"Ayleen. Ini Sandra, istriku. Dia akan tinggal di sini dan kamu harus berbuat baik padanya," ucap Arkhan tanpa beban kepada Ayleen, wanita yang ia nikahi lima bulan lalu karena paksaan keluarga.
Ayleen terpaku sejenak kemudian melanjutkan memotong sayur tanpa menoleh pada Arkhan maupun wanita di sebelahnya. Terkejut? Ya, tentu saja Ayleen terkejut. Hampir saja jantungnya lompat dari tempatnya. Sakit hati? Jelas. Tidak dapat dijelaskan bagaimana remuk hatinya saat ini. Pria yang sudah berhasil menempati tahta tertinggi di hati. Pria yang ia perjuangkan selama lima bulan untuk mendapatkan perhatiannya ternyata tidak pernah ingin menyemai cinta diantara mereka. Sekarang, malah membawa wanita lain yang sudah menjadi istri untuk tinggal bersama. "Ayleen." Arkhan memanggil kembali. Ayleen memejamkan mata. Menarik napas dalam-dalam. Menyembunyikan rasa sakit dan sesak yang diciptakan dua manusia siang ini. Tak ingin terlihat lemah di mata pria bergelar suami dan wanita di sampingnya. Untuk apa Arkhan membawa wanita itu kemari? Bukankah hal yang mudah bagi Arkhan untuk membeli rumah lain? Apa dia sengaja menyakiti hati Ayleen? Ayleen tetap bungkam seraya meneruskan pekerjaan. "Ayleen, aku berbicara padamu." Nada bicara Arkhan meninggi karena tidak jua mendapat tanggapan dari Ayleen. "Iya, aku dengar, Mas." Ayleen berdiri dari kursi makan, menuju wastafel. Mencuci sayur yang tadi ia potong. "Apakah kamu mengizinkan Sandra tinggal di sini?" 'Oh, namanya Sandra.' Ayleen mendengkus pelan. Sudut bibirnya terangkat sedikit. "Aku izinkan atau tidak, Mas tetap akan membiarkannya tinggal di sini, bukan? Lagipula, sejak kapan Mas minta pendapatku." Tidak seperti biasa, Ayleen yang selalu patuh kini berani melawan. Sudut mata Ayleen melirik sekilas. Wanita bernama Sandra itu menggelayut manja di lengan pria yang masih berstatus suami Ayleen. "Sudahlah, Sayang. Untuk apa kamu meminta persetujuannya? Bukankah itu tidak penting?" ungkapnya dengan suara dibuat selembut kapas. Tapak tangannya naik turun lembut di lengan pria itu. Segumpal daging di dalam dada seolah diremas kuat hingga hancur berderai. Harusnya Ayleen yang bergelayut di lengan Arkhan. Ayleen bahkan tidak pernah dan tidak berani menyentuh apalagi merangkul karena Arkhan menciptakan benteng yang sangat tinggi di antara mereka. "Ssssttt, kamu diam dulu. Kamu tidak tahu apa-apa." Arkhan meletakkan telunjuk di depan bibir sang istri disambut oleh kecupan hangat oleh Sandra. Kemesraan itu seakan dibuat sengaja oleh Sandra untuk memanas-manasi Ayleen. Membawa perasaan luluh lantak, Ayleen melanjutkan aktivitas memasak tanpa menoleh dua manusia di dekatnya sampai aroma sup ayam menguar ke seluruh dapur. Cacing-cacing di perut Arkhan memberontak hendak disajikan sup buatan Ayleen. Meskipun rumah tangga mereka dingin, tapi Arkhan akui lidahnya selalu cocok dengan semua masakan Ayleen. "Ayleen, kamu izinkan, bukan? Kamu jangan sampai lapor sama Kakek ya." Arkhan masih saja mendesak. Ia terus mengekor kemanapun Ayleen berjalan hingga Ayleen duduk menyantap sup tanpa menawarkan masakan, Arkhan masih berdiri di sampingnya. Dahinya mengernyit. Heran dengan perubahan sikap sang istri. Biasanya Ayleen membiarkan Arkhan makan terlebih dahulu, setelah itu barulah dia makan. Hari ini, ditawari saja tidak. Wanita cantik berpakaian kurang bahan itu mendecak malas. "Mas, kamu kenapa sih? Biar ajalah. Katamu kamu gak cinta sama dia, tapi mengapa sekarang memohon untuk diizinkan? Kamu takut sama dia? Atau sekarang kamu sudah mulai cinta?" cecarnya bernada protes dengan sikap suaminya itu. Arkhan menarik lengan Sandra sedikit menjauh. "Kita harus dapat izin Ayleen. Jangan sampai dia marah dan lapor sama Kakek. Kalau Ayleen sakit hati dan Kakek marah, bisa-bisa aku gak kebagian warisan," bisiknya pelan tapi masih terdengar jelas oleh Ayleen. 