Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 2 : Melodi Rintihan Naga

Share

Bab 2 : Melodi Rintihan Naga

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-10-03 23:09:15

Pedang Penebas Setan di tangan Datuk Subrata kini basah dengan lumuran darah. Dari ujung lancipnya yang menghadap ke bawah bertetesan bekas darah Iblis Hitam yang berwarna merah pekat.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Datuk Subrata pada Datuk Ancala Raya.

Dengan nafas yang masih ngos-ngosan dia menjawab, “Aku baik-baik saja. Hampir tadi siluman itu membunuhku. Dia sangat kuat sekali.”

Nenek Kumari dan Datuk Gastiadi yang sudah bangun berjalan menghampiri Datuk Subrata dan Datuk Ancala Raya.

“Kita harus segera menggiring makhluk terkutuk ini masuk ke dalam sarangnya. Karena hanya di sarangnyalah dia akan bisa dibunuh,” kata Datuk Subrata mengingatkan kembali pada para sahabatnya.

Lengan kanan Iblis Hitam yang semula tadi sempat putus dan terguling di tanah, sekarang tiba-tiba tumbuh lagi di tempat yang sama. Dengan proses yang sangat cepat, lengan buntung itu kembali sempurna seperti sediakala.

Datuk Ancala Raya akhirnya mencabut Seruling Naga Emas yang terselip di pinggangnya. Dia mendekatkan lubang seruling itu kebibir dan mulai memainkan sebuah melodi.

Alunan bunyi seruling itu terdengar menggema hingga ke segala penjuru. Melodi yang dimainkan oleh Datuk Ancala Raya terdengar begitu lirih dan seakan menyayat-nyayat gendang telinga. Semua orang terpaksa menutup kuping saat seruling Naga Emas dimainkan.

Iblis Hitam menyumpali dua lubang kupingnya dengan jari telunjuk. Dia berteriak kesakitan. “Aaaa! Dasar keparat! Melodi apa ini!”

Seruling Naga Emas adalah senjata pusaka milik aliran silat Lenggo Geni. Hanya Datuk Ancala Raya satu-satunya orang yang pandai memainkan seruling tersebut. Irama seruling yang dimainkannya itu bernama Melodi Rintihan Naga.

Saat melodi sakral itu dimainkan, maka langit pun seketika menjadi gelap, awan-awan hitam berkumpul menghijab sinar matahari, deburan angin bertiup kencang dan bergemuruh, cahaya-cahaya kilat menari di angkasa, dan diikuti pula dentuman suara halilintar yang sambung menyambung. Melodi ini sungguh dapat mengubah suasana menjadi menakutkan!

Iblis Hitam akhirnya tidak kuasa lagi mendengar alunan melodi tersebut. Dia pun segera melarikan diri ke puncak gunung Ratri dan masuk ke dalam gua untuk berlindung.

Karena Iblis Hitam sudah masuk ke sarangnya, Datuk Ancala Raya pun berhenti meniup seruling.

“Dia sekarang bersembunyi di dalam. Ayo, inilah waktunya untuk membunuh siluman jahat itu!” kata Datuk Gastiadi.

Tanpa menunggu lama lagi, mereka berempat pun berlari menuju ke arah gua untuk mengejar si Iblis Hitam.

Gua Sarang Siluman terletak di bagian puncak tertinggi gunung Ratri. Jalan menuju gua yang menanjak ke atas, ditambah lagi banyak bebatuan besar di sekitarnya tidak menyulitkan para pendekar sepuh itu untuk mendaki. Sebab kaki-kaki mereka sudah terlatih menempuh medan yang sulit.

Para pendekar itu bergerak dengan sangat lincah. Mereka melompat di atas batu-batu besar seperti gerombolan harimau yang tengah berlomba mencapai puncak bukit.

Dari jarak yang sudah sangat dekat dengan pintu gua, terciumlah oleh mereka aroma yang menyengat hidung, yakni bau daging manusia yang tengah dibakar di atas perapian.

Iblis Hitam masih merasakan sakit di kedua belah kupingnya. Sambil duduk di atas sebuah batu besar, dia sibuk mengorek-ngorek lubang kupingnya dengan jari telunjuk, berusaha menghilangkan sisa dengung yang membuatnya kurang nyaman.

