Pagi telah tiba, sebuah gaun putih tertutup dikenakan Alice, dipadukan sebuah topi merah dan sepatu hak sedang. Alice kembali mendapatkan bantuan dari pelayan untuk merias diri.Siang ini mendung, mungkin hujan akan kembali turun.Hati Alice gundah, instingnya sudah merasakan sesuatu yang buruk mungkin akan kembali datang padanya hari ini.“Nona, Anda sangat cantik, sayang sekali tidak ada anting yang bisa saya pasangkan untuk Anda,” puji Winona dengan mata berbinar, bangga dengan pekerjaannya sendiri yang sudah merias Alice.Alice mengusap sebuah kalung berlian yang terpasang di lehernya, matanya terlihat sendu memandangi dirinya sendiri di cermin. Terkadang Alice tidak mengenal dirinya sendiri sejak berada di kediaman Borsman.Di sini dia tidak berpakaian lusuh dengan warna yang sudah pudar karena dipakai berulang kali, di sini juga Alice menjadi pemalas karena tidak bekerja berjam-jam, dan di kediaman Borsman juga Alice bisa dengan bebas melihat langit siang hari yang cerah, terkad
Genggaman tangan Hayes terasa hangat dan lembut, pria itu tidak melepaskannya sepanjang jalan meski Ivana sudah tidak lagi berbicara sesuatu yang tidak-tidak lagi.Alice tidak memahami apa tujuan Hayes memberinya perhatian seperti ini. Alice bukan bermaksud tidak tahu terima kasih, namun kebaikan Hayes yang seperti ini justru membuat Alice khawatir bahwa dirinya menjadi tidak tahu malu dan terbawa perasaan. “Kita sudah sampai,” suara Philip terdengar di kursi depan.Gerbang panti asuhan mulai terlewati, dari kejauhan Alice dapat melihat banyak anak-anak yang berdiri berbaris dengan rapi bersama beberapa pengurus panti asuhan tengah menunggu untuk menyambut.Panti asuhan itu cukup besar dan kokoh, ada sebuah ladang rumput yang luas di sisi, ditambah lagi taman bermain yang lengkap.Pintu dibuka oleh pengawal..Hayes memandangi tangan yang telah digenggamnya sepanjang perjalanan beberapa kilometer. Sebuah simpati sederhana justru membuat Hayes nyaman untuk melakukannya.Dengan berat Hay
“Hayes.” Suara lembut Alice yang memanggil berhasil menahan Hayes untuk tidak pergi, pria itu kembali berbalik dan menghadap Alice.“Ada apa?”Suara angin yang berhembus terdengar, menggerakan ujung gaun putih yang dikenakan Alice, rambutnya yang tergerai terlihat berkilau bergerak tidak beraturan. Kepala Alice mendongkak, memberanikan diri menatap kedua mata Hayes, lalu berkata, “Jika nanti waktunya kita harus bercerai, atau kau sudah tidak tahan lagi bersamaku jauh sebelum waktunya kita berpisah. Tolong, usir saja aku, tapi jangan mengembalikanku pada Giselle.”Tatapan sendu yang dalam di mata Alice menenggelamkan Hayes pada sesuatu yang sulit. Sulit untuk mengiyakan, sulit untuk menolak.Hayes tidak suka Alice membicarakan perceraian. “Kita baru menikah dua minggu, dan kau sudah membicarakan perceraian. Apa aku sejahat itu untukmu?” tanya Hayes dengan tangan terkepal.Alice menggeleng dengan senyuman yang tulus gadis itu berkata, “Kau tidak jahat Hayes, tapi aku tahu kau menjadi t
Bella memandangi layar handponenya dengan kecewa, sudah lebih dari dua hari dia kembali dari Bali dengan cara kabur dan menantikan Hayes mendatangi atau menghubunginya, menanyakan sesuatu kepadanya, tetapi Hayes tidak pernah menghubunginya sama sekali, seakan tidak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua.Bella sudah mengeluarkan banyak uang untuk menaikan scandalnya bersama Hayes dan memanifulasi pikiran public bahwa dia dan Hayes sudah berpacaran sejak mereka berada di bangku menengah atas.Apa yang telah Bella lakukan cukup berdampak besar, bahkan kini dia tinggal di apartement karena ada beberapa media yang mencarinya sampai ke rumah.Belum sempat masalah yang dibuat Bella reda, kini tiba-tiba saja scandalnya ditutupi oleh berita Hayes yang membawa Alice ke public.Wajah Alice yang terpublikasi tak pelak menjadi bahan perbandingan dengan Bella. Bella sangat percaya diri bahwa dirinya sempurna, dia jauh lebih baik dari Alice dalam segala hal, Alice tidak ada apa-apanya bag
