Fluke menyusup ke ruang belakang panggung. Ia melihat seorang pria yang bertugas mengatur lighting serta pergantian background layar sesuai berjalannya penampilan. Fluke diam-diam mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan membungkam mulut petugas itu dengan sapu tangan yang sudah dilumurinya dengan obat bius. Petugas yang terkejut karena tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, sempat merona. Namun, tak butuh waktu lama, keadaannya menjadi lemas dan akhirnya tak sadarkan diri. Dua orang kemudian datang menghampir Fluke, dan seolah sudah mengerti atas perintah Fluke, mereka membawa petugas itu ke tempat yang aman.
Fluke kemudian menggantikan petugas itu dengan duduk dan memakai topi dan masker untuk menyamar sebagai petugas di belakang panggung. Ia yang kemudian menatap layar yang menampilkan tampilan drama dansa yang sudah direkam oleh kamera di depan panggung. Sehingga ia dapat melihat jalannya penampilan.
Ken sudah memasuki area panggung, sesuai alu
Matahari masih terlampau pagi hari ini, tetapi Aland sudah disuguhi pemandangan mengejutkan saat melewati gedung belakang kampus. Ia terbiasa melalui jalan ini sejak tahu ada jalan menuju kampus melalui gedung belakang kampus.Begitu melihat seorang mahasiswa dipukuli oleh beberapa orang yang membungkus kepala mereka dengan kain hitam, dan topeng hitam di wajah mereka. Aland segera bersembunyi di balik salah satu tiang besar gedung yang tak terpakai itu. Ada tiga orang. Entah laki-laki atau perempuan, Aland bahkan tidak tahu persis siapa mereka. Aland berniat menyelamatkan nyawa mahasiswa yang tengah dipukuli itu sebelum dia tewas di sini. Ia berpikir sebentar, mencari cara agar seseorang tidak mengetahui keberadaanya di sana.Dengan hati-hati, agar keberadaannya tak diketahui, Aland merobek selembar kertas dari dalam tas. Lalu mendownload suara sirine dari internet. Suara ini biasa digunakan para senior saat sedang melakukan operasi di berbagai sudut kam
Jane kembali menyodorkan botol air minumnya kepada Aland. Namun, kali ini laki-laki yang tengah duduk di atas brankar kesehatan itu menerimanya dengan pandangan kosong dan meneguknya. Setelah selesai, ia mengembalikannya lagi kepada Jane.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Aland dan Jane kompak mendongak pada Romeo yang berdiri dengan bersidekap dada. Meski wajah laki-laki itu tampak datar, tetapi Romeo pasti menyimpan banyak pertanyaan di kepalanya.Aland menurunkan pandangan, kedua tangannya kini menumpu pada lutut, ia mengingat kembali kejadian-kejadian yang ia alami pagi ini hingga seseorang mencoba membunuhnya.“Kau mengirimkan pesan di grup bahwa ada mahasiswa yang mencoba bunuh diri, tetapi ketika kami sampai di atap, justru kami melihatmu yang hampir terbunuh. Bagaimana bisa?” Romeo mengatakan apa yang mengganjal di pikirannya. Ia bukan tipikal orang yang berbasa-basi.Jane menepuk bahu Aland, menenangkannya. &ldq
Hari sudah berganti gelap. Lampu-lampu di dalam kelas dipadamkan, berganti lampu-lampu koridor yang dinyalakan. Ditutupnya loker tempat ia menyimpan barang-barangnya. Aland mengecek ponselnya kembali, ada beberapa pesan yang tak terbaca. Mengetahui belum ada balasan apa pun baik dari pihak Romeo maupun Joo, ia menghela napas kemudian. Ke mana perginya semua teman-temannya? Mengapa mereka semua tiba-tiba menghilang tanpa kabar?Berbalik badan, Aland menyandarkan punggungnya pada loker. Menatap langit-langit dengan pikiran yang kacau, lalu beralih menekan layar ponselnya sebanyak dua kali. Terlihatlah gambar dua anak-anak dengan perbedaan tinggi yang cukup signifikan. Seorang anak laki-laki tersenyum lebar yang menunjukkan gigi ompongnya, dan anak perempuan yang lebih tinggi darinya menunjukkan wajah datarnya pada kamera. Tanpa sadar, Aland tersenyum, ia ingat foto ini diambil bertahun-tahun yang lalu.Sebuah suara menyadarkan Aland dari dunianya. Samar-samar ia mendenga