Kepalanya juga masih sakit, dan penglihatan matanya jadi kabur, pengaruh kekuatan dari melodi Jeritan Naga benar-benar telah membuatnya pusing. Baru kali ini Iblis Hitam dibuat kabur oleh lawannya saat pertarungan. 

Keempat pendekar sepuh berlari masuk melewati pintu gua. Mereka semua lalu berdiri di hadapan Iblis Hitam. Sekarang dia dikepung dan tak mungkin lagi bisa kabur.

“Hari ini sudah tibanya saat kematianmu,” kata Datuk Subrata, seraya mencabut senjata pusaka Pedang Penebas Setan dari punggungnya.

Iblis Hitam sadar kalau dia tidak akan selamat, dia lupa kalau dia tidak boleh bertarung apabila sudah berada di dalam sarangnya, tampaknya para pendekar sepuh telah mengetahui hal itu. Tapi walau demikian, Iblis Hitam  juga tentu tidak mau langsung menyerah begitu saja tanpa harga diri.

Iblis Hitam berusaha melakukan perlawanan. Dia bergerak maju untuk menyerang lawan-lawannya. Nenek Kumari pun segera menghunuskan tongkatnya dengan kuat menghantam ke perut Iblis Hitam, membuatnya terdorong ke belakang hingga pinggangnya membentur ke batu besar tempat tadi dia duduk.

Datuk Gastiadi lalu mengeluarkan Tiga Mutiara Inti Samudera dari balik bajunya. Mulutnya pun berkomat-kamit melafalkan mantra dengan cepat, kemudian dia meniup ke batu-batu mutiara itu.

Seketika batu-batu mutiara di telapak tangan Datuk Gastiadi memancarkan cahaya kuning keemasan. Cahaya tersebut lalu berubah wujud menjadi sebuah rantai emas yang panjang.

Datuk Gastiadi mengayunkannya ke tubuh Iblis Hitam, rantai emas itu pun membelenggu tubuh Iblis Hitam yang besar dengan sangat kuat.

Akibat pengaruh dari rantai emas itu, seluruh kesaktian pada diri Iblis Hitam pun sirna. Datuk Subrata tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia segera berlari dan lalu melompat sambil menggenggam pedang di tangan kanannya.

Dengan sekali tebasan saja yang dilakukan oleh Datuk Subrata ke leher Iblis Hitam, arterinya pun langsung putus, darah merah muncrat membasahi wajah serta pakaian Datuk Subrata.

Batang leher Iblis Hitam terpenggal dari badannya. Kepalanya jatuh ke bawah dan terguling ke dekat perapian. Tubuh besar siluman jahat tersebut akhirnya tumbang. Dia mati dengan begitu mengenaskan.

Kini keempat pendekar sepuh menghela nafas panjang. Mereka merasa lega karena makhluk biadab itu akhirnya berhasil dibinasakan. Setelah ini tidak akan adalagi huru-hara yang melanda para penduduk di Desa Lubuk Cempaka. Semua orang akan bisa hidup tenang tanpa gangguan siluman jahat.

Baru beberapa saat setelah kematian Iblis Hitam, tiba-tiba suara siluman itu kembali terdengar menggema pada dinding-dinding gua.

“Kalian para pendekar keparat! Suatu hari nanti aku akan menuntut balas kepada kalian semua dan seluruh anak cucu keturunan kalian!”

Datuk Subrata dan para sahabatnya pun melihat ke langit-langit gua, bahkan mereka juga memperhatikan ke seluruh dinding gua. Suara itu menggema sangat nyaring dan jelas, namun tidak kelihatan wujud orangnya yang berbicara.

“Tubuhku memang sudah kalian bunuh, tapi sukmaku akan tetap abadi selama dunia ini belum hancur. Tunggulah lima puluh tahun kemudian, aku akan kembali menitis dan membalas dendam pada kalian semua!”

