Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali
Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba
Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek
AKU BUKAN MENANTU IMPIANPart 1. Mertua dan iparku.Walau tinggal berjauhan, aku masih sering mendengar keluh kesah ibu mertuaku. Kami merantau ke Jakarta, sedang mertua tinggal dikampung halaman. Ia selalu berkabar pada suamiku tentang tingkah polah anak perempuannya atau biasa kusebut adik ipar. Anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di antara empat saudara. Setetelah menikah dan punya seorang anak, dan masih tinggal di rumah orangtua. "Suaminya itu malas banget. Kerjaannya main burung melulu. Nggak mikir cari uang, nggak mikir cari makan buat anak istri. Boro-boro ngasih uang buat orang tua, buat diri sendiri juga nggak mampu,"curhatnya pada suamiku via telfon."Makan darimana dia Bu kalo ngga kerja?" tanya mas Ridwan."Ya dari ibulah. Laki pemalas gitu kok di belain terus!"cerocos ibu mertua."Padahal udah ibu suruh pisah aja. Mumpung anak baru satu."Ya begitulah. Setiap hari kudengar keluhannya. Tak pernah ada kabar indah dari bibir wanita itu, walau hanya sekata. Bukankah y
Aku Bukan Menantu ImpianPart 2.Mertua ku ternyata matre.Akhirnya, di sini lah, di kampung halaman suamiku, di rumah ibu mertuaku.Aku dan kedua anakku di boyong suami ke kampungnya. Bermodal sedikit uang yang masih tersisa, kami ingin membangun kehidupan yang mungkin lebih layak.Mulanya, ibu mertua begitu antusias menerima kedatangan kami. Mungkin karena selama ini hidup seorang diri di rumahnya yang luas itu. Mungkin juga karena tak mampu menahan rasa sepi di kehidupannya yang memang telah senja.Banyak senyum dan tawa kita lalui. Aku sedikit mampu melupakan rasa keterpurukan ku. Aku bersyukur mempunyai mertua seperti dia."Kerasan tinggal di sini Mba?" tanya Mira tetangga depan rumah."Kerasan lah Mir, mau ngapain lagi," jawabku."Mertua Mba Yani ini kan aduhai," timpalnya sambil melirik Dewi, saudara sepupu Mas Ridwan.Keduanya tersenyum kecut, sambil menoleh ke arahku."Emang kenapa sih?" aku sedikit penasaran dengan ucapan mereka, ditambah raut wajah aneh mereka."Nanti Mba Ya
Aku Bukan Menantu Impianpart 3. Perdamaian yang hanya berjalan tiga bulan."Fara, kamu bawa uang tiga ribu aja ya," ucapku pagi itu ketika mereka akan berangkat sekolah." Ini tinggal dua ribu untuk adik mu."Fara tidak menjawab, hanya saja mukanya masam dan ditekuk."Iya dah, Fara pergi, Assalamualaikum," pamitnya."Waalaikumsalam," jawabku.Fara berangkat sekolah di antar Mas Ridwan, dengan motor butut, harta peninggalan kami yang tersisa.Sementara si bontot sekolah dengan jalan kaki setelah aku beri uang jajan dua ribu rupiah, sekolahnya dekat.Aku pandangi kepergiannya. Lima ribu rupiah memberi kehidupan dan cerita tersendiri dalam hidup baru kami. Aku masih ingat sisa uang 15 ribu yang di pegang Ibu. Mungkin ibu sudah tak mengingatnya lagi.****Beberapa hari, aku berpikir keras. Aku tidak tega melihat anak anakku. Untuk mendapatkan uang jajan ke sekolah pun sangat sulit. Hingga aku berpikir untuk membuka kembali usaha salonku yang kebetulan alat alatnya masih lengkap. Aku ingi
Aku Bukan Menantu ImpianPart 4.Awal Corona.Suamiku mendapat pekerjaan merupakan kabar yang menggembirakan bagiku. Setidaknya ada sedikit harapan untuk membayar utang bank tiap bulannya, juga untuk ongkos sekolah kedua anakku, dan untuk kami makan sehari hari.Beberapa bulan kemudian memang mas Ridwan kerja di kandang ayam seperti yang telah di katakan padaku. Sementara aku masih tetap menekuni usahaku buka salon potong rambut.Usaha kecil kecilan.Kadang ada langganan datang satu atau dua orang.Tapi kadang tak satupun yang datang. Bahkan sampai berhari-hari.Tak apalah.Namanya juga baru buka usaha, apalagi di tempat yang baru juga.Cobaan belum selesai. Wabah Corona datang menimpa seluruh penjuru dunia. Usaha kandang ayam di mana suami ku bekerja tutup. Katanya untuk sementara waktu saja. Karena ayam hasil panen tak bisa terjual ke luar daerah, akibat PPKM. Akhirnya merugi. Hasil panen di jual dengan harga yang sangat murah untuk menutupi biaya operasional. Itupun tidak tertutup sem
