Aku Bukan Menantu ImpianPart 18. Fitnah lagi.Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut di benakku. Tak penting sebenarnya bagiku. Mungkin aku bukan siapa siapa bagi keluarga suamiku. Makanya aku tak tau apa apa tentang segala jual beli rumah maupun sawah, tak perlulah aku perpanjang ke ingin tahuanku tentang siapa sang pembeli sawah yang akan di jual oleh Mas Anton.Sesampainya aku dirumah, kulihat ada sepeda motor terparkir di depan rumah. Berjejer di belakang mobil Mas Anton.Kulihat dua orang pria dan wanita duduk di teras rumah. Setelah semakin dekat, ternyata dia adalah Bi Sumi dan suaminya Paman Kohir. Bi Sumi adalah Bibi dari suamiku, adik dari almarhum bapak mertua.Agak heran juga melihat keduanya, karena jarang sekali mereka berkunjung bahkan hampir tak pernah. Aku hanya melihat dua kali ketika ibu mertua baru sakit dan ketika ibu mertua meninggal, bi Sumi hanya melayat sebentar. Lalu menghilang bersama pelayat yang lain." Paman, Bibi ," aku menyapa sambil menjabat tangan k
Aku Bukan Menantu ImpianPart 1 9. Ipah membeli rumah.Ku tinggalkan mereka, kembali aku memasuki salon ku. Kebetulan memang ada pelanggan yang datang. Seorang ibu, tetangga walau rumah kami memang agak berjauhan. Sambil ngobrol, pekerjaanku memotong rambut Bu Inayah namanya, memang cepat selesai. Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit. Bu Inayah segera berpamit pulang, dan aku kembali duduk melamun kembali.Saat aku terdiam, datanglah Ipah. Datang bersama tiga anaknya. Doni dan Nana segera berhambur memelukku. Sepertinya kangen sekali mereka padaku. "Bu De,,,,"Aku mendekap keduanya."Kakak mana?" tanya Doni menanyakan keberadaan Fara dan Novi."Belum pulang dong,,," jawabku."Kerja ya Bu De?" tanya Nana."Yeee,,,sekolah!!" Doni ngegas."Kalian semua benar," kataku menengahi keributan," Kak Fara kerja, Kak Novi sekolah.""Benarkan aku,,,?" Nana belum mau kalah."Aku juga benar, ya Bu De," Doni ingin pembelaan."Ya,,,kalian semua benar,"Beberapa saat akhirnya, mereka nampak
Aku Bukan Menantu Impian.Part 20. Suami Ipah datang.Aku terus mendekati orang yang mengenakan jaket dan bertopi itu. Saat melihatku, orang itu senang karena menemukan orang yang mungkin bisa di tanya. Aku lebih dulu menyapanya."Permisi, Mas cari siapa ya?" tanyaku.Orang itu menatapku seraya melepaskan topi, yang membuat aku terkejut karena dia adalah Robi suami Ipah." Mbak Yani, ya?" tanyanya. "Robi?" Sesaat kemudian kami saling berjabat tangan."Apa kabar kamu?" aku bertanya lagi."Baik Mbak," jawabnya." Mbak Yani sekeluarga sehat?""Alhamdulilah sehat, tapi rumah ini sudah jadi rumah orang Rob, sudah di jual. Yuk mampir ke rumahku aja. Nanti biar di antar Mas Ridwan ke rumah Ipah.""Jauhkah rumah Ipah, Mbak?""Tidak terlalu jauh. Tapi lumayan kalo jalan kaki. Apalagi sekarang mendung, sepertinya mau turun hujan,"" Ya Mbak, terimakasih,"Akhirnya ku ajak Robi kerumah. Tak lama kemudian gerimis datang. Setelah Robi membersihkan diri ku hidangkan makanan sekedarnya. Sembari ma
