Share

Bab 6

Author: Ekaliya
last update Last Updated: 2024-05-13 21:41:38

“Kamu yakin nggak mau makan yang lain?” tanya Alex menatap Amel yang sedang menyantap mie cup di depannya. “Kita makan di tempat lain saja. Di dekat sini ada restoran yang enak.”

“Nggak perlu,” jawab Amel. “Ini sudah cukup.”

“Kamu yakin?”

Amel mengangguk. “Aku sudah sangat bersyukur kamu membayar mie dan minuman ini, jadi aku nggak perlu repot-repot balik ke hotel untuk mengambil dompet. Oh ya, kirimkan nomor rekeningmu, uangmu akan aku ganti setelah kembali ke hotel nanti.”

“Kamu nggak perlu menggantinya, Mel.”

Amel meletakkan cup mie instannya ke atas meja setelah memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya. Ia lantas menyipitkan mata menatap Alex. “Aku nggak suka berhutang sama orang lain.”

“Uangnya nggak seberapa, kamu nggak perlu menggantinya,” tegas Alex. “Lagi pula aku senang bisa membantu kamu.”

“Tapi, aku nggak senang menerima bantuanmu dengan percuma.”

“Kenapa? Bukankah teman biasa melakukan hal seperti ini?”

“Kamu salah,” cetus Amel lalu meneguk minumannya . “Aku dan kamu bukan teman, kita orang asing.”

Alex mencondongkan tubuhnya ke depan, ia lantas menopang dagunya dengan sebelah tangan yang bertumpu di atas meja. “Jadi, kamu belum menganggapku teman?” katanya kecewa sambil memasang raut wajah kecewa.

Meja di depan minimarket itu tidak terlalu lebar. Karena Alex mencondongkan badanya ke depan, Amel bisa melihat wajah laki-laki itu lebih jelas. Amel memperhatikan wajah Alex yang sedang menatapnya. Mereka sudah beberapa kali bertemu, tapi kenapa Amel baru sadar kalau Alex punya mata yang indah.

“Apa aku seganteng itu sampai kamu nggak berkedip?”

Amel mengerjap kaget. “Kamu bilang apa?”

“Aku ganteng. Aku sudah sering mendengarnya kok. Jadi kamu nggak perlu malu-malu kalau mau mengatakannya.”

“Dasar gila,” cibir Amel melihat betapa percaya dirinya Alex. Amel memang mengakui kalau Alex punya wajah yang lumayan tampan, tapi laki-laki itu terlalu percaya diri.

Alex menarik napas lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Aku kecewa lho, kamu nggak menganggap aku ini seorang teman,” katanya sambil berpaling menatap jalanan di depan minimarket.

Malam sudah larut tapi jalanan Bali masih menyala dengan sinar lampu dan keramaian. Di tengah keramaian itu Amel dan Alex terjebak dalam keheningan yang tidak terduga. Setelah mengutarakan rasa kecewanya, Alex mendadak menjadi pendiam dengan menatap lurus ke arah jalanan di depan minimarket.

Lagi, Amel memperhatikan Alex. Dia ingin tahu apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tetapi, rasa ingin tahu itu hanya sesaat. Amel tidak lagi merasa penasaran karena Alex tiba-tiba memalingkan wajahnya menatap Amel.

“Amel, apa yang harus aku lakukan supaya aku bisa jadi temanmu?” tanya Alex dengan nada serius.

“Kamu nggak perlu melakukan apa-apa. Karena sejak awal aku nggak ada rencana berteman sama kamu,” jawab Amel.

“Kenapa?”

Amel diam. Dia menatap Alex yang juga menatapnya. Sejujurnya Amel tidak punya alasan kenapa ia tidak mau bertema dengan Alex. Hanya saja instingnya mengatakan bahwa Amel harus menjauhi Alex. Lalu dalam situasinya, Amel baru saja putus dari Evan. Amel merasa bersalah jika dirinya dekat dengan laki-laki lain padahal baru putus—yah walaupun Maya selama ini terus memberitahunya bahwa itu tidak salah.

“Amel,” panggil Alex. “Gimana kalau kita buat kesepakatan?”