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 3 : Ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan

    Temaram cahaya bulan purnama membanjiri angkasa, sinarnya yang pucat menembus kegelepan dalam hutan.Malam itu tak terlihat ada awan hitam yang mengawang di antara bintang-bintang, langit begitu cerah, dan suasana hening tanpa desau angin yang menggerakkan daun-daun di pohon.Jauh di dalam hutan belantara yang tertutup oleh pepohonan dan semak belukar, ada sebuah gua yang bagian dalamnya diterangi cahaya obor, di tempat itu duduklah tiga orang lelaki untuk suatu perbincangan.Yang pertama dan sekaligus yang paling tua bernama Datuk Bahuwirya, dia seorang pendekar linuih, terkenal dengan julukan sebagai Mpu Seta, karena kebiasannya yang suka mengenakan pakaian dari kain sutera putih.Yang kedua seorang lelaki muda berbaju coklat dan berikat kepala hitam. Dia duduk sambil mengasuh sebilah pedang di atas pahanya. Namanya Jagat Pramudita. Lelaki muda ini merupakan anak tunggal Mpu Seta.Adapun orang ketiga yang juga duduk di tempat itu ialah seorang pendekar yang gagah perkasa. Dia mengena

    Last Updated : 2024-10-03
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 4 : Serangan Gerombolan Kelabang Merah

    Seribu orang pasukan perampok yang berpakaian serba hitam telah datang menyerang ke desa Tanjung Bambu yang berada tidak jauh dari pesisir pantai. Mereka datang lewat jalan laut dengan menggunakan kapal besar.Setiap perampok itu menutupi wajahnya dengan cadar merah, memakai caping, dan mengenakan sabuk merah di pinggang sebagai tanda bahwa mereka adalah Gerombolan Kelabang Merah.Gerombolan ini terkenal sebagai bajak laut ganas yang suka merampok di pulau-pulau kecil dan juga desa-desa di sekitar pantai. Mereka dipimpin oleh seorang penjahat yang bernama Aryajanggala.Di dunia persilatan, Aryajanggala lebih dikenal sebagai Taring Beruang. Julukan itu menjadi lekat karena ciri khasnya yang suka mengenakan kalung dan juga gelang dari taring serta gigi-gigi hewan beruang. Dia sangat dipatuhi oleh para bawahannya. Kedatangan pasukan perampok yang tiba-tiba di malam hari membuat warga jadi terkejut dan tidak siap. Mereka berpencar dan mendobrak setiap pintu rumah untuk merampas uang maupu

    Last Updated : 2024-10-06
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 5 : Melihat Dengan Mata Batin

    Suara pintu depan terdengar roboh akibat kena dobrak. Lima orang perampok kemudian melangkah masuk ke dalam rumah Anindhita. Perempuan itu segera keluar sambil meneteng sebilah Pedang di tangan kanannya.Para perampok itu rupanya telah sampai di ruangan tengah. Anindhita pun muncul dan berdiri di hadapan mereka. Tanpa basa-basi, dia langsung mencabut pedangnya dari dalam sarung.“Kurang ajar! Berani sekali kalian mendobrak pintu rumahku hingga roboh! Dasar kalian para pengikut Iblis!” ucap Anindhita, sambil dia mengacungkan ujung pedangnya ke arah para perampok tersebut.Para perampok itu kaget, ternyata yang muncul menghadapi mereka bukanlah seorang pria, melainkan seorang perempuan cantik berbaju ungu, tapi yang lebih membuat mereka terkejut lagi adalah saat melihat pedang yang dipegang oleh Anindhita.“Lihatlah, dia memegang sebuah senjata pusaka! Itu mirip seperti Pedang Penebas Setan!” kata salah seorang perampok kepada kawan-kawannya yang lain.Kemudian seorang lagi pun berkata,

    Last Updated : 2024-10-17
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 6 : Amukan Pedang Penebas Setan

