Suara pemilik toko dari balik meja panjang dan tinggi yang berfungsi sebagai tempat pembayaran mulai berseru tak sabar pada Reinhart dan Caspian. Keduanya tak memberikan tanggapan. Hanya bergeser ke tempat lain yang lebih dalam ke bagian ruangan yang berada di toko tersebut. Barulah ketika pandangan sang pemilik toko terhalang oleh etalase dan kerangkeng besi tempat penyimpanan para makhluk magis, Caspian balas berteriak untuk menanggapi ucapan pria bertubuh tambun itu. "Maafkan kami, Tuan. Kami sedang mencari Elf yang cocok sebagai pelayan di kediaman kami!"Drap! Drap! Drap! Bunyi sepatu beradu dengan lantai kayu terdengar mendekat. Tanpa sadar, Reinhart merapatkan tubuhnya ke arah Kaisar Caspian.Perempuan itu bahkan menggenggam erat ujung jubah sang kaisar. Ada perasaan was-was sekaligus gelisah yang menyelimuti perasaan perempuan itu secara tiba-tiba.Terlebih, ia sama sekali tak menguasai situasi yang terjadi saat ini. Tak lama, muncul wajah seorang pria yang tak asing bagi
Dengan kedua tangan, Reinhart membekap mulutnya. Sudahkah ia membuat kesalahan fatal? Ruangan itu seketika mendadak sunyi. Reinhart baru saja menyadari jika ucapannya terlalu kencang hingga membuat sang pemilik toko menoleh ke arah mereka. Pria itu tampak terkejut ketika mendengar ucapan Reinhart yang memanggil Caspian dengan sebutan Yang Mulia. Dengan cepat, pria berperut buncit itu mendekat ke arah keduanya dan menyingkap tudung jubah yang semula menutupi wajah Caspian. "Jadi, kau benar-benar Kaisar?!" seru pria itu tanpa menunjukkan sopan santun ataupun rasa hormatnya di hadapan penguasa Demir. Tindakan yang cukup membuat Reinhart terkejut. Bahwa pria yang dikenal kejam dan tiran itu, dihinakan oleh orang-orang yang menempati kawasan terlarang.Apa ia melewatkan bagian penting dari kawasan terlarang yang terdapat di Ibukota Demir? "Sepertinya aku tak perlu lagi menyembunyikan identitasku!" ucap Caspian sambil melindungi Reinhart di belakang tubuhnya. Perempuan itu terkesiap.
Perempuan itu tak bisa mempercayai pendengarannya begitu saja. Ia terus menatap si kera berbulu putih yang balas menatapnya. Hingga ia kembali mendengarkan suara yang sama. Reinhart menggeleng dengan cepat. Ia terlalu syok mendapati kenyataan bahwa dirinya bisa mendengar suara makhluk magis itu. Namun, dengan cepat Reinhart mampu menguasai dirinya. Ini dunia di mana sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin. Termasuk bahwa dirinya bisa mendengar suara makhluk magis yang sampai saat ini masih menatapnya. Justru yang tak bisa dipercaya sekarang ialah bagaimana bisa dirinya yang bertubuh kurus, harus mengalahkan seorang bandit bertubuh tinggi dan besar. Pria bertato di seluruh tubuhnya itu bahkan memiliki golok sebagai senjata. "Apa yang kau pikirkan?" bisik Caspian yang tak juga menjauhkan tubuhnya se-inchi pun dari Reinhart. "Ti-tidak ada, Yang Mulia," bohong Reinhart. Atau ia seharusnya mengatakan pada pria itu bahwa dirinya mendengar suara kera putih yang berada tak jauh dari m
