Reinhart menelan ludah dengan susah payah. Ia bahkan kesulitan untuk bernapas dengan benar. Jarak antara dirinya dengan Kaisar Caspian begitu dekat. Hingga masing-masing bisa merasakan embusan napas mereka yang hangat. Menjadikan suasana di antara keduanya terasa ambigu bagi orang yang melihat. Pria itu bahkan tak juga menarik tangannya yang terulur sejak beberapa saat lalu. Sementara, pupil mata Reinhart membesar untuk sesaat ketika Caspian menyatakan bahwa ia akan menjadi partner latihan berdansanya. Tentu saja Reinhart tak siap. Semua yang serba mendadak menjadikan perempuan itu tak tahu harus bagaimana memberikan tanggapan. Bahkan untuk sekadar menyambut uluran tangan Caspian. Terlebih perasaannya tengah nyaman terhadap pria yang kini masih berdiri di depannya. "Kamu menolak ajakanku, Lady?" tanya Caspian ketika Reinhart tak juga menyambut uluran tangannya. Perempuan itu terkejut. Cepat-cepat ia membentangkan gaunnya dan membungkuk di hadapan sang kaisar. Lantas menyambut
Julius Randle muncul di waktu yang tak tepat. Pria itu tiba-tiba saja membuyarkan suasana hangat yang tercipta antara sang kaisar dan Reinhart. Keduanya dengan cepat menjaga jarak dan tampak canggung ketika sang penyihir tiba-tiba muncul entah dari mana. Sepasang matanya menyorot tajam dengan tatapan curiga. "Apa yang kalian lakukan?" tanya pria itu dengan nada dingin saat menyadari raut muka kaisar yang memerah. Begitu juga dengan Reinhart yang terlihat salah tingkah. Perempuan itu bahkan menunjukkan raut muka gelisah. "Apa kau melakukan hal buruk padanya?" sentak Julius pada sang kaisar. "Tidak ada. Apa aku terlihat sedang melakukan hal buruk padanya?""Justru kau yang perlu dipertanyakan. Apa yang kau lakukan lakukan dengan tiba-tiba muncul di sini? Bukankah seharusnya kau muncul sebagaimana manusia pada umumnya?" Kaisar Caspian mengalihkan perhatian agar Julius tak lagi curiga padanya. Namun, pria itu tetap menyorot wajah sang kaisar dengan tatapan tajam. "Kau pikir aku bi
Reinhart masih tak juga menyambut uluran tangan Julius Randle. Perempuan itu tampak ragu-ragu. Ada kegamangan di wajahnya yang tak sanggup ia sembunyikan dengan benar. Meskipun Julius mengatakan bahwa pria itu akan membawanya ke laboratorium miliknya, tapi ia tak sepenuhnya tahu apa yang sedang direncanakan pria itu. Apakah keputusannya benar jika ia mengikuti sang penyihir yang tak tahu akan membawanya ke mana? Bagaimana jika sesuatu yang buruk menimpa perempuan itu dan membuatnya celaka? Siapa yang bisa dimintai pertolongan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk dalam benak Reinhart hingga membuatnya kian ragu-ragu. Menjadi alasan kuat bagi Reinhart untuk mengabaikan uluran tangan sang penyihir. "Apa yang kau pikirkan, Lady? Apa kau beranggapan bahwa aku akan melukaimu atau semacamnya?" tanya Julius ketika melihat keraguan di wajah si perempuan. Pria itu kembali mengajukan pertanyaan yang sebelumnya sudah pernah diajukan kepada Reinhart. Sementara perempuan itu tersentak
