Samuel bertolak pinggang dengan bangga, melihat mansion Crissan Gordon yang sudah lama dibiarkan begitu saja, kini akhirnya diramaikan banyak orang. yang datang untuk menghadiri pesta ulang tahun Theodor.“Tuan Muda, saya sangat terharu. Tuan Crissan pasti bahagia melihat mansion utamanya kini kembali ramai,” ucap Samuel dengan mata berkaca-kaca.Theodor tersenyum tenang. “Sebaiknya kau masuk Samuel, banyak tamu undangan yang mencariku.”Bibir Samuel mencebik, kebisaaan Theodor yang sulit untuk di ajak bicara masih tidak berubah. “Baiklah,” jawab Samuel yang dengan berat hatinya pergi masuk ke dalam ruangan meninggalkan Theodor berdiri sendirian di balkon.Angin berhembus kencang membawa banyak kerinduan, Theodor menantikan kedatangan Alice yang terasa begitu lama.Sudah lama mereka tidak berjumpa, karena kesibukan pekerjaan, Theodor tidak memiliki banyak waktu luang untuk pulang pergi melewati pulau.Samar Theodor tersenyum, teringat pertemuan terakhir mereka yang mengesankan. Alice
Musim dingin, kota Andreas.Gemersik suara angin terdengar di kesunyian, matahari masih belum menunjukan dirinya. Hayes terbangun dari tidurnya, bulu matanya yang panjang itu bergerak pelan, menaungi sepasang mata zambrudnya yang langsung memandangi sofa kosong di depannya. Sebuah sofa yang penuh dengan serangkai kenangan dan mengubah seluruh hidupnya.Di sofa hijau tua itu, terdapat sebuah selimut dan bantal yang tidak pernah ada satu orangpun diizinkan untuk mengubah posisinya dan menyentuhnya.Tempat itu sudah seperti sebuah artefak yang tidak bisa disentuh karena jika disentuh, akan menghilangkan jejak berharga di permukaannya.Bula mata Hayes kembali bergerak, berkedip pelan, penglihatan samar-samar melihat butiran salju yang turun di luar.Sekali lagi lagi Hayes melihat sofa kosong itu, sesuatu yang sudah menjadi pemandangan pertama yang dia lihat dalam waktu tiga bulan terakhir ini.Hayes memejamkan matanya perlahan, aroma pagi dibawah salju yang turun. Pria itu bercumbu deng
Sebuah cincin bertahtakan berlian kuning berada dalam genggaman. Theodor mengangkatnya, pria itu tidak berhenti memandanginya sejak tadi.Cincin itu dia dapatkan dari sebuah pelelangan. Sang seniman pemilik cincin itu mengatakan bahwa bahwa cincin itu melambangkan bunga matahari yang mekar di musim panas, dibawah langit biru yang cerah.Saat melihat cincin itu, Theodor teringat dengan kenangan indahnya bersama Alice di bawah pohon ginkgo, di antara hamparan daun kuning yang berguguran. “Kenapa Anda hanya memandangnya? Pergilah dan lamar nona Alice,” nasihat Samuel yang sejak tadi duduk membaca beberapa laporan di document.Samuel tahu betul Theodor harus mengeluarkan hampir delapan ratus ribu dollar hanya untuk cincin itu dan mengalahkan beberapa kolektor perhiasan.“Melamar tidak semudah memetik bunga.”“Jika Anda tidak melamarnya dalam waktu dekat, lalu kapan?” tanya Samuel tidak sabaran.Awalnya Samuel tidak suka dan tidak setuju jika Theodor terlalu dekat dengan Alice karena stat
Bibir Alice terkatup rapat, gadis itu mengerjap memastikan jika apa yang dilihatnya saat ini bukanlah sebuah ilusi. Beberapa butir salju yang berada di bahu Hayes menarik perhatian. “Lama tidak bertemu,” sapa Hayes dengan senyuman dan berhsil membuat Alice terlonjak kaget hingga mundur menjauh.Pria itu benar-benar Hayes Borsman, mantan suaminya, laki-laki yang terakhir kali Alice lihat di pesta ulang tahun Theodor. Dengan wajah pucat Alice mendongkak menatap bingung.Sekali lagi Alice mengerjap, Alice tidak mengerti, bagaimana bisa Hayes datang ke rumahnya?“Apa yang membawamu datang ke sini?” tanya Alice terbata.“Apa aku boleh masuk?” Alice balik bertanya.Alice melihat ke belakang, gadis itu mengusap sikunya merasa tidak nyaman. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, tidak pula berkomunikasi meski Hayes masih mengirimnya bunga setiap hari.Tetap saja, Alice canggung harus berbicara apa jika nanti Hayes masuk ke dalam, terlebih Athur tengah pergi.Angin berhembus kencang, salju ya
