Share

Mulai Menyusun Rencana

"Eyang Putri!"

Dinda berteriak kala melihat seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi roda seraya menikmati sebuah apel.

Mega--yang tak lain adalah nama asli dari Eyang Putri, menoleh ke sumber suara, seulas senyuman terpancar dari bibirnya, ketika melihat cucu perempuan satu-satunya itu datang.

"Ya ampun, cucu Eyang datang, tapi gak kasih kabar dulu," ujar Mega seraya merangkul Dinda dengan penuh cinta.

"Maafin, Dinda, Eyang. Soalnya Dinda sama Ibu dadakan ke sininya, jadi gak sempet kabarin, Eyang."

Mega menggeleng, dia mengusap rambut hitam legam milik cucunya itu dengan penuh kasih sayang.

"Tidak apa-apa, Sayang. Eyang, hanya sedih, karena gak bisa nyiapin makanan kesukaan kamu." 

Pandangan Mega pun tidak lepas memperhatikan ke arah tangan Dinda. 

"Lihatlah, kamu sangat kurus, Dinda. Apa kamu makan dengan baik?"

Dinda mengangguk, dia langsung berjalan ke arah belakang tubuh Mega dan gegas mendorong kursi roda masuk ker rumah.

Sementara itu, Anjani mengikuti keduanya dari belakang tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Aku makan dengan baik, Eyang. Tetapi, mungkin karena akhir-akhir ini aku sedikit stres, jadinya berat badanku turun drastis."

Mega berdecak, dia mengusap tangan Dinda yang berada tepat di belakangnya.

"Nak, jangan terlalu di pikirkan. Kamu harus belajar dari, Ibumu."

"Maksud, Eyang?"

Namun, belum sempat Mega menjawab pertanyaan Dinda. Anjani, sudah lebih dulu mendahuluinya.

"Eyang, jangan berkata yang tidak-tidak pada, Dinda!" Anjani memprotes.

Namun, semuanya tidak dihiraukan oleh Mega. Karena dia tahu, dia tidak mungkin menceritakan hal yang tidak perlu.

"Kamu tahu, Dinda. Ibumu, itu begitu berpikir keras sebelum pernikahan, pada akhirnya tepat di hari pernikahannya, dia begitu kurus dan pucat seperti mayat. Eyang, benar-benar marah padanya!"

Mega mengatakan hal tersebut tepat ketika mereka bertiga sampai di ruang keluarga. Dengan di bantu oleh seorang perawat, Mega pindah ke sebuah sofa.

"Bukan hanya itu, Dinda. Eyangmu sampai memarahi Eyang Putri habis-habisan, dia pikir kalau ini semua Eyang Putri yang perintahkan, padahal sebenarnya tidak."

Dinda dan Mega begitu asyik bercerita, mengenai pernikahan Anjani dengan mendiang Ayahnya Dinda dulu.

Tidak pernah Dinda bayangkan, kalau pernikahan mendiang Ayah dan Ibunya pernah mendapatkan pertentangan dari dua belah pihak keluarga.

Akan tetapi, karena kegigihan mendiang Ayahnya, akhirnya kedua bisa resmi menikah, meskipun hanya bertahan selama beberapa tahun saja, di karenakan Ayahnya Dinda meninggal karena terserang kanker.

"Tidak bisa aku bayangkan, bagaimana amarah Eyang pada saat itu," ujar Dinda di sela-sela kekehan.

"Ah, Eyang Putri saja sampai ketakutan," balas Mega sembari menunduk, membayangkan kejadian beberapa tahun silam.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara derap langkah seseorang yang menuruni anak tangga. 

Dinda, Anjani dan Mega mendongak, menatap seorang pria paruh baya, di mana sebuah kacamata bertengger di wajahnya yang sudah termakan usia, belum lagi rambutnya pun sudah memutih.

"Eyang!" pekik Dinda seraya bangkit dari duduk, berlari ke arah Bramantyo dan memeluknya dengan erat. "Eyang, apa kabar?"

"Kabar baik. Bagaimana dengan cucu Eyang yang cantik ini?"

Dinda tersipu malu, dia semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Bramantyo yang masih terlihat kekar dan sehat di usianya yang sekarang.

"Baik juga, Eyang."

"Ngomong-ngomong ke mana, Arkan?"

Sontak, raut wajah Dinda berubah masam, wanita itu terlihat mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Aku tidak tahu, Eyang. Memangnya kenapa?"

Bramantyo menggeleng pelan, dia menarik tangan cucunya untuk kembali duduk di sofa.

"Tidak apa-apa, padahal Eyang baru saja memanggilnya ke sini."

Seketika saja, kedua bola mata Dinda melebar, dia menatap tidak percaya ke arah Bramantyo.

"Apa?! Te-tetapi, untuk apa?" 

"Tentu saja untuk membicarakan tentang pernikahan kalian," balas Bramantyo tanpa ragu.

Dinda terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya bangkit dari duduk, berpamitan pada ketiga anggota keluarganya yang lainnya.

"Aku pamit dulu ke belakang."

***

Tepat di pinggir kolam ikan yang berada di belakang rumah, Dinda terduduk seraya termenung.

Ada banyak hal yang terlintas di kepalanya, termasuk bagaimana cara untuk membuktikan kepada seluruh keluarga, agar bisa mempercayainya semua kecurangan yang Arkan lakukan.

Karena Dinda tidak ingin, memberikan semuanya tanpa rencana yang begitu matang. Dinda ingin Arkan benar-benar hancur saat itu juga.

Hingga tiba-tiba saja, terlintas sebuah ide di kepala Dinda dan tanpa membuang waktu, dia langsung menghubungi orang begitu dia percaya.

"Dzikri, kamu sibuk tidak?" tanya Dinda melalui sambungan telepon.

"Tidak, Din. Memangnya kenapa?"

Orang yang Dinda hubungi tak lain adalah Dzikri--sekertarisnya sekaligus teman dekat Dinda.

Di luar pekerja, Dinda dan Dzikri memang mengobrol layaknya teman pada umumnya. Tetapi, semuanya tidak berlaku lagi, ketika mereka berada di kantor.

Bagaimanapun itu, Dinda dan Dzikri harus bersikap profesional dalam hal pekerjaan.

"Tolong bantu aku, Kamu bisa, 'kan?"

"Tentu saja, memangnya ada apa."

"Tunggu sebentar, akan aku mengirimkannya melalui pesan teks," ucap Dinda seraya mengotak-atik ponselnya selama beberapa saat, kemudian mengirimkan sebuah tangkapan layar pada nomor Dzikri.

"Sudah aku kirimkan, apa kamu sudah menerimanya?"

"Tentu saja. Tetapi, menyuruhku untuk mencari tahu tentang Arkan dan ... Nadin? Serta ini akun milik siapa, kenapa--"

"Kamu laksanakan saja perintahku, nanti akan aku jelaskan. Sudah, ya, aku melihat ada Arkan di sini!"

Bip!

Dinda segera mematikan sambungan telepon dan langsung berpura-pura tengah memainkan gawai, serta tidak melihat kedatangan Arkan.

"Sayang, ternyata kamu di sini!" seru Arkan. Pria itu langsung berlari ke arah Dinda dan berjongkok tepat di sampingnya.

"Sayang, kapan kamu ke sini?"

Dinda kembali bersandiwara, dia berpura-pura menjadi wanita b*d*h di hadapan Arkan. Dia ingin menguji, seberapa jauh Arkan bermain.

Karena setelah itu, Dinda akan memastikan, kalau Arkan akan jatuh ke dalam lubang yang telah dia buat sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status