Jantung Reinhart berdegup kencang ketika hendak melewati gerbang sihir bersama Julius. Wajahnya tampak pucat saat hendak melangkah mendekati gerbang sihir. Ungkapan sang penyihir yang mengatakan bahwa melintasi gerbang sihir dapat menimbulkan efek samping membuatnya ragu untuk melangkah. Namun, ia tak bisa tetap berdiri di tempat sementara Julius Randle sudah berjalan lebih dulu. Kini pria itu berada tepat di depan gerbang sihir yang memendarkan warna biru keunguan sedikit berpadu dengan oranye. Gerbang yang menjulang tinggi hampir menyentuh langit-langit ruangan itu, menimbulkan efek seperti asap yang sebelumnya tak pernah Reinhart bayangkan. Jika ada pemandangan menakjubkan yang tak pernah ia lihat sebelumnya. "Bagaimana Lady, sebelum melintasi gerbang, apa kau berniat berubah pikiran? Aku bisa mengganti gerbang sihir ini dengan ....""Tidak, tidak perlu, Tuan." Reinhart menjawab cepat. Sebenarnya, ia bersikeras menolak ta
Setelah merasa lebih baik, Reinhart bangkit dari posisinya berbaring di tempat tidur. Pusing yang mendera kepalanya masih tersisa. Beberapa waktu lalu, Julius Randle membawanya ke ruangan ini dan meminta Reinhart untuk lebih dulu beristirahat. Ia tak tahu apa sebabnya. Tapi, reaksi yang timbul seakan bukan berasal dari dirinya. Ada energi lain dalam diri perempuan itu yang menunjukkan kekuatan dan memperlihatkan padanya potongan-potongan kenangan yang bukan miliknya. Melainkan pemilik tubuh sebelumnya. "Apa yang terjadi, Lady?" tanya Julius Randle beberapa saat lalu sebelum membawa sang istri Kaisar Demir ke ruangan tersebut. "Kepala saya, terasa semakin pusing, Tuan.""Istirahatlah lebih dulu, Lady. Aku akan menunjukkan sesuatu padamu setelah merasa lebih baik.""Tapi ...." Reinhart hendak menyangkal sebab ia ingin urusan mereka cepat selesai dan kembali ke istana. "Kondisimu lebih penting, Lady!" tegas Julius membuat Reinhart tak hendak membantah lagi untuk kedua kali. Ia menu
Pertanyaan Reinhart membuat sang kaisar membeku seketika. Meski ia menangkap maksud ucapan Reinhart, tapi sang kaisar justru memikirkan jawaban lain atas pertanyaan perempuan itu. Bukannya fokus pada masa kini, ia justru memikirkan situasi lain yang sebelum-sebelumnya tak pernah dipikirkan dengan serius. Hingga tiba-tiba pertanyaan tersebut, terucap dari bibir perempuan yang kini duduk di hadapannya dengan sepasang mata menyorot tajam. Sejak awal, Caspian sudah menduga jika perempuan itu pasti telah mengetahui keberadaannya akan berakhir tragis jika tetap berada di Kekaisaran Demir. Sebagaimana para perempuan yang lebih dulu dikirim ke alam baka atas perintah darinya. Dari awal, Reinhart sudah mendapatkan kekuatan dari Duke Maxwell serta Duchess Marianna. Mereka tak mungkin diam saja tanpa memberikan Reinhart peringatan. Terlebih setelah perbuatan-perbuatan brutal yang dilakukan Caspian. Pria itu mengabaikan semua nasihat yang diberikan oleh sang paman sekaligus menjabat sebagai
Perempuan itu melamun menatap rangkaian pegunungan yang menjulang di kejauhan. Ia baru saja menyelesaikan makan malam bersama kedua pria lainnya setelah perdebatan panjang di antara mereka. Percakapan meraka masih melekat dalam benak perempuan itu. Termasuk bagaimana salah satu di antara kedua pria tersebut mengatakan bahwa dirinya adalah seorang penyihir. Reinhart masih tak menduga. Bukankah dirinya orang lain yang terperangkap dalam tubuh perempuan yang kini ia tempati? Harusnya, jiwa yang berada dalam tubuh perempuan itu pun berganti dengannya bukan? Tapi, mengapa Julius Randle bisa mengatakan bahwa ia penyihir? Pernyataan Julius tak hanya membuat Reinhart heran, tapi juga gelisah di waktu yang bersamaan. 'Ini tidak masuk akal!' bisik Reinhart dalam benaknya. Bukankah seharusnya ia tetaplah Kim Nara? Hanya penampilannya saja yang berubah karena dirinya terjebak dalam tubuh perempuan bernama Reinhart ini. Jika sudah begini, satu-satunya orang yang bisa menjawab hanyalah sang
