Home / Thriller / A Fake Protagonist / 3. Sebuah Petunjuk Mencurigakan

Share

3. Sebuah Petunjuk Mencurigakan

Author: Al_lucard
last update Last Updated: 2021-05-14 16:11:55

Hari sudah berganti gelap. Lampu-lampu di dalam kelas dipadamkan, berganti lampu-lampu koridor yang dinyalakan. Ditutupnya loker tempat ia menyimpan barang-barangnya. Aland mengecek ponselnya kembali, ada beberapa pesan yang tak terbaca. Mengetahui belum ada balasan apa pun baik dari pihak Romeo maupun Joo, ia menghela napas kemudian. Ke mana perginya semua teman-temannya? Mengapa mereka semua tiba-tiba menghilang tanpa kabar?

Berbalik badan, Aland menyandarkan punggungnya pada loker. Menatap langit-langit dengan pikiran yang kacau, lalu beralih menekan layar ponselnya sebanyak dua kali. Terlihatlah gambar dua anak-anak dengan perbedaan tinggi yang cukup signifikan. Seorang anak laki-laki tersenyum lebar yang menunjukkan gigi ompongnya, dan anak perempuan yang lebih tinggi darinya menunjukkan wajah datarnya pada kamera. Tanpa sadar, Aland tersenyum, ia ingat foto ini diambil bertahun-tahun yang lalu.

Sebuah suara menyadarkan Aland dari dunianya. Samar-samar ia mendengar ketukan sepatu tengah mendekat ke tempat dia berada. Aland bersembunyi di sisi kiri loker, karena ia pikir itu adalah petugas penjaga yang akan memeriksa dan menangkap jika masih ada mahasiswa yang berkeliaran di sekitar kampus di jam-jam seperti ini.

Ternyata dugaannya salah. Meskipun lampu di dalam ruangan loker dipadamkan, dan cahaya remang-remang, Aland bisa melihat dengan jelas orang yang tengah menyimpan sesuatu di lokernya. Bukankah itu Fluke? Apa yang dilakukannya di sini malam-malam begini? Fluke hampir melihat ke arahnya kalau saja Aland tidak segera bersembunyi di balik lemari loker. Aland sampai menahan napasnya beberapa saat, karena khawatir Fluke akan melihatnya. Namun, laki-laki itu segera pergi usai menyimpan sesuatu di sebuah loker.

Aland keluar dari persembunyiannya. Karena penasaran, Aland ingin mengecek apa yang tengah disimpan oleh keponakan rektor seperti Fluke di loker mahasiswa. Karena meskipun Aland adalah mahasiswa baru, ia tahu banyak mengenai kampus ini dari teman-temannya. Termasuk Fluke yang merupakan keponakan rektor, tak mungkin menyimpan barang-barangnya di loker umum yang tergabung dengan mahasiswa lainnya. Apalagi sikapnya yang seenaknya dan merasa paling tinggi dari yang lain. Aland yakin betul loker itu bukanlah milik Fluke.

Lalu milik siapa? Apakah Fluke sedang mengerjai seseorang? Sayangnya loker itu terkunci, Aland tidak bisa membukanya. Lalu, jika loker ini bukan milik Fluke, bagaimana laki-laki itu mendapatkan kuncinya? Apakah Fluke ada hubungannya dengan Tor? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya berputar-putar di kepala Aland.

Karena merasa curiga dengan gerak-gerik Fluke yang mencurigakan, Aland memutuskan keluar ruangan untuk mengikuti Fluke. Sayangnya, Aland sudah kehilangan jejak Fluke saat ia sampai di tangga koridor yang menuju lobi utama. Namun, sebagai gantinya, Aland tak sengaja melihat segerombolan orang-orang bertopeng itu lagi, kali ini lebih banyak jumlahnya yang dia temui pagi tadi.