Dua minggu yang lalu ... (Foto perempuan dengan almamater kampus) Keterangan: Telah hilang ... Mikhaela Luisa Sophrosyne, Mahasiswi dari jurusan ekonomi. Hingga kini masih belum diketahui keberadaannya. Aland berdiri mematung di depan papan pengumuman lobi utama kampus. Kedua matanya menyapu kata demi kata yang tertera di bawah foto perempuan yang amat dirindukannya. Foto yang diambil untuk kartu tanda mahasiswa itu masih memperlihatkan senyum ceria perempuan itu. Hari ini adalah hari pertama Aland di kampus yang baru. Kepindahannya ke sini tak lain memiliki sebuah tujuan. Yakni untuk membongkar semua fakta yang mencoba ditutupi oleh pihak kampus. Mengingat itu, tanpa sadar membuat tangannya mengepal di sisi jarit celana. Tanpa basa-basi, laki-laki yang merupakan mahasiswa baru itu mem
Aland memberikan tatapan waspada ketika Joo duduk di sofa yang sama dengannya, sementara Kate hanya berdiri di dekatnya dengan bersedekap dada. Sejujurnya, ini agak mengerikan karena tiba-tiba Aland terbangun di tempat yang tidak diketahuinya, usai penyerangan tiba-tiba yang dilakukan oleh mereka padanya.Kate dan Joo hanya memberikan tatapan yang sulit diartikan oleh Aland. Tidak ada yang memulai pembicaraan sampai Ken yang entah datang dari mana terkejut karena tak ada seorang pun di meja makan, mengetahui Aland yang telah bangun dan Kate serta Joo berada di sana—laki-laki itu langsung menegur Aland.“Rupanya kau sudah bangun?” Pertanyaan Ken hanya dianggurkan oleh Aland. Pandangan Aland turun pada tas hitam di tangan Ken. Ekspresi Aland berubah seketika ketika mengetahui itu adalah tasnya.“Apa yang kau lakukan pada tasku?” Aland merebut tas miliknya dari tangan Ken, tetapi yang membuat Aland merasa aneh adalah ketika Ken memberi
Tumpukan-tumpukan kayu itu sekilas hanya terlihat semacam tumpukan kayu dalam jumlah banyak, ditambah papan tripleks yang dibiarkan bersandar di tengah-tengahnya, tetapi siapa sangka, jika papan tripleks yang digunakan sebagai pintu itu digeser, kau akan menemukan ruangan kecil yang sengaja disulap menjadi ruang kerja. Terdapat satu set komputer dan beberapa jenis perangkat keras yang tertata rapi di atas meja. Satu buah kursi tunggal, serta sofa panjang berwarna biru yang ditambal dengan kain di beberapa bagiannya. Ruangan kecil yang cukup nyaman dan bersih dibanding keadaan di luarnya. Aland, Joo, Kate, Ken, dengan Jane sempat panik saat mengetahui ada orang lain selain mereka di sini.“Benar, aku memang adik dari Kak Mikhaela yang dikabarkan hilang itu,” jawab Aland ketika laki-laki yang keluar dari tumpukan-tumpukan bangku itu bertanya kepadanya. Aland sudah berpikir macam-macam bahwa rahasianya dalam membentuk kelompok rahasia untuk mencari kakaknya aka
Senja telah membumi. Lampu-lampu telah dinyalakan di koridor juga beberapa sudut penting kampus. pada hari di mana kejadian Aland dicekik oleh korban teror Geng Topeng Hitam di atap gedung fakultas film, Romeo mengajak Jane diam-diam menyelinap ke dalam ke ruang club biologi usai kelas berakhir. Ponsel Tor yang Romeo temukan di belakang pintu ruang kesehatan tempat Aland berbaring kini berada di tangannya. Bermodalkan kemampuan dan peralatan seadanya, Romeo berhasil melacak password dan membuka pintu ruangan. Ruangan ini lebih kecil dari laboratorium biologi, tentu saja. Terdapat sebuah meja berbentuk persegi panjang yang di kelilingi banyak kursi tunggal di ruangan ini, karena ruangan ini hanya dikhususkan untuk para mahasiswa dari jurusan mana pun yang memiliki ketertarikan belajar biologi.Romeo dan Jane berhenti di depan sebuah lemari kaca yang terdapat gelas-gelas berisikan cairan kimia berwarna ungu di dalamnya. Jane masih tak mengerti maksud Romeo mengajaknya ke