Aku Bukan Menantu ImpianPart 21. Ipah ingin cerai.Pagi yang dingin, tanah masih basah bekas guyuran hujan semalam. Walaupun tidak terlalu deras , bahkan hanya berupa gerimis, tapi gerimis semalam terjadi lama. Hingga udara terasa sangat dingin. Hari baru saja lepas subuh. Suasana nampak masih gelap, mungkin karena kabut. Tok,tok,tok."Assalamualaikum."Tiba-tiba, pintu diketuk seseorang.Gegas aku membuka pintu seraya membalas salamnya. Aku tertegun melihat siapa sang tamu yang datang sepagi ini.Robi,,,"Kamu Rob?" ujarku." Ya Mbak, aku akan pulang nanti sore. Tapi kalau boleh saya akan menumpang istirahat di sini." ucap Robi."Tapi, kenapa ini? apa kamu tidak rindu pada istri dan anak-anakmu?" "Bukan begitu mbak. Ipah tidak menginginkan aku lagi, dia mau saya segera pergi,""Ooohh, begitu," aku terdiam seraya mempersilakan Robi masuk.Setidaknya aku bisa mengerti apa yang di rasakan Ipah. Hampir setahun lebih, Robi tak pernah menghubungi istri dan anaknya. Apalagi Ipah pergi ka
Aku Bukan Menantu ImpianPart 22. Resmi bercerai.Mas Ridwan sudah berulang kali menanyakan keseriusan Ipah untuk bercerai. Tapi sepertinya keputusan Ipah sudah bulat. Ia ingin bercerai dari Robi, karena menurutnya kedatangan Robi beberapa hari kemarin hanya karena Ipah mendapatkan warisan. Ipah tau Robi tak pernah tulus mencintainya. Tapi karena anak sudah banyak Ipah selalu menunda niatnya untuk berpisah dari Robi. Selain pemalas, Robi sudah berselingkuh apalagi dengan terang - terangan bahkan di dukung oleh orang tuanya, terutama ibunya. Dari situlah Ipah tak ingin mengulangi kesalahannya dengan menerima Robi kembali. Prioritas utamanya kini adalah enam orang anaknya. Maka di pagi hari itu ku lihat Ipah sudah berdandan rapi, bertamu kerumah ku."Kamu mau kemana Pah ?" tanyaku."Aku mau ke kantor KUA mbak, aku ingin mendaftarkan gugatan cerai saya," jawab Ipah.Aku terdiam. Keputusan Ipah sangat berat, tapi kehidupan Ipah adalah hak Ipah."Baiklah, hati-hati ya, nanti kalau kamu
Aku Bukan Menantu ImpianPart 23. Perjuangan untuk cita-cita Novi.Sudah menjadi tekad kami sekeluarga untuk membiayai kuliah Novi. Tapi nyatanya uang tabunganku hanya cukup untuk pendaftaran masuk. Sementara Novi juga harus ongkos untuk naik bis tiap harinya yang tidak sedikit."Wah berat juga membiayai kuliah Novi," ucapku pelan pada Mas Ridwan."Sabar Dek," selalu itu yang di ucapkan Mas Ridwan untuk membesarkan hatiku.Memang aku harus banyak sabar. Fara saja begitu bersemangat membantu biaya Novi, masa aku mamanya malah lemah. Tidak. Aku tidak boleh lemah."Ma,,, akhir bulan, bayaran semester ini harus lunas ya?," kata Novi tadi pagi sebelum berangkat kuliah."Siaaap Buuu," jawabku menggodanya.Padahal dag dig dug aku menjawabnya.Karena aku sudah tak pegang uang sama sekali.Tapi entahlah kalau Fara, mudah - mudahan dia masih pegang uang. Dan siang hari ketika Mas Ridwan pulang untuk istirahat, aku langsung laporan."Mas, memangnya Mas Ridwan masih ada uang? Novi minta uang untu
Aku Bukan Menantu ImpianPart 24. Fara jatuh sakit.Masih ada waktu seminggu lagi untuk mengumpulkan uang semesteran buat Novi. Maka Fara semakin giat mengambil lemburan."Ma, hari ini Fara pulang malam lagi ya," pamit Fara sebelum berangkat."Kamu lembur lagi Nak?" tanyaku."Ya Ma, nggak apalah mumpung sedang banyak lemburan sekarang, kalau sedang nggak ada lembur, Fara juga pulang cepat," katanya."Tapi hampir tiap hari lho, kamu pulang malam, apa tidak capek kamu?""Lha Mamakan yang bilang, kalau nggak ada kerja yang nggak capek? kata Mama ikut mertua aja yang nggak di gaji, capek lahir batin. Apalagi Fara cuma capek lahirnya. Batinnya nggak. Di bayar lagi," Fara tersenyum."Lah,,,kok kesana larinya," aku pencet hidung Fara.Fara malah meringis sambil tertawa."Nggak apalah Ma, mumpung masih muda. Harus rajin cari duit, kalau udah punya anak nanti katanya berat ninggalin anaknya.,""Tapi tolong jaga kesehatanmu ya Nak, soalnya kamu sepertinya begitu kelelahan. Atau kamu nggak usah