Aland melihat mereka berlarian dari arah barat menuju timur, alangkah terkejutnya ketika Aland melihat beberapa di antara mereka menuju tangga koridor tempat ia bersembunyi. Seolah tak bisa bergerak, Aland mematung di tempat, suara hentakan sepatu itu semakin terdengar mendekat dan membuatnya berkeringat dingin. Lebih terkejut lagi, ketika tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dan menariknya masuk ke dalam kelas. Aland membelalak menatapnya.

"Ssttt. Ini aku, tenanglah." Kate menaruh telunjuk di depan bibirnya. Aland membuang napas antara tak percaya dan merasa lega karena Kate datang menolongnya di waktu yang tepat.

Aland dan Kate terduduk di dalam kelas, bersembunyi di balik kursi-kursi mahasiswa ketika gerombolan orang bertopeng itu berlari melewati kelas di mana mereka bersembunyi. Kate berdiri untuk mengintip melalui jendela, memastikan bahwa orang-orang itu sudah pergi dari sana. Ia menghembuskan napas lega.

"Mereka sudah pergi." Kate menyandarkan punggungnya di dinding, gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Dari mana saja kau? Aku mencarimu dari tadi, aku cari di ruang kesehatan ternyata kau tidak ada," cerca Kate pada Aland. Seharian ia tak melihat Aland, padahal tadi pagi Romeo berkata akan membawa Aland ke ruang kesehatan. Nyatanya, saat ia menjenguknya, Aland tidak ada di sana.

Aland menggaruk pelipisnya. "Kau ... mencariku? Aku lupa meninggalkan ponselku saat mengisi daya, ini baru kuambil dari ruang loker. Aku menunggu balasan pesan dari Romeo dan Joo, tapi sepertinya aku kehabisan pulsa."

Kate mengembuskan napas pelan. Memaklumi tindakan Aland kali ini, karena Kate merasa Aland adalah mahasiswa baru yang masih butuh diarahkan. Kate jadi teringat pada orang-orang bertopeng itu.

"Jadi ... orang bertopeng yang kau lihat pagi tadi, sama seperti orang-orang itu?" tanya Kate memastikan.

"Kau sudah tau?" tanya Aland, karena seingatnya ia baru bercerita pada Jane dan Romeo.

Kate lantas mengangguk. "Aku mendengarnya dari Jane. Maka dari itu, aku langsung mencarimu."

Aland ikut menyandarkan punggung dan kepalanya di dinding, persis seperti yang dilakukan oleh Kate.

"Selama hampir enam bulan belajar di kampus ini, aku baru melihat mereka kali ini," ungkap Kate. Aland menoleh padanya sesaat.

"Apa mereka begitu berbahaya?" tanya Kate sekali lagi. "Sebenarnya apa tujuan mereka?" tambahnya.

"Kate," panggil Aland, Kate menoleh padanya. "Kita harus menemukan siapa pemimpin di balik orang-orang bertopeng itu. Kita harus mencari tahu apa tujuan mereka sebenarnya. Kita harus membuat kampus ini menjadi aman supaya tidak ada kejadian serupa seperti Tor lagi."

Kate mengangguk. "Kau benar."

Aland mengernyit, ia teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong soal Tor, bagaimana dengannya?"

Kate mengerjap beberapa saat, dia termenung mengingat kejadian saat dia, Joo, dan Ken membawa Tor ke Wakil Dewan.

"Itu dia yang ingin aku ceritakan padam," Kate berkata pelan. "Pagi tadi, saat kami membawa Tor ke wakil dewan, ada sedikit kegaduhan di sana. Tor tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia terus meronta hingga dia lepas dari pegangan kami. Tor mengamuk dan mengancam semua orang di sana. Sampai akhirnya, para senior penjaga kebetulan datang. Mereka menolong kami membekuk Tor. Bapak rektor sampai turun tangan karena ada yang melapor. Akhirnya, atas perintahnya, Tor dibawa ke rumah sakit."

"Ke rumah sakit? Kenapa?" tanya Aland tak percaya.

