"Yang Mulia Kaisar Caspian V. Demir memasuki ruangan!" seru penjaga pintu ketika pria dalam balutan pakaian kebesarannya yang berwarna biru dan perak itu tiba di aula pesta berlangsung. Semua mata tertuju padanya ketika ia berjalan dengan gagah dan berwibawa memasuki ruangan. Tak seorang pun yang mengalihkan pandangan. Seluruh hadirin yang hadir malam hari ini membungkuk hormat pada sang kaisar. Mereka bahkan tak berani mengangkat pandangannya. Terlebih ketika sang kaisar tetap berhenti di depan pintu utama seakan menunggu seseorang. "Kenapa Kaisar tak jalan juga?" bisik seseorang di antara para tamu pesta penyambutan para ksatria. Mereka sekumpulan tuan muda para bangsawan kelas atas yang tinggal di sekitar ibukota maupun di daerah pinggiran Demir, tapi memiliki kedudukan yang cukup tinggi di kekaisaran ini. Itulah mengapa mereka bisa hadir ke pesta ini karena kaisarlah yang mengundangnya. Namun, keberadaan mereka terkadang hanya membutuhkan validasi atas rumor yang tersebar ten
Pesta penyambutan bagi para ksatria yang baru saja kembali dari daerah perbatasan masih berlangsung. Para pria yang merupakan ksatria pilihan dan terhebat di Kekaisaran Demir itu, tampak bersemangat selama pesta berlangsung. Apalagi ditemani dengan makanan yang melimpah dan juga anggur yang nikmat. Makan malam yang dikhususkan untuk para ksatria tersebut, berlangsung meriah. Ditemani sang kaisar yang sesekali tampak berbincang dengan para ksatria tersebut. Seakan tak ada lagi batas di antara pemimpin sebuah kekaisaran dengan ksatria-nya. Sementara Reinhart menatap pemandangan yang tak pernah dilihat sebelumnya dengan sorot mata kagum. Di mana para ksatria tampak sangat menikmati menu makan malam yang dihidangkan. Ia bangga dengan pilihan menu makan malam hari ini, hingga membuat para ksatria puas. Sebenarnya, ide itu baru muncul kemarin. Saat ia tak sengaja membaca bagian dari isi buku milik permaisuri sebelumnya. Lantas, ia meminta izin pada Duke Maxwell untuk bertemu kaisar. P
"Ucapan Anda sudah melewati batas, Nyonya! Anda bisa saja dituntut karena telah menghina keluarga kekaisaran. Apa memang itu yang Anda harapkan?"Ucapan tajam Madame Marianna membungkam setiap mulut para nyonya bangsawan yang duduk bersama mereka. Tak ada satu pun dari para nyonya bangsawan tersebut yang berusaha mendukung ataupun membela Countess Farang. Jelas saja, siapa yang berani membela wanita itu jika bakal berurusan dengan keluarga kekaisaran atas penghinaan pada istri sang kaisar? Tentu tak ada satu pun di antara mereka yang berani membuat ulah seperti halnya Countess Farang yang memang dikenal sebagai perusuh di pergaulan kelas atas. Lihat saja, dia bahkan berusaha berkelit meski banyak orang yang bisa saja menjadi saksi seandainya persoalan ini diteruskan ke meja pengadilan. "Ah, maafkan saya, Duchess Marianna. Mulut saya memang lancang sekali menanyakan hal yang seharusnya tidak saya ungkapan. Saya benar-benar minta maaf," ucap wanita itu sama sekali tak terdengar sud
Sunyi. Kedua orang dalam ruangan itu tak satu pun yang buka suara. Seakan sibuk dengan pikiran yang mengganggu satu sama lain. Sudah hampir satu jam mereka dalam posisi yang sama. Namun, tetap saja tak ada kalimat yang terucap dari ujung lidah mereka. Baik Kaisar Caspian ataupun Reinhart lebih banyak menunduk. Seakan berusaha merangkai kata untuk mengawali perbincangan di antara mereka yang sudah terlanjur beku. Bahkan terasa menyesakkan. Bagi Reinhart. Perempuan itu, tak sanggup menemukan kalimatnya yang hilang ketika prajurit Demir menyeret Countess Farang ke tahanan. Bukannya ia tak ingin Countess Farang dihukum atas tindakannya, tapi perlakuan Kaisar Caspian yang meminta wanita itu diseret ke penjara cukup keterlaluan. Meski begitu, Reinhart berada di posisi sulit yang tak bisa membuatnya bebas bersikap ataupun mengambil keputusan. Sebagai istri kaisar statusnya masih dipertanyakan. Ia tak bisa terlibat dalam urusan kekaisaran yang telah diputuskan oleh Caspian. Bagaimanap
