Home / Rumah Tangga / AKU BUKAN MENANTU IMPIAN / Part 5.Ketika suami kembali kerja.

Share

Part 5.Ketika suami kembali kerja.

Author: Anjani
last update Last Updated: 2022-06-24 14:19:12

Aku Bukan Menantu Impian

Part 5.Ketika suami kembali kerja.

Beberapa bulan telah berlalu. Kisah menantu dan mertua bergulir seperti biasa.Tak ada yang istimewa, tak ada pula yang berubah.

Hubungan Ibu dan Ipah nampaknya sudah membaik.Terlihat beberapa kali ibu menerima telfon dan juga mengirim uang untuk Ipah. Suami lpah tidak bekerja. Hanya Ipah yang bekerja sebagai ART. Tentunya tidak cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Karena itulah Ipah menelpon ibunya untuk minta kiriman uang.

"Biasanya yang dari Jakarta kirim uang untuk yang di kampung. Tapi ini terbalik. Yang di kampung kirim uang untuk yang di Jakarta," nyinyiran dan sumpah serapah mertuaku. Masalah sumpah serapah tentu Ibu belum berubah. Masih seperti biasanya.

Kondisi negeri sampai saat ini belum juga pulih.Tapi Setidaknya, ada sedikit kelonggaran peraturan, yang diberikan pemerintah, demi berjalannya roda perekonomian.

Mas Ridwan kembali bekerja di tempat semula. Ekonomi keluarga kecilku ikut bergerak. Walau sedikit, Mas Ridwan sudah aktif terima gaji setiap panenan.

Namun, drama kembali di mulai,,

Mertua sibuk sekali mencari cari kesalahanku. Beliau bahkan mencari bala tentara untuk membenciku. Curhat, sana sini pada para tetangga juga saudara yang tinggal agak jauh dari rumah, yang bahkan aku belum mengenalnya.

Bagaimana bisa mengenal, sejak awal kami datang, ibu tidak pernah mengenalkan ku pada saudaranya.Hanya mereka sendiri yang datang mengenalkan diri padaku, sambil menunjukkan salah satu sifat Mertuaku.

"Harusnya dikenalin sama saudara, ini malah datang ke kondangan, sendiri aja. Memang begitu sifatnya. Kayak mampu hidup sendiri. Nggak nyadar udah tua, nggak butuh anak cucu apa?" begitulah komentar salah satu saudara.

Aku mengagguk sembari tersenyum.

Tetangga, satu persatu mengadukan ucapan mertua yang menjelekkanku.

"Mba Yani," panggil Mbok Lastri padaku ketika aku pulang dari warung untuk belanja sayuran. Mertua sudah tidak lagi membuka warungnya

Katanya, banyak kerugian karena diambil Mas Ridwan dan anak anakku. padahal yang mengisi warung itu aku, menggunakan uangku. Tapi aku juga sudah tidak lagi memusingkannya,,sejak ku tau bagaimana sifat Mertuaku.

"Kenapa Mbok ?"aku menoleh padanya dan berjalan beriringan dengannya.

"Mbak Yani katanya nggak pernah ngurus suami yah? Yang kasih makan Mas Ridwan aja mertua Mbak," katanya.

Aku terdiam.

"Kata siapa Mbok?" tanya ku.

"Ya kata Mertuamu."

"Oh, Enggaklah Mbok. Kalau Mas Ridwan makan masakan Ibunya ya wajar saja. Namanya ibu. Tidak bisa di gantikan dengan siapapun. Apalagi masakannya."

"Memang dari dulu Mertuamu tidak berubah. Nggak anak sendiri, nggak menantu. Pasti jadi musuh,"

"Biarin ajalah Mbok, nggak usah di urus."

"Mbak Yani yang sabar yah, memang orangnya begitu dari dulu."

Sambil berjalan , Mbok Lastri juga sedikit bercerita tentang mertuaku yang dulu juga berkonflik dengan Ipah. Sewaktu Ipah tinggal bersamanya. Aku hanya diam mendengarkan.

Entah dan biarkanlah, pikirku.

Esok harinya, lagi-lagi aku mendengar laporan dari tetangga yang lain.

