Aku Bukan Menantu Impianpart 14. Meninggal dunia.Di rumah pun tidak membuat aku lebih tenang. Mondar mandir menunggu kabar dari Mas Ridwan. Ipah menangis. Ia ingin menyusul ibunya ke rumah sakit. Aku berhasil membujuk Ipah untuk menunggu kabar di rumah saja. Menunggu pagi untuk berangkat ke rumah sakit. Apa lagi dia memiliki anak kecil yang tak mungkin di tinggal.Akhirnya karena lelah, aku terlelap walau sesaat. Tapi tak berapa lama, aku terbangun kembali mendengar suara dari ponsel yang ku letakkan di meja samping tempat tidurku.Drrrrt... drrrrt...Hp ku bergetar. Kulirik layar hp, jam sebelas tepat. Aku mengucek mata. Masih sangat mengantuk. Nama Mas Ridwan nampak di layar dan aku mengangkatnya." Assalamualaikum Mas," suara ku berat menahan rasa kantuk." Waalaikumsalam, Ibu sudah meninggal, Dek," suara Mas Ridwan serak menahan tangis di sebrang sana."Apa Mas?!" teriakku tertahan. "innallillahiwainnalillahirijiun." akhirnya aku berucap pelan. Lemas seluruh tubuh. Tak terasa l
Aku Bukan Menantu ImpianPart 15. Keserakahan.POV. Anton.Aku mendengus kesal." Sialan Ridwan, di ajak rundingan malah kabur, dasar cengeng.""Kita juga yang salah Mas, belum waktunya kita bahas ini," Heru berkomentar."Tapi kita tak punya banyak waktu Her, kita harus pulang sore ini, apa kamu mau nggak naik jabatan karena absen,""Ya enggak juga Mas,""Nah, suruh Ridwan kemari. Kita bahas segera agar kita bisa bersiap untuk pulang."Heru menurut. Dengan sedikit enggan ia beranjak mendatangi rumah Ridwan, yang hanya berjarak sepuluh meter dari rumah induk.Tak berapa lama, Heru dan Ridwan datang. Wajah Ridwan masih nampak seperti tadi ketika pergi meninggalkan tempat ini. "Ada apa Mas?" tanya Ridwan malas."Seperti yang ku bilang tadi, kita harus segera menjual rumah ini, Rid," ujarku."Terserah kalian Mas, aku tak minat ikut campur,""Ya kamu juga sebenarnya nggak punya hak atas rumah ini, kamu sudah dapat pekarangan yang kamu tempati itu. Tapi aku juga masih hargai kamu. Makanya
Aku Bukan Menantu ImpianPart 16. Setelah 40 hari.Hari berlalu terasa cepat . Ke inginkan Mas Anton dan Mas Heru untuk menjual rumah dan sawah peninggalan orang tuanya, nampaknya memang mengusik ketenangan Mas Ridwan dan juga Ipah.Keduanya tidak menginginkan itu, tapi kedua kakak tertua mereka berambisi untuk menjual.Aku tak mau ikut campur, karena ini urusan keluarga mereka. Lagi pula, Mas Ridwan sudah tak punya hak atas rumah itu, karena sudah membangun rumah yang kini kami tempati. Tapi Ipah, bagaimana kehidupan selanjutnya? Ia begitu kebingungan. Aku kasihan juga melihatnya.Tepat setelah 40 hari meninggalnya Ibu, datanglah seorang tamu tetangga desa, Pak Rudi namanya. Ia datang bersama pak RT. Di pagi itu, mereka mendatangi rumahku.Mas Ridwan menyambut keduanya. Aku hanya mendengar pembicaraan mereka dari dalam sambil berbenah. Sementara kedua anakku sudah pergi bekerja dan juga ada yang sekolah."Begini Mas Ridwan," pak RT buka suara." Ini pak Rudi tetangga desa kita, pun
Aku Bukan Menantu ImpianPart 17. Mas Anton membeli mobil.Beberapa hari sudah berlalu sejak Ipah pindah ke rumah kontrakan. Beberapa kali aku mengantarkan sedikit makanan untuk anak anak Ipah. Karena aku bisa mengendarai motor, jadi biar aku yang ke rumah Ipah. Sedangkan Ipah walau pintar mengendarai motor tapi ia tidak punya kendaraan.Ipah bekerja di rumah tetangga yang tak jauh dari rumah kontrakannya, sebagai art. Doni dan Nana yang menjaga adik kecilnya ketika mamanya sedang bertugas. Karena itu, walau Doni dan Nana merengek minta ikut denganku, aku tidak bisa mengabulkan permintaannya, karena mereka punya tugas juga, yaitu menjaga adiknya. Mas Ridwan pun selalu mendatangi rumah Ipah selepas magrib, hanya untuk memastikan keadaan mereka baik baik saja.Hari - hari kami lalui seperti biasa, hingga suatu hari aku dan Mas Ridwan mendengar kabar bahwa Mas Anton sudah membeli mobil."Jadi Mas Anton buru buru menjual rumah untuk membeli mobil," gumam Mas Ridwan."Ya biarkan saja Mas