"Tor mengalami depresi, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya yang membuatnya tak bisa mengendalikan dirinya sendiri."

Aland mengusap wajahnya frustasi. "Lalu, apa kata rektor? Apa kita tidak bisa menjenguk Tor?"

"Kita tidak diizinkan untuk menjenguk Tor untuk beberapa waktu, hanya anggota keluarganya saja yang diperbolehkan, dikhawatirkan Tor akan mengalami hal-hal seperti itu lagi."

Aland mengacak-acak rambutnya kasar. Raut wajahnya benar-benar lelah sekarang. "Lalu,  bagaimana caranya aku mendapatkan informasi darinya, Kate?"

Kate merasa iba pada Aland, ia menyenggol Aland dengan sikunya, berharap laki-laki itu sadar agar lebih tenang dalam bergerak.

"Aku mengerti perasaanmu, Aland. Aku di sini, semua teman-teman kita ada bersamamu. Kita semua telah berjanji akan membantumu. Jangan khawatir, kita hanya perlu mendiskusikan hal ini dengan kepala dingin. Percayalah, kita pasti akan menemukan titik terang," ucap Kate meyakinkan Aland.

Aland termenung sesaat. "Kate," panggilnya kemudian. 

"Iya," jawab Kate.

"Besok kita semua harus berkumpul untuk membahas masalah ini," ucap Aland yang diangguki oleh Kate. 

Bersambung ...

Related chapters

  • A Fake Protagonist   4. Awal Mula Misi Terjadi: Mahasiswi Hilang

    Dua minggu yang lalu ... (Foto perempuan dengan almamater kampus) Keterangan: Telah hilang ... Mikhaela Luisa Sophrosyne, Mahasiswi dari jurusan ekonomi. Hingga kini masih belum diketahui keberadaannya. Aland berdiri mematung di depan papan pengumuman lobi utama kampus. Kedua matanya menyapu kata demi kata yang tertera di bawah foto perempuan yang amat dirindukannya. Foto yang diambil untuk kartu tanda mahasiswa itu masih memperlihatkan senyum ceria perempuan itu. Hari ini adalah hari pertama Aland di kampus yang baru. Kepindahannya ke sini tak lain memiliki sebuah tujuan. Yakni untuk membongkar semua fakta yang mencoba ditutupi oleh pihak kampus. Mengingat itu, tanpa sadar membuat tangannya mengepal di sisi jarit celana. Tanpa basa-basi, laki-laki yang merupakan mahasiswa baru itu mem

    Last Updated : 2021-06-03
  • A Fake Protagonist   5. Seseorang di Gedung Tua

    Aland memberikan tatapan waspada ketika Joo duduk di sofa yang sama dengannya, sementara Kate hanya berdiri di dekatnya dengan bersedekap dada. Sejujurnya, ini agak mengerikan karena tiba-tiba Aland terbangun di tempat yang tidak diketahuinya, usai penyerangan tiba-tiba yang dilakukan oleh mereka padanya.Kate dan Joo hanya memberikan tatapan yang sulit diartikan oleh Aland. Tidak ada yang memulai pembicaraan sampai Ken yang entah datang dari mana terkejut karena tak ada seorang pun di meja makan, mengetahui Aland yang telah bangun dan Kate serta Joo berada di sana—laki-laki itu langsung menegur Aland.“Rupanya kau sudah bangun?” Pertanyaan Ken hanya dianggurkan oleh Aland. Pandangan Aland turun pada tas hitam di tangan Ken. Ekspresi Aland berubah seketika ketika mengetahui itu adalah tasnya.“Apa yang kau lakukan pada tasku?” Aland merebut tas miliknya dari tangan Ken, tetapi yang membuat Aland merasa aneh adalah ketika Ken memberi