Aku Bukan Menantu ImpianPart 25. Perjuangan belum selesai.Akhirnya, Fara harus dilarikan ke Puskesmas.Ia terkena gejala tipes. Badan nya sangat panas, namun ia merasa kedinginan dan bahkan menggigil. Serta kepalanya terasa sangat pusing. Empat hari lamanya Fara di rawat.Setelah suhu badan Fara normal dan tidak merasakan pusing lagi, Fara di perbolehkan untuk pulang. Fara di sarankan untuk istirahat total. Dokter menganjurkan agar Fara mengambil cuti selama seminggu lagi, untuk memulihkan kondisi fisiknya. Karena penyakit tipes akan gampang muncul pada orang yang kelelahan.Tapi untungnya, Fara baru gejala, sehingga cepat untuk di sembuhkan.Demi melihat perjuangan sang kakak, Novi menangis. Ia tak tega melihat keadaan kakaknya.Bekerja tiada kenal lelah, hanya untuk dirinya. "Ma, apa Novi cuti dulu kuliahnya ya?" ucap Novi padaku di sela Isak tangisnya."Hush, jangan bicara begitu, nanti kakakmu tambah sedih kalau mendengarnya," tegurku."Maksudnya, Novi kerja dulu Ma, setahun a
Aku Bukan Menantu Impian part71. Anton pulang kampung.Mama Yani dan ayah Ridwan juga Fara menyambut kedatangan sang tamu.Tpi mereka sempat heran. Bawaan keluarga ini banyak sekali."Begini, Ridwan dan Yani, sebelumnya saya minta maaf," ucap Anton ketika mereka sudah duduk di ruang tamu. "Sebenarnya saya akan pindah kekampung ini lagi. Sejak saya kena PHK, saya sudah tidak bekerja lagi. Rumah saya sudah di jual. Jadi saya membawa keluarga saya untuk tinggal di sini."Mereka semua terkejut dengan keputusan Anton. Mereka dulu yang ngotot menjual rumah dan sawah milik orangtuanya untuk biaya kuliah anaknya dan untuk membeli mobil. Sekarang mereka sudah tak punya apa-apa lagi di kampung. Tapi malah mau tinggal di kampung. Mobil mereka juga sudah terjual."Ya, sudah. Enggak papa. Untuk sementara waktu, kalian tinggal di sini," ucap ayah Ridwan."Tapi, gimana ya. Kita nggak ada kamar lagi," tutur mama Yani ragu.Meskipun kamar Fara dan Novi akan sering kosong karena kemungkinan juga merek
Aku Bukan Menantu Impian part 70, Novi menikah.Menyadari perubahan sifat mertuanya, hati Fara makin berbunga. Wanita itu kini memang berubah lebih perhatian pada Fara dan kedua anaknya. Seminggu sekali Bu Manda pasti datang dengan berbagai alasan. Membawa segala macam makanan untuk Galih dan Gania. Fara juga dapat jatah. Bu Manda sering membawakan Fara berbagai macam olahan ikan gurame. Kadang di asama manis, kadang di goreng, kadang juga di bakar. Bahkan sekarang, pak Angga sudah membuat kolam ikan di belakang rumah. Supaya tidak perlu membeli jika ingin masak ikan.Walau begitu memang perhatian Bu Manda lebih cenderung ke Gania. Maklumlah, Bu Manda tak punya anak perempuan. Jadi kasih sayangnya di tumpahkan untuk cucu perempuan nya. Setiap datang selalu saja membawa baju yang cantik buat Gania. Katanya modelnya lucu lucu. Sedang untuk galih, hanya sesekali Bu Manda memberikannya. Kata Bu Manda modelnya bikin bosan. Itu itu saja. Ya, memang itu adanya. Tapi sudahlah. Tak apa. Ba