    Jaka Purnama menyapukan pandangannya ke sekeliling, sekarang tersisa enam orang lagi yang belum maju. Mereka masih mencari-cari kesempatan untuk menyerang.“Kurang ajar, ternyata kemampuanmu boleh juga, Pendekar!” teriak Aryajanggala kagum, tapi juga merasa kesal.Dua orang musuh tiba-tiba bergerak secara bersamaan dari arah kiri dan kanan. Mereka menghunuskan golok ke depan!Jaka Purna segera mengelak dengan melakukan teknik kayang sampai ujung jarinya menyentuh tanah. Dua golok yang tersorong dari arah berlawanan itu hanya melintas di atas dadanya, bahkan malah membuat kedua penjahat itu jadi saling bertikaman satu sama lain.Dari posisi kayang, Jaka Purnama bangkit dan kembali berdiri. Dia melepas caping yang menutupi kepala dua orang lelaki itu. Lalu Jaka Purnama pun memegang kepala keduanya dan membenturkan jidat mereka satu sama lain.“Bummm!”Perbenturan itu membuat jidat keduanya jadi benjol dan mengakibatkan keduanya pusing. Untuk sesaat mereka terhuyung-huyung dan lalu akhir

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 7 : Keris Lidah Naga

    Jaka Purnama masih menghadapi musuh yang tinggal tersisa empat orang. Aryajanggala dari tadi belum juga maju, dia masih diam dan mengawasi, coba memperhatikan seberapa hebat Jaka Purnama bertarung.Keempat musuh itu kembali berkeliling mengepung Jaka Purnama. Mereka memainkan golok dengan gaya bersilat-silat untuk memecah konsentrasinya.Jaka Purnama memandangi lawannya itu satu persatu. Dia tetap waspada dan berusaha agar tidak lengah.“Kali ini kau akan mampus, Pendekar!” ujar Aryajanggala “Cepat serang dan cabik-cabik dia!”Mereka pun menyerang dari empat penjuru secara bersamaan. Jaka Purnama menyilangkan dua kepalan tangannya di depan dada. Cahaya putih pun tiba-tiba terpancar dari tubuh Jaka Purnama dan melingkupi dirinya“Hiyaaaaa!” Jaka Purnama berteriak keras sambil merentangkan kedua belah tangan.Cahaya putih itu seketika melebar dan memukul semua musuh yang maju. Bak daun melayang dihembus angin kencang, keempat penjahat itu terpantal jauh dan jatuh terguling.Aryajanggala

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 8 : Mengejutkan Di Rumah

    Wluyo dan Jagat Pramudita akhirnya tiba jua di pantai malam itu. Mereka terkejut menyaksikan ada sesosok tubuh yang telungkup di bibir pantai dengan kondisi mengenaskan. Keduanya segera menghampiri Jaka Purnama.“Jaka, kau tidak apa-apa?” tanya Jagat Pramudita.“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Jaka Purnama.Waluyo menepuk bahu Jaka Purnama dan tersenyum. “Syukurlah kalau begitu.” Dia kemudian menunjuk ke tubuh Aryajanggala yang telungkup dalam kondisi sekarat. “Apakah lelaki ini yang dijuluki sebagai Taring Beruang, pimpinan gerombolan Kelabang Merah?”Jaka Purnama menganggukkan dagu. “Iya, dia sudah kukalahkan dengan ajian Sinar Bulan Membelah Samudera.”“Ajian Sinar Bulan Membelah Samudera?” Waluyo mengerutkan kening. “Aku baru mendengar kalau ada nama jurus seperti itu. Apakah itu jurus dari gurumu, Mpu Seta?”Jagat Pramudita tersenyum menatap Waluyo. Dia kemudian yang menjawab pertanyaan tersebut.“Sinar Bulan Membelah Samudera merupakan s

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 9 : Kenangan Masa Lalu

    "Sayang, maafkan aku karena datang terlambat. Bertahanlah!” Jaka Purnama mengusap keringat yang bercucuran di dahi istrinya itu dan lalu memeluknya.“Tidak apa-apa, Kang Mas. Musibah ini sudah menjadi takdir,” ujar Anindhita. Suaranya terdengar lemah sebab menahan rasa sakit karena sebilah golok masih tertancap di perutnya.Jaka Purnama tak kuasa menahan air mata. Dia menggenggam tangan kanan isterinya itu dan menciumnya. “Bertahanlah, Sayang. Aku akan menolongmu.”“Tidak usah, Kang Mas,” jawab Anindhita terhengal. “Aku sudah tidak tahan lagi, Waktuku telah hampir sampai. Jagalah buah hati kita baik-baik. Maafkanlah aku yang tak bisa lagi menemanimu , Kang Mas.”Air mata Jaka Purnama mengalir tambah deras karena mendengar ucapan isterinya barusan. Dia memeluk erat tubuh Anindhita dan berkata, “Aku sangat mencintaimu. Jangan tinggalkan aku, Anindhita!”“Aku juga sangat mencintai

