Kaki Alice menjuntai, ujung sepatunya beberapa kali mengetuk tanah, gadis itu bergerak gelisah setelah terjebak dalam keheningan hampir tiga puluh detik lamanya.Theodor berdeham memecah keheningan. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Theodor memulai percakapan.Suara tawa senang terdengar bersama senyuman lebar yang berseri. “Aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Itu apa?” Alice menunjukan sesuatu di pangkuan Theodor.Theodor berkedip pelan, dia khawatir jika sekarang bukan moment yang pas untuk menunjukannya kepada Alice. “Aku membawa sesuatu untukmu,” jawab Theodor ragu.“Benarkah?”Theodor membuka penutup kotak di pangkuannya, memperlihatkan apa yang sebenarnya telah dia bawa.Alice memberanikan diri untuk bergeser sedikit lebih dekat, melihat apa yang ada di dalam kotak. Suasana hatinya berubah dalam seperkian detik, begitupun dengan bibir mungilnya yang langsung terkatup rapat, melihat tiga buah cup gelas berisi sesuatu yang berkilauan.“I-itu untukku?” tanya Alice terbata.“Calla bil
Ivana menghempaskan beberapa pot bunga yang ada di jangkauannya, suara pecahan terdengar. Wajah Ivana merah padam penuh amarah dan kekecewaan setelah mendengar kabar yang tidak dia harapkan dari Justin.Orang yang paling dia benci di dunia, orang yang paling ingin dia singkirkan, dia selamat tanpa kekurangan apapun, sementara yang lainnya hangus terbakar.Ivana sangat marah, sia-sia sudah usahanya menyingkirkan Giselle. Kegagalan ini hanya akan membawa bahaya kepada Ivana, wanita gila itu pasti akan segera membalasnya juga.“Bajingan!” Ivana menjatuhan diri di kursi, wanita itu duduk dengan napas yang tidak beraturan diserang ketakutan dan kekhawtiran yang mencekiknya.Tidak ada pilihan lain untuk Ivana, dia harus kembali meminta Justin melakukan percobaan kedua untuk menyingkirkan Giselle, jika perlu, wanita itu dibunuh malam ini juga.Tangan Ivana yang kotor terkepal kuat di atas meja, wanita itu mencoba mengatur napasnya agar tidak kembali histeris dan kehilangan kendali.“Aku tid
Hayes membuka pintu mobilnya, menarik Alice untuk keluar dan kembali menyeret tangannya pergi masuk ke dalam rumah. “Hayes lepaskan, sakit,” ringis Alice memohon, cengkramannya yang kuat dan menyeret Alice membuat gadis itu berjalan sempoyongan.“Lepas Hayes!” pinta Alice sekali lagi.Hayes tidak mengindahkan permintaan Alice, pria itu terus berjalan menyeret Alice pergi. Beberapa pelayan yang melihat hanya bisa diam tidak bisa menghentikan apa yang terjadi meski mereka kasihan dengan Alice yang kini tampak ketakutan.Sikap kasar Hayes membangun ketakutan di dalam diri Alice akan kekerasakan, Alice takut Hayes akan memukulnya seperti apa yang telah di perbuat pada Theodor.Alice terhuyung begitu Hayes melepaskan cengkramannya di dalam kamar.Suara napas kasar tidak beraturan saling bersahutan di kesunyian. Alice mundur dalam kewaspadaan melihat Hayes melepas kasar dasi dan jass hingga membantingnya ke ranjang.Atmosfir di sekitar mereka dipenuhi oleh banyak ketegangan.Refleks Alice
“Anda ini bagaimana sih? Asset Anda tidak hanya ada di harta dan kemampuan, wajah tampan Anda juga asset utama. Orang-orang akan membicarakan Anda jika kini wajah Anda babak belur,” omel Samuel memarahi Theodor yang tengah di obati dokter pribadinya. “Saya kan sudah menasihati Anda sejak awal, jangan terlibat sesuatu dengan isteri orang, apalagi dia isteri teman Anda,” omel Samuel lagi tidak berhenti bersuara untuk memarahi Theodor hingga membuat kuping Theodor pengang, sementara dokter yang menanganinya hanya bisa menahan senyum malu.Kedua mata Theodor terpejam, sesekali dia mereingis perih. “Aku hanya berteman dengannya, jangan bicara berlebihan,” jawab Theodor.“Tapi Anda memiliki perasaan lebih padanya. Semua orang juga akan sadar, cara Anda memandangi nona Alice sangat berbeda saat Anda melihat orang lain. Semua perasaan Anda tergambar di mata,” omel Samuel terus menerus memarahi Theodor.Theodor kembali membuka matanya, pria itu termenung memikirkan ucapan Samuel.Cinta hanya