    Last Updated : 2021-06-10
  • A Fake Protagonist   6. Geng Topeng Hitam

    Tumpukan-tumpukan kayu itu sekilas hanya terlihat semacam tumpukan kayu dalam jumlah banyak, ditambah papan tripleks yang dibiarkan bersandar di tengah-tengahnya, tetapi siapa sangka, jika papan tripleks yang digunakan sebagai pintu itu digeser, kau akan menemukan ruangan kecil yang sengaja disulap menjadi ruang kerja. Terdapat satu set komputer dan beberapa jenis perangkat keras yang tertata rapi di atas meja. Satu buah kursi tunggal, serta sofa panjang berwarna biru yang ditambal dengan kain di beberapa bagiannya. Ruangan kecil yang cukup nyaman dan bersih dibanding keadaan di luarnya. Aland, Joo, Kate, Ken, dengan Jane sempat panik saat mengetahui ada orang lain selain mereka di sini.“Benar, aku memang adik dari Kak Mikhaela yang dikabarkan hilang itu,” jawab Aland ketika laki-laki yang keluar dari tumpukan-tumpukan bangku itu bertanya kepadanya. Aland sudah berpikir macam-macam bahwa rahasianya dalam membentuk kelompok rahasia untuk mencari kakaknya aka

    Last Updated : 2021-06-11
  • A Fake Protagonist   7. Cairan Kimia yang Menyala

    Senja telah membumi. Lampu-lampu telah dinyalakan di koridor juga beberapa sudut penting kampus. pada hari di mana kejadian Aland dicekik oleh korban teror Geng Topeng Hitam di atap gedung fakultas film, Romeo mengajak Jane diam-diam menyelinap ke dalam ke ruang club biologi usai kelas berakhir. Ponsel Tor yang Romeo temukan di belakang pintu ruang kesehatan tempat Aland berbaring kini berada di tangannya. Bermodalkan kemampuan dan peralatan seadanya, Romeo berhasil melacak password dan membuka pintu ruangan. Ruangan ini lebih kecil dari laboratorium biologi, tentu saja. Terdapat sebuah meja berbentuk persegi panjang yang di kelilingi banyak kursi tunggal di ruangan ini, karena ruangan ini hanya dikhususkan untuk para mahasiswa dari jurusan mana pun yang memiliki ketertarikan belajar biologi.Romeo dan Jane berhenti di depan sebuah lemari kaca yang terdapat gelas-gelas berisikan cairan kimia berwarna ungu di dalamnya. Jane masih tak mengerti maksud Romeo mengajaknya ke

    Last Updated : 2021-06-11
  • A Fake Protagonist   8. Suara Di Ruang Belakang Panggung

    “Romeo di-skors.” Satu hal yang terlintas di kepala Aland ketika Jane mengatakan hal itu kepada ia dan yang lain, saat mereka berkumpul tanpa Romeo—Aland langsung menuju asrama laki-laki, meminta petugas penjaga untuk mengantarnya ke kamar Romeo, tetapi lelaki berkacamata itu tidak ditemukan di kamarnya. Aland justru menemukan Romeo di balkon atap asrama—duduk di sebuah bangku reot dan diam termenung. Merasa mengenali punggungnya, Aland melompati dinding pembatas setinggi paha orang dewasa, menghampiri laki-laki yang tengah menyendiri itu. “Mengapa tidak bilang padaku, kalau kau mendapat skorsing?” Pandangan Romeo yang semula tertuju pada pemandangan pemukiman di bawah sana, kini mengikuti arah langkah kaki Aland yang berhenti pada dinding pembatas. Wajah yang ditimpa sinar mentari itu ikut menikmati keindahan pemandangan di depannya. “Tidak ada hubungannya denganmu,” balas Romeo singkat. Suasana hatinya sedang tidak baik kala mengingat bagaim

    Last Updated : 2021-06-13
  • A Fake Protagonist   9. Keponakan Rektor Yang Menyebalkan