Sebenarnya sudah berapa banyak tetangga, yang sudah ibu hasut untuk menjelekkanku?

"Mba Yani, katanya Mba nggak pernah membuat kopi buat suami Mba yah?"

"Kata siapa?"

"Kata mertuamu."

Aku hanya menghela napas saat mendengar kalimat itu. Lagi dan lagi. Apa ibu tidak bosan?

"Oh, mungkin karena suami saya nggak pengen ngopi, atau kopi sedang abis. jadi saya nggak buatin," jawabku asal.

Aku lelah menjelaskan kebenaran pada ibu ibu julid yang menyapaku, untuk sekedar bertanya hal yang sangat tidak penting.

Ibu, memang benar-benar keterlaluan, dia telah menyebar keburukan yang tidak aku lakukan kepada semua orang, rasanya tidak ada seorang yang tersisa.

Jorok, malas, pelit, dan semua kejelekan lainnya telah ia sebar atas nama diriku.

Tapi bodo amat!

Mau ngomong sampai mulutnya pindah kebelakang pun, aku sudah nggak peduli. Yang penting aku tidak bersalah dan suami percaya padaku, menyayangiku, menafkahi ku, dan juga anak-anakku.

'Bodoh amat dengan yang lain.Tak perlu juga memikirkan hal tak penting. Siapapun dia, kalau hanya ingin meruntuhkan masa depanku dan keluargaku, maka dia bukanlah orang penting bagiku.'

*****

Hari ini, Ipah kembali datang bersama anaknya dan tanpa suami. Aku menyambut kedatangannya dengan baik. Ku layani dia bak seorang tamu dan bertanya mengenai beberapa hal untuk mencairkan suasana tetapi dia hanya menjawab sekenanya, dan banyak terdiam.

'Mungkin dia sedang lelah,' pikirku.

Aku berharap, kedatangan Ipah memberi sedikit pencerahan bagi Ibunya. Aku berharap Ipah memberikan nasehat pada Ibunya untuk tidak terlalu membenciku. Karena aku tau, Ipah pernah ada di posisiku. Hanya bedanya Ipah anak kandung sementara aku hanya menantu.

'Siapa yang akan mengurus Ibu nanti kalau sudah tua. Anak-anak Ibu kan jauh. Siapa yang akan menjaga Ibu, kalau bukan Mas Ridwan dan anak istrinya,' aku berharap Ipah bicara begitu.

Secara, dulu Ipah kabur juga karena tak tahan dengan sifat ibunya. Karena itu Ipah pasti tau apa yang aku rasakan.Aku juga yakin Ibu pasti curhat sama Ipah. Mengingat Ibu selalu curhat dengan siapa saja yang di temui nya.

Tapi, lima hari berlalu...

"Ternyata kalian ini nggak ada gunanya juga tinggal serumah sama Ibu, kalau masak aja Ibu harus sendiri, apa apa sendiri. Kalian di sini kan hanya numpang," kata Ipah sore itu. " Ingat. Kalian itu hanya numpang."

Aku bingung. Bicara sama siapa dia? Apa, sedang telponan sama suaminya?

Tapi tidak! Ipah yang tadi ada di kamar Ibunya kini datang mendekatiku yang duduk berdua suamiku.

"Hei, mbak Yani," telunjuknya terarah padaku.

"Kamu dan anak-anak kamu itu numpang di rumah ini. Jadi jangan sok menguasai rumah ini," ucap Ipah melabrak.

"Kamu ngomong sama aku Pah!?" ujar ku.

"Terimakakasih sudah di ingatkan. Tanpa kamu bicara pun aku sudah tau kalau aku numpang, dan tidak ada yang menguasai apapun disini, suatu hari kamu akan mengingat ucapanmu ini."

Mas Ridwan terdiam. Wajahnya memerah. Butiran bening kembali ada di ujung matanya.

Samar-samar aku masih mendengar sumpah serapah Ipah yang pergi meninggalkan aku dan Mas Ridwan.

Aku menoleh Pada Mas Ridwan dengan napas masih memburu. Sepertinya jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Ada apa sih Mas?! Tuh orang kenapa?" tanyaku agak heran.

"Kenapa nggak ada hujan nggak ada angin dia bersumpah serapah seperti itu. Ucapannya kasar?"