Alice duduk terjebak dalam kesunyian, memandangi langit yang mulai gelap kehilangan sinarnya. Pikirannya berkecamuk terbelah dua, Alice tidak bisa berhenti memikirkan keadaan Theodor yang telah dipukuli oleh Hayes, disisi lain dia masih memikirkan ucapan Hayes beberapa jam yang lalu.Cinta?Sebuah kata yang tidak pernah Alice kenal sepanjang hidupnya.Alice masih asing dengan sebuah kasih sayang, terkadang dia masih malu setiap kali mendapatkan kebaikan dari orang lain. Cinta terlalu tinggi untuk dirinya, sesuatu yang mustahil dia dia dapat.Lebih mustahilnya lagi, dia mendengarkan sebuah pengakuan cinta dari pria yang membenci dirinya dan selalu menghinanya dengan kata-kata yang tajam.Dengan berat Alice beranjak dari duduknya, gadis itu memutuskan pergi keluar untuk mencari udaa segar. Baru satu langkah Alice melangkahkan kakinya keluar kamar, langkah itu terhenti begitu berpapasan dengan Hayes.Refleks Hayes dan Alice saling membuang muka dan bergeser menjaga jarak.Hayes berdeham
Gemuruh suara musik orchestra terdengar memenuhi ruangan, sekelompok mahasiswa dari seni musik tengah melakukan pertunjukan musik klasik.Theodor duduk di kursi paling belakang, pria itu menghindari pertemuan dengan beberapa petinggi sekolah seni karena sedang tidak mood untuk berbicara.Memar di wajah Theodor sudah tidak terlihat lagi, pria itu tampak baik-baik saja seperti biasanya.Setelah beberapa menit duduk dan melihat acara pembukaan, Theodor memutuskan beranjak pergi dari ruangan besar itu. Theodor membutuhkan waktu untuk menjauh dari keramaian agar bisa berpikir jernih.Setiap langkah yang dia ambil mengantarkan dirinya pada basement tempat dimana mobilnya berada. Suara helaan napas kasar berat terdengar begitu dia duduk di kursi kemudi, Theodor menyandarkan bahunya, memandangi layar handponenya di kegelapan.Sejak di hari itu, dia tidak lagi bertemu Alice dan tidak mengetahui kabarnya sampai sekarang, begitupula dengan Hayes yang sama sekali tidak menemuinya meski mereka se
“Hay,” suara yang dalam dipenuhi kerinduan terdengar menyapa. “Bagaimana keadaanmu Theodor? Apa kau sudah sembuh?” tanya Alice pelan.“Keadaanku sangat baik, aku sembuh dengan cepat.”“Maafkan aku,” suara Alice tertahan, dengan terbata dia kembali berkata, “aku sudah membuatmu terluka dan membuat hubunganmu bersama Hayes kacau. Aku sungguh menyesal, maafkan aku.”“Tidak ada yang harus meminta maaf. Hubunganku dengan Hayes baik-baik saja,” jawab Theodor menenangkan. “Aku harap itu benar,” jawab Alice.“Alice, kenapa kau tidak pernah lagi terlihat?”Alice tertunduk tidak mampu menjawab, sesungguhnya dia sangat malu bila menunjukan diri di hadapan Theodor, setiap kali mereka bertemu, Theodor terus menerus memberikan banyak kebaikan untuknya.Alice tidak pernah ingin membebani siapapun, apalagi membebani Thedodor. Tidak mungkin baginya membuat kekacauan dalam kehidupan orang yang selama ini selalu membantunya.Hanya saja, segala kesulitan selalu saja datang tanpa henti, derita dalam hid
Kilauan bandul merpati menghalangi sinar lampu kamar. Theodor terbaring memandangi gantungan merpati pemberian Alice yang ada di tangannya.Percakapan yang menggantung, suara Alice yang bergetar dan napas tersendat-sendat terngiang di kepalanya. Ada sesuatu yang aneh, dan ini bukan hal yang baik hingga tidak bisa diabaikan dengan diam.Apa yang sebenarnya terjadi?Theodor mengambil handponenya, perlahan dia duduk dan memutuskan untuk menghubungi Samuel.“Ada keajaiban dari mana Anda bisa menghubungi saya? Saya kira Anda tidak menyimpan nomer telepon saya,” sambut Samuel begitu dia menerima panggilan Theodor. “Samuel, minta tim IT melacak nomer handope, aku ingin mengetahui pergerakannya untuk beberapa hari kedepan,” jawab Theodor tidak menanggapi basa-basi Samuel.“Nomer handpone siapa?”“Aku akan mengirimnya, kerjakan saja permintaanku, ini penting,” jawab Theodor sebelum memutuskan sambungan teleponnya dan segera mengirim nomer telepon Alice.Perasaan Theodor tidak begitu baik, dia