    “F—Fluke?”Dahi Fluke mengernyit kala mendengar suara seseorang yang sepertinya dia kenal. Lampu ponsel yang menyorot wajahnya mati seketika tanpa diduga. Gadis itu kemudian mengecek ponselnya yang tak kunjung menyala. Sialnya, kini baterai ponselnya habis.Sebelah alis Fluke terangkat ketika dengan jelas ia dapat melihat wajah seorang gadis dengan rambut yang tergerai lurus di hadapannya, meski dalam kegelapan. Salah satu sudut bibir Flukr terangkat kemudian, rupanya dia adalah gadis yang bersama dengan saingannya di ruang biologi beberapa hari lalu.“Mengapa aku selalu menemukanmu dalam kegelapan?”Pertanyaan Fluke mengundang Jane yang semula mengecek ponselnya, kini mendongak menatapnya. Hal pertama yang Jane temukan adalah wajah Fluke yang tengah tersenyum miring dengan tatapan yang tersorot padanya.Jane berusaha bersikap tidak gentar meski status Fluke adalah keponakan rektor. Terkadang, ia merasa gerah saat oran

    Last Updated : 2021-06-17
  • A Fake Protagonist   10. Larut Malam - Dipergoki Komite Mahasiswa

    “Ini adalah ruang club biologi.” Romeo melingkari sebuah objek gedung dengan pena merahnya. “Beberapa di antara kita nanti akan bergabung dengan club ini. Tujuan kita di sini adalah mencuri sampel cairan kimia yang pernah melibatkan peneroran Tor. Aku tidak akan ikut bergabung dengan club ini, karena pasti Fluke akan dengan mudah curiga padaku jika kedua kalinya aku masuk ke club biologi. Aku akan memandu kalian dari jauh. Karena rencana ini cukup berisiko untuk dijalani. Jadi, aku ingin para pria saja yang bergabung dengan club ini nanti, kecuali aku.” Mendengar penjelasan rencana Romeo, Kate meledek Joo karena tahu laki-laki itu tak suka berkecimpung dengan club yang terlalu serius seperti club biologi. Joo memasang muka masam karena ledekan Kate. Begitu mengarahkan pandangannya pada Kate dan Ken, Romeo mengernyitkan dahinya karena menyadari sesuatu. “Tidak-tidak. Sepertinya, Kate

    Last Updated : 2021-06-18
  • A Fake Protagonist   11. Rencana Di Balik Penyambutan Mahasiswa Baru

    Gedung fakultas Komunikasi menjadi tujuan Joo, Kate, Ken, dan Jane untuk menjalankan rencana mereka menemukan mantan kekasih Mikhaela. Namun, tanpa diduga, para senior tingkat akhir di sana berkumpul di koridor yang ternyata sedang mengadakan sebuah acara perayaan. Berbagai mahasiswa dari tingkat pertama juga ada di sana, para junior disambut oleh mereka dan disediakan tempat untuk bergabung dengan mereka. Empat anggota Kelompok Rahasia yang ditugaskan oleh Romeo itu, terkejut dengan acara yang tidak pernah mereka sangka sebelumnya. Mereka hanya berdiri di kejauhan ketika mendapati peristiwa di depannya. Jane menekan earphone nirkabel yang tertutup rambut hitam panjangnya di telinga—yang telah dihubungkan Romeo pada ponsel milik laki-laki itu. Jane melakukan panggilan. Romeo dan Aland yang bersembunyi di koridor gedung lain yang sepi, menerima panggilan itu. “Rome, Aland, mereka sedang mengadakan acara penyambutan untuk junior mereka. Bagaimana dengan re

