Pijitan Ayleen sanggup membuat Sandra tertidur pulas. Racikan Ayleen memang belum bereaksi. Dosis sedang memberikan ia posisi aman agar tidak memancing kecurigaan sepasang pengantin baru.
Meninggalkan wanita ulat bulu di sofa, ia berpindah ke kamar. Duduk kembali di meja rias menghadap cermin besar di sana. Cukup lama Ayleen mematut diri di hadapan cermin hingga langit oranye menyapa. Suara ketukan pintu cukup keras memecahkan lamunan. Tergesa-gesa, ia pasang kembali selaput tipis yang memberi kesan kerutan di sebagian besar pipi kanannya. "Sia..." Pertanyaan Ayleen terpotong karena kala pintu terbuka menampilkan sosok tegap Arkhan. Ia tidak menyangka Arkhan akan mengetuk pintu kamarnya. Sesuatu yang mustahil baginya selama ini. "Aku dan Sandra lapar, kamu bikinkan kami makanan ya. Cepat," pinta Arkhan memaksa. "Masih ada sup ayam tadi," sahut Ayleen mencoba ketus meski hatinya berbunga-bunga, jantungnya jedag jedug tak menentu bertatapan dengan sang pujaan hati. Arkhan menatap dingin. "Kami mau makanan yang baru. Sandra tidak suka sup." 'Giliran membujuk tadi, mukanya memelas. Pas udah diizinkan, balik ke stelan pabrik,' gerutu Ayleen dalam hati. Mana mungkin ia berani meluahkan langsung karena ia masih dalam tahap mencoba meluluhkan bongkahan es. Harapannya untuk memperbaiki rumah tangga sangatlah besar. "Kenapa tidak Sandra aja yang masak untuk kamu, Mas? Dia kan istrimu juga," sahut Ayleen. "Dia capek." Tanpa menunggu jawaban, Arkhan meninggalkan Ayleen yang terpaku di ambang pintu. Rasanya ingin mengumpat, memaki pria yang sudah menghilang di balik pintu. Pria itu mau enaknya saja tanpa memikirkan perasaan Ayleen. Tapi, apa daya. Rasa cinta begitu kokoh di hati sehingga ia rela memperbudak diri sendiri untuk pria tersebut. Andai ini bukan permintaan dan bukan untuk mencari perhatian Arkhan, tidak akan ia lakukan. Setengah terpaksa, Ayleen ke dapur. Membuat rendang ayam dan sayur capcay kesukaan Arkhan. Hampir dua jam berjibaku di dapur, sajian makan malam beres. Terdengar suara tapak kaki bersahutan menuruni tangga disertai tawa-tawa kecil dan rayuan manja dari dua insan berbeda jenis. Ayleen menatap sekilas dua orang yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Tak ingin mengotori mata melihat pemandangan menjijikkan yang sengaja dipertontonkan padanya. Tanpa beban, dua insan itu duduk bersebelahan di kursi makan. Sandra sudah mengganti pakaian. Ia tampak lebih segar menandakan dia sudah mandi. Dempul di pipinya terlihat tebal, tanda ia sudah memakai bedak. Ayleen tersenyum dalam hati. "Kamu memang jago mijit. Aku mau kamu mijit aku setiap hari," pintanya. Tidak ada sahutan. "Ayleen, kamu pijit Sandra setiap hari," pinta pria beristri dua disambut senyum sumringah wanita di sampingnya. "Hmmm," jawab Ayleen berdehem. Merasa tidak ikhlas diperlakukan seenaknya. Duduk di hadapan mereka berdua. Sorot tajam mata Sandra menyambut. "Hey, kamu jangan di sini. Menghilangkan selera makanku saja," ucapnya menghina. Ayleen tidak peduli, ia masih menyendok nasi dan lauk ke dalam piring lalu menyodorkan ke hadapan Arkhan, seperti biasa. "Dia suamiku. Aku bisa melayaninya," ucap Sandra sarkas, menjauhkan piring dari hadapan Arkhan. Mengisi piring lain dengan nasi dan lauk yang baru. Disongsong senyum terindah sang suami. "Kalau dia suamimu, kenapa kamu tidak masak untuknya? Jangan mau enaknya saja kamu," jawab Ayleen mengundang Arkhan menoleh heran padanya. 