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 10 : Perpisahan Dengan Buah Hati

    Setelah selesai dari mengenang masa lalu yang indah itu, Jaka Purnama bangkit dan menuju kamar. Dia menghampiri buah cinta mereka yang berada dalam ayunan.Jaka Purnama mengambil anak itu dan lalu menggendongnya. “Kasihan sekali kamu, Giandra. Ibumu telah pergi meninggalkan dunia ini, padahal kamu masih sangat membutuhkan kehadirannya di dekatmu.”Waluyo dan Jagat Pramudita juga masuk ke dalam kamar untuk melihat anak tersebut.“Anakmu ini tampan sekali, sama seperti ayahnya,” ujar Waluyo.Jaka Purnama mengusap pipi bayi laki-lakinya itu. “Aku berharap suatu saat nanti dia akan menjadi kesatria tangguh yang selalu berpegang pada kebenaran. Aku dan Anindhita memberikannya nama Giandra Lesmana, artinya orang yang pintar, berpengetahuan luas, dan beruntung dalam hidup.”“Giandra Lesmana, sungguh nama yang sangat gagah, segagah orangnya,” ujar Jagat Pramudita.Jaka Purnama lalu membalik

    Last Updated : 2024-10-23

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 92 : Suara dari Luar Pintu

    Mpu Bhiantar datang dari balik pintu dan menghadap kepada Prabu Surya Buana. Dia langsung menjura hormat dan menundukkan pandangan. Ternyata di tempat itu hanya ada sang prabu bersama dengan dua orang senopatinya, sedangkan Patih Tubagus Dharmasuri masih belum kembali dari Desa Tanjung Bambu.Abirama dan Alindra ikut masuk bersama Mpu Bhiantar, keduanya pun berdiri tegak di belakang pria tua itu. mereka juga turut menjura hormat dan menundukkan kepala.“Semoga kesejahteraan dan kedamaian selalu terlimpah atas Gusti Prabu yang agung,” kata Mpu Bhiantar mengucap doa sebelum akan memperkenalkan para pendekar yang datang bersamanya.Prabu Surya Buana yang duduk di atas singgasana lalu menangkupkan telapak tangan. “Terimakasih atas doamu, Mpu Bhiantar. Siapakah dua orang yang kaubawa ini?”Senopati Taraka dan Senopati Wibisana yang tadi duduk di bawah anak tangga lalu bangkit berdiri untuk menghargai tamu kerajaan. Mereka tahu bahwa yan

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 91 : Senyuman Yang Tak Dibalas

    Pagi ini adalah pertamakalinya Patrioda datang ke ibu kota sendirian dengan mengendarai kuda. Sebelumnya dia sama sekali belum pernah menginjak wilayah tersebut.Tempat ini sangat ramai dan banyak para pedagang. Patrio da terus membawa kudanya berjalan ke depan sambil menikmati pemandangan di sekelilingnya.Satu minggu sudah lamanya perjalanan yang Patrioda tempuh, dari mulai menyeberangi Sungai Pinang Muda, melewati beberapa kadipaten, menembus belantara yang liar, dan hingga sampailah juga dirinya di tempat yang sangat dia dambakan itu, yakni Istana Kerjaan Jayakastara.Baru melihat pintu gerbang saja pikiran Patrioda sudah mulai mengkhayal jauh, dia membayangkan kalau suatu saat dirinya bisa memiliki kedudukan di istana ini sebagai panglima perang, tentulah dengan begitu derajatnya akan naik, dan nama Perguruan Lenggo Geni juga akan ikut terangkat.Salah satu dari dua pengawal yang menjaga pintu gerbang bertanya pada Patrioda, “Ada urusan apa kaudatang kemari?”Sambil membusungkan

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 90 : Tabib Istana Yang Awet Muda