“Romeo di-skors.” Satu hal yang terlintas di kepala Aland ketika Jane mengatakan hal itu kepada ia dan yang lain, saat mereka berkumpul tanpa Romeo—Aland langsung menuju asrama laki-laki, meminta petugas penjaga untuk mengantarnya ke kamar Romeo, tetapi lelaki berkacamata itu tidak ditemukan di kamarnya. Aland justru menemukan Romeo di balkon atap asrama—duduk di sebuah bangku reot dan diam termenung. Merasa mengenali punggungnya, Aland melompati dinding pembatas setinggi paha orang dewasa, menghampiri laki-laki yang tengah menyendiri itu. “Mengapa tidak bilang padaku, kalau kau mendapat skorsing?” Pandangan Romeo yang semula tertuju pada pemandangan pemukiman di bawah sana, kini mengikuti arah langkah kaki Aland yang berhenti pada dinding pembatas. Wajah yang ditimpa sinar mentari itu ikut menikmati keindahan pemandangan di depannya. “Tidak ada hubungannya denganmu,” balas Romeo singkat. Suasana hatinya sedang tidak baik kala mengingat bagaim
Fluke menyusup ke ruang belakang panggung. Ia melihat seorang pria yang bertugas mengatur lighting serta pergantian background layar sesuai berjalannya penampilan. Fluke diam-diam mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan membungkam mulut petugas itu dengan sapu tangan yang sudah dilumurinya dengan obat bius. Petugas yang terkejut karena tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, sempat merona. Namun, tak butuh waktu lama, keadaannya menjadi lemas dan akhirnya tak sadarkan diri. Dua orang kemudian datang menghampir Fluke, dan seolah sudah mengerti atas perintah Fluke, mereka membawa petugas itu ke tempat yang aman.Fluke kemudian menggantikan petugas itu dengan duduk dan memakai topi dan masker untuk menyamar sebagai petugas di belakang panggung. Ia yang kemudian menatap layar yang menampilkan tampilan drama dansa yang sudah direkam oleh kamera di depan panggung. Sehingga ia dapat melihat jalannya penampilan.Ken sudah memasuki area panggung, sesuai alu
Romeo membawa laptopnya ke balkon gedung tua yang lebarnya hanya satu x satu meter itu. Ia menunggu sinyal Aland yang tak kunjung muncul, di satu sisi saat malam hari seperti ini jaringan internet di gedung lama itu cukup lambat mengakibatkan pekerjaannya jadi terhambat. Padahal ia juga harus melacak digit nomor peneror Tor, karena sejak hari masih sore pun ia belum berhasil melakukannya.“Bagaimana ini, posisi Aland bisa berbahaya jika aku tidak kunjung menyelesaikan pekerjaanku.”Meski tak mengerti betul maksud Aland menyuruhnya melakukan pekerjaan ini karena Aland bercerita apa pun padanya, tetapi Romeo yakin semua pekerjaan yang diserahkan padanya saling berhubungan dengan keselamatan Aland di sana. Maka dari itu ia mengerahkan semua kemampuannya, ia tak ingin pengorbanan temannya itu berakhir sia-sia begitu saja. Usai berpikir berulang kali, akhirnya Romeo memutuskan untuk pergi dari gedung tua itu untuk menyusup ke dalam gedung utama kampus. Tempat pe
“Jane? Bukankah itu kau?” seorang gadis yang merupakan anggota club dansa itu menghampiri Jane dengan tatapan tak percayanya. Jane yang kebingungan dan merasa begitu terkejut dengan apa yang terjadi tak tahu harus berbuat apa.“Aku tidak menyangka sekali Jane kau berbuat seperti itu. Kau face of campus Jane.” Tambah yang lain.Jane merasa semakin bingung dan tertekan kala suara penonton mulai membicarakannya yang tidak-tidak, menyorakinya dengan hal-hal buruk pada hal yang tidak sama sekali ia lakukan. Jane menoleh kembali pada layar besar di belakangnya, berharap mimpi buruk tentang fotonya yang dipertontonkan kepada semua orang itu tidak pernah erjadi. Namun, Jane melihat dengan jelas foto yang menampilkan dirinya itu.Jane menutup telinganya dan memejamkan mata. Merasa frustasi dengan kejadian yang tak pernah diduganya ini. jelas-jelas itu adalah foto Fluke, tetapi wajah laki-laki itu buram. Jane semakin frustasi memikirkan dan m
