Jantung Reinhart berdegup kencang ketika hendak melewati gerbang sihir bersama Julius. Wajahnya tampak pucat saat hendak melangkah mendekati gerbang sihir.
Ungkapan sang penyihir yang mengatakan bahwa melintasi gerbang sihir dapat menimbulkan efek samping membuatnya ragu untuk melangkah.Namun, ia tak bisa tetap berdiri di tempat sementara Julius Randle sudah berjalan lebih dulu. Kini pria itu berada tepat di depan gerbang sihir yang memendarkan warna biru keunguan sedikit berpadu dengan oranye.Gerbang yang menjulang tinggi hampir menyentuh langit-langit ruangan itu, menimbulkan efek seperti asap yang sebelumnya tak pernah Reinhart bayangkan. Jika ada pemandangan menakjubkan yang tak pernah ia lihat sebelumnya."Bagaimana Lady, sebelum melintasi gerbang, apa kau berniat berubah pikiran? Aku bisa mengganti gerbang sihir ini dengan ....""Tidak, tidak perlu, Tuan." Reinhart menjawab cepat.Sebenarnya, ia bersikeras menolak taSetelah merasa lebih baik, Reinhart bangkit dari posisinya berbaring di tempat tidur. Pusing yang mendera kepalanya masih tersisa. Beberapa waktu lalu, Julius Randle membawanya ke ruangan ini dan meminta Reinhart untuk lebih dulu beristirahat. Ia tak tahu apa sebabnya. Tapi, reaksi yang timbul seakan bukan berasal dari dirinya. Ada energi lain dalam diri perempuan itu yang menunjukkan kekuatan dan memperlihatkan padanya potongan-potongan kenangan yang bukan miliknya. Melainkan pemilik tubuh sebelumnya. "Apa yang terjadi, Lady?" tanya Julius Randle beberapa saat lalu sebelum membawa sang istri Kaisar Demir ke ruangan tersebut. "Kepala saya, terasa semakin pusing, Tuan.""Istirahatlah lebih dulu, Lady. Aku akan menunjukkan sesuatu padamu setelah merasa lebih baik.""Tapi ...." Reinhart hendak menyangkal sebab ia ingin urusan mereka cepat selesai dan kembali ke istana. "Kondisimu lebih penting, Lady!" tegas Julius membuat Reinhart tak hendak membantah lagi untuk kedua kali. Ia menu
Pertanyaan Reinhart membuat sang kaisar membeku seketika. Meski ia menangkap maksud ucapan Reinhart, tapi sang kaisar justru memikirkan jawaban lain atas pertanyaan perempuan itu. Bukannya fokus pada masa kini, ia justru memikirkan situasi lain yang sebelum-sebelumnya tak pernah dipikirkan dengan serius. Hingga tiba-tiba pertanyaan tersebut, terucap dari bibir perempuan yang kini duduk di hadapannya dengan sepasang mata menyorot tajam. Sejak awal, Caspian sudah menduga jika perempuan itu pasti telah mengetahui keberadaannya akan berakhir tragis jika tetap berada di Kekaisaran Demir. Sebagaimana para perempuan yang lebih dulu dikirim ke alam baka atas perintah darinya. Dari awal, Reinhart sudah mendapatkan kekuatan dari Duke Maxwell serta Duchess Marianna. Mereka tak mungkin diam saja tanpa memberikan Reinhart peringatan. Terlebih setelah perbuatan-perbuatan brutal yang dilakukan Caspian. Pria itu mengabaikan semua nasihat yang diberikan oleh sang paman sekaligus menjabat sebagai
Perempuan itu melamun menatap rangkaian pegunungan yang menjulang di kejauhan. Ia baru saja menyelesaikan makan malam bersama kedua pria lainnya setelah perdebatan panjang di antara mereka. Percakapan meraka masih melekat dalam benak perempuan itu. Termasuk bagaimana salah satu di antara kedua pria tersebut mengatakan bahwa dirinya adalah seorang penyihir. Reinhart masih tak menduga. Bukankah dirinya orang lain yang terperangkap dalam tubuh perempuan yang kini ia tempati? Harusnya, jiwa yang berada dalam tubuh perempuan itu pun berganti dengannya bukan? Tapi, mengapa Julius Randle bisa mengatakan bahwa ia penyihir? Pernyataan Julius tak hanya membuat Reinhart heran, tapi juga gelisah di waktu yang bersamaan. 'Ini tidak masuk akal!' bisik Reinhart dalam benaknya. Bukankah seharusnya ia tetaplah Kim Nara? Hanya penampilannya saja yang berubah karena dirinya terjebak dalam tubuh perempuan bernama Reinhart ini. Jika sudah begini, satu-satunya orang yang bisa menjawab hanyalah sang
Mereka baru saja hendak kembali dari Lembah Aiden ketika hari menjelang pukul sembilan malam. Melalui gerbang sihir yang sama, keduanya kembali ke Istana Kekaisaran Demir tanpa membuat keributan. Setelah Julius melakukan beberapa pemeriksaan pada Reinhart untuk memastikan bahwa perempuan itu benar-benar memiliki kekuatan sihir. Hasilnya, Reinhart belum bisa sepenuhnya memahami semua instruksi yang diberikan oleh Julius. Atau lebih tepatnya, ia menahan diri. Tak bisa dimungkiri, Reinhart merasakan gejolak yang tak biasa dalam dirinya ketika Julius Randle memintanya untuk memfokuskan pikirannya pada satu titik.Ia bahkan bisa mendengar desau angin di kejauhan. Juga kelepak gagak yang meninggalkan sarang ketika hari menjelang petang."Kau bisa merasakannya, Lady?" Begitu tanya Julius beberapa waktu lalu.Saat pria itu menggali lebih dalam kemungkinan bahwa Reinhart memiliki hubungan dengan sang Pengendali Waktu Lembah Aiden. Lady Agung Alatariel. "Saya ... tak merasakan apa pun. Mema
