Bibir mungil Alice sedikit terbuka, membuang napasnya dengan penuh syukur dan kelegaan, melihat Hayes yang kini berdiri dalam keadaan baik-baik saja seperti biasanya.Alice sempat sangat khawatir dengan keadaannya karena di malam itu, Hayes terlihat sangat kesakitan. Athur beranjak dari duduknya dengan penuh semangat menyambut kedatangan Hayes. Hayes langsung menanyakan persiapan minuman yang akan Athur perkenalkan nanti malam di acaranya.Athur mempersilahkannya duduk sebelum dia pergi ke dalam rumah. Athur harus mengambil beberapa berkas penting untuk menunjukan izin edar dan persetujuan nama brandnya, Athur juga harus membawa salah satu botol anggur agar Hayes bisa mencicipinya sendiri kualitasnya.Kepergian Athur yang cepat ke dalam rumah menciptkan keheningan. Sekali lagi Alice dan Hayes saling memandang.Hayes tidak berbicara sepatah katapun, namun tatapannya yang lekat tidak berhenti menatap wajah Alice yang kini sedikit kemerahan karena cuaca yang cerah.Sangat menyenangkan d
Shanie duduk bersimpuh dengan lutut di lantai, suara tangisannya yang lemah terdengar, anak itu memeluk peti Vanka, memandangi ibunya yang terias cantik tertidur tenang tidak kunjung membuka matanya ketika Shanie berusaha membangunkannya.Air mata tidak berhenti berjatuhan, tangan kecilnya gemetar mengusap kaca berusaha untuk menggapai wajah ibunya. Shanie ingin memeluknya. Calla dan Aaric yang sejak tadi ikut mendampingi, beberapa kali berusaha menghibur Shanie, namun Shanie menolak beranjak dari sisi ibunya.Theodor duduk dengan lesu, melihat betapa sepinya keberadaan rumah duka yang dia buatkan untuk Vanka. Tidak ada yang melayat, tidak lebih dari sepuluh orang yang ada di dalam ruangan itu.Beberapa kali Theodor melihat ke belakang dengan tatapan kecewa, kedua orang tua Vanka tidak menunjukan diri bahwa mereka akan datang, padahal Samuel sudah memberi mereka kabar.Mengapa mereka sekejam ini pada Vanka? Sebesar apapun kesalahan Vanka di masa lalu yang sudah mempermalukan keluarga
Malam yang indah, gelap di antara bintang-bintang yang bersinar di kegelapan dan suara deburan ombak yang memukul karang. Angin berhembus kencang, lampu-lampu di pinggiran pantai menyala menerangi jalanan setapak. Beberapa kapal pesiar terlihat berlayar di malam hari.Suara tawa samar-samar terdengar. Alice membungkuk di bibir pantai, gadis itu menepuk-nepuk deburan ombak yang beberapa kali bergerak ke arahnya, cahaya biru bersinar indah karena fitoplankton yang muncul.Pemandangan indah ini, masih terasa sama menakjubkannya seperti saat pertama kali Alice melihatnya. Suasana laut, dan aromanya yang khas membuat Alice semakin nyaman.Tangan Alice terbuka menyambut ombak kecil yang datang, berlian yang tersemat di jari manisnya terlihat indah di antara cahaya yang dikeluarkan fitoplankton.Alice tersenyum, wajah cantiknya terlihat di antara pantulan cahaya. Alice teringat dengan lamaran sederhana yang dia terima hari ini. Sesuatu yang tidak pernah Alice duga, dan Alice terkejut denga
Hening, orang-orang yang jumlahnya sedikit sudah tidak terlihat lagi, kini hanya menyisakan beberapa pengawal yang berjaga.Theodor duduk berselonjoran di sisi Aaric, sementara Shanie meringkuk tertidur di tengah-tengah mereka berselimutkan jass Aaric.Sudah sangat lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama bertiga. Dulu, semenjak duduk di bangku sekolah tk hingga lulus kuliah, Theodor, Aaric juga Vanka, mereka selalu bersama dan menghabiskan banyak waktu bersama hampir setiap hari.Kini, sekian tahun lamanya tidak bersama, waktu kembali mempersatukan mereka bertiga di dalam sebuah ruangan, sayangnya kehadiran Vanka hanya tinggal tubuhnya.“Apa yang harus kita lakukan dengan anak ini?” tanya Theodor terdengar serius.Aaric menatap lekat Shanie. “Apa yang terjadi pada Vanka memiliki kaitannya denganku, aku tidak bisa mempercayakan dia pada keluarga Vanka maupun panti asuhan. Karena itu, aku dan Calla sudah sepakat akan membawanya dan mengangkatnya menjadi anak kami,” jawab Aaric pela