'Oh, ternyata itu alasannya kamu berwajah manis dan membujukku hari ini, Mas? Biasanya, kamu selalu menjauhiku. Berucap atau mendekat hanya untuk menghina. Tapi apa hubungannya aku dengan warisan Mas Arkhan?' batin Ayleen bertanya-tanya. Setelah berbisik, Sandra mengikuti saja kemauan Arkhan meskipun dengan wajah ditekuk. Arkhan menghampiri Ayleen. "Jika kamu mengizinkanku dengan senang hati, maka malam ini ku pastikan akan menjadi malam yang paling bahagia untukmu. Sudah lama kamu menginginkannya kan, Sayang?" ucap Arkhan membuat Ayleen tersedak. Dari sudut matanya, tampak Arkhan memasang ekspresi hendak mu*tah. Panggilan 'Sayang', tidak pernah sama sekali diucapkan Arkhan padanya. Jangankan panggilan sayang, memandang Ayleen saja ia terlihat jijik. Tapi, hari ini demi Sandra dan harta, ia melakukannya. 'Malam ini, maksudnya malam pertama yang tertunda selama lima bulan?' Ayleen tersenyum tipis, menggelengkan kepala. Tak habis pikir. Sebesar itu niat Arkhan membawa masuk Sandra ke rumah ini lantas ia rela melakukan malam pertama dengan wanita yang selalu ia hina karena buruk rupa. "Kenapa kamu memakai baju tipis itu? Berharap aku akan tergoda dan menyentuhmu? Jangan harap! Wajah burukmu itu membuatku mual. Pergi kamu! Bawa semua barangmu ke kamar sebelah. Kita tidak akan pernah sekamar," usir Arkhan di kala malam pengantin mereka lima bulan yang lalu. Hari ini, pria yang mengusir dan menghina di malam pertama kala itu ingin menjalankan kewajiban demi wanita lain. Hati wanita mana yang tidak sakit? "Apaan sih kamu, Mas. Kamu mau ena-ena sama dia? Jijik banget tahu, Mas. Lihat wajah bopengnya itu. Iiiih. Ingat ya, aku gak sudi berbagi apapun tentang kamu dengannya." Sandra bergidik sembari melayangkan pukulan ke lengan pria di sebelahnya. Marah. Arkhan tidak peduli kemarahan Sandra, ia gegas mengambilkan air minum untuk Ayleen. Perbuatan manis pertama kali yang tentunya penuh kepura-puraan. Usahanya membujuk Ayleen harus berhasil. Ayleen menyadari itu. Ayleen mengambil gelas tersebut, menenggaknya hingga tuntas. Kapan lagi menerima perlakuan baik suami, kalau tidak sekarang? "Aku izinkan, tapi untuk nanti malam kamu tidak perlu repot-repot, Mas." Sebenarnya ia sangat menginginkan Arkhan, akan tetapi kalau melakukannya tanpa cinta. Untuk apa? Arkhan melebarkan senyum. Entah itu bahagia karena Sandra diizinkan tinggal di sini atau karena ia terlepas dari melewati malam bersama wanita buruk rupa yang selalu ia hina selama menjalani pernikahan. Ayleen tidak tahu. Arkhan menarik lengan Sandra. "Tapi, ingat! Jangan ngadu yang bukan-bukan pada Kakek. Kalau Kakek tahu, bilang semuanya atas izinmu." Arkhan berucap setengah berteriak dengan langkah yang semakin menjauh, naik ke lantai atas. Masuk ke kamar Arkhan, di samping kamar Ayleen. Ya, selama menikah mereka pisah kamar atas permintaan Arkhan. Ayleen menghela napas berat. Menahan rasa sebak yang menyelimuti hati. Ia gegas berlari masuk ke kamar. Menelungkupkan kepala di atas bantal. Berteriak dan menangis sekencang mungkin. Menumpahkan segala rasa. Kecewa, marah, sedih yang bercampur menjadi satu. Setelah dirasa cukup, ia menarik napas dalam. Menata kembali serpihan hati yang berserak. Ke luar kamar, rencananya ingin merapikan kekacauan setelah aktifitas memasak dan makan tadi. Baru saja membuka pintu kamar, secara tidak sengaja dia melihat Sandra mengendap-endap sebelum membuka pintu ruang kerja Arkhan. 