Sepasang mata Reinhart mengerjap. Ia tak memahami mengapa Kaisar Caspian melarangnya memanggil sang Penyihir Menara dengan namanya. Padahal pria itu mengizinkan dirinya memanggil dengan Julius saja. Kenapa justru sang kaisar yang keberatan? Meski begitu, Reinhart tak hendak bertanya ataupun membantah. Sekalipun mulutnya gatal untuk mengajukan pertanyaan pada sang kaisar. "Ada yang ingin kau katakan, Lady?" tanya Caspian ketika melihat ekspresi di wajah Reinhart yang seakan ingin mengucapkan sesuatu. Perempuan itu tampak menimbang-nimbang. Lantas memilih menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Tidak ada, Yang Mulia."Namun, Caspian justru terlihat tak senang dan menatap Reinhart dengan sorot tajam. "Kau bisa memanggil Norman dengan namanya depannya, tapi kenapa kau selalu memanggilku, Yang Mulia?"Reinhart tertegun. Begitu juga dengan Caspian yang tampak aneh setelah mendengar ucapannya sendiri. "Lupakan! Kembalilah ke kamarmu sebelum aku menahanmu lebih lama dan tak membiarkanmu
Dunia Reinhart seakan jungkir-balik. Tiga hari sejak Caspian tiba-tiba datang ke kamarnya - setelah pertemuan mereka di kamar pria itu, sikap sang kaisar semakin berubah. Ada saja hal yang membuat Caspian memanggil Reinhart untuk bertemu dengannya. Mulai dari hal kecil sampai sesuatu yang besar yang memang membutuhkan peran Reinhart. Atau memberikan perhatian-perhatian kecil yang sebelumnya tak pernah dilakukan pria itu. Seperti memberikan hadiah hingga mengirim bunga. Tak jarang meminta juru masak istana untuk mengirim makanan manis pada perempuan itu. Sementara, kemajuan itu membuat Duke Maxwell cepat tanggap dan mendorong Reinhart agar memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengambil hati kaisar sepenuhnya. Desakan itulah yang membuat Reinhart akhirnya terbebani hingga membuat dunianya seakan jungkir-balik.Belum lagi segala pelajaran serta penelitian yang dilakukan sang Penyihir Menara terhadapnya. Reinhart semakin tak bisa banyak berkutik dibuatnya. Sedangkan ia butuh mencar
Wajah Reinhart terasa panas. Perempuan itu tahu, pasti saat ini wajahnya terlihat sangat merah seperti halnya kepiting rebus. Bahkan Iselt yang mengikuti di belakang tampak salah tingkah dengan kemunculan sang kaisar yang tiba-tiba dan menunjukkan senyumnya yang sangat langka. "Kalau saya harus mati hari ini, saya tak akan memiliki penyesalan apa pun, Tuan Putri," bisik Iselt terdengar jelas oleh indra pendengaran Reinhart. Reinhart tahu maksud ucapan gadis itu, tapi lidahnya terlalu kelu untuk memberikan tanggapan. Fokus Reinhart tak bisa teralihkan dari senyuman yang membingkai wajah sang kaisar. Dunianya sendiri bahkan terasa berhenti bergerak saat bertatapan dengan sepasang mata yang tampak jenaka ketika tersenyum itu. Hingga membuat Reinhart lupa cara bernapas untuk sesaat. Ia bahkan baru merasakan malu menjalar ke tubuhnya ketika sang kaisar telah pergi dari hadapan mereka. Dengan ingatan yang mengacaukan pikiran Reinhart. "Aku suka bagian kau menyebutkan namaku dengan, Ia
Reinhart tak sanggup lagi berkata-kata. Meski begitu ia tetap memaksakan diri untuk mempertanyakan maksud ucapan sang kaisar. "Tunggu, tunggu ... tunggu, Yang Mulia." Reinhart tampak panik begitu mendengar ucapan Caspian. "Apa yang membuatmu begitu panik, Rein? Ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Caspian. Kening pria itu berkerut melihat reaksi perempuan yang duduk di depannya. "Tentu saja. Saya ... menyebut Anda ... dengan panggilan Ian ...." Reinhart semakin terbata-bata. Ia panik bersitatap dengan sorot mata Caspian yang tampak tajam, tapi juga terlihat lembut sekaligus hangat di saat yang bersamaan. 'Kenapa aku jadi gagu?' bisik Reinhart dalam hati. Perempuan itu berusaha menetralkan degup jantung yang masih saja menggila di balik tulang rusuknya. "Ya? Apa yang ingin kamu katakan, Rein?""Kenapa Anda terus memanggil saya, Rein?" Suara Reinhart meningkat tajam. Bukannya kesal, ia justru salah tingkah dengan pengucapan sang kaisar ketika memanggil nama kecilnya. "Bukanny