Lisa mulai bercerita tentang kejadian kemarin. Dia menggenggam tangan suaminya itu, menutupi rasa gugup karena mungkin akan ada banyak kata-kata bohong yang keluar dari bibirnya.
"Semalam aku mau ke market, trus aku pusing dan pingsan, untung ada Yuga di sana. Ah iya, kamu gak kenal dia." Lisa menggaruk tengkuknya karena tak pernah bicara apa pun terkait masa lalunya. "Yuga itu mantan pacarku waktu SMU. Hehe," kekeh Lisa. "Ehh?" Arka melotot. Lisa tahu ekspresi itu akan dia dapat dari sang suami yang sangat pencemburu. "Dia udah nikah, kok. Malah anaknya udah dua. Apaan, sih!" ujar Lisa sambil mencubit perut Arka. Arka menghela napas. Dia hanya mengangguk dan mengizinkan Lisa untuk terus bercerita. "Ya udah, dia langsung bawa aku ke Eka Hospital. Dia juga dokter kandungan di sana. Aku tahunya hamil setelah diperiksa sama dia." "Oke, besok kita ke rumah sakit untuk check up lanjutan." Tentu ini tak terelakkan. Arka adalah seorang dokter di Raztan Hospital, bahkan salah satu pemegang sahamnya. dr. Grace selalu menangani Lisa selama bertahun-tahun. Akan sangat sulit baginya untuk membujuk Arka tetap menjadikan Yuga sebagai dokter kandungannya selama kehamilan. "Kalau aku minta sesuatu, kamu mau penuhi, gak?" seru Lisa. "Apa, Sayang?" "Aku mau Yuga yang jadi dokterku. Jadi untuk seterusnya, aku cuma mau check up ke Eka Hospital aja." "Apaan, sih? Raztan Hospital itu rumah sakit terbaik di Jakarta. Kenapa malah nyari rumah sakit lain? Gak, kalau di Raztan, kan, aku bisa konsultasi sama dr. Grace setiap hari." Lisa mulai mengandalkan aksi manjanya. Dia cemberut dan bersidekap. Mata hazelnya yang tajam terus tertuju pada wajah heran suaminya itu. "Aku ngidamnya sama dr. Yuga, Ka. Gimana, dong?" Rengekan yang manja hingga membuat Arka keki. Apa hubungannya? Permintaan yang aneh. Arka menghela napas dan mencoba sabar untuk sikap unik istrinya itu. Dia mengusap lembut pipi chubby Lisa. "Jangan-jangan, kamu senang kalau dia megang-megang kamu, ya?" guyon Arka. "Apaan? Yuga itu, kan, cowok Korea. Siapa tau kalau liat dia tiap hari, dielusin sama dia, nanti anak kita jadi cakep kayak cowok Korea. Aih, seneng banget!" Arka menunjuk wajahnya dengan ekspresi polos. "Aku ini cowok banget, atletis dan berkulit tan. Lagian, aku kurang ganteng apa? Muka udah cakep gini, kurang sipit lagi? Udah 11-12 juga sama cowok Korea. Ini cetakan muka anak boyband, loh!" Lisa tertawa cekikikan. Arka paling sebal saat sang istri memuji pria lain lebih tampan darinya. "Aku gak suka kalau nanti anakku mirip dia," oceh Arka. "Aku yang hamil, ini anakku, terserah aku mau check up di mana." "Anakku juga, 'kan?" "Pokoknya selain Yuga, aku gak mau ada dokter lain yang periksa. Ya udah, aku gak usah check up aja sampai anak ini lahir." Arka mulai menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan. Dia pun mengambil napas ala teknik yoga untuk lebih bersabar pada istri manjanya yang satu ini. Lisa hanya tersenyum dan memeluk sang suami. Arka sangat mengerti hatinya, bahkan ketika sedih. Untuk itu, dia benar-benar harus terlihat bahagia agar tak dicurigai. "Aku ngidam asinan Bogor, gak dibawain, sekarang aku minta check up di Eka Hospital, gak dikasih juga. Aku sedih," keluh Lisa sambil mencubit-cubit abs Arka. Helaan napas panjang terdengar lagi. Dia mengusap-usap kepala Lisa agar wanita itu menaikkan kepalanya. "Kamu pengen banget asinan Bogor, Lis? Aku balik lagi ke sana, ya! Jangan nangis!" "Eh, apaan? Aku gak mau. Maunya sama kamu aja di sini. Soalnya kamu juga udah bau keringat, asin banget. Aku suka." Arka tak bicara lagi. Dia mengusap-usap punggung Lisa dan