"Uhuk!"Batuk bercampur darah keluar dari mulut sang pemilik toko sesaat setelah Reinhart menikam pria itu. Ia sengaja tak menusuk tepat di jantungnya agar pria itu mendapatkan keadilan dari apa yang telah dilakukan."A-ampuni saya, Yang Mulia," ucapnya sebelum kepala yang sudah terkulai itu, ambruk di atas tanah. Caspian tersentak. Ia menatap Reinhart yang kini tengah menyentakkan pedangnya untuk membersihkan noda darah dari badan pedang. "Kau ... tidak membunuhnya?" tanya Caspian setelah melihat lawan yang dilumpuhkan Reinhart. "Dia pantas mati di tiang gantungan setelah mendapatkan pengadilan!" tegas Reinhart dengan nada dingin dan sorot mata tajam yang selama ini tak pernah diperlihatkan. Mungkin, akibat dorongan dendam dalam hatinya sebagai Kim Nara, hingga membuat perempuan itu tanpa ampun menghabisi musuhnya begitu saja. Sejujurnya ada perasaan lega setelah Reinhart melampiaskan amarah yang selama ini menumpuk dalam hati serta pikirannya. "Baiklah, aku akan membawamu kelu
"Tuan Putri!" teriakan yang tak asing membangunkan kesadaran Reinhart yang semula masih sangat tipis. Ia baru saja terbangun dari tidur yang terasa begitu panjang. Bahkan kepala perempuan itu masih sangat pusing dan berdenyut ketika dirinya membuka mata. Ia bahkan tak mengenali di mana dirinya sekarang sampai mendengar suara Iselt yang menyentak gendang telinganya. Namun, begitu mendengar suara jeritan gadis pelayan itu, ia yakin pasti bahwa dirinya belum kembali ke masa depan. Meski begitu dekorasi di ruangan yang ia tempati kini sama sekali asing. Sependek ingatan Reinhart, ini bukan di kamar yang ia tempati selama ini ataupun di kamar sang kaisar. Ia belum pernah melihat ruangan ini sebelumnya. Aromanya pun terasa asing dan seperti berasal dari pedalaman hutan yang sangat jauh. Aroma amber bercampur musk mengingatkan perempuan itu pada pedalaman hutan hujan di negara empat musim. Basah, segar, dan menyejukkan. Tapi, juga terasa sedikit hangat hingga membuatnya tak harus menggig
Suara Reinhart tersekat di kerongkongan. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan Caspian meski suaranya sudah berada di pangkal tenggorokan. Ia bahkan baru menyadari, bagaimana dirinya bisa menggunakan bahasa Elf yang ternyata tidak dipahami oleh semua manusia biasa. Reinhart pun baru memahami hal itu ketika Caspian mengajukan pertanyaan padanya. Beberapa saat lalu. Didorong rasa penasaran, Reinhart justru mengajukan pertanyaan tanpa memberikan jawaban. "Memang ... Yang Mulia, tidak bisa memahami bahasa mereka?""Tidak, para Elf sudah lama meninggalkan wilayah Demir dan beralih ke perbatasan wilayah Blanchett. Apa karena itu kau bisa menggunakan bahasa mereka?"Reinhart tak bisa menjawab. Saat itulah ia benar-benar kehilangan kemampuannya berbicara. Sebab perempuan itu sendiri tak tahu pasti, kapan, di mana, atau bagaimana hingga sosok yang ia tempati raganya saat ini, bisa menggunakan bahasa para Elf. Hingga Caspian memanggilnya berulang kali hanya untuk memastikan bahwa keadaan perem
Dua hari lagi, pasukan yang dipimpin langsung oleh Kaisar Caspian akan berangkat ke perbatasan. Mereka harus merebut kembali wilayah yang telah diserang oleh kaum bar-bar. Ksatria yang sebelumnya dikirim ke wilayah tersebut telah banyak tumbang dan mengharuskan kaisar turun tangan. "Anda sungguh tak perlu ikut berperang, Yang Mulia. Biar saya yang menangani pemberontakan kali ini," ucap Marquess Michael sebagai kepala pasukan ksatria Demir ketika rapat darurat diselenggarakan hari ini. Caspian sengaja menggelarnya untuk mengumumkan pada para menteri dan juga bangsawan agar mereka bersiap dengan kondisi terburuk yang akan dihadapi Demir. Bukan tidak mungkin, perang akan berlarut dan membuat pasokan senjata serta bahan makanan dengan cepat berkurang. Untuk itu, ia membutuhkan para bangsawan berperan dalam hal ini. Caspian ingin orang-orang yang kini duduk mengelilingi meja rapat mendukung penuh keputusannya untuk terjun ke medan perang. "Ini kondisi darurat yang kita tidak tahu, s