Mereka baru saja hendak kembali dari Lembah Aiden ketika hari menjelang pukul sembilan malam. Melalui gerbang sihir yang sama, keduanya kembali ke Istana Kekaisaran Demir tanpa membuat keributan. Setelah Julius melakukan beberapa pemeriksaan pada Reinhart untuk memastikan bahwa perempuan itu benar-benar memiliki kekuatan sihir. Hasilnya, Reinhart belum bisa sepenuhnya memahami semua instruksi yang diberikan oleh Julius. Atau lebih tepatnya, ia menahan diri. Tak bisa dimungkiri, Reinhart merasakan gejolak yang tak biasa dalam dirinya ketika Julius Randle memintanya untuk memfokuskan pikirannya pada satu titik.Ia bahkan bisa mendengar desau angin di kejauhan. Juga kelepak gagak yang meninggalkan sarang ketika hari menjelang petang."Kau bisa merasakannya, Lady?" Begitu tanya Julius beberapa waktu lalu.Saat pria itu menggali lebih dalam kemungkinan bahwa Reinhart memiliki hubungan dengan sang Pengendali Waktu Lembah Aiden. Lady Agung Alatariel. "Saya ... tak merasakan apa pun. Mema
Sepasang mata perempuan itu terasa berat. Perlu tenaga ekstra untuk membuatnya terbuka. Butuh waktu pula untuk membuatnya terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam retina matanya. Suara alat-alat yang berdengung serta menempel di tubuhnya, menjadi pemandangan pertama yang tertangkap indra pendengarannya. Gerak tangannya yang lemah tapi intens, cukup menyita perhatian seorang perempuan muda serta pemuda yang terlihat dua atau tiga tahun lebih tua, yang duduk di samping kanan serta kiri tempat tidur pasien. "Nuna!" seru pemuda itu pertama kali saat menyadari gerakan si perempuan. "Eonni! Kamu sudah sadar?" Si perempuan muda ikut berseru. Lantas berlari keluar kamar untuk memanggil dokter. Perempuan itu tak lagi peduli ketika kakak laki-lakinya berusaha menghentikannya. Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dua orang perawat kembali masuk ke dalam ruangan dan memeriksa kondisi sang pasien. "Selamat siang, Nona. Apa Anda bisa mendengar suara saya?" tanya dokter itu s
Tujuh tahun kemudian... "Hidup Yang Mulia Kaisar William! Hidup Matahari Agung Kekaisaran Demir!""Hidup, Yang Mulia!""Hidup, Yang Mulia Kaisar!"Sorakan orang-orang terdengar menggema di seluruh Alun-alun Ibukota Demir setelah Pendeta Agung mengucapkan sumpah janji kekaisaran diikuti oleh sang putra mahkota yang kini telah resmi dilantik menjadi kaisar menggantikan ayahnya. Seluruh rakyat Kekaisaran Demir bersuka cita. Mereka memenuhi alun-alun ibukota tanpa peduli golongan dan kasta. Semua membaur tanpa ada sekat untuk merayakan pelantikan sang kaisar. Sementara, pemuda yang baru berusia lima belas tahun itu, tampak tersenyum lepas ketika menyambut sorakan meriah seluruh rakyatnya. Ia sama sekali berbeda dengan sang ayah yang sejak muda sudah menunjukkan sifat arogansinya. Pemuda yang kini mengenakan pakaian kebesaran Kekaisaran Demir itu, terlihat lebih hangat dan disukai oleh semua orang. "Hidup Yang Mulia Kaisar William!" seruan rakyat Demir masih terus berkumandang hingga