    Last Updated : 2021-06-19

Latest chapter

  • A Fake Protagonist   73. Terungkap Sudah

    Fluke menyusup ke ruang belakang panggung. Ia melihat seorang pria yang bertugas mengatur lighting serta pergantian background layar sesuai berjalannya penampilan. Fluke diam-diam mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan membungkam mulut petugas itu dengan sapu tangan yang sudah dilumurinya dengan obat bius. Petugas yang terkejut karena tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, sempat merona. Namun, tak butuh waktu lama, keadaannya menjadi lemas dan akhirnya tak sadarkan diri. Dua orang kemudian datang menghampir Fluke, dan seolah sudah mengerti atas perintah Fluke, mereka membawa petugas itu ke tempat yang aman.Fluke kemudian menggantikan petugas itu dengan duduk dan memakai topi dan masker untuk menyamar sebagai petugas di belakang panggung. Ia yang kemudian menatap layar yang menampilkan tampilan drama dansa yang sudah direkam oleh kamera di depan panggung. Sehingga ia dapat melihat jalannya penampilan.Ken sudah memasuki area panggung, sesuai alu

  • A Fake Protagonist   72. Complicated

    Romeo membawa laptopnya ke balkon gedung tua yang lebarnya hanya satu x satu meter itu. Ia menunggu sinyal Aland yang tak kunjung muncul, di satu sisi saat malam hari seperti ini jaringan internet di gedung lama itu cukup lambat mengakibatkan pekerjaannya jadi terhambat. Padahal ia juga harus melacak digit nomor peneror Tor, karena sejak hari masih sore pun ia belum berhasil melakukannya.“Bagaimana ini, posisi Aland bisa berbahaya jika aku tidak kunjung menyelesaikan pekerjaanku.”Meski tak mengerti betul maksud Aland menyuruhnya melakukan pekerjaan ini karena Aland bercerita apa pun padanya, tetapi Romeo yakin semua pekerjaan yang diserahkan padanya saling berhubungan dengan keselamatan Aland di sana. Maka dari itu ia mengerahkan semua kemampuannya, ia tak ingin pengorbanan temannya itu berakhir sia-sia begitu saja. Usai berpikir berulang kali, akhirnya Romeo memutuskan untuk pergi dari gedung tua itu untuk menyusup ke dalam gedung utama kampus. Tempat pe

  • A Fake Protagonist   71. Terungkap

    “Jane? Bukankah itu kau?” seorang gadis yang merupakan anggota club dansa itu menghampiri Jane dengan tatapan tak percayanya. Jane yang kebingungan dan merasa begitu terkejut dengan apa yang terjadi tak tahu harus berbuat apa.“Aku tidak menyangka sekali Jane kau berbuat seperti itu. Kau face of campus Jane.” Tambah yang lain.Jane merasa semakin bingung dan tertekan kala suara penonton mulai membicarakannya yang tidak-tidak, menyorakinya dengan hal-hal buruk pada hal yang tidak sama sekali ia lakukan. Jane menoleh kembali pada layar besar di belakangnya, berharap mimpi buruk tentang fotonya yang dipertontonkan kepada semua orang itu tidak pernah erjadi. Namun, Jane melihat dengan jelas foto yang menampilkan dirinya itu.Jane menutup telinganya dan memejamkan mata. Merasa frustasi dengan kejadian yang tak pernah diduganya ini. jelas-jelas itu adalah foto Fluke, tetapi wajah laki-laki itu buram. Jane semakin frustasi memikirkan dan m

  • A Fake Protagonist   70. Dituduh Sebagai Penjahat

    Orang itu dibuka dan ternyata dia Willy. Willy dirawat di rumah sakit Karen luka parah. The protagonist selebrasi secara diam-diam atas kemengangan mereka, mereka menganggap penderitaan sudah berakhir. Mereka bertemu Jane tetapi tidak ada yang mengajaknya bicara.Tapi ternyata salah, terror masih terjadi di mana-mana dan semakin menjadi di kampus.Poster buronan para protagonist diganti dengan poster gambar Jane yang sangat besar. Makian dan bulyyan terhadap jane dan Ken, usai foto mesra mereka beredar. Mereka diminta untuk turun dari jabata mereka sebagai face of campus. King dan queen kampus.Di kondominiumnya, Jane berdiri di atap dan ingin mengakhiri hidupnya. Fluke datang tepat waktu dan meminta maaf padanya. Menjelaskan bahwa semua yang dia lakukan bukanlah rencananya.tetapi karrena ia di terror oleh GTH untuk menghancurkan persahabatan mereka sampai tak berkumpul lagi..Fluke lalu menemui teman-te