Kernyitan sama terlintas di dahi Amel. “Hah?”

“Jika besok kita bertemu lagi secara nggak sengaja kita berteman, tapi jika kita nggak ketemu, seperti yang kamu bilang tadi aku juga akan menganggap kamu orang asing,” jelas Alex. “Bagaimana?”

Amel diam tidak memberikan komentar. Ia masih menatap Alex. Memperhatikan raut wajah laki-laki itu yang terlihat serius dengan ucapannya barusan.

“Jadi gimana, Mel? Kamu setuju?” tanya Alex meminta jawaban Amel.

“Bagaimana kalau besok aku sengaja pergi ke mana pun dan tetap di kamar hotel seharian?” Amel balik bertanya. Bisa saja dia melakukan hal itu karena dari awal Amel memang tidak berniat berteman dengan Alex. “Kesepakatan yang kamu buat ini jadi sia-sia, kan?”

“Nggak juga,” jawab Alex. “Kalau kamu memang nggak pergi keluar besok, itu artinya kita memang nggak ditakdirkan untuk berteman, dan aku bisa menerima itu. Tapi, mungkin saja Tuhan akan berbaik hati besok dan membuat kita bertemu besok.”

Amel hampir saja memuntahkan makanannya yang sudah berada dalam perutnya ketika mendengar Alex menyebut tentang takdir. Amel tidak percaya laki-laki seperti Alex percaya dengan takdir. Mendengar ucapan Alex keinginan Amel untuk tidak terlibat dengan laki-laki bertambah dua kali lipat. Itu karena Alex mengingatkan Amel pada dirinya sendiri.

Dulu, Amel percaya jika dia dan Evan ditakdirkan untuk bersama. Mereka telah menjalin hubungan selama bertahun-tahun. Amel sangat mencintai Evan, dan Evan juga mencintainya. Amel percaya hubungan mereka pasti berakhir bahagia dalam sebuah pernikahan. Tetapi ternyata takdir mempermainkannya. Evan dengan begitu dinginnya mencampakkan Amel sebelum pertunangan mereka.

“Amel? Kamu dengar aku ngomong?” tanya Alex sambil mengulurkan sebelah tangannya dan mengibaskannya di depan wajah Amel.

“Oh, aku dengar kok,” jawab Amel. Ia terlalu larut dalam kenangan masa lalunya sampai lupa jika ada Alex di depannya.

“Jadi gimana? Kamu setuju dengan kesepakatan tadi?”

Amel diam sejenak, tidak masalah jika ia setuju dengan kesepakatan yang diusulkan Alex. Lagi pula ia hanya perlu berada di hotel seharian agar keinginan laki-laki itu tidak terwujud.

“Oke, aku setuju.”

***

Sampai ketemu nanti, Mel

Amel meletakkan ponselnya ke atas nakas setelah membaca pesan dari Alex. Ia kemudian kembali berbaring di atas kasur hotel yang nyaman dan menarik selimutnya hingga ke dagu. Amel meringkuk dengan nyaman di balik selimut sambil memikirkan pesan Alex yang baru saja dia baca. Laki-laki itu tidak mungkin sengaja mengelilingi daerah sekitar hotel hanya untuk bisa bertemu dengannya, kan?

“Nggak, dia sudah janji kemarin,” gumam Amel pada dirinya sendiri.

Alex sudah berjanji tidak akan sengaja datang ke daerah tempatnya menginap hanya untuk bisa bertemu Amel. Laki-laki itu juga bilang dia punya hal yang harus dilakukan hari ini, jadi dia tidak akan muncul di sekitar sini. Harusnya Amel merasa tenang, kan?

Tok tok tok

“Amel, buka pintunya.”

Itu suara Maya. Perasaan Amel tiba-tiba saja jadi tidak enak ketika mendengar Maya memanggilnya. Rencananya Amel ingin di kamar hotel saja seharian, tapi sepertinya Maya akan merusak rencananya.

“Mel, Amel!”