Aku Bukan Menantu Impian Part 5.Ketika suami kembali kerja.Beberapa bulan telah berlalu. Kisah menantu dan mertua bergulir seperti biasa.Tak ada yang istimewa, tak ada pula yang berubah.Hubungan Ibu dan Ipah nampaknya sudah membaik.Terlihat beberapa kali ibu menerima telfon dan juga mengirim uang untuk Ipah. Suami lpah tidak bekerja. Hanya Ipah yang bekerja sebagai ART. Tentunya tidak cukup untuk makan dan bayar kontrakan. Karena itulah Ipah menelpon ibunya untuk minta kiriman uang. "Biasanya yang dari Jakarta kirim uang untuk yang di kampung. Tapi ini terbalik. Yang di kampung kirim uang untuk yang di Jakarta," nyinyiran dan sumpah serapah mertuaku. Masalah sumpah serapah tentu Ibu belum berubah. Masih seperti biasanya.Kondisi negeri sampai saat ini belum juga pulih.Tapi Setidaknya, ada sedikit kelonggaran peraturan, yang diberikan pemerintah, demi berjalannya roda perekonomian.Mas Ridwan kembali bekerja di tempat semula. Ekonomi keluarga kecilku ikut bergerak. Walau sedikit, M
Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek
Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba
Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali
Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya
Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari
Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di
Aku Bukan Menantu Impian part 65. Cucu perempuan.Mendengar kabar itu, semua bisa meloloskan napas. Sedikit lega. "Alhamdulilah," ucap mereka serempak."Bagaimana dengan ibunya dokter?" tanya Andi."Maaf, untuk saat ini ibu Fara belum sadarkan diri, karena pendarahan. Bayinya bisa di jenguk di ruang inkubator, sementara Bu Fara masih di UGD,"Bagai di sambar petir rasanya. Tubuh Andi luruh, duduk lemas di kursi roda. Ia menggeleng beberapa kali. Berusaha menolak kebenaran. Tapi kejadian ini benar-benar nyata adanya. Begitu juga mama Yani yang nampak tak setegar ayah Ridwan."Tolong siapkan juga pendonor darah, karena kemungkinan persediaan darah di rumah sakit tidak cukup.""Baik, dokter," ayah Ridwan yang menjawab.Andi sudah lemah lunglai. Menangis pun ia sudah tak malu lagi. "Kamu harus sabar," pak Angga memeluk putranya mencoba memberi kekuatan.Begitu juga Bu Manda mengelus punggung Andi. Mama Yani terduduk di lantai. Seluruh persendiannya rasa lepas. Airmatanya sudah tumpah
Aku Bukan Menantu Impian part 64. Melahirkan anak perempuan Tok, tok, tok.Mama Yani sambil mengucek matanya yang sangat mengantuk membuka pintu kamarnya. Ia sangat terkejut melihat Fara yang nampak kacau dengan berurai airmata."Fara, ada apa? Galih rewel?"karena memang sejak tadi Galih yang rewel, maka di pikiran mama Yani hanya Galih."Galih enggak papa, ma. Kak Andi kecelakaan,""Hah, apa?!""Kak Andi kecelakaan ma,""Kecelakaan? di mana?""Sekarang di rumah sakit sehat mulia, tolong ayah antar aku kesana ya, ma,""Iya, iya. Kamu siap siap biar di antar ayah. Biar mama yang jaga Galih,"Sementara, Fara bersiap mengambil kerudung bergo dan memakai jaket tebal, mama Yani membangunkan suami nya.Rumah sakit sehat mulia memang agak jauh. Jika di tempuh menggunakan motor dan keadaan sepi begini memakan waktu sekitar dua puluh menit.Tanpa banyak bertanya ayah Ridwan mengeluarkan motornya. Sambil memakai jaket dan mengenakan helm. Sepanjang jalan Fara menangis. Tak henti hentinya
Aku Bukan Menantu Impian part 63. Lukanya Fara.Perih, itu yang di rasakan Fara. Kenapa wanita itu selalu memojokkan dan menyalahkan. Siapa yang ingin buru buru hamil. Tak ada juga yang mau.Fara hanya menghapus airmatanya. Andi pun hanya bisa terdiam."Maaf," hanya itu kata kata yang ia ucapkan. Sudah terlalu sering. Ia takut Fara bosan dengan itu semua. Ibunya tak pernah berubah. Selalu membuat suasana menjadi runyam.Bagi Fara, lukanya sudah membekas begitu dalam. Bahkan sudah meninggalkan trauma. Sedangkan Andi juga sebanarnya sudah tak kuat dan ingin melawan tapi tetap takut di sebut anak durhaka."Sudah kak. Nggak papa kok," bahkan Fara yang sudah terluka, yang kini menghiburnya."Iya dek. Makasih,"Galih sudah terdiam tak lagi menangis sejak neneknya keluar rumah. Harusnya seorang nenek itu menyayangi cucunya. Bukan menakuti. Apa mungkin galih akan menganggapnya seorang nenek? Mungkin saat ini anggapan itu tak penting. Tapi manusia ada masanya. Masa di mana seseorang akan me