Dua hari lagi, pasukan yang dipimpin langsung oleh Kaisar Caspian akan berangkat ke perbatasan. Mereka harus merebut kembali wilayah yang telah diserang oleh kaum bar-bar. Ksatria yang sebelumnya dikirim ke wilayah tersebut telah banyak tumbang dan mengharuskan kaisar turun tangan. "Anda sungguh tak perlu ikut berperang, Yang Mulia. Biar saya yang menangani pemberontakan kali ini," ucap Marquess Michael sebagai kepala pasukan ksatria Demir ketika rapat darurat diselenggarakan hari ini. Caspian sengaja menggelarnya untuk mengumumkan pada para menteri dan juga bangsawan agar mereka bersiap dengan kondisi terburuk yang akan dihadapi Demir. Bukan tidak mungkin, perang akan berlarut dan membuat pasokan senjata serta bahan makanan dengan cepat berkurang. Untuk itu, ia membutuhkan para bangsawan berperan dalam hal ini. Caspian ingin orang-orang yang kini duduk mengelilingi meja rapat mendukung penuh keputusannya untuk terjun ke medan perang. "Ini kondisi darurat yang kita tidak tahu, s
Untuk kesekian kalinya, Reinhart melirik ke arah Julius Randle yang tengah menyiapkan ramuan untuknya. Ini hari terakhir perempuan itu berada di Menara Sihir sebelum kembali ke kamar yang biasanya ia gunakan. Ada pertanyaan yang mengganggu perempuan itu, tapi tak juga disampaikan kepada sang penyihir. Ia gelisah, jika pertanyaan justru memancing kecurigaan penyihir menara itu. "Ada yang ingin kau tanyakan, Rein?" tanya pria itu membuat Reinhart tersentak akibat kaget. Ia menggeleng dengan cepat. Berusaha menutupi gusar yang diam-diam mencengkram kuat hatinya. "Tidak ada, Tuan," jawabnya berbohong. Meski ia tahu, Julius pasti akan semakin curiga dengan jawaban yang diberikan. "Aku tahu ada yang kau pikirkan dalam otak kecilmu itu.""Maaf, Tuan, ucapan Anda terdengar tidak sopan!" Reinhart jelas tersulut amarah mendengar ucapan Julius Randle. Enak saja pria itu menyebutnya berotak kecil? Apa di zaman ini tidak ada istilah bahwa berotak kecil sama halnya menganggap orang itu bodoh?
Reinhart tak menanggapi ucapan Julius Randle dengan serius meski perempuan itu tak sanggup menyembunyikan gugup. Ia hanya sanggup tersenyum canggung atas pernyataan sang penyihir. "Kau menganggap aku bercanda?" tanya Julius saat memperhatikan raut muka Reinhart. "Eh? Tidak, Tuan. Tidak. Saya sama sekali tak punya pikiran seperti itu. Hanya saja, rasanya begitu mustahil bagi saya jika Anda mengatakan bahwa saya penyihir. "Seperti yang Anda tahu, Tuan Penyihir. Saya ... sama sekali tak bisa mengendalikan apa pun. Bukankah, seharusnya saya bisa mengendalikan sesuatu seandainya memiliki kekuatan sihir seperti yang Anda katakan?""Jawabannya cukup sederhana, Lady. Bisa saja kau menyembunyikan atau menyangkal bahwa dirimu benar seorang penyihir. Itu saja."Reinhart tersentak atas jawaban sang penyihir. Sejujurnya, ia semakin bingung atas jati dirinya sendiri. Yang jelas, ia sama sekali berbeda dengan pemilik tubuh yang sebenarnya. Tapi, kenapa ia juga bisa memiliki kekuatan sihir sepert
Reinhart tersentak begitu mendengar ungkapan yang disampaikan Iselt. Bahasa gadis itu terdengar sederhana, tapi begitu menyentuh hingga membuatnya berpikir bahwa itu merupakan hal yang romantis bagi perempuan yang kini bersandar di sandaran tempat tidur. "Kenapa aku tak terpikirkan sebelumnya," gumam perempuan itu hampir tanpa suara. Meski begitu, Iselt masih bisa mendengarnya dan membuat si gadis pelayan tersenyum pada tuannya. "Anda ... sudah mulai memikirkan, Yang Mulia Kaisar, Tuan Putri?" Pertanyaan yang terucap dari mulut Iselt membuat Reinhart kembali tersentak. Tanpa sadar ia kembali tenggelam dalam lamunan tanpa menyadari keberadaan Iselt yang masih berdiri di samping tempat tidur. "Eh? Tidak? Memang kapan aku memikirkan, Yang Mulia Kaisar?" sanggah Reinhart sambil mengalihkan pandangan. Ia tak boleh terbawa suasana dan membenarkan ucapan Iselt begitu saja. Reinhart harus tetap menjaga harga dirinya bahwa ia tak boleh tertarik dengan Caspian. Jika di antara mereka ada
"Aku tak tahu apa yang membuatmu tiba-tiba menyinggung soal, Ariadne. Tapi, selama kamu berada di sini, bukankah harusnya sudah ada yang mengatakan padamu, bahwa gelar permaisuri ataupun gelar kebangsawanan Ariadne sudah dilepas?"Reinhart menelan salivanya dengan susah payah. Ia menundukkan kepala. Tak berani menatap Caspian yang terdengar marah.Bahkan hanya dengan mendengar suaranya saja, siapa pun sudah pasti tahu bahwa pria itu tengah menahan murka. Perempuan itu menggigit bibirnya. Ada sesal yang membayang di wajahnya, bagaimana bisa ia mengungkapkan hal yang paling dibenci oleh sang kaisar. "Maafkan saya, Yang Mulia," ucap Reinhart dengan nada gemetar. Ia sendiri tak mengerti, apa yang membuatnya tiba-tiba menyinggung soal permaisuri sebelumnya ketika berbincang dengan Caspian. Padahal harusnya, ini menjadi momen yang pas bagi keduanya untuk membicarakan tentang mereka. Namun, Reinhart justru menyiram minyak ke dalam api hanya demi menimbulkan ketegangan di antara mereka.
