Malam yang indah, gelap di antara bintang-bintang yang bersinar di kegelapan dan suara deburan ombak yang memukul karang. Angin berhembus kencang, lampu-lampu di pinggiran pantai menyala menerangi jalanan setapak. Beberapa kapal pesiar terlihat berlayar di malam hari.Suara tawa samar-samar terdengar. Alice membungkuk di bibir pantai, gadis itu menepuk-nepuk deburan ombak yang beberapa kali bergerak ke arahnya, cahaya biru bersinar indah karena fitoplankton yang muncul.Pemandangan indah ini, masih terasa sama menakjubkannya seperti saat pertama kali Alice melihatnya. Suasana laut, dan aromanya yang khas membuat Alice semakin nyaman.Tangan Alice terbuka menyambut ombak kecil yang datang, berlian yang tersemat di jari manisnya terlihat indah di antara cahaya yang dikeluarkan fitoplankton.Alice tersenyum, wajah cantiknya terlihat di antara pantulan cahaya. Alice teringat dengan lamaran sederhana yang dia terima hari ini. Sesuatu yang tidak pernah Alice duga, dan Alice terkejut denga
Hening, orang-orang yang jumlahnya sedikit sudah tidak terlihat lagi, kini hanya menyisakan beberapa pengawal yang berjaga.Theodor duduk berselonjoran di sisi Aaric, sementara Shanie meringkuk tertidur di tengah-tengah mereka berselimutkan jass Aaric.Sudah sangat lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama bertiga. Dulu, semenjak duduk di bangku sekolah tk hingga lulus kuliah, Theodor, Aaric juga Vanka, mereka selalu bersama dan menghabiskan banyak waktu bersama hampir setiap hari.Kini, sekian tahun lamanya tidak bersama, waktu kembali mempersatukan mereka bertiga di dalam sebuah ruangan, sayangnya kehadiran Vanka hanya tinggal tubuhnya.“Apa yang harus kita lakukan dengan anak ini?” tanya Theodor terdengar serius.Aaric menatap lekat Shanie. “Apa yang terjadi pada Vanka memiliki kaitannya denganku, aku tidak bisa mempercayakan dia pada keluarga Vanka maupun panti asuhan. Karena itu, aku dan Calla sudah sepakat akan membawanya dan mengangkatnya menjadi anak kami,” jawab Aaric pela
Alice menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan, tubuhnya luruh ke lantai kehilangan banyak energy, gadis itu menangis pilu melihat kepergian Athur yang sudah dibawa pergi. Hati Alice tidak sanggup melihat adiknya harus mengalami masalah ini semua, bahkan meski belum ada kepastian, namun perasaan Alice tetap mengatakan bahwa kini Athur sedang dalam kesulitan.Alice menyeka air matanya, dengan terhuyung dia pergi mengambil tas dan menutup pintu. Alice berlari mengambil sepedanya dan menggayuhnya dengan cepat, berusaha untuk mengejar mobil yang sudah membawa Athur.Alice tidak bisa membiarkan Athur sendirian, bahkan meski dia tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu Athur, Alice ingin tetap berada di sisi adiknya untuk membantu menguatkannya.Samar pandangan Alice terhalang oleh air mata yang terus berjatuhan, namun kaki kecilnya tidak berhenti untuk terus menggayuh, mengejar mobil yang jauh berada di depannya.Sekuat tenaga Alice berusaha mengejar, namun mobil yang diikuti semak
Apa yang akan terjadi pada Athur jika masalah ini kian berlanjut? Apa Athur akan dipenjara karena menghadapi tuntutan dari tiga orang sekaligus? Alice tidak sanggup meski membayangkannya.Alice menarik napasnya dengan kesulitan, jantungnya berdegup kencang tidak terkendali. Dengan kesulitan Alice memberanikan diri menatap mata Hayes, berharap menemukan setitik kebesaran hati Hayes untuk bisa memaafkan kesalahan yang telah terjadi.“Hayes, aku mohon, jangan tuntut Athur. Aku sangat percaya Athur tidak melakukan kelalaian apapun, semalam kami juga meminum anggur yang sama di pesta, namun kami baik-baik saja. Aku yakin telah terjadi kecurangan.”“Aku juga tidak menyalahkan minuman yang dibuat Athur, namun Athur tidak bisa menjamin botol tempat minuman itu. Mungkin saja, penyebab keracunan ada pada botol minuman itu. Kau tahu Alice, salah satu temanku harus diopname gara-gara keracunan, dia mengalami kerugian besar karena tidak bisa bekerja selama satu minggu kedepan.”Napas Alice tertaha