'Sejak kapan ia punya nyali melawan seperti hari ini?' Arkhan terheran sendiri tanpa berucap. Tak terima disindir wanita buruk rupa, Sandra menggebrak meja hingga garpu dan sendok melayang sejenak kembali lagi menghantam piring, menimbulkan dentingan nyaring. "Jaga mulutmu ya. Aku tadi capek." Ayleen menaikkan satu sudut bibir. 'Capek apaan? Perasaan dari tadi gak ngapa-ngapain.' Mengambil piring berisi nasi dan lauk untuk Arkhan tadi lalu menyuap dengan santai. Sandra seperti kebakaran jenggot melihat respon Ayleen yang terlihat santai dan seolah sengaja memancing amarah. "Hey! Ku bilang jangan makan di sini." Dada wanita bergaun merah menyala sepaha itu naik turun, menahan emosi yang sudah di ubun-ubun. "Kalau kamu gak suka aku di sini, kenapa tidak kamu saja yang pergi?" balas Ayleen dingin. Amarah Sandra hampir meledak jika Arkhan tidak bersuara. Menatap tak suka bercampur tanya. Arkhan bertitah, "Ayleen, kamu makan di sana." Memalingkan wajah, mengangkat sedikit dagu ke arah ruang keluarga sebagai kode perintah. Ayleen menatapnya kecewa. Lagi, ia harus kalah oleh rasa cinta yang begitu luar biasa. Terpaksa, ia mengikuti permintaan Arkhan meski sebenarnya ia tidak ingin melakukannya. Beranjak dari kursi makan. Menuju sofa di ruang keluarga. Makan di sana. Sesaat, ia mendongakkan kepala menahan cairan bening yang menggenang di kelopak mata agar tidak lolos dari pertahanannya. Sandra tersenyum jumawa. Dia yakin, Arkhan akan selalu memihaknya. "Kamu jangan marah-marah. Bukankah malam ini kita malam pertama? Nanti mood-nya buruk loh." Arkhan mengelus lembut punggung istri kedua. Tampak Sandra menghela napas panjang lalu membuangnya kasar. Berulang kali. Kemudian ia tersenyum dan memeluk pria yang duduk di samping dengan pipi yang merona. Arkhan merenggangkan jarak, menatap intens wajah di hadapan. "Nah, kalau tersenyumkan cantik. Istri seorang Arkhan Septiano harus selalu tampil menawan." Ia menangkup kedua pipi sang istri lantas menghujaninya dengan ciuman. "Kamu kenapa sih bisa terjebak oleh wanita bopeng itu, Mas? Aku tahu seleramu tidak serendah itu." Sandra, wanita yang sejak empat bulan lalu menjalin hubungan gelap dengannya berucap manja. "Kan sudah pernah ku bilang, ini semua gara-gara Kakekku. Entah apa yang dia lakukan hingga Kakek memaksaku menikahinya. Tapi kamu jangan khawatir, hati dan ragaku hanya untukmu." Arkhan merayu istrinya dan benar berhasil membuat Sandra melayang ke langit lapisan pertama. Sebenarnya Sandra tahu dari awal kalau Kakek Arkhan memiliki andil paling besar pada pernikahan pertama Arkhan. Alasannya apa, dia belum tahu. "Tangannya masih sakit? Kuat juga tenagamu tadi sampai sendok melayang. Aku suka wanita kuat." Arkhan meniup telapak tangan Sandra. Perlakuan manis sang suami membuat semburat merah semakin jelas di pipi Sandra. Ucapan dan perlakuan mereka tidak luput dari netra dan rungu Ayleen. Ia baru tahu, ternyata dua insan itu baru menikah tadi siang dan malam ini adalah malam pertama mereka. Ia juga baru tahu kalau Kakek Hendrawan yang memaksa Arkhan menikahinya, entah apa penyebabnya. 