"Apa yang kau pikirkan, Rein?" tanya Caspian membuyarkan lamunan perempuan itu. Reinhart masih tidak menyangka, jika akan ada hari di mana sang kaisar memintanya untuk pindah ke istana permaisuri yang telah sejak lama tak berpenghuni. Ia mengira, hal itu masih sangat jauh dari anggapannya. Siapa yang mengira bahwa moment itu justru datang lebih cepat, dibandingkan bayangannya selama ini. Meski ia tak tahu apa yang mendasari sang kaisar memindahkannya ke istana permaisuri, tapi hal itu tentu menjadi awal yang baik. Dengan begitu, ada kemungkinan jika status Reinhart yang semula sebagai istri kaisar, akan meningkatkan menjadi permaisuri. Seperti halnya yang selama ini diharapkan oleh Duke Maxwell. Sebab, hanya dengan cara seperti itulah, kemungkinan Reinhart selamat setelah 99 hari lebih besar ketimbang tetap menjadi istri sang kaisar. "Tidak, Yang Mulia. Hanya saja, kenapa saya tiba-tiba harus pindah ke istana permaisuri?" tanya Reinhart berusaha menyembunyikan keterkejutan yang
Entah bagaimana mulanya, kedua manusia itu larut dalam obrolan panjang ketika matahari semakin rebah ke ufuk barat. Keduanya tak lagi membicarakan apa yang membuat kaisar memutuskan untuk memindahkan tempat tinggal Reinhart ke Istana Sapphire. Juga tak lagi membicarakan tentang rencana Caspian menjadikan Reinhart sebagai permaisurinya. Obrolan mereka tentang hal itu berakhir begitu saja setelah Caspian mengatakan bahwa tempat paling aman bagi Reinhart adalah berada di sampingnya. Dengan begitu, satu-satunya cara adalah dengan mengangkat Reinhart sebagai permaisurinya. Meski begitu, pikiran tentang rencana Kaisar Caspian, tak sepenuhnya hilang dari benak Reinhart. Bagi Kekaisaran Demir yang mengangkat permaisuri tidak hanya dari ikatan pernikahan kaisar saja, tentu hal ini cukup berat bagi Reinhart. Terlebih Reinhart akan menjadi permaisuri kedua dari Kaisar Caspian setelah Lady Ariadne. Tentu akan ada serangkaian tes yang a
Pada akhirnya, Reinhart gagal mengucapkan selamat jalan dengan benar. Caspian jatuh pingsan, sesaat sesudah mengutuk Lady Rosemary yang entah telah melakukan apa pada pria itu. Reinhart diminta kembali lebih dulu ke ruangannya oleh Julius Randle yang datang kemudian. Atas panggilan Duke Maxwell. Meski begitu, tetap saja ia merasa tak tenang. Apa yang terjadi pada kaisar hingga dirinya tak izinkan masuk ke dalam dan melihat kondisi langsung pria itu. Hingga menjelang pagi, Reinhart tak juga memejamkan mata. Pikiran perempuan itu dipenuhi adegan di mana Lady Rosemary keluar dari kamar Kaisar Caspian dengan baju dan rambut yang berantakan. Disusul Kaisar Caspian dengan kondisi yang tak kalah berantakan dari wanita itu. Tapi, apa yang terjadi hingga membuat Kaisar Caspian jatuh pingsan? Reinhart belum menemukan jawabannya hingga hari menjelang pagi. Sampai Nyonya Clottie didampingi Iselt memasuki kamar dan membangunkan perempuan itu, sekalipun dirinya tak tidur sama sekali. "Tuan P