"Tunggu!" cegah Reinhart pada sosok pria berambut keperakan yang baru saja menolongnya. Pria itu hendak meninggalkan sang putri begitu saja di tepi jurang yang jauh di dalam hutan. Namun, langkahnya terhenti ketika Reinhart memintanya untuk berhenti. "Apa yang kau inginkan, Lady? Bukankah aku sudah membawamu dari dasar jurang?""Ya ... sa-saya ucapkan terima kasih atas bantuanmu, Tuan. "Tapi ... sa-saya tidak tahu maksud ucapan Anda, Tuan. Terlebih saya juga sama sekali tidak tahu di mana saya sekarang dan ...." Reinhart tak sanggup lagi mengucapkan kalimatnya. Benak perempuan itu begitu penuh dengan berbagai macam pikiran hingga membuatnya linglung. Ia hanya sanggup menatap sang pria dan seekor monyet putih yang kini berada di pundak pria tersebut. "Bukankah Anda, Tuan Gabriel?" tanya Reinhart kemudian ketika menyadari siapa orang yang baru saja menolongnya itu. Pria itu merupakan Elf yang sama yang telah bertemu dengannya di wilayah Area Terlarang. Juga Elf yang sama yang tela
Hingga pagi menjelang, tak juga ada tanda-tanda bahwa ksatria yang dikirimkan oleh Caspian telah menemukan sang putri. Wajah yang semalam tak kunjung memejamkan mata akibat terlalu cemas itu, tampak semakin lesu. Kalau saja Duke Aidin tak mengingatkan bahwa ksatria kekaisaran hendak kembali dari medan perang, Caspian pasti akan pergi mencari Reinhart seorang diri. Tak perlu baginya meminta para ksatria untuk mencarinya, sementara ia sendiri hanya sanggup menunggu dengan perasaan cemas. "Istirahatlah lebih dulu, Yang Mulia. Anda bisa jatuh sakit jika terus memaksakan diri.""Bagaimana aku bisa istirahat jika di luar sana, nasib Reinhart masih belum diketahui, Paman?" ucap Caspian pada Duke Aidin yang masih setia menemaninya di ruang kerja sang kaisar. Selain mereka berdua, Duke Maxwell juga masih tampak terjaga dengan wajah kusut dan lelah. Mereka sama cemasnya dengan sang kaisar. Terlebih, ada harapan yang diam-diam dititipkan pada sang tuan putri. Bagaimana mungkin mereka akan d
Caspian menatap sang Penyihir Menara Kekaisaran Demir dengan penuh selidik. Sikap pria itu tampak mencurigakan dan sang kaisar tak bisa mengabaikannya begitu saja. "Kau ... menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Caspian dengan nada penuh penekanan. Julius Randle tersentak. Ia menghindari tatapan sang kaisar dan menatap ke arah lain. "Katakan, Julius! Kau menyembunyikan sesuatu dariku?!"Sebenarnya ada hal yang diketahui Julius, tapi tak disampaikan kepada sang kaisar. Ia baru saja merasakan energi sihir yang cukup kuat yang berasal dari sisi hutan bagian selatan. Tempat yang tidak jauh dari perbatasan Ibukota Demir, tapi menjadi tempat yang cukup rawan dan sering kali dihindari. Sebab, di sanalah beberapa kali makhluk magis terlihat, selain di habitat resmi mereka. Sayangnya, makhluk magis di sisi hutan bagian selatan, terkadang tak pandang bulu dan sering kali bersikap brutal apabila bersimpangan dengan manusia. Dan, Julius Randle bisa merasakan energi sihir itu bercampur dengan
Julius bimbang menerima perintah sang kaisar. Tidak hanya kondisi pria itu yang terlihat parah, tapi juga karena energi mana-nya yang makin menipis. Kalaupun ia memaksakan diri mengejar Samantha, bisa dipastikan dirinya akan kalah dengan cepat. Menangkap keragu-raguan sang Penyihir Menara, Caspian bertanya dengan raut muka heran. "Ada hal yang kau sembunyikan lagi kali ini?" "Tidak, Yang Mulia. Ketimbang penyihir hitam, kondisimu sekarang lebih buruk ketimbang yang terlihat. "Kau butuh penanganan segera atau lukamu akan dengan cepat membusuk! Kau tahu kan, pedang api yang digunakan Samantha merusak jaringan tubuh dengan cepat dan ....""Lantas kau memintaku untuk membiarkan Reinhart di luar sana menghadapi wanita keji seorang diri?!" ucap Caspian dengan nada tinggi. Julius Randle tersentak. Ia tidak pernah menyangka sebelumnya jika Caspian akan bersikap begitu keras kepala akibat seorang perempuan. Sang Penyihir Menara menghela napas panjang. Ia mengusap wajahnya dengan gusar.