'Tunggu saja, aku akan berhasil merebut Mas Arkhan.'Beberapa menit selesai makan, seperti biasa Ayleen merapikan meja dan mencuci piring. Sandra sama sekali tidak berniat membantu."Hallo, wanita sok cantik. Harap cuci piringmu," seru Ayleen kala melihat Sandra berlenggang meninggalkan dapur.Mendengarnya, Sandra terbahak. "Aku sok cantik? Aku cuci piring?" Sandra menunjuk wajahnya sendiri. "Sorry banget. Aku gak akan mengotori tangan mulusku dengan sabun." Wanita ber-make up tebal itu menghampiri. Mendorong sedikit bahu Ayleen. Ayleen yang tidak siap karena tidak mengira Sandra berani main fisik, tubuhnya sedikit oleng. "Hey, wanita bopeng. Jangan samakan aku dengan kamu. Kamu cocoknya jadi pelayan saja di rumah ini. Melayani kami sebagai raja dan ratu. Jadi, kamu cuci semua piring kotor itu. Paham?!"Ayleen merasa geli mendengar ucapan sombong dan angkuh wanita di hadapannya. Jujur, sebenarnya ia merasa kecantikan Sandra tidak sebanding dengan kecantikan yang ia miliki. Hanya saja, ia harus menutupi kecantikan itu dengan silikon tip
"Ayleen di sini, Ma." Ia memunculkan diri dari ruang kerja dekat vas bunga. Suara Ayleen sontak membuat dua wanita tadi menoleh kemudian mendekat. Ayleen mencium tangan keduanya sambil mencoba menekan dada bergemuruh. "Kamu ngapain di situ, Sayang?" Mama Indah merangkul pundak sang menantu, mengajaknya duduk di ruang tamu bersama Papa Alfi. Ayleen tahu, mertua dan Nenek Cia sedang bersandiwara jadi rubah baik. Maka diapun ikut bersandiwara sesempurna mungkin, mengikuti alur cerita yang diperankan keluarga Arkhan.Menatap kedua mertua dan Nenek Cia satu per satu, hati bagai diremas kuat hingga hancur berkeping. Perih sekali. 'Mengapa kalian berpura-pura menyayangiku disaat bahagiaku terpusat pada kalian? Apa salahku? Apakah karena aku jelek? Bukankah kalian yang menginginkanku hadir dalam keluarga kalian?' Berbagai pertanyaan merasuki benak. "Tadi lagi membereskan meja kerja Mas Arkhan, Ma," jawab Ayleen berbohong. Senyuman tipis menghiasi wajah, menampilkan kerutan bekas luka baka
Di sebuah jalan raya yang cukup sepi saat Arkhan hendak menuju hotel, tanpa diduga mobil dihadang oleh delapan preman menggunakan sepeda motor."Berhenti!" teriak salah satu preman yang menyalip ke depan mobil. Arkhan menekan rem mendadak hingga menimbulkan bunyi ban berdecit nyaring.Sandra panik. Ia memeluk lengan Arkhan. "Mereka mau apa, Mas? Aku takut." Suaranya terdengar gemetar."Tenang, Sayang. Paling mereka akan meminta uang," imbuh Arkhan mencoba menenangkan istri.Dua preman turun dari motor, menghampiri mobil. Mengetuk kasar pintu depan mobil kiri dan kanan.TokTok"Keluar kalian!"Arkhan tidak serta merta mengikuti kemauan preman itu. Ia takut akan terjadi hal yang lebih parah jika keluar."Keluar atau kami pecahkan kaca mobil mahalmu!" Preman yang satunya mengancam.Sandra semakin ketakutan. Wajahnya pucat pasi. "Gimana ini, Mas?""Aku keluar saja. Kamu tunggu di sini." Tanpa menunggu jawaban, Arkhan gegas keluar bersamaan dengan enam orang preman lain turun dari motor.