Malam yang Alice nantikan akhirnya tiba, dia tidak sabar bertemu dengan Hayes dan berharap bahwa pria itu memberikan kabar baik untuknya.Alice menggayuh sepedanya dibawah langit yang gelap, melewati jalanan berbatu di tengah gelapnya langit malam dan pepohonan yang tumbuh di hutan. Alice sudah cukup mengenal keadaan hutan di sekitar pantai, karena hal itulah Alice tidak takut meski harus bergerak sendirian. Setiap pagi dan sore hari dia selalu melewati jalanan yang sama, tidak menyulitkan untuknya membawa sepeda di bawah kegelapan.Deburan ombak terdengar, bintang-bintang bertaburan di langit. Alice menggayuh lebih cepat sepedanya menyusuri lampu-lampu dipinggir jalan. Dia tidak boleh terlambat dan membuat Hayes menunggu.Jauh Alice menggayuh sepedanya untuk bisa sampai di paviliun.Alice meninggalkan sepedanya di dekat air mancur, suasana paviliun terasa sepi tidak menunjukan tanda-tanda ada seseorang.Dengan ragu Alice pergi ke teras dan menekan bel beberapa kali, sayangnya Hayes
Napas Alice tertahan, tangan kecilnya mengepal kuat di sisi, permintaan Hayes membuatnya bimbang, apa sebenarnya yang Hayes mau? Mengapa dia berbicara sesuatu yang tidak masuk akal.Tenggorokan Alice terasa kering, instingnya menjadi waspada, ada sesuatu yang membuatnya takut.Suasana di sekitar ruangan berubah menjadi sunyi senyap. Saat dia memandangi mata Hayes, Alice merasa seperti kembali bertemu dengan Hayes Borsman yang pertama kali dia temui.Pria itu sulit dijangkau dan sulit dipahami, ada banyak duri di sekitarnya yang membuat Alice harus patuh karena sedikit saja Alice mencoba melawan, dia akan terluka seperti biasanya.Apakah kekacauan yang dibuat Athur menyebabkan Hayes akan membencinya lagi? pikiran Alice berkecamuk, bertanya-tanya dengan situasi yang sedang dialaminya saat ini.“Alice,” peringat Hayes sekali lagi, memintanya untuk segera mengambil keputusan karena kesabaran Hayes tidak banyak.Alice tertunduk memandangi cincinnya, dengan berat hati Alice melepaskan cin
Kepergian Alice yang terlihat putus asa melekat dalam ingatan. Gadis itu berjalan terhuyung-huyung seperti kehilangan banyak tenaga, bahu kecilnya gemetar menahan tangisan.Hayes bisa merasakan seberapa besar kekecewaan Alice terhadap dirinya, memandangnya sebagai pria jahat yang sudah menghancurkan harapannya.Hayes sudah tahu bahwa ini akan terjadi, apa yang dia lakukan akan melukai perasaan Alice. Apa yang Hayes lakukan, tidak ada bedanya dengan merampas paksa bunga yang baru mekar dan mencengkramnya hingga semua kelopaknya hancur di tanah.Hayes mendongkakan wajahnya melihat malam yang pekat, ada rasa bersalah di dalam dada, namun ada harapan besar yang tumbuh jika Alice akan kembali padanya. Anehnya, rasa bersalahnya malam ini tidak menimbulkan penyesalan apapun.Ini terlalu egois..Hayes tahu itu…Hayes sudah berusaha menjadi seseorang yang baik, namun pada akhirnya dia mendapatkan banyak kekecewaan. Bukankah tidak masalah jika kini Hayes memilih untuk sedikit lebih kejam untuk
Bayangan pepohonan yang terlewati meneduhi jendela, suara decitan halus terdengar ketika bus berhenti di halte. Alice beranjak dari duduknya, gadis itu melangkah keluar bersama beberapa penumpang lainnya.Jalanan sudah ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang, orang-orang terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing. Di tengah keramaian banyak orang, Alice berjalan menyusuri bahu jalan.Aroma kopi, dan makanan tercium harum, banyak orang yang menikmati sarapan pagi mereka di beberapa kedai.Langkah Alice terhenti, gadis itu berdiri di depan toko roti. Dia teringat dengan Athur yang sangat suka dangn roti isian kacang merah, dua minggu sekali Athur selalu ke toko ini.Roti isian kacang merah selalu mengingatkan Athur pada ibunya, karena itulah dia sangat menyukainya.Alice merongoh sesuatu di tasnya, melihat beberapa lembar uang yang tersisa, dia ingin membelikan Athur roti, mungkin nanti dia bisa pulang dengan berjalan kaki bila jumlah uangnya tidak cukup untuk membayar ongkos pulang