Amel enggan sekali membuka pintu kamarnya, tapi jika pintu itu tidak dibuka Maya pasti akan melakukan hal konyol seperti tempo hari. Jadi, sambil menghela napas Amel beranjak dari kasurnya yang nyaman dan berjalan ke arah pintu. Ketika ia telah membuka pintu, Amel mendapati Maya sedang berdiri sambil berkacak pinggang.

“Ada apa?” tanya Amel dengan nada tidak bersemangat.

“Kamu belum mandi?” Maya balik bertanya. “Kamu lupa kita mau pergi hari ini?”

Amel menatap Maya dengan alis berkerut. Dirinya sama sekali tidak ingat mereka punya rencana untuk keluar hari ini. Dan jika memang rencana itu ada Amel akan membatalkannya bagaimana pun caranya.

“Aku nggak ingat kita punya rencana itu, May,” kata Amel lalu berbalik dan berjalan kembali ke ranjangnya yang nyaman. “Dan hari ini aku nggak mau pergi ke mana pun.”

“Oh Amel, kamu nggak bisa begini,” sela Maya. “Kamu tahu betapa susahnya  memesan tempat di Roosterfish Beach Club? Dan sekarang kamu bilang nggak mau pergi ke mana pun?”

Roosterfish Beach Club?” ulang Amel dengan alis berkerut. “Kita akan ke sana?”

“Iya, kamu sendiri pernah bilang kalau Rooterfis Beach Club punya pizza yang enak dan mau makan di sana saat ke Bali. Kamu lupa?”

Amel menggigit bibirnya. Ia tahu betul betapa enaknya pizza di sana. Amel mulai ragu dengan rencananya, jika dia tidak pergi Amel tidak tahu kapan bisa makan di sana lagi. Tempat itu sangat populer dan ramai. Maya sendiri bilang susah sekali memesan tempat di sana.

“Jadi, Amel kamu mau pergi atau nggak?” tanya Maya meminta kepastian.

“Oke, kita ke sana. Beri aku waktu tiga puluh menit.” Setelah mengatakan itu Amel melesat ke kamar mandi. Lupakan soal kesepakatannya dengan Alex. Bali itu cukup luas, kan? Mereka tidak mungkin bertemu di sana.

***

Amel sepertinya terlalu percaya diri. Bali mungkin memang cukup luas, tapi tetap saja ada kemungkinan ia bertemu dengan Alex. Walaupun kemungkinan itu sangat kecil terjadi.

“Mel, itu Alex kan?” tanya Maya menunjuk seseorang yang berdiri tidak jauh di depan mereka.

Amel dan Maya bahkan baru beberapa menit menginjakkan kaki di Roosterfish Beach Club, tapi mereka sudah dikejutkan dengan kemunculan Alex di sana—hanya Amel yang terkejut. Dia tidak menyangka benar-benar bertemu dengan Alex di tempat ini.

Amel terdiam sambil terus menatap Alex, laki-laki itu memegang sebuah kamera dan sedang mengarahkan seorang model untuk berpose. Sambil terus menatap Alex, Amel berpikir belum terlambat untuk kabur dari sini, toh Alex belum melihatnya. Ia bisa beralasan sakit perut pada Maya, temannya itu pasti mengerti.

Namun, sepertinya keberuntungan sedang tidak memihak Amel. Baru saja ia hendak membuka mulut untuk mengatakan pada Maya jika tiba-tiba perutnya sakit, Alex menoleh ke arah mereka. Laki-laki itu bahkan sekarang melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.

Lalu tidak lama kemudian Amel mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya. Buru-buru Amel mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Matanya melebar membaca nama kontak Alex yang tertera di layar.

Oke Amel.

Kita berteman sekarang.

