Anaknya mirip suamiku(7)Uang lima ratus ribu untuk berobat Nayla? Baru juga kemarin lima juta buat renovasi toko mainan Jhoni, itu juga di luar lima juta bukti transfer ATM yang kutemukan di laci toko kain. Kalau dibiarkan lama-lama aku lah yang menanggung hidup mereka. "Aku tidak punya uang buat bantu mereka lagi, Mas," jawabku santai, lalu memalingkan muka ke televisi."Loh, cuma lima ratus ribu kok tidak punya, El. Lagian pembeli baju konveksi-mu banyak yang mesan."Nana menatap papanya. Dia seperti menahan dan seakan ingin ikut bicara. Tapi perdebatanku dengan mas Denis belum selesai."Iya, bajuku banyak yang beli, bahkan sampai ke luar daerah, trus kenapa?" Aku masih berucap dengan nada santai."Nah, itu kamu punya uangnya, kenapa tidak dibantu?"Aku bangkit dari duduk, lalu berkata, "Nayla dan Jhoni bukan kewajibanku menafkahi mereka." Aku berlalu masuk ke kamar.Rasa kesalku belum hilang. Ditambah dengan kesal bukti transfer ATM secara diam-diam. Selama ini aku tidak merasa
Anaknya mirip suamiku(8) sikap NaylaAku dan Nana saling beradu pandang setelah mas Denis mengucapkan maaf. Hanya berselang semalam saja, dari emosi yang sulit terkontrol hingga terucap kata maaf, dan itu pun di depan putri kami. Tapi kulihat ada ketulusan di mata suamiku."Aku memaafkanmu, Mas. Tapi jika terulang lagi, aku tidak sanggup," jawabku lirih."Na, apakah kamu tidak memaafkan Papa?" Mas Denis menatap putri kami."Sudah lah, Pa. Ayo kita sarapan, masakan Papa pasti enak," ucap Nana lalu melangkah ke pintu.Mas Denis menatapku. "Terimakasih, El. Kamu harus tau, aku sangat mencintaimu dan Nana, kalian harta terbesarku." Mas Denis merangkulku.Ini bukan dibiarkan seperti yang terlihat. Aku tetap akan mengusahakan tes DNA. Bukti transferan ATM masih kusimpan. Jika terbukti, kau akan kubalas, Mas. Meskipun aku terluka.🌷🌷🌷Kepalaku pusing. Samalaman menangis. Aku tidak ke toko hari ini. Setelah mas Denis membelikan obat, dia pergi ke toko. "Assalamu'alaikum, Mbak!""Mbak Ely
Anaknya mirip suamikuPov NanaTernyata papa memberikan uang diam-diam ke tante Nayla. Dan itupun disaat aku sedang makan dan Mama tertidur di sofa. Tapi kenapa papa bilang terus memberi uang bulanan seakan-akan punya istri selain mama. Apakah benar kecurigaanku dan mama kalau Ayu anak papa dan Tante Nayla? Tidak akan kubiarkan mereka mengkhianati mama. Akan kubuat mama melawan mereka, aku tidak peduli itu papaku, toh selama ini mama yang lebih banyak banting tulang.Aku keluar dan berdiri di ambang pintu. Diam menatap mereka."Eh, Nana, kamu sudah makan?" sapa tante Nayla sambil memasukan tangannya yang memegang uang ke dalam saku. Aku tahu dia tidak ingin aku melihat uang di tangannya.Aku diam tidak menjawab. Mereka tetap kutatap tanpa tersenyum."Na, mamamu gimana?" Kali ini papa yang bertanya. Aku diam tetap menatap mereka."Ada apa Na? Kenapa menatap kami begitu?" tanya papa lagi.Aku masih diam tidak menjawab. "Nana, mm kamu kenapa?" suara tante Nayla gugup, dia mendekat meny
Pov Nana(10) merebut emas mamaAku terdiam menatap papa. Rasanya aku bukan bicara dengan orang tua kandung. Dia terlihat berusaha memperbaiki sesuatu kesalahan tapi tidak ingin disalahkan. Apakah begini jika seorang lelaki sudah jelas salah, anak pun seperti musuh."Jangan bebani aku masalah perceraian mama papa. Aku tidak berbuat kenapa aku yang disalahkan? Jika suatu saat terjadi perceraian antara mama dan papa, itu lantaran kesalahan papa. Sudahkah papa mengkoreksi diri?" ujarku berusaha tenang. Aku tidak terima papa mengancamku secara halus. Dan itu pun demi selingkuhannya."Kamu sadar bicara dengan siapa? Pantaskah kamu mengajari orang tua?" ketus lelaki di depanku, yang kupanggil papa."Aku sudah besar, Pa. Aku sangat mengerti apa yang terjadi. Jangan buang-buang energi papa hanya untuk menyalahkanku karena aku hanya seorang anak di rumah ini."Aku bangkit beranjak menuju kamar. Rasanya dadaku sesak, berdebat dengan papa tidak akan habis. Sepertinya pengaruh tante Nayla sangat