Untuk kesekian kalinya, Reinhart melirik ke arah Julius Randle yang tengah menyiapkan ramuan untuknya. Ini hari terakhir perempuan itu berada di Menara Sihir sebelum kembali ke kamar yang biasanya ia gunakan. Ada pertanyaan yang mengganggu perempuan itu, tapi tak juga disampaikan kepada sang penyihir. Ia gelisah, jika pertanyaan justru memancing kecurigaan penyihir menara itu. "Ada yang ingin kau tanyakan, Rein?" tanya pria itu membuat Reinhart tersentak akibat kaget. Ia menggeleng dengan cepat. Berusaha menutupi gusar yang diam-diam mencengkram kuat hatinya. "Tidak ada, Tuan," jawabnya berbohong. Meski ia tahu, Julius pasti akan semakin curiga dengan jawaban yang diberikan. "Aku tahu ada yang kau pikirkan dalam otak kecilmu itu.""Maaf, Tuan, ucapan Anda terdengar tidak sopan!" Reinhart jelas tersulut amarah mendengar ucapan Julius Randle. Enak saja pria itu menyebutnya berotak kecil? Apa di zaman ini tidak ada istilah bahwa berotak kecil sama halnya menganggap orang itu bodoh?
Sepasang mata perempuan itu terasa berat. Perlu tenaga ekstra untuk membuatnya terbuka. Butuh waktu pula untuk membuatnya terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam retina matanya. Suara alat-alat yang berdengung serta menempel di tubuhnya, menjadi pemandangan pertama yang tertangkap indra pendengarannya. Gerak tangannya yang lemah tapi intens, cukup menyita perhatian seorang perempuan muda serta pemuda yang terlihat dua atau tiga tahun lebih tua, yang duduk di samping kanan serta kiri tempat tidur pasien. "Nuna!" seru pemuda itu pertama kali saat menyadari gerakan si perempuan. "Eonni! Kamu sudah sadar?" Si perempuan muda ikut berseru. Lantas berlari keluar kamar untuk memanggil dokter. Perempuan itu tak lagi peduli ketika kakak laki-lakinya berusaha menghentikannya. Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dua orang perawat kembali masuk ke dalam ruangan dan memeriksa kondisi sang pasien. "Selamat siang, Nona. Apa Anda bisa mendengar suara saya?" tanya dokter itu s
Tujuh tahun kemudian... "Hidup Yang Mulia Kaisar William! Hidup Matahari Agung Kekaisaran Demir!""Hidup, Yang Mulia!""Hidup, Yang Mulia Kaisar!"Sorakan orang-orang terdengar menggema di seluruh Alun-alun Ibukota Demir setelah Pendeta Agung mengucapkan sumpah janji kekaisaran diikuti oleh sang putra mahkota yang kini telah resmi dilantik menjadi kaisar menggantikan ayahnya. Seluruh rakyat Kekaisaran Demir bersuka cita. Mereka memenuhi alun-alun ibukota tanpa peduli golongan dan kasta. Semua membaur tanpa ada sekat untuk merayakan pelantikan sang kaisar. Sementara, pemuda yang baru berusia lima belas tahun itu, tampak tersenyum lepas ketika menyambut sorakan meriah seluruh rakyatnya. Ia sama sekali berbeda dengan sang ayah yang sejak muda sudah menunjukkan sifat arogansinya. Pemuda yang kini mengenakan pakaian kebesaran Kekaisaran Demir itu, terlihat lebih hangat dan disukai oleh semua orang. "Hidup Yang Mulia Kaisar William!" seruan rakyat Demir masih terus berkumandang hingga