    Setelah Abirama dan Alindra menempuh perjalanan panjang yang cukup jauh, akhirnya kakak dan adik itu tiba juga di Istana Kerajaan Jayakastara pada waktu pagi hari.Karena mereka sudah membawa surat undangan, maka mereka pun diizinkan masuk oleh para pengawal yang menjaga pintu gerbang.Baru beberapa langkah saja keduanya berjalan, kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh Mpu Bhiantar. Dia sudah tahu dari Senopati Taraka kalau dua orang murid Nyai Maheswari ini akan bergabung dengan kerajaan. Mpu Bhiantar sangat senang bisa berjumpa mereka.“Selamat datang, Anak-anakku. Sudah begitu lama aku tak pernah lagi melihat kalian. Akhirnya sekarang kita bisa bertemu lagi,” kata Mpu Bhiantar sambil tersenyum.Abirama dan Alindra pun juga balas tersenyum dan menjura hormat. Wajah Mpu Bhiantar terlihat awet sangat muda bagai tak pernah berubah dari dulu. Dia berkulit putih tanpa jenggot atau pun kumis. Rambutnya hitam lurus dan panjang tanpa ditumb

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 89 : Cahaya Jati Diri

    Siang hari di dalam hutan yang tertutup pohon-pohon kayu ara, Giandra sedang berlatih ajian Tatapan Rajawali Menembus dibawah bimbingan Tubagus Dharmasuri. Dia sudah berhasil mencapai tingkatan kedelapan, hanya tinggal satu langkah lagi baginya untuk menyempurnakan sampai tingkat kesembilan.Di atas sebuah batu besar, Giandra bersila dan berkonstrasi, berusaha menghidupkan setiap pusaran tenaga dalam pada dirinya. Ini adalah proses penyatuan antara buana alit dan buana agung supaya dapat menyelaraskan jiwa dengan alam semesta.Tubagus Dharmasuri terus memperhatikan Giandra. Lelaki tua itu hanya diam sambil memangku tangannya ke belakang. Dia melihat bahwa peningkatan Giandra cukup bagus dari hari ke hari . Berbagai latihan yang sulit telah berhasil Giandra lewati hingga akhirnya sampai ke titik ini.“Rasakanlah pusaran kekuatan yang berkobar dalam dirimu. Bayangankan setiap pintu tenaga dalam di tubuhmu laksana roda yang berputar, pancaran tenaganya menjad

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 88 : Lima Jari Penghancur Tengkorak

    Persaudaraan Iblis telah berhasil mengumpulkan dua belas mayat anak kecil dan mengumpulkannya dalam sebuah gubuk tua. Anak-anak itu diculik secara paksa, lalu dibunuh dengan sangat kejam dan mayatnya dibawa ke tempat ini.Sebentar lagi Argani akan membelah dada mereka dan memakan jantung anak-anak itu. Karena demikianlah syarat yang diperintahkan oleh Iblis Hitam.Sebelum Argani akan melakukan perbuatan terkutuknya, tiba-tiba Panglima Sanca baru kembali setelah tadi sempat dicari-cari oleh yang lain. Dia datang sambil menggendong Aryajanggala yang dalam keadaan sekarat.Bayu Halimun langsung bertanya, “Ada apa lagi ini? Apa yang terjadi pada Taring Beruang?”Panglima Sanca menurunkan lelaki itu ke lantai dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dia kemudian menatap pada semua orang di gubuk tersebut. “Taring Beruang telah terkena panah beracun. Dia harus secepatnya diobati, kalau tidak, dia bisa tewas.”Manik Maya pun mendekati

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 87 : Pertarungan Dalam Hutan

    Sesosok manusia berpakaian serba putih melompat keluar dari bali semak belukar yang menjulang dan tebal. Dia bersalto depan dan akhirnya mendarat tepat di hadapan semua orang.Sosok itu adalah Damayanti yang menutupi wajahnya dengan selembar kain putih. Dia kelihatan cantik dengan bulu mata yang lentik dan rambut hitam panjang yang terganggul di puncak kepala.Panglima Sanca menggeram, “Hmm, ternyata kau hanya seorang perempuan! Berani sekali menyerangku dengan panah diam-diam. Cepat katakan siapa dirimu!”Damayanti menjawab, “Kalian tidak perlu tahu siapa aku, tapi yang jelas, aku adalah orang yang sangat menentang Persaudaraan Iblis! Kalian berdua tentu adalah bagian dari mereka, benar bukan?”Aryajanggala pun maju sambil mengepalkan kedua tangannya. “Sombong sekali, kau ingin menentang Persaudaraan Iblis? Aku baru tahu kalau rupanya masih ada pendekar aliran putih sepertimu. Dari perguruan mana kau berasal?”Damayanti menggantungkan busurnya ke pundak. Dia menatap tajam pada Aryaja