Dari semua peristiwa yang terjadi sampai saat ini, tak ada hal yang lebih mengecewakan kecuali pengkhianatan yang dilakukan oleh Putra Duke Aidin. Tuan Muda Alfonso. Sejak kedatangannya ke dunia ini, Reinhart mendengar kabar bahwa putra sang duke berada jauh di luar negeri untuk mengenyam pendidikan. Keluarga itu pun, dikabarkan tak pernah mau terlibat dalam urusan politik keluarga kaisar.Tak ada niat bagi garis keturunan Duke Aidin untuk merebut takhta dari kaisar terdahulu ataupun sekarang. Namun, kemunculan para ksatria dengan lambang harimau putih yang berkeliaran di depan kamar Reinhart pada malam itu, membuatnya terus berpikir sepanjang waktu. Terlebih ketika mengetahui fakta bahwa simbol tersebut adalah milik keluarga Duke Aidin. Sikap Madame Marianna yang begitu baik padanya, juga sikap hangat sang tuan duke, membuat Reinhart hampir terlena. Namun, ia tak bisa menutup mata saat mengetahui kebenaran tersebut. Ia mencari bukti dan dapat menemukannya berkat bantuan Iselt. B
"Marquis Michael, Anda ditangkap karena dianggap telah membelot, mengkhianati kekaisaran, dan merencanakan kudeta pada, Kaisar Caspian!"Dengan ini pula, status kebangsawanan Anda dicopot dan semua harta benda Anda menjadi rampasan!" seru ksatria Kekaisaran Demir saat hendak membekuk Marquis Michael yang mencoba melarikan diri. Pria itu ditangkap saat bersiap kabur ketika ksatria istana Kekaisaran Demir mencapai gerbang kastilnya. Ia sempat berontak dan mencoba melawan. Termasuk berteriak jika penangkapan terhadap dirinya hanyalah salah sasaran. "Kalian tidak bisa menangkapku!" teriak Marquis Michael tidak terima ketika dilumpuhkan. "Apa buktinya jika aku telah melakukan kesalahan?!" seru pria itu tak juga menyadari kesalahannya. "Menghasut Kaisar, bersekongkol dengan Lady Rosemary, merencanakan kudeta, menjebak Permaisuri Ariadne hingga berusaha mencelakai Tuan Putri Reinhart! Itu semua daftar kesalahan yang sudah Anda lakukan, Marquis!""Itu bukan bukti bahwa aku sudah melakukan
Reinhart tampak puas dengan hasil akhir dari peristiwa yang menimpa dirinya akhir-akhir ini. Ia lolos dari hukuman gantung yang sebelumnya diserukan oleh sang kaisar di depan seluruh rakyat Demir. Ia benar-benar merasa lega, saat melihat reaksi sang kaisar ketika Iselt selesai membacakan permintaan terakhir yang sebenarnya wasiat dari permaisuri sebelumnya. Bagaimanapun ia tak memiliki kepercayaan diri penuh ketika mengatakan pada sang kaisar, terkait pesan terakhir yang ingin disampaikan. Perbuatannya terbilang nekat, meski berakhir sesuai harapan. "Terima kasih, Rein," ucap sang kaisar malam itu. Wajah pria itu tak juga membaik meski telah bertemu dengan buah hatinya. Garis penyesalan masih tergurat jelas di wajahnya. "Sebaiknya Anda tak perlu melakukan itu, Yang Mulia. Justru saya yang harusnya mengatakan terima kasih, karena sudah memercayai saya.""Seharusnya aku memang percaya padamu sejak awal," ucap Caspian terdengar sangat menyesal. Ia bahkan tak sanggup mendekati Reinha
"Ya, Yang Mulia. Pelayan Permaisuri Ariadne yang berhasil lolos pada hari penghukuman itu, berhasil melarikan diri bersama putra Anda dan buku catatan di tangan Iselt. "Perlu Anda ketahui Yang Mulia, ibu Iselt lah pelayan Permaisuri Ariadne yang setia itu."Wajah Caspian tampak semakin hancur begitu mendengar ucapan Reinhart. Ia menatap sang perempuan dengan sorot penuh luka. "Berapa lama kamu mengetahui hal ini, Rein?" tanya pria itu dengan getar suara semakin hebat. Ia tak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai kaisar sebuah kekaisaran yang besar nan agung. Caspian bahkan mendorong Rosemary menjauh ketika perempuan itu hendak membangunkannya dari posisinya saat ini. "Dua hari lalu. Selama ini, catatan Permaisuri Ariadne dilindungi sihir yang cukup kuat. Saya tidak bisa membacanya sampai bagian terakhir. "Lalu, Tuan Julius Randle menunjukkan salah satu sihir hitam yang bisa digunakan untuk menghancurkan sihir yang paling kuno sekalipun. "Sihir hitam yang sesungguhnya bukan be
