak. Menurut dokter tetangganya kemungkinan besar penyebab kematian adalah serangan jantung. Sebagai keluarga yang tidak berpunya mengurus kematian bukan perkara mudah. Dibutuhkan banyak biaya untuk me
Sesampai di rumah, Angela merasa seperti ada yang mengikuti. Sekelebat bayang mondar-mandir seakan sengaja mengganggunya. Angela memang memiliki kepekaan. Namun, hanya sebatas suara atau mimpi. Belum pernah melihat bentuk roh, arwah atau makhluk astral yang sering dibicarakan orang semacam kuntilanak dan lainnya. "Tante mengikuti saya?" tanya Angela setelah menghabiskan makan malamnya. Setelah kematian ibunya ia lebih suka melakukan semua aktivitas di ruang kecil di samping kamarnya. Di rumah sederhana itu Angela tinggal bersama kakak perempuan yang belum lama menikah. "Bujuklah Maria sekali lagi, Angela." Suara mamanya Maria terdengar lirih dan putus asa. "Sebenarnya ini tentang Maria atau tentang Tante juga? Saya merasa ada hal yang belum selesai di antara Tante dan papanya Maria. Betul?" tanya Angela tenang. "Tante ingin sekali melihatnya sebelum benar-benar pergi. Tidak pernah seumur hidup Tante mencintai seseorang seperti Tante mencintai papanya Maria." Suaranya kali ini
Angela mengangguk. Ia merasa agak aneh. Biasanya akan banyak keluarga yang berdatangan ketika mendengar kabar kematian. Namun di rumah ini, dari luar sampai masuk ke dalam pun tidak terlihat ada tanda-tanda kedukaan. Angela menggeser sedikit kursi yang disediakan ke samping dada jenazah gadis belia yang masih berusia sembilan tahun. Seperti biasa Angela memperkenalkan diri dan berdialog pendek menjelaskan alasan dirinya ada di tempat itu. Ia meminta dengan sopan agar si pemilik tubuh dapat bekerja sama dengan baik. Sudut mata Angela menangkap sesuatu yang belum tepat. Letak telapak tangan kanan di bawah tangan kiri. Entah karena ketidaksengajaan atau ketidaktahuan. Tetapi rasanya tidak mungkin. Angela membetulkan letaknya. Menautkan jemari kanan dan kiri dengan hati-hati. Sarung tangan transparan bermotif bunga kecil-kecil terlihat cantik di tangan putri Antoni Hakim yang juga berwajah cantik. Ketika hendak mengangkat tangannya, Angela merasakan sesuatu yang dingin menahannya. Ia
Angela berhenti di sebuah pom bensin yang tak jauh dari rumah Lily. Ia sengaja masuk ke toilet yang ada di pom bensin tersebut untuk mengirim pesan pendek pada Antoni Hakim. Lelaki itu harus cepat mengetahui penyebab kematian putrinya. "Periksa leher putri Anda. Ada bekas cekikan di sana. Miranda dan Lula adalah penyebabnya."Pesan dikirimkan dengan doa dan pengharapan yang besar agar Antoni Hakim cepat membuka pesan itu. Centang dua berwarna abu-abu bertanda WA lelaki tersebut aktif. Selebihnya Angela serahkan pada Tuhan.Angela mencari tahu di internet tentang keluarga Antoni Hakim. Ternyata Miranda adalah istri keduanya setelah istri pertamanya berpulang. Sedangkan Lula adalah keponakan Miranda yang lebih dulu bekerja pada Antoni Hakim. Mungkin Lula yang menjodohkan keduanya hingga menikah. Kabar kematian mendadak putri pengusaha itu pun sudah muncul menghiasi beberapa halaman berita media online. Namun, pesan dari Angela belum juga bercentang biru. Suara gadis kecil itu seakan t