'Persis kayak ibunya, pikirku.

"Tadi sepertinya Ibu ngadu sama Ipah. Mas sih dengar dikit dikit," jawab Mas Ridwan.

Tak ada yang bisa diharapkan dari Ipah. Kedua wanita itu sama. Hanya bisa menghakimi. Hanya bisa mencari kesalahan dan keburukanku, untuk menyakitiku.

Tak adakah sedikit saja kebaikan yang nampak dariku?

Tidak. Kalian tidak akan menemukan kebaikan itu. Karena yang kalian cari hanya keburukanku.

Apa yang salah dari ku? Aku menumpang di sini karena ini rumah suamiku.

'Ini terakhir kalian merendahkan aku, dan setiap kata yang kalian ucapkan, akan ada di dalam hati ku seumur hidup. Catat dan ingat itu!' janjiku dalam hati.

Sejak hari itu, aku tak punya lagi airmata. Aku tak punya rasa. Aku benar benar sudah tak peduli dengan wanita tua itu. Tak sedikitpun aku merasa punya yang namanya mertua.

Aku dan Mas Ridwan rajin bekerja. Kami sedikit demi sedikit mengumpulkan uang, demi bisa membuat rumah. Supaya aku segera pisah rumah dengan mertua.

Suatu hari, di warung sayur di mana kami biasa membeli keperluan sehari hari, aku melihat Mertua tengah berbelanja. Ada berbagai macam sayuran sudah ada ditangan nya.

"Itu aja Mak sayurnya?" tanya si tukang sayur.

"Iya. Segini aja. Namanya orang Sudah tua. Nggak ada yang ngasih, belanja dikit aja "jawab Mertuaku.

"Amin, Bu. kalau nggak ada yang ngasih. Amin. Moga moga jadi kenyataan," aku menjawab.

Ibu segera pergi dan meninggalkan sayuranya. Tidak jadi membeli karena mendengar jawabanku yang tiba tiba muncul.

'Ku rasa Ibu tak pantas selalu bicara seperti itu. Anak anaknya selain Ipah, ku rasa sering kirim uang. Mas Ridwan juga. Setiap gajian memberi uang pada ibunya, walau mungkin jumlahnya tidak banyak. Sekali lagi ucapan adalah doa. Apalagi bila di ucapkan berulangkali oleh seorang ibu. Ibu adalah malaikat bagi anak anak nya, yang di telapak kakinya terletak surga.

"Sabar Mbak. Ga usah di perpanjang," ucap tukang sayur merasa tidak enak.

"Nggak apa apa Pak, dah biasa," jawabku.

Aku bergegas pulang setelah membayar keperluanku hari ini.

Di Rumah ternyata Ibu sedang kebakaran jenggot. Sambil mengomel tidak jelas.

Dumbrang... Dumbreng...Dumbrang!!!

"Bu kenapa? kok ngamuk-ngamuk?" tanyaku berbasa basi.

"Dasar menantu tak tau diri. Udah numpang sombong."

"Bu," kataku pelan menahan emosi.

"Ibu kan juga punya anak perempuan yang sekarang juga numpang pada mertua nya. Apa Ibu tidak kasian misalkan anak Ibu di caci maki mertuanya setiap hari seperti saya. Apa ibu tidak sedih anak Ibu numpang di rumah orang yang sangat membencinya?"

"Anak saya tidak numpang! Dia ngontrak," bukannya memahami kata kataku tapi justru Ibu semakin emosi.

"Bu, Walau saya numpang di rumah Ibu, tapi Mas Ridwan itu rajin cari uang buat keluarganya. Jungkir balik di jalanin demi anak istrinya. Kami tidak pernah minta apapun pada Ibu. Tapi Ibu membenci saya dan anak-anak saya. Ingat Bu. Suami Ipah itu pemalas. Tinggal sama mertua aja dia malas. Apa lagi sekarang tinggal dekat orang tuanya.Bagaimana kalau hal buruk menimpa Ipah? Lebih buruk dari yang saya alami. Bukan hanya Ipah, tapi Ibu juga akan merasakan, seperti apa sakitnya.Satu hari nanti, Ibu akan menyesali pernah melakukan semua ini pada saya."