Orang itu dibuka dan ternyata dia Willy. Willy dirawat di rumah sakit Karen luka parah. The protagonist selebrasi secara diam-diam atas kemengangan mereka, mereka menganggap penderitaan sudah berakhir. Mereka bertemu Jane tetapi tidak ada yang mengajaknya bicara.Tapi ternyata salah, terror masih terjadi di mana-mana dan semakin menjadi di kampus.Poster buronan para protagonist diganti dengan poster gambar Jane yang sangat besar. Makian dan bulyyan terhadap jane dan Ken, usai foto mesra mereka beredar. Mereka diminta untuk turun dari jabata mereka sebagai face of campus. King dan queen kampus.Di kondominiumnya, Jane berdiri di atap dan ingin mengakhiri hidupnya. Fluke datang tepat waktu dan meminta maaf padanya. Menjelaskan bahwa semua yang dia lakukan bukanlah rencananya.tetapi karrena ia di terror oleh GTH untuk menghancurkan persahabatan mereka sampai tak berkumpul lagi..Fluke lalu menemui teman-te
Aland, Joo dan Romeo sudah sampai di bawah untuk melihat siapa sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu. Joo melirik ke sekelilingnya untuk memastikan bahwa tidak ada penjaga yang mengejar mereka. Romeo dan Aland duduk di dekat orang yang diduga kaisar itu. Aland melirik Romeo sesaat, laki-laki itu mengangguk serta mengerti maksud Aland. Aland meraih topeng hitam-puih dan membukanya.Mereka bertiga terkejut melihat wajah sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu.“Willy?” ucap Joo terkejut dan ikut duduk dengan kedua temannya. Mereka benar-benar tak percaya bahwa Will-lah yang sebenarnya selama ini menciptakan kerusuhan secara misterius di dalam kampus.“Dasar munafik.” Umpat Joo tepat saat melihat wajah Willy yang kini bersimpah darah di dahinya. “Dia bersikap sebagai mahasiswa teladan di kampus tetapi dia memiliki hati yang sangat busuk.”Romeo dan Aland kompak melirik Joo ketika laki-laki itu mengatakan itu. Mereka
“Aku juga tidak menyangka.” Joo tersenyum geli membayangkan kedua temannya yang memeiliki sifat unik jika mereka bersama akan seperti apa? Pasti lucu sekali. “Aku tidak bisa membayangkan ghadis tomboy itu rupanya menyukai laki-laki kemayu seperti Ken.”Romeo merasa geli melihat wajah Joo ang sedang membayangkan sesuatu. “Apa yang kau pikirkan? Berhenti berhayal.”Joo mendengus pada Romeo. “Kau tidak pernah tahu rasanya senang melihat temanmu jatuh cinta. Lebih baik cari pasangan sana, supaya kau tahu rasanya jatuh cinta!” ejek Joo pada Romeo.Romeo mendelik pada Joo karena laki-laki itu tiba-tiba menyinggung tentang pasangan. “Apa yang kau maksud? Bercermin dulu sebelum mengolok orang lain. Kau sendiri belum memiliki kekasih.”Joo langsung terdiam mendengarnya. Sementara Aland yang tengah duduk di antara mereka berdua melirik Romeo dan Joo dengan heran. “teman-teman, pertunjukkannya sudah a
"Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane
"Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane
“Terserah kau saja!” Jane yang mulanya berteriak karena kekesalannya pada Fluke, terkejut karena reaksi Fluke. “terserah apa yang ingin kau katakan. Karena jika aku menceritakannya pun, kau juga tidak akan memahami mengapa aku melakukan hal ini! Aku sudah tidak peduli apa pun yang kau nilai tentang diriku lagi!” Jane terkejut dengan pernyataan Fluke yang didengarnya. “Apa maksudmu?” tanya Jane dengan heran. Namun, Fluke tampak tak ingin menjawab pertanyaan gadis itu. Laki-laki itu membalikkan badannya dan memerintahkan Jane untuk pergi dari hadapannya. “Pergi dari sini.” “Apa? Kau mengusirku?” tanya Jane tak percaya. “Pergi, Jane. Atau akan menyesal seumur hidup jika kau masih tetap di sini.” Jane yang hendak membalas langsung terdiam dengan perkataan laki-laki itu. Mau tak mau dengan ancaman itu, Jane meninggalkan ruangan Fluke dengan amarah dan pertanyaan yang kini bersarang di kepalanya. Hari perayaan kampus telah tiba. Semua