Suasana sepi kediaman Borsman terasa berbeda dari biasanya, Alice tidak melihat kehadiran Damian sejak kemarin malam, begitupula dengan pagi ini. Alice mendengar jika Damian pergi keluar negeri untuk kunjungan tugasnya.Kini Alice duduk sendirian, memandangi kursi-kursi kosong yang mengelilingi meja makan.Alice memakan semangkuk bubur seperti biasanya.Dilihatnya cuaca yang sedikit mendung hari ini, mungkin Alice akan menghabiskan semua waktunya di dalam rumah untuk membantu pekerjaan beberapa pelayan, lalu belajar membaca.Suara ketukan langkah dan tongkat terdengar di antara kesunyian, Alice menelan makanannya perlahan, lalu melihat ke belakang.Wajah Alice tampak pucat penuh kekhawatiran begitu dia tahu orang yang datang adalah Ivana. Dengan penuh kehati-hatian seorang pelayan menarikkan kursi untuk Ivana dan membantunya untuk duduk.Tidak berapa lama setelah itu, seorang pelayan yang lain datang menyusul, menghidangkan menu sarapan pagi Ivana. Kedua pelayan itu pergi dengan terbu
Delapan tahu yang lalu..“Apakah saya boleh tidak bekerja untuk hari ini saja?” tanya Alice berdiri di sebuah tangga menuju pintu keluar.Martha berdecak pinggang. “Kau tahu kan jika akhir-akhir ini nyonya sangat sibuk mempersiapkan fashion show busananya. Di rumah ini, satu-satunya yang belum bekerja adalah kau.”“Saya mohon..” lirih Alice meminta belas kasihan.“Tidak bisa!”Alice meremas kuat perutnya yang terasa sakit dan keram tidak seperti biasanya, wajah cantiknya yang pucat menahan sakit terangkat melihat Martha yang berdiri di tangga teratas. “Perut saya sangat sakit,” ringis Alice kesakitan.“Kalau begitu, jangan harap mendapatkan jatah makan malam,” jawab Martha segera berbalik pergi.Alice terduduk di anak tangga, meringkuk menahan sakit yang tidak pernah biasa dia rasakan. Peluh keringat dingin membasahi wajah Alice, dia ingin membaringkan diri, disisi lain dia juga ingin memakan sesuatu.Alice tidak tahu apakah sakit diperutnya disebabkan rasa lapar, atau ada hal yang la
Samar-samar Alice melihat langit-langit kamar yang berputar, dengan lemah dia mencoba untuk mendapatkan kembali kesadarannya setelah cukup lama tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.Perlahan Alice bangkit, sesaat dia melihat kesekitar dengan waspada. Alice tidak ingin siapapun melihat keadaan dirinya yang seperti ini.Dengan kepala yang berat berdenyut Alice berjalan pergi menyusuri dinding, pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang dihiasi oleh darah yang sudah mengering.Ada reaksi hebat yang tidak bisa terkontrol setiap kali Alice mendengarkan ucapan yang mengingatkan dirinya pada masa lalu. Tubuh Alice akan bereaksi, terjebak dalam ketakutan dan kecemasan yang parah hingga membuat dia tidak mampu berbicara dan kebingungan melakukan sesuatu.Alice membasuh wajahnya beberapa kali, memandangi cermin dengan teliti, mengusap wajahnya dengan pelan. Tidak ada cekungan tajam di pipi, tidak ada kantung mata yang menghitam karena kekurangan tidur. Sebelas hari tinggal di ke
Bella berdiri di antara keramaian, wanita itu mengenakan gaun cantik dan riasan yang sempurna malam ini. Kecantikan wanita itu tidak jarang membuat beberapa pria menyapanya hanya untuk sekadar mengajak berkenalan.Resepsi pesta pernikahan Calla dan Aaric sudah mulai berlangsung sejak satu jam yang lalu, orang-orang memadati aula pesta.Tatapan mata Bella lekat, memperhatikan Hayes yang kini berada di luar ruangan pesta, tengah berbicara dengan beberapa rekan bisnisnya yang kebetulan datang ke pesta. Bella menunggu moment untuk berbicara dengan Hayes.Sejak kemarin, Bella sibuk dengan beberapa temannya untuk menemani Calla, begitu pula dengan Hayes sendiri yang menikmati waktunya bersama teman-temannya di pantai.Bella sengaja tidak mengganggu Hayes sementara waktu agar pria itu tidak begitu marah kepadanya.Dengan hati-hati Bella mengambil dua gelas minuman dari seorang waiters yang lewat, tangannya bergerak alami mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan dengan tenangnya Bella memasuk