Dari semua peristiwa yang terjadi sampai saat ini, tak ada hal yang lebih mengecewakan kecuali pengkhianatan yang dilakukan oleh Putra Duke Aidin. Tuan Muda Alfonso. Sejak kedatangannya ke dunia ini, Reinhart mendengar kabar bahwa putra sang duke berada jauh di luar negeri untuk mengenyam pendidikan. Keluarga itu pun, dikabarkan tak pernah mau terlibat dalam urusan politik keluarga kaisar.Tak ada niat bagi garis keturunan Duke Aidin untuk merebut takhta dari kaisar terdahulu ataupun sekarang. Namun, kemunculan para ksatria dengan lambang harimau putih yang berkeliaran di depan kamar Reinhart pada malam itu, membuatnya terus berpikir sepanjang waktu. Terlebih ketika mengetahui fakta bahwa simbol tersebut adalah milik keluarga Duke Aidin. Sikap Madame Marianna yang begitu baik padanya, juga sikap hangat sang tuan duke, membuat Reinhart hampir terlena. Namun, ia tak bisa menutup mata saat mengetahui kebenaran tersebut. Ia mencari bukti dan dapat menemukannya berkat bantuan Iselt. B
"Marquis Michael, Anda ditangkap karena dianggap telah membelot, mengkhianati kekaisaran, dan merencanakan kudeta pada, Kaisar Caspian!"Dengan ini pula, status kebangsawanan Anda dicopot dan semua harta benda Anda menjadi rampasan!" seru ksatria Kekaisaran Demir saat hendak membekuk Marquis Michael yang mencoba melarikan diri. Pria itu ditangkap saat bersiap kabur ketika ksatria istana Kekaisaran Demir mencapai gerbang kastilnya. Ia sempat berontak dan mencoba melawan. Termasuk berteriak jika penangkapan terhadap dirinya hanyalah salah sasaran. "Kalian tidak bisa menangkapku!" teriak Marquis Michael tidak terima ketika dilumpuhkan. "Apa buktinya jika aku telah melakukan kesalahan?!" seru pria itu tak juga menyadari kesalahannya. "Menghasut Kaisar, bersekongkol dengan Lady Rosemary, merencanakan kudeta, menjebak Permaisuri Ariadne hingga berusaha mencelakai Tuan Putri Reinhart! Itu semua daftar kesalahan yang sudah Anda lakukan, Marquis!""Itu bukan bukti bahwa aku sudah melakukan
Reinhart tampak puas dengan hasil akhir dari peristiwa yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Ia lolos dari hukuman gantung yang sebelumnya diserukan oleh sang kaisar di depan seluruh rakyat Demir. Ia benar-benar merasa lega, saat melihat reaksi sang kaisar ketika Iselt selesai membacakan permintaan terakhir yang sebenarnya wasiat dari permaisuri sebelumnya. Bagaimanapun ia tak memiliki kepercayaan diri penuh ketika mengatakan pada sang kaisar, terkait pesan terakhir yang ingin disampaikan. Perbuatannya terbilang nekat, meski berakhir sesuai harapan. "Terima kasih, Rein," ucap sang kaisar malam itu. Wajah pria itu tak juga membaik meski telah bertemu dengan buah hatinya. Garis penyesalan masih tergurat jelas di wajahnya. "Sebaiknya Anda tak perlu melakukan itu, Yang Mulia. Justru saya yang harusnya mengatakan terima kasih, karena sudah memercayai saya.""Seharusnya aku memang percaya padamu sejak awal," ucap Caspian terdengar sangat menyesal. Ia bahkan tak sanggup mendekati Reinha
"Ya, Yang Mulia. Pelayan Permaisuri Ariadne yang berhasil lolos pada hari penghukuman itu, berhasil melarikan diri bersama putra Anda dan buku catatan di tangan Iselt. "Perlu Anda ketahui Yang Mulia, ibu Iselt lah pelayan Permaisuri Ariadne yang setia itu."Wajah Caspian tampak semakin hancur begitu mendengar ucapan Reinhart. Ia menatap sang perempuan dengan sorot penuh luka. "Berapa lama kamu mengetahui hal ini, Rein?" tanya pria itu dengan getar suara semakin hebat. Ia tak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai kaisar sebuah kekaisaran yang besar nan agung. Caspian bahkan mendorong Rosemary menjauh ketika perempuan itu hendak membangunkannya dari posisinya saat ini. "Dua hari lalu. Selama ini, catatan Permaisuri Ariadne dilindungi sihir yang cukup kuat. Saya tidak bisa membacanya sampai bagian terakhir. "Lalu, Tuan Julius Randle menunjukkan salah satu sihir hitam yang bisa digunakan untuk menghancurkan sihir yang paling kuno sekalipun. "Sihir hitam yang sesungguhnya bukan be