Aku Bukan Menantu Impian part 69. Dua hari di rumah mertua.Besok hari Minggu. Jadi hari ini mereka akan menginap. Dari pagi hingga siang hari rumah pak Angga memang ramai. Dua orang cucunya sudah membuat kedua kakek nenek itu heboh.Galih begitu senang bisa berlarian dengan riang. Sedang Gania lebih banyak tidur. Bik Sumi uplek saja di dapur. Banyak sekali yg akan di masaknya hari ini. Gurame asam manis, goreng ayam. Soto juga sudah di siapkan bumbunya untuk besok. Semua adalah masakan kesukaan Andi dan Fara. Hari ini mereka di jadikan tamu istimewa atas perintah Bu Manda. Bu Manda juga tak pernah jauh dari Gania. Di dekapnya sepanjang hari. Hanya akan di serahkan pada Fara jika sedang ingin menyusu saja.Fara juga tidak boleh mengerjakan apapun. Setelah menoyusui Gania ia hanya boleh menonton tv dan tiduran. Kalau terlihat membantu bik Sumi, maka Bu Manda akan ngomelin bik Sumi. Pokoknya kontras dengan sikap Bu Manda beberapa waktu yang lalu.Sedang pak Angga juga sibuk dengan Gali
Aku Bukan Menantu Impian part 68. Bersatunya menantu dan mertua.Silih berganti hari hari datang dan pergi. Kehidupan Fara berlalu dan mengalir begitu saja. Dua bulan kini usia Gania.Dua bulan juga lamanya Bu Manda tak menampakkan diri di hadapan Fara. Sedangkan mama Yani, ayah Ridwan juga Novi hampir setiap minggu mereka menjenguk Galih dan Gania. Keduanya tumbuh dengan lucu.Suatu pagi, di mana Andi sedang menikmati hari bersama istri dan kedua anaknya.Ponsel Andi berbunyi nyaring."Asalamualaikum ayah," sapa Andi melihat nama ayah nya di layar handphone."Waalaikum salam. Andi, bisakah kamu datang dengan istri dan anak anakmu, ibumu sedang sakit. Tapi nggak mau di bawa kerumah sakit. Dia hanya ingin di tengok kamu,""Yah, maaf ya. Ibu hanya menginginkan Andi. Sementara Andi sekarang sudah beristri dan punya anak. Kalo ibu tak menginginkan keluarga Andi, berarti ibu tak perlu berharap kedatangan Andi. Andi nggak bisa ninggalin mereka, Yah. Mereka tanggung jawab Andi,""Makanya
Aku Bukan Menantu Impian part 67. Gania Putri Anggara Beberapa menit yang lalu, ponsel Andi yang di silent itu bergetar. Tapi saat itu masih jam kerja. Andi mengacuhkannya.Sekarang sudah jam istirahat. Andi sudah duduk di kantin untuk makan siang. Ia juga sudah pesan makanan yang di inginkan. Hari ini hari pertama masuk kerja sejak pulang dari rumah sakit. Kondisinya juga sudah cukup baik. Biaya rumah sakit kemarin menguras seluruh uangnya. Untung ayah Ridwan dan ayahnya ikut membantu. Kalau tidak, mungkin uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membiayai biaya mereka berdua. Untuk saat ini, Andi memang belum mau menggunakan uang istrinya. Walau ia tau tabungan Fara juga cukup lumayan karena usahanya maju akhir akhir ini.Mengingat sekarang sudah tambah anak berarti tambah pula biaya hidupnya. Semangat kerja Andi pulih berkali lipat. Walau baru kemarin pulang dari rumah sakit ia juga tak mau berlama-lama libur.Andi mengambil ponselnya dan membukanya. Sebuah pesan wa masuk dari
Aku Bukan Menantu Impian part 66. Pulang.Novi mengambil Galih dari gendongan Andi."Kak Fara sudah siuman ya?" tanya Novi."Iya. Sudah. Tau dari mana?""Ayah yang telpon,""Apa nggak papa Galih kita bawa masuk keruang ibunya?""Nggak papa kak. Sebentar saja. Kasian dia kangen ayah ibunya. Galih nanyain kalian terus. Tapi untung dia nggak rewel, pintar lho dia. Sepertinya ngerti ayah ibunya dalam kesusahan,""Oh iya. Kamu pintar ya nak? pinter lah. Kan sudah punya adik. Itu adik nak,"Andi menunjukkan pada Galih kalau di dalam sana ada adiknya. Lucunya anak itu malah tak merespon, membuat Andi gemas sendiri. Di ciumnya kembali anak sulungnya itu. Tak percaya sudah punya anak dua. Sepasang lagi. Siapa yang tak bahagia cobak?"Kita jenguk kak Fara," usul Novi."Ayok,"Di depan ruang rawat Fara mama Yani, ayah Ridwan dan pak Angga sudah ada di sana. Sepertinya mereka baru keluar dari ruangan rawat Fara."Sudah tengok kak Fara?" tanya Novi."Sudah, tapi tak boleh lama lama. Waktunya di