Related chapters

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 7

    Tidak pernah ter bayangkan oleh Amel akan berteman dengan Alex, laki-laki asing yang baru ia kenal selama empat hari. Ini semua karena Alex dan kesepakatan konyolnya semalam. Harusnya Amel menolak kesepakatan itu mentah-mentah. Tapi, Amel justru dengan percaya dirinya menerima kesepakatan itu hanya karena ia percaya tidak akan bertemu dengan Alex hari ini.“Kamu bilang pengen makan pizza, tapi apa ini? Kamu bahkan nggak memakannya, Mel.”Amel mendelik menatap Maya. Selain salah Alex, ini juga salah Maya. Temannya itu sudah mengacaukan rencana sempurnanya. Jika Maya tidak menyeretnya keluar dengan iming-iming Roosterfish Beach Club, Amel pasti masih berbaring di kasur hotel yang nyaman dan tidak akan bertemu Alex hari ini.“Jangan-jangan kamu lagi mikirin si brengsek itu?” tuduh Maya.Amel mendesah pelan. Sebelah tangannya kemudian terulur mengambil sepotong pizza di piring. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Evan, bahkan nama laki-laki itu tidak muncul di pikiran Amel hari i

    Last Updated : 2024-05-14
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 8

    “Hai, Mel!”Amel menarik napas panjang melihat Alex yang sudah ada di depan hotelnya. Sejenak Amel berpikir belum terlambat untuknya jika ingin kabur sekarang. Amel bisa saja bilang pada Alex kalau tiba-tiba perutnya sakit, dengan begitu mereka tidak akan pergi ke mana pun hari ini. Tapi, mengingat harga dirinya, Amel tentu tidak akan melakukannya. Amel tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak bisa menepati janji.“Kita mau ke mana?” tanya Amel. Dia melihat sepeda motor di belakang Alex. Tidak terpikirkan oleh Amel, Alex akan menjemputnya dengan sepeda motor. Ia pikir mereka akan pergi naik taksi seperti yang terakhir kali. “Jadi ini alasan kamu menyuruhku untuk pakai celana?”“Bukankah ini kendaraan terbaik kalau kita mau jalan-jalan di Bali? Kita bisa menerobos kemacetan dengan mudah?”Alex benar, tapi Amel tidak suka dengan ide itu. Membayangkannya saja sudah membuat Amel merasa tidak nyaman. “Kamu pikir aku mau dibonceng sama kamu?”“Kenapa nggak? Atau jangan-jangan kamu takut

    Last Updated : 2024-05-28
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 9

    Bagaimana caranya meminta maaf pada Alex?Amel nyaris tidak tidur semalaman gara-gara memikirkan jawaban atas pertanyaan itu. Ia sempat berpikir untuk mengabaikan masalah ini. Amel tidak keberatan jika dirinya tidak bertemu lagi dengan Alex. Lagi pula setelah dia pulang ke Surabaya mereka tidak akan bertemu lagi. Namun Amel tidak bisa menyingkirkan rasa bersalahnya. Ia merasa terlalu ketus dan kasar saat bicara dengan Alex, padahal laki-laki itu bersikap sangat baik padanya. Lalu mata cokelat Alex yang tiba-tiba berubah dingin saat menatapnya, itu juga sangat mengganggu Amel.“Jadi aku harus gimana?” gumam Amel pelan sambil meremas rambutnya. Memikirkan cara untuk meminta maaf pada Alex membuat kepalanya sakit.“Jadi, kenapa kamu bergumam nggak jelas begitu?” tanya Maya yang berbaring di samping Amel. Setelah sarapan tadi, Maya memutuskan ikut masuk ke kamar Amel dengan alasan bosan. “Kamu kesambet atau apa?”“Menurutmu, apa aku ini orang yang kasar?” Amel balik bertanya. “Kemarin sep

    Last Updated : 2024-05-30
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 10 ‐ Kiss -

    Sebelumnya pusat dari dunia Amel adalah Evan dan setelah laki-laki memutuskan hubungan tujuh tahun mereka, Amel kehilangan pusat dunianya. Amel merasa seperti bumi yang kehilangan orbitnya. Pusat dunianya tiba-tiba menghilang, meninggalkan kekosongan yang tak terbayangkan. Dia merasa seperti pecahan kaca yang tersebar di lantai, tak tahu bagaimana harus menyusun diri kembali.Namun, secara ajaib kekosongan yang selama ini Amel rasakan menghilang. Kekosongan itu terisi. Terisi penuh begitu saja. Dan semua itu karena Alex. Kehadiran laki-laki itu telah mengisi kekosongan yang selama ini Amel rasakan. Perasaan hangat yang sepertinya sudah lama tidak ia rasakan, mulai menjalar masuk ke dalam hatinya yang dingin. Dan untuk pertama kalinya setelah kisah cintanya berakhir dengan tragis, Amel tidak memikirkan Evan. Seolah-olah nama laki-laki itu menghilang dari pikirannya.“Hah...” Amel menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur sambil menarik napas panjang.Hari ini sangat menyenangkan. Mungkin ini

