Langkah Alice dan Hayes mulai memelan setelah menghabiskan perjalanan hampir dua kilometer. Semua yang mereka pikir akan baik-baik saja mulai menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Alice mulai merasakan sakit dan keram di perut, begitu pula dengan keadaan suhu tubuh Hayes yang kian membeku dan beberapa kali sempat akan terjatuh karena tidak bisa melihat dengan jelas. Di bawah payung dan cahaya lampu dari handpone, mereka berjalan selangkah demi selangkah.“Hayes, apa kita bisa beristirahat?” tanya Alice menekan perutnya yang sakit.Sepanjang jalan, Hayes tidak mendengar sedikitpun Alice mengeluh. Hayes melepaskan genggaman tangannya dan meraih wajah Alice, jarinya yang dingin membeku mengusap bibir mungil Alice yang gemetar kedinginan dan hangat napasnya yang tidak beraturan.“Kau sakit.” Hayes melepaskan genggamannya dan segera membungkuk di hadapan Alice, “Naiklah ke punggungku, jalanan di sini sudah dibersihkan, kemungkinan kita akan menemukan banyak kendaraan.”“Itu tidak perlu
Damian tercekat mendengar ucapan Hayes. Damian tahu jika harga diri Hayes sangat tinggi, namun menanggung sakit dalam kesedirian juga bukanlah hal yang baik.“Hayes, apa kau sudah menganggapku orang asing sekarang? Jika kau masih menganggap aku adaa, kau bisa memberitahu aku, Hayes. Mengapa harus menanggungnya sendiri?”Bibir Hayes mengukir senyuman, namun matanya meredup menyiratkan luka. “Aku masih memiliki rasa malu. Tidak mungkin untuk membagi penderitaan dan menahan kepergian Ayah ke Singapur setelah puluhan tahun lamanya Ayah mengorbankan masa depan Ayah hanya untuk menjadi anak yang tidak tahu diri sepertiku.”Hati Damian tertohok sakit begitu tahu tentang apa yang sebenarnya kini ada di pikiran Hayes. “Hayes, demi Tuhan, aku tidak pernah menyesal mengorbankan puluhan tahun untuk menjadi ayahmu, dan sampai detik ini bagiku, kau tetap anakku.”Hayes tertunduk diam menahan senyuman pedihnya. Semakin Hayes berusaha menerima kebaikan yang telah Damian berikan selama ini, semakin d
Seorang pria paruh baya datang membawa setumpuk document dan meletakannya di meja, pria itu tidak langsung pergi, dia berdiri cukup lama, memandangi Theodor yang yang tengah bermain piano.Theodor duduk dengan anggun, irish matanya yang kebiruan tidak berhenti memandangi cincin di atas piano.Jemari rampingnya bergerak lembut menciptakan instrument indah dari salah satu karya Paul de Senneville-Mariage d’Amour. Sejak beberapa hari ini Theodor memainkan musik itu, disetiap nada yang dia hasilnya membawanya pada banyak kenangan indahnya bersama Alice. Semakin Theodor memikirkannya, rasa di dalam hatinya kian kuat.Theodor ingin melamar Alice dan menjaganya sepenuhnya, menempatkannya di sisinya, saling berbagi kehidupan yang tersisa.Tidak masalah untuk Theodor jika hubungan mereka dirahasiakan dalam waktu yang lama agar kehormatan Alice tidak tercoreng dan orang-orang tidak berpikir buruk padanya.Namun, apakah Alice bersedia jika Theodor melamar?Theodor tidak percaya diri. Theodor ta
“Jangan bercanda padaku disaat seperti ini Damian! Katakanlah dengan sebenarnya jika ini semua bohong kan?” isak Ivana penuh dengan permohonan.“Aku tidak berbohong Ivana,” jawab Damian pelan.“Tidak!” Ivana menggeleng keras. “Putraku, Hayes sempurna, setiap tahun hasil catatan medisnya dia tidak memiliki catatan apapun. Ini tidak mungkin!”Damian mengangguk samar, memahami seberapa shocknya Ivana saat ini. “Ivana, Hayes menyembunyikannya sejak beberapa bulan yang lalu, dan kini keadaanya semakin memburuk,” tegas Damian memberitahu.Ivana menutup mulutnya dengan tangan, wanita itu kian menangis keras, hatinya terkoyak sangat sakit membayangkan jika kini putranya mengalami hal yang sama dengan dirinya.Rasa sakit yang dirasa sangat teramat perih hingga membuat Ivana merasa seluruh dunianya runtuh di detik ini juga.Suara tangisan pilu Ivana terdengar di pendengaran, Damian bisa merasakan kehancurannya yang mengguncang wanita itu mendengar kabar Hayes yang selalu sehat, kini memiliki ge