membiarkan istrinya itu bermanja padanya. "Tapi rahim kamu gimana? Yuga bilang apa?" Lisa mengajak Arka untuk duduk di kasur. Sambil bercerita, jarinya terus bermain di sela-sela jemari hangat milik sang suami. "Aku udah cerita semua sama Yuga. Lagian selama ini aku udah jalanin pengobatan sama dr. Grace, udah lumayan baik dan rahimku sanggup mengandung. Cuma kata Yuga, aku harus lebih hati-hati karena kasusku agak lain. Jadi gak boleh capek dan banyak istirahat. Aku juga gak muda lagi, 'kan? Kalau bisa, sebelum 5 bulan gak boleh banyak gerak. Dia bakalan tetep ngasih vitamin dan obat penguat kandungan juga. Disuruh rajin kontrol ke sana. Akunya iyain aja. Abis, kenapa sekarang dia jadi makin ganteng? Memang kalau udah jadi mantan, pasti lebih menggoda. Hhssshh, seksi!" guyon Lisa sambil menggigit lower lip-nya, ekspresi seksi yang selama ini hanya dia tunjukkan pada Arka. Arka menghela napas, pasrah. Dia membanting punggungnya ke belakang hingga terhempas di kasur. Wajahnya dia alihkan ke sisi lain untuk menunjukkan betapa cemburunya dia karena Lisa terus bicara tentang mantannya. "Di saat istri ngidamnya mantan, aku bisa apa? Sakit." Betapa Lisa sangat menyukai ekspresi cemburu Arka saat ini. Biasanya Arka hanya akan komat-kamit tak jelas untuk melepas kecemburuannya. Possesive husband. Namun karena istri mengandung adalah segalanya, pria itu menahan rasa cemburu dengan bias wajah yang manis sekali. Arka pulang di hari yang terik. Kemeja putihnya yang basah membuat sebagian lekuk badannya terlihat. Bahkan butir keringat yang membanjiri leher jenjangnya menunjukkan betapa dia jauh lebih seksi daripada sekadar guyonan Lisa tentang Yuga. Arka tersenyum saat Lisa mulai menyentuh dan menciumnya. Gejolak rindu yang tersalurkan. "Aku kangen, Arka." Bukan Yuga, tetapi Arka-lah yang membuat Lisa menggila. Dia sangat merindukan aroma keringat bercampur parfum yang begitu khas di indera penciumannya. "Mandi, gih! Walaupun aku suka aroma tubuh kamu, juga kalau kamu keringatan gitu keliatan lebih seksi, tapi kayaknya dedek bayinya ini suka sama yang kinclong." "Ya udah, aku mandi dulu, ya. Kita harus kasih kabar baik ini ke papa-mama." Arka melonggarkan pelukannya dan membiarkan Lisa bangkit dari duduknya. Kerlingan mata dia berikan agar Arka bergegas pergi ke toilet untuk menyegarkan diri. Suara shower pun terdengar, mengisi keheningan wajah Lisa yang mulai sendu. Dia berjalan menuju lemari dan mengambil satu lagi amplop berlogo Eka Hospital di bawah lipatan kain. Amplop itulah yang tak dia berikan pada Arka. Itu adalah hasil test yang menunjukkan kondisi rahim dan fisiknya yang buruk hingga membahayakan nyawanya jika tetap mengandung. Bahkan jelas tertera di sana baris kalimat saran untuk proses pelepasan janin. Lisa tak ingin melakukannya, meskipun nyawa menjadi taruhan. "Arka gak boleh tau tentang ini."Lisa meraih sebuah pemantik dari dalam laci meja dan membakar ujung amplop hingga berubah menjadi abu. Semua bukti itu hilang bersama timbunan kertas-kertas yang ikut terbakar di dalam tong sampah kaleng di sudut lemari.Tak ada rasa penyesalan, Lisa justru tersenyum sambil mengusap perutnya."Bertahanlah, Sayang! Mama akan lakukan apa pun supaya kamu tetap sehat di dalam sana. Gak sabar pengen ketemu papa, 'kan? Kalaupun nanti mama gak bisa peluk dan jagain kamu, kamu harus tetap tumbuh jadi anak yang baik dan pinter. Mama sayang sama kamu."Lisa sudah memilih jalan berbahaya untuk membahagiakan Arka. Meskipun dia tahu akan sangat sulit, terbersit sedikit keinginan untuk tetap bisa hidup juga saat bayinya lahir nanti. Keluarga kecil yang dia impikan itu mungkin akan datang suatu hari nanti.*Sore hari menjadi saat di mana Keluarga Wijaya bersantai menjemput malam. Di ruang tengah itu, Papa Frans asik menonton berita olahraga di telivisi, sedangkan Mama Wendi mengerjakan sesuatu di m