"Jangan mendekat!" Arkhan mengusir wanita yang baru saja ia nikahi tadi siang."Mas ...," lirih Sandra terisak. Terus mendekati sang suami, namun Arkhan selalu menjauh. Seakan-akan jijik pada Sandra."Kita pulang ke rumah," ucap Arkhan cepat, berjalan menuju mobil mendahului Sandra."Mas, bukannya malam ini kita nginap di hotel?" Sandra berlari kecil mengejar Arkhan dengan linangan air mata. Setelah apa yang terjadi padanya, bukan dukungan yang ia terima, tapi penolakan dari pria yang seharusnya memberi kenyamanan dan ketenangan.Arkhan berpaling sejenak. Sorot matanya tajam, siap menusuk apapun di hadapan. "Lihat penampilanmu!"Gemetar. Sandra memindai tubuhnya dari atas ke bawah. Baju compang camping, banyak sobekan di sana, rambut kusut berantakan, make up luntur, lipstik merah menyala bahkan menepi ke tempat yang bukan seharusnya.Memejamkan mata. Sandra menarik napas dalam. Menenangkan rasa yang hancur berserakan. "Kita bisa beli pakaian dulu, Mas. Aku akan memberikan yang terbai
"Lihat! Mau mengelak seperti apa lagi kamu?!" Arkhan menyodorkan ponsel berisi video yang dikirim oleh nomor tak dikenal. Video dimana baju Sandra dirobek paksa. Dua preman itu mencumbu tubuh Sandra secara brutal. Sandra meraung meminta tolong hendak dilepaskan, kedua preman itu semakin blingsatan. Memukul dan melecehkan secara bergantian. Raungan kesedihan dan ketakutan Sandra seakan memanggil mereka untuk berbuat lebih. Papa Alfi ikut menyaksikan pelecehan yang dialami Sandra. Wajahnya tambah memerah. 'Apa yang terjadi jika video itu tersebar? Ini aib besar. Bagaimana nasib perusahaan andai semuanya bocor?'"Siapa yang mengirimkan video itu?"Arkhan menggeleng. "Tidak tahu, Pa. Sudah dihubungi, tapi nomornya tidak aktif."Papa Alfi tampak berpikir keras. Memikirkan kemungkinan siapa orang yang menjadi dalang kejadian tadi."Tapi, Mas. Aku tidak merasakan sakit di area intimku. Itu tandanya aku masih per**an." Sandra tetap menyangkal sambil menangis tersedu-sedu."Siapa yang percay
Di kamar yang berbeda. Ayleen melepas gaun hitam, Ayleen menghempas tubuh di ranjang empuk. "Huft. Hampir saja gagal. Ternyata Mas Arkhan jago bela diri juga. Lumayan untuk mengulur waktu. Andai saja tidak, aku bakalan telat ke sana," ucapnya bermonolog.Ia memejamkan mata, mengingat kembali rekaman kejadian tadi.Beberapa jam yang lalu...Ayleen mencurigai Mama Indah yang mendadak rajin membuat minuman. Dia pikir, apakah ada hubungannya dengan ketakutan mereka terhadap Ayleen yang bisa menggagalkan malam pengantin Arkhan? Dari lantai atas, Ayleen mengintip Mama Indah. Memang benar, Mama Indah memasukkan sesuatu ke dalam satu gelas teh. Sementara teh yang lain tidak. Sudah bisa Ayleen tebak, teh itu untuknya.Ketika Mama Indah sudah membawa minuman ke ruang tamu, giliran Ayleen yang ke dapur. Mengecek bungkus yang dibuang Mama Indah ke tong sampah. Obat pencahar, itulah yang dimasukkan ke dalam teh Ayleen. Bagai ditusuk ribuan jarum, hati Ayleen perih menerima perlakuan penuh tipu da
Tubuh Ayleen menegang. Kepingan masa lalu berputar kembali di ingatan."Lepaskan Mama dan Papa! Kalian jahat!" Ayleen menjerit kala menyaksikan Ameera - ibunya - ditampar tanpa ampun. Bipta - papanya - dipukuli tanpa belas kasih. Dalam posisi berlutut, kedua tangan mereka diikat. Mereka tak mampu melawan, meski hanya sekedar berteriak pun tidak mampu. Mereka kehabisan tenaga. Ayleen sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya dicekal ke belakang dan dijaga satu pria bertopeng.Ayleen tidak mengerti, entah kesalahan apa yang dilakukan Ameera dan Bipta sampai pria bertopeng itu berlaku sekejam itu pada mereka."Berisik!" Seorang pria bertopeng yang memukul Bipta tadi mendekat lantas menampar pipi Ayleen. Perih, panas, sakit. Namun rasa yang tercipta tidak seberapa dibanding sakit hati melihat kedua orangtuanya diperlakukan tidak pantas.PlakPlakTamparan di kiri dan kanan pipi Ameera menggema kembali di sebuah hutan yang Ayleen tidak tahu tepatnya di mana. Darah segar mengalir
