Perjalanan pulang ke rumah membawa banyak kehampaan, Alice memandangi setiap bangunan yang dilewatinya, memperhatikan kesibukan orang-orang berjalan lalu lalang.“Philip, apa yang sedang terjadi di sana?” tanya Alice menunjuk sebuah gedung berasitektur cantik dan mencolok tengah ramai dikunjungi banyak orang, gedung itu berdiri di tengah lapangan hijau yang luas sehingga setiap sudutnya dapat dilihat.“Itu adalah gedung opera, disana selalu ada banyak pertunjukan seni.”Gedung opera? Alice teringat dengan ucapan Theodor jika dia bermain musik di tempat itu.“Apakah saya bisa masuk ke dalam?” tanya Alice berhati-hati.Tanpa membuang waktu Philip langsung menepikan mobilnya, pria itu melihat ke belakang dengan senyuman lebarnya tampak senang bukan main karena ini untuk pertama kalinya dia mendengar Alice menginginkan sesuatu.“Anda ingin masuk ke sana dan menonton pertunjukannya?” tanya Philip.Dengan malu Alice mengangguk. “Jika itu diperbolehkan, tetapi saya tidak bisa melakukan apapu
Alice duduk di sebuah kursi yang sudah disediakan, gadis itu berada di barisan yang cukup depan sehingga bisa melihat panggung lebih dekat. pandangan Alice mengedar, melihat seberapa banyaknya penonton yang memenuni seluruh ruangan.Jantung Alice berdebar, adrenalin terbakar oleh kesenangan yang tidak pernah dia rasakan dalam hidupnya. Dia tidak sabar, ingin melihat dan mendengarkan apa yang sebenarnya akan suguhkan di atas panggung.Alice menarik napasnya dalam-dalam, melihat satu persatu orang mulai masuk dan memenuhi panggung besar, berdiri di depan alat musik mereka masing-masing.Pandangan Alice langsung tertuju kepada Theodor, pria itu berdiri di depan pianonya dan membungkuk memberi hormat. Pria itu terlihat berbeda, dia terlihat lebih dingin dan tidak tersentuh seakan jiwanya langsung langsung menyatu dengan panggung dan tidak dapat diganggu siapapun.Gemuruh tepuk tangan terdengar dalam beberapa detik begitu konduktor datang, lalu berganti dengan sunyi yang senyap.Suara lem
Theodor kembali menurunkan tangannya begitu tersadar jika ada sesuatu yang salah di mata Alice. Ada keraguan pada dirinya.“Kau tidak terpaksa kan?” tanya Theodor berhati-hati.“Ada sesuatu yang harus aku katakan sebelum kau berubah pikiran.” Suara Alice menggantung, ragu memberitahu, namun dia tidak ingin ketidak jujurannya akan membuat Theodor malu, sama halnya seperti apa yang sering Hayes rasakan. “Aku tidak bisa memakan apapun selain bubur.”Napas Theodor tertahan di dada, langsung teringat ucapan Calla yang memberitahunya bahwa Alice kekurangan gizi. Kini terjawab sudah alasannya mengapa.“Sudah berapa lama?” Wajah Alice terangkat, ketegangan di bahunya menurun, suara Theodor yang dalam saat bertanya menunjukan kepedulian, bukan sebuah hinaan seperti yang dilakukan kebanyakan orang.Mata Alice memanas. “Sejak lima tahun yang lalu,” jawab Alice dengan suara bergetar.Tangan Theodor terkepal kuat, terdorong amarah yang dalam. Segala perkara selalu ada alasan yang tejadi dibaliknya
“Aku tidak sengaja bertemu dengan ibunya Alice.”Hayes mengedikan bahunya tampak tidak peduli, dia tidak ingin mendengar apapun tentang Giselle. Sudah cukup dengan kehadiran Alice dalam hidupnya,Hayes menjadi berubah.“Hayes.” Bella mendekat, mengusap bahu kokoh Hayes. Ketidak pedulian Hayes tentang hal yang ingin diceritakan membuat Bella harus berusaha sedikit lebih keras agar pria itu tertarik mendengarkan. “Hayes, apa kau tidak khawatir jika ternyata kehadiran Alice di rumah adalah bagian dari rencana Giselle dan ayahmu?”Rahang Hayes mengetat, dia benci mendengar apapun tentang Alice maupun keadaan keluarganya sekarang seperti apa. Hayes datang ke sini hanya ingin melukapan segala hal yang ada di Neydish, tetapi Bella kembali mengungkitnya.“Jangan pernah membicarakan tentang mereka kepadaku,” jawab Hayes dingin.“Aku mengatakannya karena aku peduli padamu Hayes,” jawab Bella membela diri. Bella memberanikan diri untuk semakin mendekat, wanita itu memeluk Hayes dari belakang dan