Lisa mengangguk dan memeluk Arka. Dia melepaskan semua beban hatinya di pelukan suaminya itu.'Aku yakin kamu akan marah kalau tau yang sebenarnya. Tapi sama seperti kamu, aku juga ingin melahirkan seorang anak yang bisa jagain kamu kalau aku gak bisa bertahan nanti,' bisik batin Lisa sambil sesekali mengecup bahu Arka.Takdir yang akan membawa akhir kisah mereka. Arka pun tak sabar hendak memberi tahu kedua orangtuanya. Dia meraih secarik amplop di atas meja yang merupakan hasil tes Lisa. Langkahnya tergesa-gesa seiring Lisa menyusulnya dari belakang dengan langkah pelan.Tingkah suaminya itu seperti anak kecil yang baru saja diberikan permen. Lisa sangat terharu melihatnya.Arka tiba di ruang tengah dan melihat kedua orangtuanya sedang berdiri hendak meninggalkan ruang tengah."Papa!"Arka segera berhambur dalam pelukan papanya. Mama Wendi tak mengerti dan menoleh pada menantunya. Lisa hanya tersenyum, berisyarat bahwa mereka akan mendengarnya langsung.Arka masih terus mengeratkan
Tak pernah sebelumnya pulang lebih awal, tetapi Arka meninggalkan rumah sakit lebih cepat hari ini. Sungguh manis suasana yang tercipta kala Arka sangat calon buah hati yang ada di kandungan istrinya. "Aku bawain buah, kenapa gak mau?"Lisa menggeleng, masih melahap potongan kue yang baru saja dibawa Bi Sumi ke kamarnya. "Aku lagi gak mau makan buah. Kamu gak ada tanya aku pengennya apa."Arka tersenyum bahagia sambil mencubit pipi sang istri. "Aku pengen liat pipi ini terus chubby di tiap bulannya."Lisa mengerucutkan bibir. Dia masih ingat, Arka selalu antisipasi dirinya yang dulu harus menjaga bentuk ideal badannya."Yakin? Gak apa-apa kalau aku jadi gemuk?""Tetep cantik, kok."Arka melepaskan ikatan dasi dan membuka dua kait kancing kemejanya. Malas mandi segera, dia justru berbaring dan meletakkan kepalanya di pangkuan Lisa. Bermanja menjelang senja. Lisa memainkan rambut legam sang suami dengan mengisi penuh sela-sela jemarinya. Sangat lembut dan hangat."Ngantuknya."Lisa te
Lisa dan Arka duduk di ruang tunggu untuk mendapatkan laporan hasil pemeriksaan yang dijalani beberapa jam lalu. Arka menautkan alis saat menatap raut cemas istrinya."Hei, kenapa ketakutan gitu? Kandungan kamu pasti baik-baik aja," hibur Arka.Tentu saja Arka tak tahu kekhawatiran sang istri saat ini. Dia hanya membalas dengan senyum tipis."Sayang, aku pengen jus alpukat," rengek Lisa."Ih, tiba-tiba pengen jus? Ya udah, sepulang ini, kita mampir di cafe, ya!""Aku maunya sekarang!""Tapi ...""Udah, pergi aja sana cari jusnya, aku tungguin di sini."Arka tak bisa membantah karena berpikir Lisa mengidam lagi. Lisa hanya ingin menjadi orang pertama yang mendengar penjelasan Yuga.Sepuluh menit berikutnya, Yuga keluar sambil membawa selembar laporan hasil pemeriksaan kandungan Lisa."Loh, suami kamu mana?""Kita bicara di dalam!"Lisa menarik tangan Yuga agar mereka masuk dan bicara lebih serius di ruang kerja. Dia tak sabar ingin mengetahui hasil tes itu."Gimana? Apa ada perkembanga