Keduanya sama-sama bertahan. Reinhart sama sekali tak menundukkan atau mengalihkan pandangannya dari sang kaisar. Perempuan itu masih berusaha mencari perasaan yang tersisa sebagai manusia dalam diri Kaisar Caspian. Meski hampir mustahil. "Aku tak akan berlama-lama menahan eksekusi matimu, Lady Blanchett. Kau akan segera dieksekusi mati setelah mendengarkan pesan terakhirmu."Dada Reinhart bergemuruh. Bahkan pria itu memanggilnya dengan nama Lady Blanchett. Padahal sebelumnya, dia masih berusaha mengambil hati Reinhart yang sudah terlanjur beku akibat sikap keji sang kaisar. Namun, ia tak akan menunjukkan kelemahannya begitu saja. Justru kesempatan yang diberikan digunakan sebaik mungkin oleh Reinhart. 'Ini waktu yang tepat!' bisik Reinhart dalam hati. "Kalimat terakhirku akan dibacakan oleh sahabatku yang setia. Nona Iselt, dialah yang akan membacakan permintaan terakhirku."Senyum sinis membingkai wajah sang kaisar begitu mendengar ucapan Reinhart. Perempuan itu masih tetap sam
Reinhart tak memercayai pendengarannya sendiri ketika Caspian berseru agar menyeret dirinya ke tiang gantungan.Perempuan itu menatap sang kaisar dengan wajah tercengang. Ia hendak berteriak, tapi suaranya tenggelam dalam lautan manusia yang berada di sekitarnya. "Yang Mulia, Anda harus dengarkan saya dulu!" seru Reinhart di antara ribuan manusia yang memenuhi Area Terlarang. Percuma saja, suaranya tenggelam begitu saja. Justru dengan mendengar seruan perempuan itu, orang-orang semakin beringas. Mereka menyerbu Reinhart dan menjadikan sasaran amukan massa. "Bertahan, Rein. Aku akan melindungimu," ucap Julius Randle yang masih berusaha melindungi Reinhart dari amukan rakyat Kekaisaran Demir. Perempuan itu tampak nelangsa. Padahal ia baru saja menghancurkan perjanjian yang selama ini merugikan rakyat Demir. Tapi, ia justru diperlakukan tak sebagaimana mestinya dan dituduh sebagai penyihir hitam. Apa semudah itu orang-orang terprovokasi dan melupakan kebaikannya?! "Singkirkan! Pisa
Caspian tak juga beranjak dari kamarnya. Seorang pengawal sudah menghadap sejak beberapa jam lalu dan mengatakan bahwa ritual penghancuran akan segera dimulai. Namun, pria itu tak juga beranjak dari kamarnya setelah para pelayan menyiapkan air mandi dan pakaian ganti. Tatapan pria itu menerawang jauh ke depan. Melewati hamparan padang ilalang yang tampak dari jendela kamarnya yang dibiarkan terbuka. Angin sudah terasa dingin. Menjelang akhir bulan November di mana musim dingin sepertinya bakal datang lebih cepat kali ini. Perasaan sang kaisar, sama dinginnya dengan angin yang baru saja berembus menerpa wajahnya. Ucapan Rosemary kembali terngiang. Ucapan yang kemudian membuat Caspian kembali delima dengan perasaannya sendiri. Hingga ketukan di pintu kamarnya kembali terdengar. Kali ini disusul seruan sang penjaga yang mengatakan bahwa kereta kuda menuju Area Terlarang telah siap. Dengan enggan, Caspian beranjak dari tempatnya. Tak mungkin ia tetap berada di tempat itu, sementara