Rintikan gerimis yang turun berubah perlahan berubah menjadi hujan yang deras, menjebak banyak orang untuk tetap diam di tempat mereka, termasuk Alice dan Theodor.Keduanya berdiri di depan emperan restaurant, membiarkan hujan yang turun membasahi ujung sepatu yang di kenakan.Satu rahasia yang dibagi membangun banyak percakapan sederhana yang menyenangkan untuk dibahas sepenjang mereka makan malam bersama. Theodor sudah cukup bosan sepanjang waktu hanya membicarakan tentang bisnis dan musik dari mulut orang-orang yang ditemuinya. Theodor membutuhkan suasana baru dan alami.Alice memilikinya.Apa yang tengah Theodor lakukan sekarang, bukan sekadar menolong Alice agar bisa sembuh. Tetapi ini tentang bagaimana Theodor kembali menemukan kerinduan yang selama ini dia cari, bertemu dengan seseorang yang benar-benar polos dan bersikap baik kepadanya tanpa ada tujuan lain.Theodor senang melakukan hal yang sederhana dan bertindak normal. Theodor tahu dia memiliki banyak teman yang baik kep
Bella tersenyum masam, melihat gaun-gaun cantik yang sudah dia persiapkan jauh sebelum datang ke Bali karena dia ingin menghabiskan banyak waktu dengan Hayes. Sayangnya sepertinya Bella sudah mengacaukan rencananya sendiri, dia kehilangan control hingga membuat Hayes marah kepadanya.Bella tidak ingin membuat kegagalan lagi.Masih ada dua hari yang tersisa. Bella tidak boleh menyia-nyiakan waktunya, dia harus memperbaiki segalanya.Bella merongoh sesuatu di balik kantung gaunnya, melihat sebuah pil obat yang dia pesan dari seseorang. Jika dia tidak bisa mendapatkan Hayes secara baik-baik, maka Bella akan mendapatkan pria itu dengan cara yang kotor.Tidak peduli dengan apapun yang orang lain pikirkan tentang dirinya, Bella akan mementingkan kebahagiaannya sendiri, dan kebahagiaan Bella adalah bisa kembali bersama Hayes.***“Anda kemana saja? Anda bilang akan pulang tepat waktu,” omel Samuel seraya memberikan handuk kepada Theodor agar dia segera mengeringkan tubuhnya.Theodor melihat
Suasana sepi kediaman Borsman terasa berbeda dari biasanya, Alice tidak melihat kehadiran Damian sejak kemarin malam, begitupula dengan pagi ini. Alice mendengar jika Damian pergi keluar negeri untuk kunjungan tugasnya.Kini Alice duduk sendirian, memandangi kursi-kursi kosong yang mengelilingi meja makan.Alice memakan semangkuk bubur seperti biasanya.Dilihatnya cuaca yang sedikit mendung hari ini, mungkin Alice akan menghabiskan semua waktunya di dalam rumah untuk membantu pekerjaan beberapa pelayan, lalu belajar membaca.Suara ketukan langkah dan tongkat terdengar di antara kesunyian, Alice menelan makanannya perlahan, lalu melihat ke belakang.Wajah Alice tampak pucat penuh kekhawatiran begitu dia tahu orang yang datang adalah Ivana. Dengan penuh kehati-hatian seorang pelayan menarikkan kursi untuk Ivana dan membantunya untuk duduk.Tidak berapa lama setelah itu, seorang pelayan yang lain datang menyusul, menghidangkan menu sarapan pagi Ivana. Kedua pelayan itu pergi dengan terbu
Delapan tahu yang lalu..“Apakah saya boleh tidak bekerja untuk hari ini saja?” tanya Alice berdiri di sebuah tangga menuju pintu keluar.Martha berdecak pinggang. “Kau tahu kan jika akhir-akhir ini nyonya sangat sibuk mempersiapkan fashion show busananya. Di rumah ini, satu-satunya yang belum bekerja adalah kau.”“Saya mohon..” lirih Alice meminta belas kasihan.“Tidak bisa!”Alice meremas kuat perutnya yang terasa sakit dan keram tidak seperti biasanya, wajah cantiknya yang pucat menahan sakit terangkat melihat Martha yang berdiri di tangga teratas. “Perut saya sangat sakit,” ringis Alice kesakitan.“Kalau begitu, jangan harap mendapatkan jatah makan malam,” jawab Martha segera berbalik pergi.Alice terduduk di anak tangga, meringkuk menahan sakit yang tidak pernah biasa dia rasakan. Peluh keringat dingin membasahi wajah Alice, dia ingin membaringkan diri, disisi lain dia juga ingin memakan sesuatu.Alice tidak tahu apakah sakit diperutnya disebabkan rasa lapar, atau ada hal yang la