Di kamar, Arkhan bersandar di kepala ranjang setelah membersihkan diri. Tatapannya kosong, pun hatinya. Kejadian malam ini benar-benar menghantam kehidupannya. Pria yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan harus menelan pil pahit bahwa istrinya sudah disentuh oleh pria lain.Tidak ada suara keceriaan dan kebahagiaan yang mengisi malam pengantin Arkhan selain suara gemericik air dari kamar mandi.Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan sosok wanita yang baru saja ia halalkan tadi siang berbalut jubah mandi. Tampak jelas banyak lebam yang menutupi kulit putih mulusnya. Sudut bibir pecah, mungkinkah ia telah ditampar kuat karena berontak? Banyak tanda kemerahan juga di sana. Hati Arkhan mendadak perih melihatnya. Harusnya ia yang menciptakan tanda kepemilikan di tubuh wanita itu. Tapi, nyatanya ....'Seandainya kamu sedikit lebih berani, melawan dan melepaskan diri. Semua ini tidak akan terjadi, Sandra,' sesalnya dipenuhi rasa amarah yang hendak meletus. Tangan terkepal kua
"Kamu tidak apa-apa, Nona?" Suara bariton pria terdengar seiring dengan jatuhnya tubuh Ayleen ke dalam lingkaran lengan kokoh milik pria itu. Gegas Ayleen memperbaiki posisinya, berdiri tegak. Sejenak ia terdiam, beberapa detik kemudian menundukkan kepala setelah mengingat siapa pria yang menyelamatkannya. "Maaf, Tuan." Bima Sakti Atmadja, tamu penting Pak Erfan tersenyum tipis ke arah Ayleen. Ia memutar arah matanya, menatap nanar pada dua wanita yang bersikap semena-mena.Bulan dan Rina ternganga. Entah karena apa. Apakah karena melihat pria tampan? Secara mereka itu penggemar pria tampan, terlebih mapan. Atau karena merasa tidak terima Ayleen diselamatkan oleh pria setampan Bima? Hidung bangir, alis tebal, tinggi sekitar 189 sentimeter, kulit putih bersih, pakaian mahalnya memperlihatkan ia bukanlah orang biasa. Pria di hadapan Ayleen menunjukkan kharisma yang khas."Kalian berdua. Aku siap menjadi saksi perlakuan kalian. Kalian pilih saja, mau dipenjara, dipecat secara tidak ho
"Maafkan saya, Pak. Kami tidak sengaja. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Tejo menunduk malu mengingat tingkah bejatnya barusan. "Saya juga minta maaf, Pak. Saya dalam keadaan tidak sadar," ungkap Santi yang langsung di SP3 oleh Pak Erfan. Dari tadi ia terus membela diri dari tuduhan. Dia yakin sedang dikuasai obat perangsang. Andai tidak, mana mungkin dia sudi kesuciannya direnggut oleh lelaki kere dan kerempeng seperti Tejo."Kalian bilang tidak sengaja? Tidak sadar? Kalian bahkan sangat menikmatinya dan kamu menyebut namaku dengan mulut kotormu itu, Santi." Pak Erfan berang. Tejo dan Santi terlonjak kaget kala meja di hadapannya digebrak kuat."Cepat keluar dari ruanganku! Kalian ku pecat dengan tidak hormat dan tanpa pesangon."Dua manusia tadi sontak menggeser kursi, berlutut di depan meja. "Tolong beri kami kesempatan, Pak."Tejo tidak rela pekerjaan yang ia dapatkan susah payah harus berakhir memalukan seperti ini. Sementara Santi, ia merasa tidak rela harus kehilangan pri