    Last Updated : 2024-06-02
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 1

    Malam itu, setelah menyelesaikan semua pekerjaan di toko roti miliknya, Amel bergegas mengunci pintu untuk segera pulang. Amel sudah membayangkan mandi air hangat saat sampai di apartemennya nanti. Hari ini sungguh melelahkan karena toko rotinya kedatangan banyak pembeli. Setelah mengunci pintu, Amel yang hendak pulang menghentikan langkahnya ketika suara notifikasi dari ponselnya berbunyi. Tangannya merogoh ke dalam tas untuk mengambil ponsel, dilihatnya nama kontak Evan tertera di layar. Setelah satu minggu pacarnya itu tidak ada kabar, akhirnya Evan mengiriminya pesan. Amel tertegun menatap layar ponselnya, tidak percaya pada kata-kata yang baru saja dia baca. Pesan singkat dari Evan yang memenuhi layar dengan kata-kata yang mengguncang. Maaf, aku harus mengatakan ini. Amel, ini bukan tentangmu lagi. Kita harus berhenti di sini. Amel berusaha mencerna setiap kata, mencari petunjuk atau tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pesan itu hanya lelucon, tetapi tidak ada. Hanya dinginnya

    Last Updated : 2024-03-27
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 2

    Sambil menggerutu Amel mengepak kopernya. Ini semua karena Maya dan rencananya yang serba mendadak. Amel harus mengepak kopernya di tengah malam. Meski sedikit kesal karena rencana Maya, tapi dalam hatinya Amel bersyukur karena Maya peduli padanya. Amel tahu Maya melakukan hal ini agar dirinya tidak berlarut-larut dalam kesedihan setelah putus dari Evan. Amel tahu jika Maya sangat peduli padanya, temannya itu rela menemaninya setiap malam setelah pulang bekerja, memastikan dirinya tidak merenung sendirian dan memikirkan Evan. Maya bilang, dia memilih Bali karena Pulau Dewata itu adalah tempat indah dan eksotis. Maya pikir Bali adalah tempat yang tepat untuk menyegarkan hati dan pikiran Amel, tempat yang bisa membuat Amel lupa akan Evan dan semua kesedihannya. Keesokan harinya, Amel dan Maya tiba di Bandara Juanda jam 7 pagi. Mereka mengenakan pakaian santai dan nyaman—hanya Amel, Maya lebih mirip seorang model yang akan berjalan di peragaan busana. Masing-masing dari mereka membawa

    Last Updated : 2024-03-27
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 3

    Siang itu, Amel baru saja selesai bersiap-siap untuk keluar dari kamar hotel. Ia mengenakan pakaian sederhana, tapi modis, mini dress berwarna putih, dibalut kardigan merah muda dan sandal flatbed berwarna senada dengan mini dress-nya. Amel mengikat rambutnya kuncir kuda dan memperlihatkan leher jenjangnya.Harusnya hari ini Amel dan Maya pergi jalan-jalan, mengunjungi Pura Tanah Lot, dan mencoba makanan-makanan enak khas Bali. Sayangnya, Maya tiba-tiba sakit perut dan Amel terpaksa pergi sendiri. Ia harusnya juga sudah keluar sejak pagi, tapi karena tidak tega melihat wajah Maya yang lemas dan berwajah pucat Amel memutuskan menemani temannya dulu. Biar bagaimana pun, liburan ini adalah rencana Maya, rasanya tidak enak jika ia pergi bersenang-senang sendiri, sementara Maya terbaring sakit di kamar hotel.Setelah memastikan keadaan Maya membaik, barulah ia bisa keluar jalan-jalan dengan tenang. Amel berjalan keluar dari hotel sambil merapatkan kardigan yang ia pakai. Dia menghela napas