  • A Fake Protagonist   69. Rumit

    Aland, Joo dan Romeo sudah sampai di bawah untuk melihat siapa sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu. Joo melirik ke sekelilingnya untuk memastikan bahwa tidak ada penjaga yang mengejar mereka. Romeo dan Aland duduk di dekat orang yang diduga kaisar itu. Aland melirik Romeo sesaat, laki-laki itu mengangguk serta mengerti maksud Aland. Aland meraih topeng hitam-puih dan membukanya.Mereka bertiga terkejut melihat wajah sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu.“Willy?” ucap Joo terkejut dan ikut duduk dengan kedua temannya. Mereka benar-benar tak percaya bahwa Will-lah yang sebenarnya selama ini menciptakan kerusuhan secara misterius di dalam kampus.“Dasar munafik.” Umpat Joo tepat saat melihat wajah Willy yang kini bersimpah darah di dahinya. “Dia bersikap sebagai mahasiswa teladan di kampus tetapi dia memiliki hati yang sangat busuk.”Romeo dan Aland kompak melirik Joo ketika laki-laki itu mengatakan itu. Mereka

  • A Fake Protagonist   68.

    “Aku juga tidak menyangka.” Joo tersenyum geli membayangkan kedua temannya yang memeiliki sifat unik jika mereka bersama akan seperti apa? Pasti lucu sekali. “Aku tidak bisa membayangkan ghadis tomboy itu rupanya menyukai laki-laki kemayu seperti Ken.”Romeo merasa geli melihat wajah Joo ang sedang membayangkan sesuatu. “Apa yang kau pikirkan? Berhenti berhayal.”Joo mendengus pada Romeo. “Kau tidak pernah tahu rasanya senang melihat temanmu jatuh cinta. Lebih baik cari pasangan sana, supaya kau tahu rasanya jatuh cinta!” ejek Joo pada Romeo.Romeo mendelik pada Joo karena laki-laki itu tiba-tiba menyinggung tentang pasangan. “Apa yang kau maksud? Bercermin dulu sebelum mengolok orang lain. Kau sendiri belum memiliki kekasih.”Joo langsung terdiam mendengarnya. Sementara Aland yang tengah duduk di antara mereka berdua melirik Romeo dan Joo dengan heran. “teman-teman, pertunjukkannya sudah a

  • A Fake Protagonist   67. Rooftop

    "Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane

  • A Fake Protagonist   66. Di Mana Kate

    "Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane

  • A Fake Protagonist   65. Hari Perayaan Tiba

    “Terserah kau saja!” Jane yang mulanya berteriak karena kekesalannya pada Fluke, terkejut karena reaksi Fluke. “terserah apa yang ingin kau katakan. Karena jika aku menceritakannya pun, kau juga tidak akan memahami mengapa aku melakukan hal ini! Aku sudah tidak peduli apa pun yang kau nilai tentang diriku lagi!” Jane terkejut dengan pernyataan Fluke yang didengarnya. “Apa maksudmu?” tanya Jane dengan heran. Namun, Fluke tampak tak ingin menjawab pertanyaan gadis itu. Laki-laki itu membalikkan badannya dan memerintahkan Jane untuk pergi dari hadapannya. “Pergi dari sini.” “Apa? Kau mengusirku?” tanya Jane tak percaya. “Pergi, Jane. Atau akan menyesal seumur hidup jika kau masih tetap di sini.” Jane yang hendak membalas langsung terdiam dengan perkataan laki-laki itu. Mau tak mau dengan ancaman itu, Jane meninggalkan ruangan Fluke dengan amarah dan pertanyaan yang kini bersarang di kepalanya. Hari perayaan kampus telah tiba. Semua

DMCA.com Protection Status