"Kamu nyumpahin saya!? Dasar menantu tak tau diri!"

"Terserah Ibu."

Aku pergi meninggalkan Ibu. Kalau di layani akan panjang urusannya. Sementara Ibu masih bersumpah serapah,seperti biasanya.

Yang sekarang harus ku lakukan, banyak berdoa. supaya pekerjaan suamiku lancar, usaha salon ku lancar. Kami bisa menabung agar segera membuat rumah. Walau gubuk kecil, aku pasti bahagia. Bisa pisah rumah dengan mertua.

******

Empat tahun berlalu,,

Anakku Fara sudah lulus sekolah. Sekarang dia sudah bekerja di sebuah pabrik konveksi. Dia juga rajin menabung.

" Supaya bisa cepet punya rumah,'' katanya.

Akhirnya, rumah impian kami berdiri juga.

Masih di pekarangan Ibu. Tepatnya di sebelah kanan rumahnya.

Di bagian depan khusus ku buat untuk buka salon. Belum terlalu bagus tetapi rumahnya telah kami tempati. Alhamdulilah. Rasanya hidup kami begitu nyaman dan indah. Akhirnya kami punya ketenangan.

Kami bahagia walau hidup sederhana.

Dan kudengar lewat Dewi, Ipah akan pulang dan kembali tinggal di kampung.Sekarang Ipah juga sudah mempunyai enam orang anak. Dia tidak bisa KB. Makanya anaknya lumayan banyak, untuk ukuran keluarga Masa kini.

Bersambung..

Related chapters

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 6. Ipah purik.

    Aku Bukan Menantu Impian.Part 6. Ipah purik.Pukul 06.30. Mobil travel yang di tumpangi Ipah berhenti tepat di depan rumah Ibu mertua. Ipah pulang bersama tiga orang anaknya. Sementara tiga lainnya tinggal di Jakarta bersama suami dan mertua Ipah.Aku tersenyum menyambutnya, dan sedikit berbasa basi. ."Sehat Mbak?" Ipah menyalami tanganku dengan senyum terukir di wajahnya"Alhamdulillah sehat,"jawabku singkat. Ada yang berubah dengan Ipah. Ia mau menegurku lebih dulu. Bahkan menyalamiku. Berbeda ketika terakhir kali kami bertemu. Ia tak mau bicara kalau aku tak mengajaknya bicara. Bahkan ketika aku basa basi bertanya, ia hanya menjawab sekenanya. Lebih banyak diam tak menjawab.Mungkin, karena sekarang aku sudah punya rumah sendiri. Sudah tinggal pisah dari Ibunya, dan merasa ia tak bisa lagi menindasku, fikirku.Aku bawakan jajanan untuk anak-anak Ipah. Yang paling kecil umur setahun, kemudian tiga tahun dan yang paling besar, sekitar lima tahun.Kemudian aku tinggalkan Ipah ketik

    Last Updated : 2022-06-24
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 7, Balas dendam.

    Aku Bukan Menantu Impian.Part 7, Balas dendam.Sudah bebera hari Mas Anton dan Mas Heru pulang. Sebelum pulang, mereka berdua meninggalkan uang kepada Ipah untuk keperluan Ibunya. Mas Ridwan pun, sekarang tidur di rumah Ibu. Untuk berjaga-jaga, katanya.Dan pagi sebelum berangkat kerja, Mas Ridwan menyempatkan diri untuk malihat Ibunya. Memastikan sarapan untuk Ibu."Dek nanti tolong bikinkan Ibu sayur bening bayam ya," kata Mas Ridwan sekembalinya dari kamar Ibu."Lha Mas,kan selama ini Ibu juga nggak doyan masakan ku, masa aku masak buat ibu, nanti malah di buang seperti biasanya. Kan sayang. Sekarang apa apa mahal," cerocosku. Memang selama ini Ibu nggak pernah mau makan masakan ku. Setiap aku masak apapun, jika Ibu aku kasih, akan di kembalikan padaku. Satu,dua bahkan mungkin sudah lebih dari puluhan kali. Mungkin dia nggak doyan atau gengsi makan masakan ku, orang yang selalu di caci makinya. Menantu yang tak pernah di anggap. Karena aku bukan menantu impiannya.Sekali dua kal

    Last Updated : 2022-07-08
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 8. Ketika tak ada lagi kiriman.