    Last Updated : 2024-03-27
  • 7 Days VS 7 Years   Bab 4

    “Sampai jumpa besok,” ucap Alex sembari melambaikan tangan saat Amel keluar dari taksi.Amel memutar bola matanya lalu menarik kedua sudut bibirnya terpaksa. “Ya, terima kasih untuk hari ini.”Setelah taksi yang ditumpangi Alex melaju menjauh, barulah Amel melangkah masuk ke dalam area hotel tempatnya dan Maya menginap. Hari ini ia dan Alex menghabiskan waktu cukup lama di Tanah Lot, menikmati pemandangan matahari terbenam di sana, mereka juga makan malam di restoran sekitar sana sebelum memutuskan untuk pulang. Walau awalnya ia ragu untuk pergi berdua dengan Alex, tapi ternyata hari ini cukup menyenangkan.Amel melirik jam kulit cokelat di pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 9 malam. Ia penasaran apakah Maya sudah tidur atau belum. Amel memang menikmati perjalanannya hari ini, tapi ia tetap khawatir pada keadaan Maya. Temannya itu terbaring lemah saat ia pergi siang tadi, jadi Amel memutuskan untuk melihat keadaan Maya lebih dulu.“Amel!”Amel yang hendak mengetuk pin

    Last Updated : 2024-03-27

Latest chapter

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 10 ‐ Kiss -

    Sebelumnya pusat dari dunia Amel adalah Evan dan setelah laki-laki memutuskan hubungan tujuh tahun mereka, Amel kehilangan pusat dunianya. Amel merasa seperti bumi yang kehilangan orbitnya. Pusat dunianya tiba-tiba menghilang, meninggalkan kekosongan yang tak terbayangkan. Dia merasa seperti pecahan kaca yang tersebar di lantai, tak tahu bagaimana harus menyusun diri kembali.Namun, secara ajaib kekosongan yang selama ini Amel rasakan menghilang. Kekosongan itu terisi. Terisi penuh begitu saja. Dan semua itu karena Alex. Kehadiran laki-laki itu telah mengisi kekosongan yang selama ini Amel rasakan. Perasaan hangat yang sepertinya sudah lama tidak ia rasakan, mulai menjalar masuk ke dalam hatinya yang dingin. Dan untuk pertama kalinya setelah kisah cintanya berakhir dengan tragis, Amel tidak memikirkan Evan. Seolah-olah nama laki-laki itu menghilang dari pikirannya.“Hah...” Amel menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur sambil menarik napas panjang.Hari ini sangat menyenangkan. Mungkin ini

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 9

    Bagaimana caranya meminta maaf pada Alex?Amel nyaris tidak tidur semalaman gara-gara memikirkan jawaban atas pertanyaan itu. Ia sempat berpikir untuk mengabaikan masalah ini. Amel tidak keberatan jika dirinya tidak bertemu lagi dengan Alex. Lagi pula setelah dia pulang ke Surabaya mereka tidak akan bertemu lagi. Namun Amel tidak bisa menyingkirkan rasa bersalahnya. Ia merasa terlalu ketus dan kasar saat bicara dengan Alex, padahal laki-laki itu bersikap sangat baik padanya. Lalu mata cokelat Alex yang tiba-tiba berubah dingin saat menatapnya, itu juga sangat mengganggu Amel.“Jadi aku harus gimana?” gumam Amel pelan sambil meremas rambutnya. Memikirkan cara untuk meminta maaf pada Alex membuat kepalanya sakit.“Jadi, kenapa kamu bergumam nggak jelas begitu?” tanya Maya yang berbaring di samping Amel. Setelah sarapan tadi, Maya memutuskan ikut masuk ke kamar Amel dengan alasan bosan. “Kamu kesambet atau apa?”“Menurutmu, apa aku ini orang yang kasar?” Amel balik bertanya. “Kemarin sep