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 86 : Sebilah Panah dari Balik Semak

    Dua orang anak Gadis Suripto lari dengan penuh ketakutan. Mereka menembus hutan di belakang rumah dan tidak tahu harus pergi kemana. Sang kakak yang berbaju hitam terus menarik tangan adiknya agar lebih mempercepat langkah.“Hah …. Hah …. Hah …. Aku sudah tidak kaut lagi, Kak Sekar,” ucap si adik sambil terhengal capek.“Kita tidak boleh berhenti, Puspita,” kata si Kakak memaksa adiknya. “Dua orang penjahat itu pasti akan mengejar kita. Ayo, kau pasti kuat. kita harus mencari tempat yang aman untuk sembunyi.”Sambil tertunduk kelelahan, si adik berkata pada kakaknya, “Bagaimana keadaan romo dan si mbok sekarang, Kakak? Aku tidak ingin meninggalkan mereka! Aku mau kembali!”“Jangan, Puspita!” ujar si Kakak melarangnya keras. “Saat ini berbahaya sekali kalau kita kembali ke rumah. Ayo, kita lari lagi. Kuatkanlah dirimu, Puspita!”Si adik menyeka keringat yang

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 85 : Dua Anak Perawan Petani Jagung

    Persaudaraan Iblis berpencar dan memasuki setiap rumah warga, mereka hendak memburu anak-anak kecil yang usianya masih di bawah sepuluh tahun. Sambil membiarkan para anggotanya itu menjalankan tugas, Argani Bhadrika menunggu mereka di sebuah gubuk tua yang sudah tak berpengehuni lagi.Sementara itu, Panglima Sanca dan Aryajanggala mendobrak pintu rumah milik seorang petani jagung. Petani itu bernama Suripto, dia seorang lelaki lemah yang sudah tua dan sakit-sakitan, di rumah ini Suripto hanya diurusi oleh istri dan kedua anak perawannya.Istri Suripto yang bernama Juminah pun terkejut. Dia dan kedua anak perempuannya yang saat itu tengah sibuk di dapur langsung menuju ke luar untuk melihat apa yang terjadi.Sesampainya mereka di ruang tengah, ketiga wanita itu kaget melihat dua orang penjahat yang berbadan kekar dan bermuka sangat telah masuk ke dalam rumah mereka.Juminah yang berbadan gemuk dan mengenakan kain batik sebetas dada pun merentangkan kedua t

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 84 : Siap Mati Demi Melindungi Desa

    BAB 84Di waktu pagi saat matahari baru mulai terbit, Argani Bhadrika dan tujuh orang kawanannya telah tiba di Desa Lubuk Cempaka. Enam puluh orang pemuda ternyata sudah bersiap menyambut mereka dengan membawa tombak, golok, dan juga celurit. Warga sudah menduga kalau hari ini desa akan diserang.Kepala desa maju ke depan dan berdiri menghadap kepada Persaudaraan Iblis. Dia sama sekali tidak kenal dengan para pendekar yang datang itu, tapi dia bisa merasakan kalau kehadiran orang-orang ini adalah ingin membuat keonaran di wilayahnya.“Siapa kalian semua? Mengapa datang ke desa kami?” tanya Kepala Desa dengan nada tinggi.Argani Bhadrika yang saat itu wajahnya sudah tidak lagi mengenakan topeng kayu pun menjawab, “Kami adalah Persaudaraan Iblis. Kedatangan kami ingin mencari jantung anak-anak kecil. Aku dengar kalau di desa kalian banyak anak yang masih berumur di bawah sepuluh tahun.”Kepala Desa merasa geli saat melihat waj

DMCA.com Protection Status