    Aku Bukan Menantu Impian.Part 8. Ketika tak ada lagi kiriman.Benar saja, beberapa hari ini, banyak tamu yang datang. Tetangga kanan kiri rumah, ada juga saudara jauh. Bawaan mereka banyak dan bermacam macam. Selain berbagai bahan makanan ada juga yang membawa amplop yang pastinya berisi uang.Ipah yang menerima dengan suka cita. Seperti terima amplop kondangan, layaknya.Beberapa hari ini, Ipah bisa belanja banyak dengan uang itu. Juga jajanan untuk ketiga anaknya yang terlihat meriah.Beberapa bulan sudah berlalu , Ibu beberapa kali menjalani terapi dan pengobatan.Tapi belum ada perkembangan yang signifikan. Sementara Mas Anton dan Mas Heru sudah tidak lagi kirim uang.Untuk makan atau berobat Ibu, terpaksa Mas Ridwan membiayai semuanya sendiri.Biayanya tidak sedikit. Sangat besar untuk ukuran keluargaku. Kadang juga Mas Ridwan harus kasbon, hingga saat ditotal gaji Mas Ridwan tidak seberap sisanya, dan anak anak mulai protes pada ayahnya." Yah, kalau uang kita buat berobat N

    Last Updated : 2022-07-08
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 9. Aku memaafkan mertuaku.

    Aku Bukan Menantu Impianpart 9. Aku memaafkan mertuaku.Masih enggan rasanya membantu Ipah dalam kekurangannya. Ia berkeluh kesah karena sudah tak punya uang lagi. Walaupun Mas Ridwan beberapa kali memintaku untuk membantunya, tapi rasa sakit hati yang bertahun tahun ku rasakan membuat hatiku membatu. Aku tersenyum melihat ia hidup dalam kesusahan. Seperti biasa, aku memang bertugas untuk mengantar makan siang untuk Ibu. Sayur bening bayam. Itu sayur andalanku untuk sang MertuaSuatu hari, Ibu bosan dengan menu yang ku sajikan. Ibu minta lauk yang lain. " I...kann.... a....yyaam." katanya terpatah patah." Mau ikan sama ayam ? Minta saja sama tetangga. Kali aja ada yang mau ngasih. " jawabku judes." Bukannya Ibu dulu rajin kasih makanan ke tetangga, apa Ibu pernah memberi makanan kepada saya. Apa Ibu ngga berfikir kalau suatu hari Ibu butuh tenaga saya juga?"" Sudah untung aku mau menuruti perintah Mas Ridwan, membawakan makanan, malah minta yang lain. Minta Ipah sana."Aku men

    Last Updated : 2022-07-08
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 10. Sadar.

    Aku Bukan Menantu Impianpart 10. Sadar.Balas dendam tidak akan merubah apapun. Kejahatan tidak perlu di balas dengan kejahatan. Ibu kini sudah tak berdaya. Tak ada lagi ucapan yang menyakiti hati. Tak ada lagi suara yang memaki maki. Tak ada lagi kata kata menggelegar penuh kesombongan. Masanya telah berakhir kini. Aku ingin hidup damai bersama anak-anak dan juga suamiku.Tanpa ada lagi rasa dendam.Aku ingin berkaca dengan pengalaman ini. 'Jangan lah memandang seseorang dari yang kau lihat saja. Saat ini dia tak berarti bagimu, belum tentu esok hari. Mungkin, bahkan hidup mu akan tergantung padanya.'Sore selepas magrib, seperti biasa Mas Ridwan menengok Ibu. Kali ini, aku ikut." Assalamualaikum,,," Mas Ridwan membuka pintu kamar Ibu sembari mengucap salam. " Wa...a..la...ikum...salam.,"Pelan, hampir tak terdengar, Ibu menjawab salam Mas Ridwan. Kemudian Mas Ridwan duduk di sisi Ibu yang tengah berbaring." Ibu sudah makan?" Mas Ridwan bertanya." Su...daah." Aku pandangi

    Last Updated : 2022-07-08
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 11. Aku mengurus Ibu.