'Apa yang dilakukannya? Mencurigakan sekali.' Menutup pintu kamar perlahan, Ayleen mengambil ponsel di nakas, samping tempat tidur lantas menelepon seseorang. Memberi perintah pada lawan bicara. "Lakukan dengan hati-hati," pesannya lalu memutuskan sambungan telepon. Ia duduk di depan meja rias, membuka selaput tipis di wajah. Memandangi wajah mulus tanpa bopeng dan cacat sedikitpun. "Aku akan beri kamu hadiah, adik maduku. Aku pastikan, kamu tidak akan bisa melupakan hadiah istimewa ini seumur hidup."Mematut diri di hadapan cermin, memandangi wajah mulus tanpa ada yang tahu termasuk suami."Tega sekali kamu, Mas. Disaat aku sudah mencintaimu, gampang sekali kamu membawa orang ketiga.""Andai kamu tahu wajah asliku, apa kamu akan mencintaiku?" tanyanya dengan tatapan sendu.Untuk kesekian kali, buliran bening menyapa pipi, makanan sehari-hari yang diberikan Arkhan padanya. Bunyi ketukan pintu sangat keras dan mendesak mengagetkannya. Cepat ia menghapus sisa air mata yang membasahi pipi. Beranjak menuju wastafel, cuci muka di sana."Ayleen! Ayleen! Kamu ngapain di dalam? Mau malas-malasan kamu, hah!"Belum sampai satu jam wanita itu masuk ke rumah, Ayleen sudah hapal betul suara siapa yang memanggil dan mengetuk pintu tidak sopan."Kamu ---" Ucapan Sandra semakin pelan lalu terpotong. Kepalan tangan melayang di udara. Hendak menggedor lagi keburu Ayleen membuka pintu."Apa? Tidak tahu sopan santun kamu di rumah orang. Main gedor-gedor semaumu," ketus Ayleen melotot, mendongakkan da
Sandra yang keheranan melihat tingkah Ayleen bertanya, "Ngapain kamu senyum sendiri? Udah jelek, gila lagi. Harusnya kamu usir dia dari sini, Mas." Sandra memutar bola mata ke samping, menatap Arkhan."Hush! Jangan! Dia masih ada gunanya. Tuh lihat rumah kita, bersih. Aku tidak perlu sewa ART." Arkhan menunjuk beberapa sudut rumah.Sandra merotasikan bola mata sesuai telunjuk Arkhan. Benar saja, rumahnya rapi dan bersih. Setahu Sandra, memang di rumah itu tidak memakai jasa ART setelah pernikahan Arkhan dan Ayleen. Ayleen yang bekerja sebagai Office Girl di suatu perusahaan pernah berkata, "Kantor aja bisa ku bersihkan, apalagi rumah pribadi kita." Sandra mengingat bagaimana Arkhan menirukan cara bicara Ayleen saat mereka masih berpacaran, tepatnya berselingkuh."Lagipula, aku tidak bisa sembarangan mengusir dia. Andai Kakek tidak mengancamku, sudah ku lakukan dari dulu. Tidak hanya ku usir, aku akan langsung menceraikannya." "Adanya Ayleen, kamu juga bisa minta ini itu sama dia, kan
Pijitan Ayleen sanggup membuat Sandra tertidur pulas. Racikan Ayleen memang belum bereaksi. Dosis sedang memberikan ia posisi aman agar tidak memancing kecurigaan sepasang pengantin baru. Meninggalkan wanita ulat bulu di sofa, ia berpindah ke kamar. Duduk kembali di meja rias menghadap cermin besar di sana.Cukup lama Ayleen mematut diri di hadapan cermin hingga langit oranye menyapa. Suara ketukan pintu cukup keras memecahkan lamunan. Tergesa-gesa, ia pasang kembali selaput tipis yang memberi kesan kerutan di sebagian besar pipi kanannya."Sia..." Pertanyaan Ayleen terpotong karena kala pintu terbuka menampilkan sosok tegap Arkhan. Ia tidak menyangka Arkhan akan mengetuk pintu kamarnya. Sesuatu yang mustahil baginya selama ini."Aku dan Sandra lapar, kamu bikinkan kami makanan ya. Cepat," pinta Arkhan memaksa."Masih ada sup ayam tadi," sahut Ayleen mencoba ketus meski hatinya berbunga-bunga, jantungnya jedag jedug tak menentu bertatapan dengan sang pujaan hati.Arkhan menatap dingi
Beberapa menit selesai makan, seperti biasa Ayleen merapikan meja dan mencuci piring. Sandra sama sekali tidak berniat membantu."Hallo, wanita sok cantik. Harap cuci piringmu," seru Ayleen kala melihat Sandra berlenggang meninggalkan dapur.Mendengarnya, Sandra terbahak. "Aku sok cantik? Aku cuci piring?" Sandra menunjuk wajahnya sendiri. "Sorry banget. Aku gak akan mengotori tangan mulusku dengan sabun." Wanita ber-make up tebal itu menghampiri. Mendorong sedikit bahu Ayleen. Ayleen yang tidak siap karena tidak mengira Sandra berani main fisik, tubuhnya sedikit oleng. "Hey, wanita bopeng. Jangan samakan aku dengan kamu. Kamu cocoknya jadi pelayan saja di rumah ini. Melayani kami sebagai raja dan ratu. Jadi, kamu cuci semua piring kotor itu. Paham?!"Ayleen merasa geli mendengar ucapan sombong dan angkuh wanita di hadapannya. Jujur, sebenarnya ia merasa kecantikan Sandra tidak sebanding dengan kecantikan yang ia miliki. Hanya saja, ia harus menutupi kecantikan itu dengan silikon tip