Part 11Anaknya mirip suamiku"Alhamdulillah Bu El sudah sembuh," sapa Reni melihatku masuk toko. Dia memegang sapu sambil melap meja kerjaku."Alhamdulillah, Ren," jawabku meletakkan tas, lalu menyalakan laptop. "Kemaren rame?" tanyaku sambil melihat ke layar laptop."Lumayan, Bu. Ada beberapa pembeli baru, karna baru kali ini kulihat." Reni melanjutkan menyapu."Pembeli baru? Maksudnya di toko kain Bapak?""Bukan, baju yang tersedia di gudang, Bu.""Oh."Kubuka laci meja. Biasanya kalau ada jual beli, uang diletakkan di laci. Sebelum bertanya lebih lanjut, alangkah baiknya aku memeriksa laci dulu."Kosong," bathinku, karena di laci tidak kutemukan uang sepersenpun."Ren, berapa potong baju yang terjual kemaren? Kamu ada catatannya?"Kubuka buku penjualan. Buku ini kugunakan untuk mencatat orderan dan alamat pelanggan. Tetap sama, tidak tertulis adanya transaksi penjualan kemarin."Sekitar selusin, Bu. Tapi setelah itu Bapak sendiri yang mengambil di gudang," jawab Reni berhenti meny
Anaknya mirip suamikuPart 12Suamiku melototi putri kami. Sejenak kami terdiam. Nafas mas Denis besar dan mukanya merah. Aku juga tidak mau kalah. Sebenarnya ini bukan tentang siapa menang atau kalah, tapi lebih ke naluriku sebagai ibu. Anakku cuma satu, tidak ada harta yang lebih berharga dari putriku, termasuk hanya seorang suami. Durharka? Terserah."Oh, jadi kalian menuduhku selingkuh dengan istri adik sepupuku? Pikiran gila macam apa ini. Anak dan istriku berpikir buruk," ketus mas Denis."Kami tidak menuduh, tapi merasa aneh aja seorang perempuan mencari kakak sepupu suaminya disaat si istri tidak ada di rumah.""Sudah berapa kali kubilang, aku tidak selingkuh dengan Nayla! Kamu sadar nggak memfitnah suamimu? Hampir dua puluh tahun kita menikah, El."Aku terdiam sejenak."Sudah lah, Ma. Ada yang datang." ucap Nana menujuk ke luar.Kupalingkan muka. Ada mobil parkir di depan toko. Seketika aku beranjak duduk di kursi depan laptop, sementara itu mas Denis beranjak ke toko kain."
Part 13Anaknya mirip suamikuAstagfirullahalazimm. Test pack siapa ini? Apakah ini punya Susi? Mendadak ia berhenti kerja, padahal sebelumnya izin karena sakit. Kamar mandi ini hanya Susi dan mas Denis yang sering pakai. Di ruko konveksi juga ada kamar mandi. Karyawan toko kain hanya Susi saja sebelumnya.Ingin kuambil test pack itu. Tapi tidak jadi karena aku tidak punya bukti ini milik siapa, lagian belum tentu mas Denis ayah dari bayi yang dikandung wanita ini. Tapi punya siapa? Susi?Lututku lemas. Baru juga merasa sedikit lega, ditambah lagi dengan hal baru dan mengarah ke Susi. Apakah Susi selama ini juga selingkuhan mas Denis? Ya Allah, kenapa bertambah runyam. Aku curiga tapi tak punya bukti. Jika kutanya tentang test pack ini, mas Denis pasti berkilah, aku pun tidak punya bukti kalau menuduh.Aku ke luar dari toilet. Test pack itu kubiarkan di tong sampah. Sebaiknya kuselidiki Susi melalui Reni. Atau ..., Sarah bisa kujadikan mata-mata karena tetangga Susi. Aku bicarakan dul
Part 14Anaknya mirip suamiku"Ma, kue bikinan tante Ratih enak, coba deh, Ma." Nana menyodorkan sepiring kecil brownies. Aku menerima piring itu, lalu memakannya sepotong. "Mmm enak, aku pesan dua kotak, Rat. Besok mau dibawa ke toko," ucapku mengunyah kue."Iya, Mbak. Tapi setelah aku sholat magrib, bentar lagi waktunya habis," jawab Ratih memakai mukenah. Ia dan Nana baru pulang barusan."Oh iya, sholat dulu yang penting.""Na, kamu sudah sholat?" Kulihat Nana masih mengunyah kue brownies."Lagi nggak sholat, Ma. Maklum ada tamu," jawab Nana.Ratih membentangkan sajadah di sudut ruangan, lalu memulai salat.Ratih sudah sangat berubah. Dulu dia masih berdandan terbuka, rambut panjang direbonding dan berpakaian mencetak tubuh. Aku maklum, jarak umurnya hanya dua tahun lebih tua dari Nana. Mungkin perceraian merubahnya lebih dewasa dan berpakaian tertutup."Ma, mama," bisik Nana di sampingku, sikunya menyenggol tanganku."Ya." Aku berpaling ke Nana."Tuh." Alis Nana naik sambil sedik