Theodor kembali menurunkan tangannya begitu tersadar jika ada sesuatu yang salah di mata Alice. Ada keraguan pada dirinya.“Kau tidak terpaksa kan?” tanya Theodor berhati-hati.“Ada sesuatu yang harus aku katakan sebelum kau berubah pikiran.” Suara Alice menggantung, ragu memberitahu, namun dia tidak ingin ketidak jujurannya akan membuat Theodor malu, sama halnya seperti apa yang sering Hayes rasakan. “Aku tidak bisa memakan apapun selain bubur.”Napas Theodor tertahan di dada, langsung teringat ucapan Calla yang memberitahunya bahwa Alice kekurangan gizi. Kini terjawab sudah alasannya mengapa.“Sudah berapa lama?” Wajah Alice terangkat, ketegangan di bahunya menurun, suara Theodor yang dalam saat bertanya menunjukan kepedulian, bukan sebuah hinaan seperti yang dilakukan kebanyakan orang.Mata Alice memanas. “Sejak lima tahun yang lalu,” jawab Alice dengan suara bergetar.Tangan Theodor terkepal kuat, terdorong amarah yang dalam. Segala perkara selalu ada alasan yang tejadi dibaliknya
“Aku tidak sengaja bertemu dengan ibunya Alice.”Hayes mengedikan bahunya tampak tidak peduli, dia tidak ingin mendengar apapun tentang Giselle. Sudah cukup dengan kehadiran Alice dalam hidupnya,Hayes menjadi berubah.“Hayes.” Bella mendekat, mengusap bahu kokoh Hayes. Ketidak pedulian Hayes tentang hal yang ingin diceritakan membuat Bella harus berusaha sedikit lebih keras agar pria itu tertarik mendengarkan. “Hayes, apa kau tidak khawatir jika ternyata kehadiran Alice di rumah adalah bagian dari rencana Giselle dan ayahmu?”Rahang Hayes mengetat, dia benci mendengar apapun tentang Alice maupun keadaan keluarganya sekarang seperti apa. Hayes datang ke sini hanya ingin melukapan segala hal yang ada di Neydish, tetapi Bella kembali mengungkitnya.“Jangan pernah membicarakan tentang mereka kepadaku,” jawab Hayes dingin.“Aku mengatakannya karena aku peduli padamu Hayes,” jawab Bella membela diri. Bella memberanikan diri untuk semakin mendekat, wanita itu memeluk Hayes dari belakang dan
Rintikan gerimis yang turun berubah perlahan berubah menjadi hujan yang deras, menjebak banyak orang untuk tetap diam di tempat mereka, termasuk Alice dan Theodor.Keduanya berdiri di depan emperan restaurant, membiarkan hujan yang turun membasahi ujung sepatu yang di kenakan.Satu rahasia yang dibagi membangun banyak percakapan sederhana yang menyenangkan untuk dibahas sepenjang mereka makan malam bersama. Theodor sudah cukup bosan sepanjang waktu hanya membicarakan tentang bisnis dan musik dari mulut orang-orang yang ditemuinya. Theodor membutuhkan suasana baru dan alami.Alice memilikinya.Apa yang tengah Theodor lakukan sekarang, bukan sekadar menolong Alice agar bisa sembuh. Tetapi ini tentang bagaimana Theodor kembali menemukan kerinduan yang selama ini dia cari, bertemu dengan seseorang yang benar-benar polos dan bersikap baik kepadanya tanpa ada tujuan lain.Theodor senang melakukan hal yang sederhana dan bertindak normal. Theodor tahu dia memiliki banyak teman yang baik kep
Bella tersenyum masam, melihat gaun-gaun cantik yang sudah dia persiapkan jauh sebelum datang ke Bali karena dia ingin menghabiskan banyak waktu dengan Hayes. Sayangnya sepertinya Bella sudah mengacaukan rencananya sendiri, dia kehilangan control hingga membuat Hayes marah kepadanya.Bella tidak ingin membuat kegagalan lagi.Masih ada dua hari yang tersisa. Bella tidak boleh menyia-nyiakan waktunya, dia harus memperbaiki segalanya.Bella merongoh sesuatu di balik kantung gaunnya, melihat sebuah pil obat yang dia pesan dari seseorang. Jika dia tidak bisa mendapatkan Hayes secara baik-baik, maka Bella akan mendapatkan pria itu dengan cara yang kotor.Tidak peduli dengan apapun yang orang lain pikirkan tentang dirinya, Bella akan mementingkan kebahagiaannya sendiri, dan kebahagiaan Bella adalah bisa kembali bersama Hayes.***“Anda kemana saja? Anda bilang akan pulang tepat waktu,” omel Samuel seraya memberikan handuk kepada Theodor agar dia segera mengeringkan tubuhnya.Theodor melihat