Amarah memuncak dan berkumpul di ubun-ubun tatkala Sandra melihat dengan mata kepalanya sendiri, Arkhan sedang makan bersama seorang wanita bermasker. Awalnya ia memang ingin makan siang di restoran ini. Jarak Restoran Antik memang cukup dekat dengan kantor tempatnya bekerja. Ia sempat merasa bahagia saat melihat mobil Arkhan terparkir, keinginannya makan siang bersama Arkhan akan terkabul. Tidak disangka, kedatangannya ke tempat ini membuat dadanya terasa dihimpit bongkahan batu besar hingga remuk redam."Tadi ku ajak makan siang bersama, dia bilang ada meeting. Lalu ini apa?" Sandra menggerutu kesal sambil menggulung jarak hingga menyisakan sekitar satu setengah meter dari meja Arkhan. Emosi Sandra semakin membuncah kala ia mendengar Arkhan terdengar penuh harap meminta alamat wanita bermasker itu dan berniat untuk makan bersama kembali."Arkhan!"Kini Sandra sedang berada di belakang Arkhan. Ayleen yang sedang menjauh sontak menoleh mendengar suara yang baru kemarin ia hapalkan. S
"Selamat tinggal, Santi. Sepertinya kali ini kamu akan benar-benar tidak bisa menggangguku lagi." Ayleen bergumam pelan seraya mengayun langkah ke arah parkiran. Senyuman manis terukir di wajahnya. Tanpa ia sadari, tindakan yang baru saja ia lakukan membuat lobang kecil untuk dirinya sendiri.Sebelum menaiki motor, Ayleen menyempatkan diri menghubungi Dean. "Hallo, Dean." Ayleen menyapa sesaat telepon tersambung."Hallo, Bos. Ada yang bisa ku bantu?""Apa sudah ada informasi tentang keluarga Hendrawan?""Informasi baru saja ku dapatkan, Bos. Semua informasi tentang suami Bos dan kedua orangtuanya bisa dikatakan lengkap. Namun, informasi tentang Hendrawan sendiri terpotong," sahut Dean yang merupakan satu-satunya anak buah yang tahu bahwa Ayleen sudah menikah."Maksudmu?" Ayleen merasa ada yang mengganjal pada informasi tersebut."Hanya ada informasi tentang Hendrawan sejak enam tahun lalu, sebelumnya datanya ditutup."'Ditutup? Apakah itu berarti Kakek Hendrawan bukan orang biasa? Ke
Ayleen terdiam dalam lamunan. Teguran Bu Asmara menariknya ke alam nyata. "Ayleen, ada apa?""Eh." Ayleen tersentak kaget."Kamu kayak tertarik pada salah satu atasan kita?" tanya Bu Asmara yang tidak tahu kalau Ayleen sebenarnya sudah menikah karena saat ia bekerja di sana memang status Ayleen masih lajang. Permintaan Arkhan untuk menggelar pernikahan tertutup melunturkan niat Ayleen mengundang temannya di kantor."Bukan begitu, Bu. Aku hanya penasaran aja. Itu tadi jalan paling depan, siapa ya?" tanya Ayleen yang merasa familiar dengan wajah dan gestur tubuh pria yang berjalan paling depan diantara ketiga pria lain dan baru saja memasuki ruangan CEO."Yang pake jas abu tua itu kan?"Ayleen menjawab dengan anggukan."Itu Pak Erfan. CEO di sini. Masa sih kamu gak kenal?"Ayleen menggeleng. "Belum pernah ketemu, Bu."Bu Asmara menatap cengo. "Ya ampun, Ayleen. Kok bisa? Bukannya kamu sudah beberapa kali dapat tugas di ruangannya?" Ayleen menggaruk tengkuk yang tiba-tiba gatal. "Biasa
Pagi yang sama di rumah orang tua Arkhan. "Gimana perut kamu, Sayang? Masih sakit?" tanya Papa Alfi sesaat mereka bertiga mengisi kursi di meja makan. Hendak sarapan."Agak enakan, Sayang. Aku heran, kenapa bisa sakit perut padahal obat itu kan aku masukkan ke gelas Ayleen, Mas?""Mungkin kamu salah ambil gelas, Indah." Nenek Cia menerka kemungkinan yang terjadi."Kalau iya, tapi Ayleen juga sakit perut kan?" "Iya, benar Ayleen sakit perut. Waktu kamu ke toilet, dia juga berlari ke toilet," jelas Papa Alfi dengan dahi mengerut."Lalu kenapa Nenek pingsan?" Papa Alfi menoleh ke arah Nenek Cia - mamanya sendiri. Ia memanggilnya Nenek karena membiasakan panggilan Arkhan pada sang Nenek waktu kecil. Hingga Arkhan dewasa, panggilan itu tersemat."Ntahlah, apa Nenek ada kelainan jantung ya?" tebak Nenek Cia yang mulai gelisah mengkhawatirkan kesehatannya. Meskipun usianya sudah lanjut, rambutpun sudah memutih, setahunya tubuhnya sangat sehat. Dia rajin kontrol dan sangat menjaga pola maka