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 8

    “Hai, Mel!”Amel menarik napas panjang melihat Alex yang sudah ada di depan hotelnya. Sejenak Amel berpikir belum terlambat untuknya jika ingin kabur sekarang. Amel bisa saja bilang pada Alex kalau tiba-tiba perutnya sakit, dengan begitu mereka tidak akan pergi ke mana pun hari ini. Tapi, mengingat harga dirinya, Amel tentu tidak akan melakukannya. Amel tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak bisa menepati janji.“Kita mau ke mana?” tanya Amel. Dia melihat sepeda motor di belakang Alex. Tidak terpikirkan oleh Amel, Alex akan menjemputnya dengan sepeda motor. Ia pikir mereka akan pergi naik taksi seperti yang terakhir kali. “Jadi ini alasan kamu menyuruhku untuk pakai celana?”“Bukankah ini kendaraan terbaik kalau kita mau jalan-jalan di Bali? Kita bisa menerobos kemacetan dengan mudah?”Alex benar, tapi Amel tidak suka dengan ide itu. Membayangkannya saja sudah membuat Amel merasa tidak nyaman. “Kamu pikir aku mau dibonceng sama kamu?”“Kenapa nggak? Atau jangan-jangan kamu takut

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 7

    Tidak pernah ter bayangkan oleh Amel akan berteman dengan Alex, laki-laki asing yang baru ia kenal selama empat hari. Ini semua karena Alex dan kesepakatan konyolnya semalam. Harusnya Amel menolak kesepakatan itu mentah-mentah. Tapi, Amel justru dengan percaya dirinya menerima kesepakatan itu hanya karena ia percaya tidak akan bertemu dengan Alex hari ini.“Kamu bilang pengen makan pizza, tapi apa ini? Kamu bahkan nggak memakannya, Mel.”Amel mendelik menatap Maya. Selain salah Alex, ini juga salah Maya. Temannya itu sudah mengacaukan rencana sempurnanya. Jika Maya tidak menyeretnya keluar dengan iming-iming Roosterfish Beach Club, Amel pasti masih berbaring di kasur hotel yang nyaman dan tidak akan bertemu Alex hari ini.“Jangan-jangan kamu lagi mikirin si brengsek itu?” tuduh Maya.Amel mendesah pelan. Sebelah tangannya kemudian terulur mengambil sepotong pizza di piring. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Evan, bahkan nama laki-laki itu tidak muncul di pikiran Amel hari i

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 6

    “Kamu yakin nggak mau makan yang lain?” tanya Alex menatap Amel yang sedang menyantap mie cup di depannya. “Kita makan di tempat lain saja. Di dekat sini ada restoran yang enak.”“Nggak perlu,” jawab Amel. “Ini sudah cukup.”“Kamu yakin?”Amel mengangguk. “Aku sudah sangat bersyukur kamu membayar mie dan minuman ini, jadi aku nggak perlu repot-repot balik ke hotel untuk mengambil dompet. Oh ya, kirimkan nomor rekeningmu, uangmu akan aku ganti setelah kembali ke hotel nanti.”“Kamu nggak perlu menggantinya, Mel.”Amel meletakkan cup mie instannya ke atas meja setelah memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya. Ia lantas menyipitkan mata menatap Alex. “Aku nggak suka berhutang sama orang lain.”“Uangnya nggak seberapa, kamu nggak perlu menggantinya,” tegas Alex. “Lagi pula aku senang bisa membantu kamu.”“Tapi, aku nggak senang menerima bantuanmu dengan percuma.”“Kenapa? Bukankah teman biasa melakukan hal seperti ini?”“Kamu salah,” cetus Amel lalu meneguk minumannya . “Aku dan kamu

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 5

    “Amel bilang kamu membelikan kalung ini untukku, terima kasih ya,” ujar Maya sambil memamerkan kalung mutiara yang melingkar di leher jenjangnya. “Kalung itu Amel yang memilihnya, aku hanya bantu membayar. Kalung itu terlihat cocok kamu pakai,” sahut Alex memuji Maya. Perempuan itu tersenyum senang mendengar pujian dari Alex. Amel memutar bola mata malas mendengar percakapan dua orang di depannya. Ia kemudian meneguk segelas es kelapa muda yang ia pesan tadi, rasanya lebih baik setelah ia meminumnya. Amel tadi nyaris muntah melihat Maya tersenyum genit karena pujian Alex. Setelah aksi gila Maya tadi pagi, mengiyakan ajakan Alex untuk makan siang bersama, mereka akhirnya ada di Warung Made, sebuah restoran yang terletak di jalan utama di pusat Kota Kuta, Bali. Restoran ini terkenal karena kelezatan masakan Bali autentiknya dan suasana tradisional restoran ini. “Aku nggak nyangka lho kalau kamu mau menerima ajakan makan siangku,” ujar Alex sembari tersenyum menatap Amel.Perempuan it