Suasana sepi kediaman Borsman terasa berbeda dari biasanya, Alice tidak melihat kehadiran Damian sejak kemarin malam, begitupula dengan pagi ini. Alice mendengar jika Damian pergi keluar negeri untuk kunjungan tugasnya.Kini Alice duduk sendirian, memandangi kursi-kursi kosong yang mengelilingi meja makan.Alice memakan semangkuk bubur seperti biasanya.Dilihatnya cuaca yang sedikit mendung hari ini, mungkin Alice akan menghabiskan semua waktunya di dalam rumah untuk membantu pekerjaan beberapa pelayan, lalu belajar membaca.Suara ketukan langkah dan tongkat terdengar di antara kesunyian, Alice menelan makanannya perlahan, lalu melihat ke belakang.Wajah Alice tampak pucat penuh kekhawatiran begitu dia tahu orang yang datang adalah Ivana. Dengan penuh kehati-hatian seorang pelayan menarikkan kursi untuk Ivana dan membantunya untuk duduk.Tidak berapa lama setelah itu, seorang pelayan yang lain datang menyusul, menghidangkan menu sarapan pagi Ivana. Kedua pelayan itu pergi dengan terbu
Delapan tahu yang lalu..“Apakah saya boleh tidak bekerja untuk hari ini saja?” tanya Alice berdiri di sebuah tangga menuju pintu keluar.Martha berdecak pinggang. “Kau tahu kan jika akhir-akhir ini nyonya sangat sibuk mempersiapkan fashion show busananya. Di rumah ini, satu-satunya yang belum bekerja adalah kau.”“Saya mohon..” lirih Alice meminta belas kasihan.“Tidak bisa!”Alice meremas kuat perutnya yang terasa sakit dan keram tidak seperti biasanya, wajah cantiknya yang pucat menahan sakit terangkat melihat Martha yang berdiri di tangga teratas. “Perut saya sangat sakit,” ringis Alice kesakitan.“Kalau begitu, jangan harap mendapatkan jatah makan malam,” jawab Martha segera berbalik pergi.Alice terduduk di anak tangga, meringkuk menahan sakit yang tidak pernah biasa dia rasakan. Peluh keringat dingin membasahi wajah Alice, dia ingin membaringkan diri, disisi lain dia juga ingin memakan sesuatu.Alice tidak tahu apakah sakit diperutnya disebabkan rasa lapar, atau ada hal yang la
Samar-samar Alice melihat langit-langit kamar yang berputar, dengan lemah dia mencoba untuk mendapatkan kembali kesadarannya setelah cukup lama tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.Perlahan Alice bangkit, sesaat dia melihat kesekitar dengan waspada. Alice tidak ingin siapapun melihat keadaan dirinya yang seperti ini.Dengan kepala yang berat berdenyut Alice berjalan pergi menyusuri dinding, pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang dihiasi oleh darah yang sudah mengering.Ada reaksi hebat yang tidak bisa terkontrol setiap kali Alice mendengarkan ucapan yang mengingatkan dirinya pada masa lalu. Tubuh Alice akan bereaksi, terjebak dalam ketakutan dan kecemasan yang parah hingga membuat dia tidak mampu berbicara dan kebingungan melakukan sesuatu.Alice membasuh wajahnya beberapa kali, memandangi cermin dengan teliti, mengusap wajahnya dengan pelan. Tidak ada cekungan tajam di pipi, tidak ada kantung mata yang menghitam karena kekurangan tidur. Sebelas hari tinggal di ke
Bella berdiri di antara keramaian, wanita itu mengenakan gaun cantik dan riasan yang sempurna malam ini. Kecantikan wanita itu tidak jarang membuat beberapa pria menyapanya hanya untuk sekadar mengajak berkenalan.Resepsi pesta pernikahan Calla dan Aaric sudah mulai berlangsung sejak satu jam yang lalu, orang-orang memadati aula pesta.Tatapan mata Bella lekat, memperhatikan Hayes yang kini berada di luar ruangan pesta, tengah berbicara dengan beberapa rekan bisnisnya yang kebetulan datang ke pesta. Bella menunggu moment untuk berbicara dengan Hayes.Sejak kemarin, Bella sibuk dengan beberapa temannya untuk menemani Calla, begitu pula dengan Hayes sendiri yang menikmati waktunya bersama teman-temannya di pantai.Bella sengaja tidak mengganggu Hayes sementara waktu agar pria itu tidak begitu marah kepadanya.Dengan hati-hati Bella mengambil dua gelas minuman dari seorang waiters yang lewat, tangannya bergerak alami mengambil sesuatu dari dalam tasnya, dan dengan tenangnya Bella memasuk