Keduanya sama-sama bertahan. Reinhart sama sekali tak menundukkan atau mengalihkan pandangannya dari sang kaisar. Perempuan itu masih berusaha mencari perasaan yang tersisa sebagai manusia dalam diri Kaisar Caspian. Meski hampir mustahil. "Aku tak akan berlama-lama menahan eksekusi matimu, Lady Blanchett. Kau akan segera dieksekusi mati setelah mendengarkan pesan terakhirmu."Dada Reinhart bergemuruh. Bahkan pria itu memanggilnya dengan nama Lady Blanchett. Padahal sebelumnya, dia masih berusaha mengambil hati Reinhart yang sudah terlanjur beku akibat sikap keji sang kaisar. Namun, ia tak akan menunjukkan kelemahannya begitu saja. Justru kesempatan yang diberikan digunakan sebaik mungkin oleh Reinhart. 'Ini waktu yang tepat!' bisik Reinhart dalam hati. "Kalimat terakhirku akan dibacakan oleh sahabatku yang setia. Nona Iselt, dialah yang akan membacakan permintaan terakhirku."Senyum sinis membingkai wajah sang kaisar begitu mendengar ucapan Reinhart. Perempuan itu masih tetap sam
Reinhart tak memercayai pendengarannya sendiri ketika Caspian berseru agar menyeret dirinya ke tiang gantungan.Perempuan itu menatap sang kaisar dengan wajah tercengang. Ia hendak berteriak, tapi suaranya tenggelam dalam lautan manusia yang berada di sekitarnya. "Yang Mulia, Anda harus dengarkan saya dulu!" seru Reinhart di antara ribuan manusia yang memenuhi Area Terlarang. Percuma saja, suaranya tenggelam begitu saja. Justru dengan mendengar seruan perempuan itu, orang-orang semakin beringas. Mereka menyerbu Reinhart dan menjadikan sasaran amukan massa. "Bertahan, Rein. Aku akan melindungimu," ucap Julius Randle yang masih berusaha melindungi Reinhart dari amukan rakyat Kekaisaran Demir. Perempuan itu tampak nelangsa. Padahal ia baru saja menghancurkan perjanjian yang selama ini merugikan rakyat Demir. Tapi, ia justru diperlakukan tak sebagaimana mestinya dan dituduh sebagai penyihir hitam. Apa semudah itu orang-orang terprovokasi dan melupakan kebaikannya?! "Singkirkan! Pisa
Caspian tak juga beranjak dari kamarnya. Seorang pengawal sudah menghadap sejak beberapa jam lalu dan mengatakan bahwa ritual penghancuran akan segera dimulai. Namun, pria itu tak juga beranjak dari kamarnya setelah para pelayan menyiapkan air mandi dan pakaian ganti. Tatapan pria itu menerawang jauh ke depan. Melewati hamparan padang ilalang yang tampak dari jendela kamarnya yang dibiarkan terbuka. Angin sudah terasa dingin. Menjelang akhir bulan November di mana musim dingin sepertinya bakal datang lebih cepat kali ini. Perasaan sang kaisar, sama dinginnya dengan angin yang baru saja berembus menerpa wajahnya. Ucapan Rosemary kembali terngiang. Ucapan yang kemudian membuat Caspian kembali delima dengan perasaannya sendiri. Hingga ketukan di pintu kamarnya kembali terdengar. Kali ini disusul seruan sang penjaga yang mengatakan bahwa kereta kuda menuju Area Terlarang telah siap. Dengan enggan, Caspian beranjak dari tempatnya. Tak mungkin ia tetap berada di tempat itu, sementara