Ekspresi teduh Arka tadi berubah sedikit antusias. Grace adalah dokter obgyn yang selama ini menangani Lisa di Raztan Hospital. Dia belum mengatakan bahwa Lisa mengandung saat ini."Thanks karena selama ini udah bersabar selama proses penyembuhan Lisa. Dia hamil, Grace.""Ah, serius? Syukurlah, padahal aku sempat pesimis. Ternyata kalian diberi rejeki untuk punya anak di usia seperti ini. Tapi, keadaan Lisa ..."Arka menghela napas berat. Dia melepas kacamata dan memainkan bola kristal kecil di atas meja."Aku tau. Yuga juga bilang rahimnya lemah dan masih dalam kondisi rentan. Dia meminta kami menunggu perkembangan dua minggu ini. Kalau Lisa bisa bertahan, itu tandanya kemungkinan kami bisa punya anak mencapai 80 persen."Sepanjang Arka bercerita, Dr. Grace hanya mematung. Dia yang bertahun-tahun menangani Lisa, tentu saja dia yang lebih tahu perihal ini."Lisa udah gak muda lagi, Ka. Kamu tau itu. Sebenarnya bukan cuma kandungannya, nyawa Lisa juga dalam bahaya."Arka terkejut mende
Arka pergi meninggalkan rumah sakit. Lisa dibimbing masuk ke ruangan. Setelah beberapa menit menjalani pemeriksaan, dia tak bisa menahan tangisnya. Lekas keluar dari ruang praktek dengan senyum yang bahkan tak bisa disembunyikan lagi."Kamu berhasil, Lisa. Jaga kandungan kamu dengan baik. Maaf karena dulu aku menyerah terlalu cepat. Sekarang kamu bisa katakan pada suamimu kalau anak ini akan lahir dengan sehat. Tapi biarpun begitu, kamu harus tetap lebih sering kontrol dan jaga kondisi kesehatan kamum Jangan sampai stres, ya!" Lisa ingin menangis sepuasnya dan berterima kasih pada sang dokter obgyn. Dia pun memeluk pria yang merupakan teman lamanya itu."Terima kasih. Aku nggak akan lupa semua kebaikan kamu.""Eih, udahan, ah! Jangan main peluk-peluk gini. Malu diliat orang. Nanti aku bisa CLBK."Lisa sedikit tertawa dan mencubit sisi pinggangnya. Raut bahagia tak bisa disembunyikan dari keduanya."Ingat semua yang aku katakan, ya!" pesan Yuga."Siap, Pak Dokter."Yuga sedikit membun
"Sayang, kenapa berdiri di situ aja?" tanya Lisa."Nggak, nggak ada apa-apa."Tak tahu kenapa ini sangat mengganggunya. Sejak dia menerima foto kenangan Yuga dan Lisa, dan kali ini istrinya itu begitu akrab bicara dengan mantan kekasihnya itu, membuat Arka sedikit cemburu.Kling!Ada pesan masuk di Whatsapp ponsel-nya. Nomor yang sama dan mengirimkan foto Lisa dan Yuga lagi.'Ini apa maksudnya, sih? Sengaja banget kayaknya. Mau cari mati atau gimana?'Lisa memperhatikan raut geram sang suami. Disentuhnya bahu Arka untuk menegur. "Kenapa? Siapa nge-chat?"Arka segera meletakkan ponsel-nya di atas meja. "Nggak ada, kok. Ayo, tidur!""Masih jam 9. Belum ngantuk.""Nggak apa-apa, ayo tidur. Aku juga mau istirahat. Besok harus tugas lagi."Lisa berbaring tepat di sisi sang suami. Terasa sangat sulit tidur di saat perutnya membesar saat ini. Miring ke kiri, tetapi suaminya hanya memejamkan mata tanpa bicara lagi. 'Dia beneran mau tidur? Nggak ada good night kiss, gitu?' keluh batinnya.Lis
Wanita itu cemberut. Ingin beranjak, tapi lengannya ditahan Arka. Suaminya itu meletakkan dagunya di bahu Lisa."Dia udah balik dari Swiss, kemarin datang ke rumah sakit. Nggak tau juga ada urusan apa.""Kamu masih suka sama dia, ya?"Lisa menjauh, menunjukkan aksi merajuk agar suaminya tahu dia cemburu."Nggak, lah, Sayang. Ya ampun, udah basi banget cerita itu, mah. Udah real sepupuan doang, kok. Mungkin dia balik karena kangen Indonesia."Lisa tak bicara lagi, lekas turun ke bawah untuk menikmati sarapan. Mayang, wanita yang baru saja dibicarakan itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka.Lisa tak pernah bertemu langsung, hanya mendengar cerita saja. Mayang yang merasa dipaksa oleh perjodohan itu, lari dari pertemuan keluarga hingga Arka mengalami kecelakaan mobil saat mengejarnya."Hai, Lisa. Apa kabar?"Sahutan Mayang itu menerbitkan senyum getir di bibir Lisa. Wanita itu begitu tenang berada di antara kedua mertuanya."Lis, ini Mayang. Sepupunya Arka, anak dari adiknya mama," ujar