    Aku Bukan Menantu Impian.Part 11. Aku mengurus Ibu.Pagi menjelang siang,aku beranjak ke kamar Ibu mertua, membawa nasi, sayur dan sepotong ikan untuk ibu ." Assalamualaikum," aku memberi salam sembari membuka kamar Ibu. Pengab. Jendela belum di buka. Mungkin Ipah belum sempat.Aku mebuka jendela. Kamar ibu brantakan, belum di sapu." Ibu aku suapin ya?" kataku. Ibu mengangguk. Aku suapi Ibu,Beberapa suap saja, ibu sudah menggeleng tanda sudah kenyang. Aku juga tidak memaksa untuk melanjutkan." Nanti di makan lagi ya, Bu," kataku. Kembali Ibu mengangguk. " Ba...nguuun..." suara Ibu.Sepertinya Ibu ingin bangun dari tempat tidur. Aku membantunya, mendudukan ibu di tepi tempat tidurnya. Ku benahi tempat tidur ibu yang berantakan. Aku sapu lantainya, Lalu aku pel, pakai pewangi lantai yang ku ambil dari rumahku. Supaya kamar ibu wangi dan steril." Nah, wangi kan Bu," kataku mengajaknya tersenyum. lbu mengangguk tanda senang.Beberapa saat lamanya, aku temani ibu. Bercerita te

    Last Updated : 2022-07-11
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 12. Semakin kritis

    Aku Bukan Menantu ImpianPart 12. Semakin kritisHari terus saja berganti. Keadaan Ibu belum juga membaik. Terapi dan rawat jalan masih rutin dilakukan. Aku dan Mas Ridwan sepertinya terlalu berat menanggung biaya ibu sendiri. Tak ada bantuan sama sekali dari Mas Anton dan Mas Heru. Apalagi aku juga harus membantu Ipah untuk keperluan hidup sehari hari. Sebenarnya Ibu sering menolak untuk di ajak berobat ataupun terapi. Tapi aku dan Mas Ridwan selalu berhasil membujuknya. Mungkin Ibu tau biayanya cukup berat untuk kami, tanpa bantuan anak anaknya yang lain. Segala cara tetap kami usahakan untuk kesembuhan wanita yang selama ini begitu sangat membenciku. Nah....kan....Tapi lain lagi dengan anak anaku. Mereka marah ketika tau banyak barang ku jual setiap hari jadwal berobat atau terapi Ibu."Apalagi yang akan di jual setelah ini, Ma?" tanya Fara agak kesal. Aku baru saja menjual beberapa ekor ayam piaraanku. "Besok jangan sampai jual tv. Nanti kita nonton tv di rumah tetangga." N

    Last Updated : 2022-07-11
  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   Part 1 3. Anak anakku mulai berubah

    Aku Bukan Menantu ImpianPart 1 3. Anak anakku mulai berubah Hari sudah menjelang sore. Saatnya aku memberikan obat untuk Ibu, setelah sebelumnya menyuapi.Aku ajak ibu ngobrol. Apa saja aku bahas, supaya ibu tidak merasa kesepian. Walau ibu hanya mendengar tanpa membalas sepatah pun kata kataku, tapi ku rasa ibu merasa senang karena di temani. Selama ini, semenjak aku rajin merawat Ibu, tak pernah lagi Ipah peduli dengan ibunya. Ketika malam pun, biasanya mas Ridwan yang menjaga dan menemani Ibu. 'Ipah, di mana kamu ketika ibumu membutuhkanmu?' aku membatin.Tapi ya sudahlah, mungkin ini rejeki Ibu. Ketika dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, tak ada anak anaknya di sisi.'Tak ada yang peduli dengan saya' ucapan itu memang sering Ibu ucapkan berulang kali. Tapi aku tau, ucapan itu di tujukan padaku. Karena hanya aku yang di benci ibu waktu itu. Tapi siapa sangka hal itu benar benar terjadi, dan ironisnya hanya aku yang ada di saat ibu membutuhkan.Sore selepas magrib. Aku, M

    Last Updated : 2022-07-11

Latest chapter

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part71. Anton pulang kampung.

    Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 70, Novi menikah.

    Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 69. Dua hari di rumah mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 68. Bersatunya menantu dan mertua.

    Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 67. Gania Putri Anggara

    Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 66. Pulang.

    Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 65. Cucu perempuan.

    Aku Bukan Menantu Impian part 65. Cucu perempuan.Mendengar kabar itu, semua bisa meloloskan napas. Sedikit lega. "Alhamdulilah," ucap mereka serempak."Bagaimana dengan ibunya dokter?" tanya Andi."Maaf, untuk saat ini ibu Fara belum sadarkan diri, karena pendarahan. Bayinya bisa di jenguk di ruang inkubator, sementara Bu Fara masih di UGD,"Bagai di sambar petir rasanya. Tubuh Andi luruh, duduk lemas di kursi roda. Ia menggeleng beberapa kali. Berusaha menolak kebenaran. Tapi kejadian ini benar-benar nyata adanya. Begitu juga mama Yani yang nampak tak setegar ayah Ridwan."Tolong siapkan juga pendonor darah, karena kemungkinan persediaan darah di rumah sakit tidak cukup.""Baik, dokter," ayah Ridwan yang menjawab.Andi sudah lemah lunglai. Menangis pun ia sudah tak malu lagi. "Kamu harus sabar," pak Angga memeluk putranya mencoba memberi kekuatan.Begitu juga Bu Manda mengelus punggung Andi. Mama Yani terduduk di lantai. Seluruh persendiannya rasa lepas. Airmatanya sudah tumpah

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 64. Melahirkan anak perempuan

    Aku Bukan Menantu Impian part 64. Melahirkan anak perempuan Tok, tok, tok.Mama Yani sambil mengucek matanya yang sangat mengantuk membuka pintu kamarnya. Ia sangat terkejut melihat Fara yang nampak kacau dengan berurai airmata."Fara, ada apa? Galih rewel?"karena memang sejak tadi Galih yang rewel, maka di pikiran mama Yani hanya Galih."Galih enggak papa, ma. Kak Andi kecelakaan,""Hah, apa?!""Kak Andi kecelakaan ma,""Kecelakaan? di mana?""Sekarang di rumah sakit sehat mulia, tolong ayah antar aku kesana ya, ma,""Iya, iya. Kamu siap siap biar di antar ayah. Biar mama yang jaga Galih,"Sementara, Fara bersiap mengambil kerudung bergo dan memakai jaket tebal, mama Yani membangunkan suami nya.Rumah sakit sehat mulia memang agak jauh. Jika di tempuh menggunakan motor dan keadaan sepi begini memakan waktu sekitar dua puluh menit.Tanpa banyak bertanya ayah Ridwan mengeluarkan motornya. Sambil memakai jaket dan mengenakan helm. Sepanjang jalan Fara menangis. Tak henti hentinya

  • AKU BUKAN MENANTU IMPIAN   part 63. Lukanya Fara.

    Aku Bukan Menantu Impian part 63. Lukanya Fara.Perih, itu yang di rasakan Fara. Kenapa wanita itu selalu memojokkan dan menyalahkan. Siapa yang ingin buru buru hamil. Tak ada juga yang mau.Fara hanya menghapus airmatanya. Andi pun hanya bisa terdiam."Maaf," hanya itu kata kata yang ia ucapkan. Sudah terlalu sering. Ia takut Fara bosan dengan itu semua. Ibunya tak pernah berubah. Selalu membuat suasana menjadi runyam.Bagi Fara, lukanya sudah membekas begitu dalam. Bahkan sudah meninggalkan trauma. Sedangkan Andi juga sebanarnya sudah tak kuat dan ingin melawan tapi tetap takut di sebut anak durhaka."Sudah kak. Nggak papa kok," bahkan Fara yang sudah terluka, yang kini menghiburnya."Iya dek. Makasih,"Galih sudah terdiam tak lagi menangis sejak neneknya keluar rumah. Harusnya seorang nenek itu menyayangi cucunya. Bukan menakuti. Apa mungkin galih akan menganggapnya seorang nenek? Mungkin saat ini anggapan itu tak penting. Tapi manusia ada masanya. Masa di mana seseorang akan me

DMCA.com Protection Status