"Maafkan saya, Yang Mulia. Urusan Countess Farang, saya serahkan pada Anda."Ucapan perempuan itu masih terngiang di telinga Caspian. Padahal ini sudah menjelang tengah malam dan ia telah kembali ke kamarnya. Tengah berdiri di balkon kamarnya sambil menatap gelap malam tanpa bulan. Hanya bintang-bintang yang gemerlapan dan mengusik sisi hati Caspian yang bimbang. Pria itu, masih mengingat dengan jelas bagaimana raut muka Reinhart ketika berbincang dengannya perihal Countess Farang. Caspian tahu, ada hal yang dipikirkan perempuan itu dan tak disampaikan kepadanya. Mungkin tentang status dirinya sebagai anak haram Grand Duke Blanchett dan tak pernah diakui dalam keluarga itu. Meski begitu, Caspian tak pernah mempersoalkannya sejak awal. Sebab baginya, tak penting siapa yang akan mendampingi dirinya dan menyandang sebagai istri. Bukan permaisuri. "Kau tak bisa tidur lagi?"Suara berat seorang pria lainnya terdengar dari balik kelambu yang menutup pintu pembatas antara kamar dan balk
Reinhart tertegun dengan keputusan yang diambil oleh sang kaisar. Tangan si perempuan yang tengah memotong roti, terhenti untuk sesaat sebelum ia melanjutkan aktivitasnya seperti semula. Tak banyak kata yang diucapkan oleh Reinhart. Ia hanya memikirkan ulang ucapan Kaisar Caspian kemarin malam. Pria itu mengatakan bahwa dirinya akan mempertimbangkan ulang permintaan Reinhart, agar tak perlu berlebihan menghukum Countess Farang yang sudah menghinanya. Namun, hasilnya benar-benar di luar dugaan. Caspian tetap saja menjatuhkan hukuman penjara atas perilaku Countess Farang. "Kekaisaran memiliki hukum yang sudah ditetapkan dalam undang-undang, Lady. Jika seorang kaisar mengubah isi undang-undang seenaknya, sama halnya dengan melemahkan kekuatan kaisar itu sendiri," ucap Caspian terdengar dingin. Pria itu tak lagi menatap perempuan di depannya dan sibuk memotong roti di atas piringnya. Reinhart bisa paham. Memang tak akan mudah mengubah sifat kejam kaisar yang mendarah daging. Meski t
Percakapan antara Reinhart dan Duke Bastille berlanjut dengan dingin. Sikap penuh percaya diri sang tamu Kekaisaran Demir membuat perempuan itu muak dalam sekejap. Bukannya Reinhart tak tertarik berbincang dengan Duke Bastille yang diutus kekaisaran tetangga untuk bekerja sama dalam menjalin aliansi perdagangan bersama Demir. Hanya saja, sikap pria itu mengingatkan Reinhart kepada sang mantan yang telah menusuknya dari belakang. Bahkan tega menghilangkan nyawanya. Ya, sikap yang ditunjukkan oleh Duke Bastille, membuatnya ingat dengan Axel. Lelaki yang sudah membuatnya terjebak dalam dunia antah berantah ini. Hal yang membuat Reinhart semakin muak, kalimat yang mereka ucapkan begitu mirip saat mereka pertama kali bertemu. Hingga membuat perempuan itu merinding. 'Apa Axel juga ikut terseret ke masa lalu? Atau manusia ini adalah kakek moyangnya?' bisik Reinhart dalam hati menahan sebal. Bagaimana bisa dua orang yang berasal dari dunia yang berbeda, bisa mengucapkan satu kalimat yan
"Apa yang membuat Anda bimbang, Yang Mulia?" Suara Duke Maxwell kembali membuyarkan lamunan pria itu. Ia menoleh ke arah sang penasihat kekaisaran dan menatap pria tua itu dengan sorot penuh keragu-raguan. "Aku tidak tahu, Paman. Ini seperti bukan diriku.""Apa Anda mulai tertarik dengan, Putri Reinhart?" Pelan-pelan, Duke Maxwell mengajukan pertanyaan tersebut. Caspian tak langsung memberikan jawaban, tapi tampak dari raut wajahnya jika ia sedang berpikir. Keragu-raguan di muka pria itu semakin jelas terlihat. "Bukan hal memalukan jika Anda memang tertarik dengan Putri Reinhart, Yang Mulia," ungkap Duke Maxwell menunjukkan kepeduliannya pada sang kaisar. "Apa dia akan menerimaku, Paman? Jika tahu bahwa aku penuh dosa."Giliran Duke Maxwell yang terkejut dengan pengakuan pria muda yang sudah ia asuh sejak masih balita itu. Duke Maxwell sangat mengenal Caspian. Sejak kaisar sebelumnya, ia sudah menduduki posisi penting di kekaisaran mendampingi Kaisar Demir IV. Bahkan ia yang me