Lembaran majalah terbuka di tangan Damian, pria paruh baya itu melihat gosip tentang Hayes yang tersebar. Sejak awal berita itu muncul, Damian sudah mengetahuinya, dia diam karena memberi kesempatan Hayes untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.“Hayes keluar rumah?” tanya Damian.“Benar, Tuan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu,” jawab Mery.Damian menghela napasnya dengan berat, setelah berbicara dengan Alice di bawah pohon apel, Damian langsung pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan belum sempat menemui Hayes.Selama Damian pergi ke luar negeri, Damian selalu mendapatkan banyak laporan dari Mery mengenai keadaan rumah.Damian sudah tahu semuanya, termasuk Ivana yang masih tidak berubah.Tidak ada toleransi lagi untuk Ivana, wanita itu tidak akan pernah berubah. Selalu mengingkari janjinya.“Mery.” Damian berhenti berbicara, sejenak memikirkan sesuatu yang penting. “Menurutkmu, pernikahan Alice dan Hayes akan berakhir dengan baik?” tanya Damian serius.Wajah Mery sedikit terangk
“Kau sudah siap?” tanya Safira.Alice mengangguk dengan senyuman lebarnya yang tidak terlihat karena memakai topeng besar, gadis itu mengenakan sebuah kostum badut yang ditugaskan untuk menyebarkan selembaran kertas pada para pengguna jalan.Alice sempat ragu saat Safira membawanya pergi ke suatu tempat, dan beruntungnya Safira ternyata orang baik yang benar-benar menawarkan pekerjaan kepada Alice.Apapun pekerjaan yang ditawarkan, Alice sudah bertekad akan mengerjakannya karena dia harus memiliki uang. Alice tidak ingin membawa apapun jika nanti dia keluar dari kediaman Borsman, sudah cukup banyak uang yang Damian keluarkan hanya untuk membawanya keluar dari kediaman Giselle.“Perhatikan langkahmu. Ingatlah dengan semua yang aku katakan tadi. Kau boleh beristirahat jika lelah. Kertas harus sudah tersebar sebelum jam empat sore, perusahaan akan menuntutmu jika kau melakukan kecurangan dengan membuang kertasnya,” nasihat Safira, mengulang kembali apa yang telah dia katakan sebelumnya.
“Kau sangat luar biasa, pakaian itu membuatku pangling sampai aku tidak percaya jika kau merancangnya beberapa tahun lalu.” Stefany berdecak kagum dengan deretan pakaian yang terpasang di tubuh mannequin.“Kau terlalu berlebihan,” sahut Ivana.“Aku serius,” tegas Stefany.Ivana akan melakukan pameran busana untuk pertama kalinya setelah dia mengalami kecelakaan dan kehilangan penglihatannya. Ivana sudah menyiapkan semuanya sejak tiga tahun yang lalu, semuanya terhambat karena Ivana terpuruk dan kehilangan hasratnya pada fashion.Ivana ingin melakukan pameran untuk yang terakhir kalinya sebelum dia mengumumkan bahwa perusahannya akan diberikan kepada Hayes.Ivana tidak begitu yakin dengan keputusannya untuk melakukan pameran, mengingat jika emosi tidak mudah terkendali dan sering kali histeris hingga membutuhkan obat.Karena hal itulah, Ivana meminta bantuan Stefany untuk mengambil alih pameran kali ini. Ivana tidak ingin menunjukan diri di hadapan banyak orang, cukup dengan orang-oran
Safira memberikan satu cup minuman segar untuk Alice, wanita itu tersenyum tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Alice hari ini. Safira senang, dia tidak salah memilih orang, selain Alice polos, senyuman cerah yang terus dia tunjukan membawa energy yang positif.“Minumlah.”“Terima kasih.” Alice mengusap wajahnya yang masih memerah karena pengap, beruntungnya kini kostum badutnya sudah dia lepas karena semua lembaran kertas telah disebarkan.Safira menopang dagunya, menunggu Alice mengatur napasnya dan meredakan rasa lelahnya usai bekerja. “Kau mau bekerja lagi besok?” tanya Safira lagi.Mata Alice mengerjap, gadis itu terkejut sekaligus tidak percaya. “Anda masih mau memberi saya kesempatan?”Safira mengangguk dengan senyuman, dirongohnya sebuah amplop dari saku jassnya dan diletakan di meja. “Ini bayaranmu hari ini, jika kau masih tertarik bekerja, besok datanglah jam sepuluh pagi.” Alice terperangah tangan mungilnya sampai gemetar dan matanya memanas terdesak ingin mena