"Alice, apa besok kau memiliki waktu?”“Untuk apa?” Alice balik bertanya.“Aku ingin tahu tentang sudut tempat di daerah ini, kau sudah tinggal selama tiga bulan, mungkin kau bisa menemanimuku pergi,” ucap Hayes dengan tenang tidak menunjukan sedikitpun keraguan.Alice menelan salivanya dengan kesulitan, dia ragu menerima ajakan Hayes, disisi lain Alice bingung bagaimana cara menolaknya. “Kau akan lama tinggal di sini?”“Sampai urusanku di sini selesai. Karena itu, kau mau kan Alice?” tanya Hayes lagi, mendesak sebuah jawaban.“Baiklah,” jawab Alice samar terdengar.Hayes membalasnya dengan senyuman puas, pria itu segera beranjak dari duduknya. “Sebaiknya aku pergi saja, sampai jumpa besok.”“Sampai jumpa,” jawab Alice.Hayes berbalik pergi, urusanya untuk malam ini akan sampai di sini saja karena hari esok Hayes akan kembali datang dan melakukan sebuah kemajuan yang lebih jauh.Hayes memasuki mobilnya, pria itu sempat dibuat terdiam memperhatikan Alice yang kini berdiri menatap bing
Di sore yang gelap dan hujan turun deras, Damian berjalan kaki menyusuri jalanan menggunakan payungnya, pria paruh baya itu memeluk sekantung belanjaan untuk di masak.Setelah resmi bercerai dengan Ivana, Damian merasa lebih nyaman dan tenang dengan kehidupan barunya. Bekerja sebagai pengajar, menikmati kehidupan yang sederhana tanpa beban dan rasa bersalah lagi di setiap langkah yang telah di ambilnya.Disetiap akhir pekan Damian akan menyempatkan diri menghubungi Alice maupun Hayes untuk menanyakan kabar mereka.Hubungan Damian dan Claud Borsman merenggang hingga menjadi asing usai Claud mengetahui bahwa Damian telah menceritakan segalanya kepada Hayes.Damian menutup payungnya dan menyimpannya di rak, pria itu masuk melewati lobby menuju lift, pergi ke unit apartement yang dia tempati sejak dua bulan lebih.Ketenangan di wajah Damian sedikit berubah dengan sebuah kerutan di keningnya, melihat Usman, seorang dokter pribadi keluarga Borsman. Usman tengah berdiri di depan pintu apart
Cerita Athur mengusik pikiran Alice, ada sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di dalam hatinya. Pikiran Alice menjadi penuh tanya, Alice tidak bermaksud menjadi seseorang yang narsis dan terlalu percaya diri, namun aneh rasanya bila menjadi sebuah kebetulan biasa saat Hayes membangun sesuatu di sekitar tempat tinggalnya.Apa yang sebenarnya ingin Hayes lakukan?Dapatkah Alice menanyakan ini kepada Hayes? Alice tidak menolak kehadiran Hayes, tetapi Alice sedikit trauma dengan hal-hal buruk yang pernah dia lalui saat bersama Hayes. Alice mengerjap dan menggeleng, menyingkirkan pikiran dan perasaan yang buruk menggelayut di dalam hatinya, dengan cepat dia menata piring-piring yang sudah di cucinya ke sebuah rak.“Bagaimana dengan bisnis minumanmu?” tanya Alice.Athur sedikit mengalihkan perhatiannya dari laptopnya. “Setelah mendapatkan izin beredar, aku dan temanku akan memulai memasarkannya minggu sekitar empat hari lagi, anggur ini sangat cocok untuk menemani akhir musim dingin.”“Semo
Alice tidak lagi berbicara, gadis itu hanya bisa memandang keluar jendela terjebak dalam keheningan dan perjalanan panjang.Alice tidak memahami, bagian mana yang berubah dari diri Hayes. Pria itu tidak lagi berbicara kasar, namun suaranya yang tenang seperti kobaran bendera merah.Salju turun menapaki jendela, mobil yang Hayes kendarai bergerak semakin jauh melewati bentangan jembatan dan bergerak menuju hutan, langit terlihat biru dan putih yang cerah.Mereka akhirnya sampai ke wilayah desa Simmur, jalanan yang berbatu dan tumpukan salju yang memenuhi jalan membuat kendaraan tersendat-sendat.Hayes mencengkram kuat kemudinya, pandangan Hayes lurus ke depan, warna putih yang mendominasi sekitar hutan yang berhasil membuat pandangan pria itu mengabur kehilangan fokusnya.Hayes berkedip beberapa kali dan melihat ke jalanan, perlahan samar-samar jalanan yang dilihatnya menggelap.“Hayes, berhati-hatilah,” ucap Alice panik. “Hayes!”Suara bantingan keras terdengar bersama ringisan Alice
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.