Alice menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan, tubuhnya luruh ke lantai kehilangan banyak energy, gadis itu menangis pilu melihat kepergian Athur yang sudah dibawa pergi. Hati Alice tidak sanggup melihat adiknya harus mengalami masalah ini semua, bahkan meski belum ada kepastian, namun perasaan Alice tetap mengatakan bahwa kini Athur sedang dalam kesulitan.Alice menyeka air matanya, dengan terhuyung dia pergi mengambil tas dan menutup pintu. Alice berlari mengambil sepedanya dan menggayuhnya dengan cepat, berusaha untuk mengejar mobil yang sudah membawa Athur.Alice tidak bisa membiarkan Athur sendirian, bahkan meski dia tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu Athur, Alice ingin tetap berada di sisi adiknya untuk membantu menguatkannya.Samar pandangan Alice terhalang oleh air mata yang terus berjatuhan, namun kaki kecilnya tidak berhenti untuk terus menggayuh, mengejar mobil yang jauh berada di depannya.Sekuat tenaga Alice berusaha mengejar, namun mobil yang diikuti semak
Apa yang akan terjadi pada Athur jika masalah ini kian berlanjut? Apa Athur akan dipenjara karena menghadapi tuntutan dari tiga orang sekaligus? Alice tidak sanggup meski membayangkannya.Alice menarik napasnya dengan kesulitan, jantungnya berdegup kencang tidak terkendali. Dengan kesulitan Alice memberanikan diri menatap mata Hayes, berharap menemukan setitik kebesaran hati Hayes untuk bisa memaafkan kesalahan yang telah terjadi.“Hayes, aku mohon, jangan tuntut Athur. Aku sangat percaya Athur tidak melakukan kelalaian apapun, semalam kami juga meminum anggur yang sama di pesta, namun kami baik-baik saja. Aku yakin telah terjadi kecurangan.”“Aku juga tidak menyalahkan minuman yang dibuat Athur, namun Athur tidak bisa menjamin botol tempat minuman itu. Mungkin saja, penyebab keracunan ada pada botol minuman itu. Kau tahu Alice, salah satu temanku harus diopname gara-gara keracunan, dia mengalami kerugian besar karena tidak bisa bekerja selama satu minggu kedepan.”Napas Alice tertaha
Malam yang Alice nantikan akhirnya tiba, dia tidak sabar bertemu dengan Hayes dan berharap bahwa pria itu memberikan kabar baik untuknya.Alice menggayuh sepedanya dibawah langit yang gelap, melewati jalanan berbatu di tengah gelapnya langit malam dan pepohonan yang tumbuh di hutan. Alice sudah cukup mengenal keadaan hutan di sekitar pantai, karena hal itulah Alice tidak takut meski harus bergerak sendirian. Setiap pagi dan sore hari dia selalu melewati jalanan yang sama, tidak menyulitkan untuknya membawa sepeda di bawah kegelapan.Deburan ombak terdengar, bintang-bintang bertaburan di langit. Alice menggayuh lebih cepat sepedanya menyusuri lampu-lampu dipinggir jalan. Dia tidak boleh terlambat dan membuat Hayes menunggu.Jauh Alice menggayuh sepedanya untuk bisa sampai di paviliun.Alice meninggalkan sepedanya di dekat air mancur, suasana paviliun terasa sepi tidak menunjukan tanda-tanda ada seseorang.Dengan ragu Alice pergi ke teras dan menekan bel beberapa kali, sayangnya Hayes
Napas Alice tertahan, tangan kecilnya mengepal kuat di sisi, permintaan Hayes membuatnya bimbang, apa sebenarnya yang Hayes mau? Mengapa dia berbicara sesuatu yang tidak masuk akal.Tenggorokan Alice terasa kering, instingnya menjadi waspada, ada sesuatu yang membuatnya takut.Suasana di sekitar ruangan berubah menjadi sunyi senyap. Saat dia memandangi mata Hayes, Alice merasa seperti kembali bertemu dengan Hayes Borsman yang pertama kali dia temui.Pria itu sulit dijangkau dan sulit dipahami, ada banyak duri di sekitarnya yang membuat Alice harus patuh karena sedikit saja Alice mencoba melawan, dia akan terluka seperti biasanya.Apakah kekacauan yang dibuat Athur menyebabkan Hayes akan membencinya lagi? pikiran Alice berkecamuk, bertanya-tanya dengan situasi yang sedang dialaminya saat ini.“Alice,” peringat Hayes sekali lagi, memintanya untuk segera mengambil keputusan karena kesabaran Hayes tidak banyak.Alice tertunduk memandangi cincinnya, dengan berat hati Alice melepaskan cin