Caspian merasakan rasa sakit di lengan kirinya mulai mereda ketik membuka mata. Ia tak benar-benar tahu apa yang terjadi hingga pria itu membuka mata dan sudah berada di tempat tidurnya. Dengan cepat ia menoleh ke sisi tempat tidur dan mendapati Duke Maxwell dan Duke Aidin di sampingnya. Sepertinya sejak Caspian melibatkan Duke Aidin untuk mengisi kekosongan kursi kekaisaran ketika ia pergi berperang serta keterlibatan Madame Marianna memberikan pelajaran etiket dasar pada Putri Reinhart, mereka lebih sering terlihat di sekitar sang kaisar. Begitu juga dengan saat ini. Meski keberadaan Madame Marianna absen dari hadapan Kaisar Caspian. "Bagaimana aku bisa berada di sini?""Anda tak sadarkan diri dan prajurit membawa kembali ke istana," jawab Duke Maxwell sambil mengangsurkan gelas berisi ramuan yang dipesankan Julius Randle sebelum meninggalkan kamar tidur sang kaisar. "Ramuan dari Julius?""Ya, Yang Mulia!""Berapa hari aku tak sadarkan diri?" tanya Caspian dengan kening berkeru
Tubuh Reinhart membeku. Bagaimana bisa ia tak takut dengan sosok pria yang kini berdiri tak jauh darinya. Pria itu telah menghabisi nyawa istrinya. Bahkan salah satunya ialah permaisuri kekaisaran ini. Meski ia tak ingin mengakui hasutan yang diucapkan oleh Grand Duke Narcissus sebelum dirinya diculik oleh Lady Rosemary. Tapi, bayangan mengeringkan itu tetap saja tak mau pergi dari benaknya. Lagipula apa mungkin itu hanya sekadar rumor, jika kemudian Lady Rosemary juga mengatakan hal yang sama? Bahwa Caspian-lah yang menyebabkan permaisuri sebelumnya meninggal dunia dengan kehilangan gelar kehormatannya dan dianggap sebagai pengkhianat. Sekalipun Reinhart tak tahu dan tak berusaha mencari tahu mengapa Lady Ariadne disebut sebagai pengkhianat. Dengan begitu saja, sudah cukup membuat tubuh Reinhart gemetar ketika kini berhadapan dengan sang kaisar. Lantas bagaimana mungkin Reinhart tak takut? Membayangkannya saja membuat Reinhart bergidik ngeri. Pria itu telah membunuh para perempu
Pria itu menunjukkan wajah kusut sedari pagi. Sudah tiga hari sejak kembalinya Reinhart ke Istana Sapphire Kekaisaran Demir. Namun, perempuan itu belum menunjukkan sikap bersahabat pada sang kaisar. Bahkan saat Kaisar Caspian memerintahkan untuk mengusut tuntas peristiwa yang menimpa Reinhart, perempuan itu sama sekali tak ingin bertemu dengannya. Reinhart lebih memilih untuk memberikan kesaksiannya kepada kepala keamanan ibukota yang menangani persoalan tersebut. Ya, memang apa kuasa Caspian dalam menangani penyelidikan kasus ini? Ia hanya sebagai pemberi keputusan dari hasil temuan di lapangan. Begitu juga dengan hari ini, ketika Reinhart diminta memberikan kesaksiannya untuk terakhir kali. Perempuan itu masih saja menghindari Caspian. Padahal, ia sudah terlihat kembali akrab dengan Iselt yang rumornya pada saat peristiwa terjadi, telah mengkhianati Reinhart. Mendapati fakta itu, menjadikan Caspian semakin gusar. Kalau saja ia boleh jujur, dirinya merindukan Reinhart.Sangat r
Kaisar Caspian bergegas menuju Istana Sapphire begitu menemukan cara untuk menarik perhatian Reinhart. Wajahnya tak lagi terlihat muram. Justru ia terlihat begitu bersemangat. Ada keyakinan dalam diri sang kaisar, bahwa usahanya akan membuahkan hasil kali ini. Namun, langkah sang kaisar terhenti ketika melihat Reinhart tengah berjalan-jalan santai di taman istana didampingi Iselt. Segaris senyum terbit membingkai raut muka Caspian. Meski demikian, hal itu tidak bertahan lama. Raut muka sang kaisar kembali mendung ketika melihat ekspresi Reinhart. Wajah perempuan itu tampak muram. Seperti halnya sang kaisar tiga hari terakhir. "Apa yang dia pikirkan hingga terlihat begitu muram? Apa keberadaanku benar-benar menggangu Rein?" bisik Caspian pada dirinya sendiri. Jujur saja, ia tak pernah sepeduli ini pada orang lain sebelumnya. Ia bisa memaksakan kehendaknya sesuka hati. Tanpa peduli dengan perasaan orang yang ia paksa. Tapi dengan Reinhart, ia tak bisa berkehendak sesuka hatinya.