Aku Bukan Menantu ImpianPart 18. Fitnah lagi.Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut di benakku. Tak penting sebenarnya bagiku. Mungkin aku bukan siapa siapa bagi keluarga suamiku. Makanya aku tak tau apa apa tentang segala jual beli rumah maupun sawah, tak perlulah aku perpanjang ke ingin tahuanku tentang siapa sang pembeli sawah yang akan di jual oleh Mas Anton.Sesampainya aku dirumah, kulihat ada sepeda motor terparkir di depan rumah. Berjejer di belakang mobil Mas Anton.Kulihat dua orang pria dan wanita duduk di teras rumah. Setelah semakin dekat, ternyata dia adalah Bi Sumi dan suaminya Paman Kohir. Bi Sumi adalah Bibi dari suamiku, adik dari almarhum bapak mertua.Agak heran juga melihat keduanya, karena jarang sekali mereka berkunjung bahkan hampir tak pernah. Aku hanya melihat dua kali ketika ibu mertua baru sakit dan ketika ibu mertua meninggal, bi Sumi hanya melayat sebentar. Lalu menghilang bersama pelayat yang lain." Paman, Bibi ," aku menyapa sambil menjabat tangan k
Aku Bukan Menantu ImpianPart 1 9. Ipah membeli rumah.Ku tinggalkan mereka, kembali aku memasuki salon ku. Kebetulan memang ada pelanggan yang datang. Seorang ibu, tetangga walau rumah kami memang agak berjauhan. Sambil ngobrol, pekerjaanku memotong rambut Bu Inayah namanya, memang cepat selesai. Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit. Bu Inayah segera berpamit pulang, dan aku kembali duduk melamun kembali.Saat aku terdiam, datanglah Ipah. Datang bersama tiga anaknya. Doni dan Nana segera berhambur memelukku. Sepertinya kangen sekali mereka padaku. "Bu De,,,,"Aku mendekap keduanya."Kakak mana?" tanya Doni menanyakan keberadaan Fara dan Novi."Belum pulang dong,,," jawabku."Kerja ya Bu De?" tanya Nana."Yeee,,,sekolah!!" Doni ngegas."Kalian semua benar," kataku menengahi keributan," Kak Fara kerja, Kak Novi sekolah.""Benarkan aku,,,?" Nana belum mau kalah."Aku juga benar, ya Bu De," Doni ingin pembelaan."Ya,,,kalian semua benar,"Beberapa saat akhirnya, mereka nampak
Aku Bukan Menantu Impian.Part 20. Suami Ipah datang.Aku terus mendekati orang yang mengenakan jaket dan bertopi itu. Saat melihatku, orang itu senang karena menemukan orang yang mungkin bisa di tanya. Aku lebih dulu menyapanya."Permisi, Mas cari siapa ya?" tanyaku.Orang itu menatapku seraya melepaskan topi, yang membuat aku terkejut karena dia adalah Robi suami Ipah." Mbak Yani, ya?" tanyanya. "Robi?" Sesaat kemudian kami saling berjabat tangan."Apa kabar kamu?" aku bertanya lagi."Baik Mbak," jawabnya." Mbak Yani sekeluarga sehat?""Alhamdulilah sehat, tapi rumah ini sudah jadi rumah orang Rob, sudah di jual. Yuk mampir ke rumahku aja. Nanti biar di antar Mas Ridwan ke rumah Ipah.""Jauhkah rumah Ipah, Mbak?""Tidak terlalu jauh. Tapi lumayan kalo jalan kaki. Apalagi sekarang mendung, sepertinya mau turun hujan,"" Ya Mbak, terimakasih,"Akhirnya ku ajak Robi kerumah. Tak lama kemudian gerimis datang. Setelah Robi membersihkan diri ku hidangkan makanan sekedarnya. Sembari ma
Aku Bukan Menantu ImpianPart 21. Ipah ingin cerai.Pagi yang dingin, tanah masih basah bekas guyuran hujan semalam. Walaupun tidak terlalu deras , bahkan hanya berupa gerimis, tapi gerimis semalam terjadi lama. Hingga udara terasa sangat dingin. Hari baru saja lepas subuh. Suasana nampak masih gelap, mungkin karena kabut. Tok,tok,tok."Assalamualaikum."Tiba-tiba, pintu diketuk seseorang.Gegas aku membuka pintu seraya membalas salamnya. Aku tertegun melihat siapa sang tamu yang datang sepagi ini.Robi,,,"Kamu Rob?" ujarku." Ya Mbak, aku akan pulang nanti sore. Tapi kalau boleh saya akan menumpang istirahat di sini." ucap Robi."Tapi, kenapa ini? apa kamu tidak rindu pada istri dan anak-anakmu?" "Bukan begitu mbak. Ipah tidak menginginkan aku lagi, dia mau saya segera pergi,""Ooohh, begitu," aku terdiam seraya mempersilakan Robi masuk.Setidaknya aku bisa mengerti apa yang di rasakan Ipah. Hampir setahun lebih, Robi tak pernah menghubungi istri dan anaknya. Apalagi Ipah pergi ka
Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek
Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba
Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali
Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya
Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari
Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di
Aku Bukan Menantu Impian part 65. Cucu perempuan.Mendengar kabar itu, semua bisa meloloskan napas. Sedikit lega. "Alhamdulilah," ucap mereka serempak."Bagaimana dengan ibunya dokter?" tanya Andi."Maaf, untuk saat ini ibu Fara belum sadarkan diri, karena pendarahan. Bayinya bisa di jenguk di ruang inkubator, sementara Bu Fara masih di UGD,"Bagai di sambar petir rasanya. Tubuh Andi luruh, duduk lemas di kursi roda. Ia menggeleng beberapa kali. Berusaha menolak kebenaran. Tapi kejadian ini benar-benar nyata adanya. Begitu juga mama Yani yang nampak tak setegar ayah Ridwan."Tolong siapkan juga pendonor darah, karena kemungkinan persediaan darah di rumah sakit tidak cukup.""Baik, dokter," ayah Ridwan yang menjawab.Andi sudah lemah lunglai. Menangis pun ia sudah tak malu lagi. "Kamu harus sabar," pak Angga memeluk putranya mencoba memberi kekuatan.Begitu juga Bu Manda mengelus punggung Andi. Mama Yani terduduk di lantai. Seluruh persendiannya rasa lepas. Airmatanya sudah tumpah
Aku Bukan Menantu Impian part 64. Melahirkan anak perempuan Tok, tok, tok.Mama Yani sambil mengucek matanya yang sangat mengantuk membuka pintu kamarnya. Ia sangat terkejut melihat Fara yang nampak kacau dengan berurai airmata."Fara, ada apa? Galih rewel?"karena memang sejak tadi Galih yang rewel, maka di pikiran mama Yani hanya Galih."Galih enggak papa, ma. Kak Andi kecelakaan,""Hah, apa?!""Kak Andi kecelakaan ma,""Kecelakaan? di mana?""Sekarang di rumah sakit sehat mulia, tolong ayah antar aku kesana ya, ma,""Iya, iya. Kamu siap siap biar di antar ayah. Biar mama yang jaga Galih,"Sementara, Fara bersiap mengambil kerudung bergo dan memakai jaket tebal, mama Yani membangunkan suami nya.Rumah sakit sehat mulia memang agak jauh. Jika di tempuh menggunakan motor dan keadaan sepi begini memakan waktu sekitar dua puluh menit.Tanpa banyak bertanya ayah Ridwan mengeluarkan motornya. Sambil memakai jaket dan mengenakan helm. Sepanjang jalan Fara menangis. Tak henti hentinya
Aku Bukan Menantu Impian part 63. Lukanya Fara.Perih, itu yang di rasakan Fara. Kenapa wanita itu selalu memojokkan dan menyalahkan. Siapa yang ingin buru buru hamil. Tak ada juga yang mau.Fara hanya menghapus airmatanya. Andi pun hanya bisa terdiam."Maaf," hanya itu kata kata yang ia ucapkan. Sudah terlalu sering. Ia takut Fara bosan dengan itu semua. Ibunya tak pernah berubah. Selalu membuat suasana menjadi runyam.Bagi Fara, lukanya sudah membekas begitu dalam. Bahkan sudah meninggalkan trauma. Sedangkan Andi juga sebanarnya sudah tak kuat dan ingin melawan tapi tetap takut di sebut anak durhaka."Sudah kak. Nggak papa kok," bahkan Fara yang sudah terluka, yang kini menghiburnya."Iya dek. Makasih,"Galih sudah terdiam tak lagi menangis sejak neneknya keluar rumah. Harusnya seorang nenek itu menyayangi cucunya. Bukan menakuti. Apa mungkin galih akan menganggapnya seorang nenek? Mungkin saat ini anggapan itu tak penting. Tapi manusia ada masanya. Masa di mana seseorang akan me