“Alice, menikahlah denganku.”Tiga kalimat yang terucap berhasil menciptakan keheningan hebat, bahkan suara angin yang bergerak pun mendadak terhenti, seluruh permukaan kulit Alice berdesir memanas dan jantungnya berdebar kencang tidak terkendali.Sebuah kalimat yang tidak pernah sedikitpun terlintas di pikiran Alice bahwa dia akan mendengar seorang laki-laki mengajaknya menikah.Apakah ini mimpi? Apakah ini nyata?Ekspresi apa yang harus Alice tunjukan? Dia takut menjadi wanita yang lancang dan serakah bila berpikir bahwa apa yang di ucapkan Theodor adalah serius, bagaiamana jika ternyata apa yang Alice dengar hanyalah sebuah halusinasi?Alice mengerjap beberapa kali sampai harus mengucek matanya, mencoba untuk mengembalikan kesadarannya lagi dan tidak mempermalukan diri sendiri di hadapan Theodor.“Theodor, barusan kau bicara apa?” tanya Alice mencoba meyakinkan diri.Theodor membuka sebuah kotak beludru di tangannya, memperlihatkan sebuah cincin yang sejak lama tidak pernah dia tin
“Shanie,” panggil Vanka dengan suara bergetar.Wajah mungil Shanie terangkat, menatap lekat sepasang mata indah ibunya dengan bibir yang tidak berhenti mengunyah. Tangan Shanie terangkat, anak itu sempat mengusap pipi Vanka dan menyingkirkan air matanya yang sempat terjatuh.Setiap hari Shanie selalu melihat ibunya menangis, dan di setiap kali Shanie bertanya, Vanka mengaku bahwa dirinya tidak menangis.“Jadilah anak yang baik. Jangan pernah mencintai siapapun dengan berlebihan, jangan pernah mengikuti jejakku,” nasihat Vanka mengulangi ucapannya yang sudah dia katakan entah ke berapa kalinya sejak semalam.Shanie yang tidak mengerti apapun hanya mengangguk dan menggigit lebih banyak rotinya.Vanka membuang mukanya sesaat, menyingkirkan air mata yang membasahi pipi. Dilihatnya lagi Shanie dengan tatapan mata sendu menyiratkan begitu banyak luka yang dalam. “Shanie…”“Iya, Ibu.”“Ibu sangat sayang padamu.”“Aku juga sayang Ibu,” jawab Shanie dengan senyuman lebarnya.“Jika bertemu den
“Dia meninggalkan catatan untuk Anda. Tolong kembalilah sebentar, tidak ada yang mau mengurusnya selain Anda.”Theodor menutup matanya rapat-rapat, merasakan ada sesuatu yang teramat perih menelusup dan menggores masuk ke dalam hatinya. Theodor menarik napasnya dengan kesulitan, butuh waktu beberapa detik untuknya agar bisa kembali berbicara.“Kau anan bercanda Samuel.”“Tuan, saya serius, nona Vanka sudah terjun ke danau dan ditemukan sudah tidak bernyawa, beliau hanya meninggalkan catatan terakhirnya untuk Anda saja. Karena itu, saya harap Anda bisa berjiwa besar untuk mengurusnya untuk yang terakhir kalinya, saya percaya Anda masih menganggapnya sebagai teman.”Pegangan pada handpone menguat, Theodor menarik napasnya dengan kesulitan.Tadi pagi,dia masih melihat Vanka di depan rumahnya, wanita itu duduk di depan gerbang rumahnya dalam waktu yang lama. Vanka menolak pergi, dia juga menolak diberi makanan dan pakaian hangat.Tadi pagi, Theodor memilih mengabaikannya begitu saja dan t
Bibir mungil Alice sedikit terbuka, membuang napasnya dengan penuh syukur dan kelegaan, melihat Hayes yang kini berdiri dalam keadaan baik-baik saja seperti biasanya.Alice sempat sangat khawatir dengan keadaannya karena di malam itu, Hayes terlihat sangat kesakitan. Athur beranjak dari duduknya dengan penuh semangat menyambut kedatangan Hayes. Hayes langsung menanyakan persiapan minuman yang akan Athur perkenalkan nanti malam di acaranya.Athur mempersilahkannya duduk sebelum dia pergi ke dalam rumah. Athur harus mengambil beberapa berkas penting untuk menunjukan izin edar dan persetujuan nama brandnya, Athur juga harus membawa salah satu botol anggur agar Hayes bisa mencicipinya sendiri kualitasnya.Kepergian Athur yang cepat ke dalam rumah menciptkan keheningan. Sekali lagi Alice dan Hayes saling memandang.Hayes tidak berbicara sepatah katapun, namun tatapannya yang lekat tidak berhenti menatap wajah Alice yang kini sedikit kemerahan karena cuaca yang cerah.Sangat menyenangkan d
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.