Share

Kabar Bahagia

Suara mesin mobil terdengar memasuki pekarangan. Mobil Arka. Dari kamar lantai dua, Lisa menyingkap gorden dan sangat bahagia suaminya itu sudah pulang. Kemarin dia mendapati kabar tentang kehamilannya, tetapi mengabaikan fakta bahwa kandungan itu akan membahayakan dirinya.

"Welcome, Prince!"

Lisa tak berniat keluar untuk menyambut Arka. Dia ingin menikmati sensasi detak bahagianya itu di kamar ini, saksi bersejarah kisah cinta yang panjang. Diraihnya sebuah kotak panjang di atas meja dan tak sabar hendak memberi kado itu pada Arka.

Sementara itu di ruang tengah, Arka sudah tiba dan tak mendapati Lisa yang menyambutnya. Hanya Papa Frans dan Mama Wendi yang terlihat santai menikmati makan siang.

"Sayang, gak ngabarin mau balik siang ini."

Arka tersenyum dan menuangkan segelas air untuk ditenggaknya. "Maaf, aku lupa, Ma."

"Kamu pasti mengabari Lisa, tapi dia gak kasih tau kita. Ya, 'kan?" Papa Frans menimpali dengan sinis.

Papa Frans sangat sarkas. Arka memaklumi saja dan bingung kenapa Lisa tidak turun.

"Bukannya nyambut suaminya pulang, malah malas-malasan di kamar."

"Mungkin Lisa lagi beresin kamar, Pa. Habis nyiapin makan siang, kan, dia langsung masuk kamar. Malah makannya mau nunggu Arka aja," bela Mama Wendi.

Arka mengangguk. Dia pun sudah tak sabar menemui istrinya.

Dihentaknya knop pintu dan melihat istrinya itu sedang berdiri di sisi kasur. Wajahnya sangat cantik berhias make up tipis dengan bibir mungil yang merekah. Lisa memang sangat cantik sejak dulu. Dia melempar tasnya ke sofa dan melonggarkan ikatan dasinya. Dua kancing teratas dibuka untuk melepas sensasi gerah.

"Suami pulang langsung disambut sama istri yang cantik dan wangi. Godaan yang nakal!"

Lisa berdiri tepat di depan Arka dan menggantungkan dua lengannya di bahu suaminya itu.

"Aku kangen kamu."

"Aku juga."

Kecupan singkat diberikan ke pipi Lisa. Tak tahan rasanya Lisa memendam ledakan bahagianya itu. Matanya terlihat berkaca-kaca dengan senyum tak henti.

"Oleh-olehnya mana? Aku pengen asinan Bogor," rengek Lisa.

Arka keki, menggaruk sisi tengkuknya. "Asinan Bogor? Kamu gak ada bilang. Itu aku bawa oleh-oleh, sih. Dodol Garut sama Tahu Sumedang juga ada."

"Apaan? Kamu dinas dari Bogor, 'kan? Harusnya itu gak pernah lupa."

Lisa terlihat kesal sambil melipat tangannya. Dia berbalik dan memunggungi sang suami. Arka sampai garuk kepala karena tak mengerti sikap manja tiba-tiba istrinya itu.

"Kamu, kan, gak pernah suka asinan Bogor. Tahun lalu juga waktu aku dinas ke Bogor, dibawain asinan pun gak disentuh."

Lisa menghela napas. Sejak tadi malam dia ingin makan asinan Bogor, berpikir tak perlu mengatakan karena Arka tak pernah lupa membawa oleh-oleh itu.

Lisa sedikit menunduk dan melihat perutnya, "Kamu nakal!"

Saat Arka hendak memeluk dari belakang, Lisa justru menghindar dan segera mengambil kotak persegi panjang di atas meja. Wajahnya masih cemberut sambil menyodorkan bingkisan berwarna merah muda itu.

"Kamu yang pergi, tapi aku yang kasih kado. Buka!"

Arka tak bicara dan merobek bingkisan itu. Sebuah kotak berwarna merah dia temukan. Saat penutup terbuka, betapa terkejutnya Arka melihat benda putih dengan dua garis merah di tengahnya. Tangan Arka gemetar dan kembali menatap Lisa.

"Ini ...."

Lisa mengerucutkan bibir dan mengusap pelan perutnya. "Adeknya pengen asinan Bogor, Pa."

Arka bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Terlihat sekali rasa shock dan bahagia di binar matanya. Pria itu duduk lemas di atas kasur dengan wajah terkejut. Lisa pun mendekat dan duduk di sampingnya.

"Sayang ...."

Arka segera beringsut ke pelukan sang istri. Lisa tersenyum dan bisa merasakan bahwa Arka menangis haru. Betapa bahagia dan bersyukurnya dia bisa memiliki anak sendiri.

"Terima ... kasih," lirih Arka.

Lisa terkejut dan tak bisa lagi menahan air matanya. Lekas memeluk pundak Arka. Mereka akhirnya mendapatkan kabar baik di usia mereka yang tak muda lagi. Pelukan itu semakin erat beriring rasa syukur.

"Terima kasih, Tuhan," sambung Lisa.

Tak ada lagi kata-kata yang keluar untuk waktu lima menit berikutnya. Arka mulai menghapus air matanya dan mengusap perut Lisa. Ada kehidupan baru yang tersembunyi di dalamnya. Cintanya dan Lisa akan semakin sempurna sebentar lagi.

"Terima kasih sudah datang, Nak."

Arka menyentuh pipi Lisa dan memberi kecupan manis di bibir istrinya itu. Lisa sangat bahagia dengan cinta yang diberikan Arka. Setelah itu, mereka saling berpelukan untuk melepas rasa syukur mereka. Di balik punggung Arka, wajah Lisa berubah jadi teduh, meskipun senyum di bibirnya tak luntur.

'Kamu dengar itu, Sayang? Papa kamu pengen kamu cepat datang. Bertahan, ya! Kamu harus kuat dan lahir ke dunia ini, meskipun nanti tanpa mama di sisi kamu.'

Kehadiran seorang anak adalah yang dinantikan Arka sampai detik ini. Betapa dia ingin menjadi ayah yang sempurna. Lisa pun melepaskan pelukannya dan beranjak dari duduk. Sebuah amplop putih diberikan pada Arka.

"Ini hasil test-nya, Sayang."

Tak sabar Arka ingin membukanya. Dahinya mengernyit karena yang terlihat justru bukan logo Raztan Hospital. Arka membaca dengan saksama dan mendapati bahwa kehamilan istrinya sudah mencapai enam minggu.

"Udah enam minggu, Lis? Kamu gak sadar udah hamil enam minggu?"

"Ya, kan, dari kemarin aku nolak buat test atau ke rumah sakit."

"Oh iya, kenapa gak diperiksa di Raztan Hospital aja? Kenapa malah ke Eka Hospital? Emang gak terlalu jauh, sih, tapi ...."

"Aku gak sengaja ketemu Yuga."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status