Menjawab rasa penasaran, Arkhan gegas menyibak selimut. Di atas sprei, ia menemukan noda berwarna merah di sana.'Astaga! Dia benar-benar pera*an. Apa yang telah ku lakukan? Aku tidak mempercayainya. Aku menyakitinya dengan permainan kasarku. Aku bahkan tidak peduli rintihan kesakitannya atas perlakuanku.'Arkhan terperosok dalam kubangan rasa bersalah."Sayang," panggilnya sambil beranjak dari tempat tidur menghampiri sang istri dengan selimut membalut tubuh.Sandra membisu. Membuka koper yang isinya belum sempat dimasukkan ke lemari lantas mengenakan pakaian kerja. Kemeja putih dan rok span selutut. Sandra tampak cantik dan memesona dengan pakaian itu. Lalu duduk di kursi meja rias. Mengambil tote bag berisi skin care andalan kemudian memoleskan ke wajah. Mencoba menutupi lebam dan luka. Ia tidak ingin kejadian tadi malam menghancurkan kariernya. Sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan terkenal, tampil prima adalah harga mati bagi Sandra.Arkhan mengalungkan lengan di leher
Di kamar, Arkhan bersandar di kepala ranjang setelah membersihkan diri. Tatapannya kosong, pun hatinya. Kejadian malam ini benar-benar menghantam kehidupannya. Pria yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan harus menelan pil pahit bahwa istrinya sudah disentuh oleh pria lain.Tidak ada suara keceriaan dan kebahagiaan yang mengisi malam pengantin Arkhan selain suara gemericik air dari kamar mandi.Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan sosok wanita yang baru saja ia halalkan tadi siang berbalut jubah mandi. Tampak jelas banyak lebam yang menutupi kulit putih mulusnya. Sudut bibir pecah, mungkinkah ia telah ditampar kuat karena berontak? Banyak tanda kemerahan juga di sana. Hati Arkhan mendadak perih melihatnya. Harusnya ia yang menciptakan tanda kepemilikan di tubuh wanita itu. Tapi, nyatanya ....'Seandainya kamu sedikit lebih berani, melawan dan melepaskan diri. Semua ini tidak akan terjadi, Sandra,' sesalnya dipenuhi rasa amarah yang hendak meletus. Tangan terkepal kua
Tubuh Ayleen menegang. Kepingan masa lalu berputar kembali di ingatan."Lepaskan Mama dan Papa! Kalian jahat!" Ayleen menjerit kala menyaksikan Ameera - ibunya - ditampar tanpa ampun. Bipta - papanya - dipukuli tanpa belas kasih. Dalam posisi berlutut, kedua tangan mereka diikat. Mereka tak mampu melawan, meski hanya sekedar berteriak pun tidak mampu. Mereka kehabisan tenaga. Ayleen sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya dicekal ke belakang dan dijaga satu pria bertopeng.Ayleen tidak mengerti, entah kesalahan apa yang dilakukan Ameera dan Bipta sampai pria bertopeng itu berlaku sekejam itu pada mereka."Berisik!" Seorang pria bertopeng yang memukul Bipta tadi mendekat lantas menampar pipi Ayleen. Perih, panas, sakit. Namun rasa yang tercipta tidak seberapa dibanding sakit hati melihat kedua orangtuanya diperlakukan tidak pantas.PlakPlakTamparan di kiri dan kanan pipi Ameera menggema kembali di sebuah hutan yang Ayleen tidak tahu tepatnya di mana. Darah segar mengalir