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 4

    “Sampai jumpa besok,” ucap Alex sembari melambaikan tangan saat Amel keluar dari taksi.Amel memutar bola matanya lalu menarik kedua sudut bibirnya terpaksa. “Ya, terima kasih untuk hari ini.”Setelah taksi yang ditumpangi Alex melaju menjauh, barulah Amel melangkah masuk ke dalam area hotel tempatnya dan Maya menginap. Hari ini ia dan Alex menghabiskan waktu cukup lama di Tanah Lot, menikmati pemandangan matahari terbenam di sana, mereka juga makan malam di restoran sekitar sana sebelum memutuskan untuk pulang. Walau awalnya ia ragu untuk pergi berdua dengan Alex, tapi ternyata hari ini cukup menyenangkan.Amel melirik jam kulit cokelat di pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 9 malam. Ia penasaran apakah Maya sudah tidur atau belum. Amel memang menikmati perjalanannya hari ini, tapi ia tetap khawatir pada keadaan Maya. Temannya itu terbaring lemah saat ia pergi siang tadi, jadi Amel memutuskan untuk melihat keadaan Maya lebih dulu.“Amel!”Amel yang hendak mengetuk pin

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 3

    Siang itu, Amel baru saja selesai bersiap-siap untuk keluar dari kamar hotel. Ia mengenakan pakaian sederhana, tapi modis, mini dress berwarna putih, dibalut kardigan merah muda dan sandal flatbed berwarna senada dengan mini dress-nya. Amel mengikat rambutnya kuncir kuda dan memperlihatkan leher jenjangnya.Harusnya hari ini Amel dan Maya pergi jalan-jalan, mengunjungi Pura Tanah Lot, dan mencoba makanan-makanan enak khas Bali. Sayangnya, Maya tiba-tiba sakit perut dan Amel terpaksa pergi sendiri. Ia harusnya juga sudah keluar sejak pagi, tapi karena tidak tega melihat wajah Maya yang lemas dan berwajah pucat Amel memutuskan menemani temannya dulu. Biar bagaimana pun, liburan ini adalah rencana Maya, rasanya tidak enak jika ia pergi bersenang-senang sendiri, sementara Maya terbaring sakit di kamar hotel.Setelah memastikan keadaan Maya membaik, barulah ia bisa keluar jalan-jalan dengan tenang. Amel berjalan keluar dari hotel sambil merapatkan kardigan yang ia pakai. Dia menghela napas

  • 7 Days VS 7 Years   Bab 2

    Sambil menggerutu Amel mengepak kopernya. Ini semua karena Maya dan rencananya yang serba mendadak. Amel harus mengepak kopernya di tengah malam. Meski sedikit kesal karena rencana Maya, tapi dalam hatinya Amel bersyukur karena Maya peduli padanya. Amel tahu Maya melakukan hal ini agar dirinya tidak berlarut-larut dalam kesedihan setelah putus dari Evan. Amel tahu jika Maya sangat peduli padanya, temannya itu rela menemaninya setiap malam setelah pulang bekerja, memastikan dirinya tidak merenung sendirian dan memikirkan Evan. Maya bilang, dia memilih Bali karena Pulau Dewata itu adalah tempat indah dan eksotis. Maya pikir Bali adalah tempat yang tepat untuk menyegarkan hati dan pikiran Amel, tempat yang bisa membuat Amel lupa akan Evan dan semua kesedihannya. Keesokan harinya, Amel dan Maya tiba di Bandara Juanda jam 7 pagi. Mereka mengenakan pakaian santai dan nyaman—hanya Amel, Maya lebih mirip seorang model yang akan berjalan di peragaan busana. Masing-masing dari mereka membawa

DMCA.com Protection Status