Aku Bukan Menantu Impian part 65. Cucu perempuan.Mendengar kabar itu, semua bisa meloloskan napas. Sedikit lega. "Alhamdulilah," ucap mereka serempak."Bagaimana dengan ibunya dokter?" tanya Andi."Maaf, untuk saat ini ibu Fara belum sadarkan diri, karena pendarahan. Bayinya bisa di jenguk di ruang inkubator, sementara Bu Fara masih di UGD,"Bagai di sambar petir rasanya. Tubuh Andi luruh, duduk lemas di kursi roda. Ia menggeleng beberapa kali. Berusaha menolak kebenaran. Tapi kejadian ini benar-benar nyata adanya. Begitu juga mama Yani yang nampak tak setegar ayah Ridwan."Tolong siapkan juga pendonor darah, karena kemungkinan persediaan darah di rumah sakit tidak cukup.""Baik, dokter," ayah Ridwan yang menjawab.Andi sudah lemah lunglai. Menangis pun ia sudah tak malu lagi. "Kamu harus sabar," pak Angga memeluk putranya mencoba memberi kekuatan.Begitu juga Bu Manda mengelus punggung Andi. Mama Yani terduduk di lantai. Seluruh persendiannya rasa lepas. Airmatanya sudah tumpah
Aku Bukan Menantu Impian part 64. Melahirkan anak perempuan Tok, tok, tok.Mama Yani sambil mengucek matanya yang sangat mengantuk membuka pintu kamarnya. Ia sangat terkejut melihat Fara yang nampak kacau dengan berurai airmata."Fara, ada apa? Galih rewel?"karena memang sejak tadi Galih yang rewel, maka di pikiran mama Yani hanya Galih."Galih enggak papa, ma. Kak Andi kecelakaan,""Hah, apa?!""Kak Andi kecelakaan ma,""Kecelakaan? di mana?""Sekarang di rumah sakit sehat mulia, tolong ayah antar aku kesana ya, ma,""Iya, iya. Kamu siap siap biar di antar ayah. Biar mama yang jaga Galih,"Sementara, Fara bersiap mengambil kerudung bergo dan memakai jaket tebal, mama Yani membangunkan suami nya.Rumah sakit sehat mulia memang agak jauh. Jika di tempuh menggunakan motor dan keadaan sepi begini memakan waktu sekitar dua puluh menit.Tanpa banyak bertanya ayah Ridwan mengeluarkan motornya. Sambil memakai jaket dan mengenakan helm. Sepanjang jalan Fara menangis. Tak henti hentinya
Aku Bukan Menantu Impian part 63. Lukanya Fara.Perih, itu yang di rasakan Fara. Kenapa wanita itu selalu memojokkan dan menyalahkan. Siapa yang ingin buru buru hamil. Tak ada juga yang mau.Fara hanya menghapus airmatanya. Andi pun hanya bisa terdiam."Maaf," hanya itu kata kata yang ia ucapkan. Sudah terlalu sering. Ia takut Fara bosan dengan itu semua. Ibunya tak pernah berubah. Selalu membuat suasana menjadi runyam.Bagi Fara, lukanya sudah membekas begitu dalam. Bahkan sudah meninggalkan trauma. Sedangkan Andi juga sebanarnya sudah tak kuat dan ingin melawan tapi tetap takut di sebut anak durhaka."Sudah kak. Nggak papa kok," bahkan Fara yang sudah terluka, yang kini menghiburnya."Iya dek. Makasih,"Galih sudah terdiam tak lagi menangis sejak neneknya keluar rumah. Harusnya seorang nenek itu menyayangi cucunya. Bukan menakuti. Apa mungkin galih akan menganggapnya seorang nenek? Mungkin saat ini anggapan itu tak penting. Tapi manusia ada masanya. Masa di mana seseorang akan me