“Kau terlihat sedang mengalami masalah. Apa kau butuh suasana yang tenang?”Tangan Hayes memutar pelan gelas minuman yang baru beberapa teguk diminum. Ada rasa yang berbeda dari minuman itu, ataukah itu semua karena perasaannya yang tidak baik-baik saja?Hayes kembali meneguk minumannya tanpa sisa, suasana hatinya yang buruk membuat dia tidak bisa memikirkan apapun.Hayes memang membutuhkan ketenangan, mungkin dia harus pergi lebih jauh dari keramaian dan kembali menormalkan pikirannya lagi.Keterdiaman Hayes memberikan lebih banyak celah untuk Bella, dengan tenang Bella meletakan gelas kosonya di atas pagar, dalam dua langkah wanita mendekat, mengikis jarak yang ada. “Aku akan menemanimu bersantai di lantai bawah.”“Aku baik-baik saja Bella,” jawab Hayes pelan, Hayes butuh waktu sendiri, bukan teman bicara, apalagi Bella yang selama ini selalu menempel padanya.“Aku sangat mengenalmu Hayes, bahkan meski kau mengatakan baik-baik saja, kau tidak bisa menutupinya dariku. Izinkan aku men
“Hayes, jika perasaanmu tidak baik-baik saja sekarang, aku bisa menyenangkanmu lebih dari golf dan berkuda,” bisik Bella penuh kata yang menjanjikan.Kening Hayes mengerut samar, memandangi wajah Bella yang terlihat cantik dari biasanya, bahkan suaranya terdengar merdu menggoda.Hayes berusaha mengembalikan pikiran rasionalnya, namun detak jantungnya meningkat, merespon usapan Bella di wajahnya.“Aku tidak membutuhkan apapun Bella,” jawab Hayes dengan suara yang mulai serak.“Kau bisa mencobanya sebelum memutuskan apakah butuh atau tidak.” Dengan berani Bella berdiri di antara kaki Hayes, tanpa ragu lagi wanita itu mengalungkan tangannya leher pria itu dan mencium bibirnya.Aroma harum dari parfume dan sentuhan lembut intens yang mengejutkan, memantik sebuah gejolak panas yang tengah berusaha Hayes kendalikan.Kedua mata Hayes terpejam, dia mulai terbawa suasana seakan rasa panas di seluruh tubuhnya tersalurkan oleh sentuhan, perlahan Hayes memeluk Bella membalas ciumannya.Kesenang
Hayes bergerak gelisah dalam tidurnya, kepala yang sedikit berat membuat dia kesulitan membuka mata. Suara decitan halus gorden yang bergerak tertiup angin terdengar, Hayes langsung melihat ke arah jendela.Hari sudah sangat cerah, dan jam di atas laci sudah menunjukan pukul sebelas pagi.Perlahan Hayes duduk, melihat ke sekitar dengan teliti begitu dia sadar jika saat ini dia tidak berada di villa tempatnya menginap.“Dimana aku sekarang?” Hayes memeriksa tubuhnya sendiri untuk memastkan jika dia masih berpakaian lengkap.Siapa yang membawanya ke sini dan apa yang terjadi semalam? Hayes tidak ingat apapun yang terjadi setelah berbicara dengan Bella di balkon.Dengan terburu-buru Hayes turun dari ranjang, pria itu bergerak ke kamar mandi sebelum memutuskan pergi keluar kamar dan mencaritahu siapa yang sudah membawanya ke tempat ini.Kekhawatiran sedikit berkurang ketika Hayes melihat kehadiran Mante yang tengah berkumpul dengan beberapa temannya di pinggiran pantai.Hayes mendorong k
“Jika Anda keberatan, Anda tidak perlu mengajari saya lagi untuk membaca, saya akan memberitahu tuan Damian,” ucap Alice berusaha mempertahankan keberaniannya.Tesa terbelalak kaget dengan ucapan tidak terduga dari Alice.“I-itu tidak seperti apa yang Anda pikirkan, Anda salah paham,” sangkal Tesa panik.“Kesalah pahaman atau bukan, saya tidak akan mau belajar lagi dengan Anda.” Alice segera pergi tanpa memperpanjang percakapan lagi.“Tunggu!” teriak Tesa berlari mengejar langkah Alice dan menangkap tangannya. “Jangan lakukan ini, saya mohon. Saya minta maaf, beri saya kesempatan,” ucap Tesa memelas.“Lepaskan saya!” “Tidak!”“Saya tidak mau belajar lagi dengan Anda!” jawab Alice mempertegas.“Tidak bisa,” suara Tesa menekan, dengan kuat wanita itu mendorong Alice ke dinding dan mencengkram lebih kuat lengan Alice sampai membuat Alice meringis. “Jika kau berani berhenti belajar dan memberitahu tuan Damian, aku tidak akan segan-segan memberitahu semua orang jika keluarga Borsman memi