Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 4 : Serangan Gerombolan Kelabang Merah

Share

Bab 4 : Serangan Gerombolan Kelabang Merah

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-10-06 23:02:09

Seribu orang pasukan perampok yang berpakaian serba hitam telah datang menyerang ke desa Tanjung Bambu yang berada tidak jauh dari pesisir pantai. Mereka datang lewat jalan laut dengan menggunakan kapal besar.

Setiap perampok itu menutupi wajahnya dengan cadar merah, memakai caping, dan mengenakan sabuk merah di pinggang sebagai tanda bahwa mereka adalah Gerombolan Kelabang Merah.

Gerombolan ini terkenal sebagai bajak laut ganas yang suka merampok di pulau-pulau kecil dan juga desa-desa di sekitar pantai. Mereka dipimpin oleh seorang penjahat yang bernama Aryajanggala.

Di dunia persilatan, Aryajanggala lebih dikenal sebagai Taring Beruang. Julukan itu menjadi lekat karena ciri khasnya yang suka mengenakan kalung dan juga gelang dari taring serta gigi-gigi hewan beruang. Dia sangat dipatuhi oleh para bawahannya. 

Kedatangan pasukan perampok yang tiba-tiba di malam hari membuat warga jadi terkejut dan tidak siap. Mereka berpencar dan mendobrak setiap pintu rumah untuk merampas uang maupun juga barang-barang berharga.

Tak lupa pula mereka mendatangi gudang tempat penyimpanan beras milik warga desa, mengambil beberapa kambing ternak dari dalam kandang, dan membunuh siapa saja yang berani menghalangi mereka.

Bunyi kentongan pun terdengar keras sebagai penanda kalau keadaan saat ini genting, diiringi pula suara teriakan “Rampok! Rampok! Rampok!” memberitahukan kepada semua orang bahwa desa tengah diserang oleh penjahat.

Puluhan orang pemuda kemudian coba melakukan perlawanan. Mereka keluar dengan membawa senjata seperti golok, tombak, parang, celurit, dan bahkan pisau dapur untuk mempertahankan desa mereka.

Perkelahian pun terjadi di desa Tanjung Bambu pada malam itu. Bunyi benturan antar golok, celurit, dan senjata-senjata tajam lainnya terdengar berdengung sambung menyambung. 

Para wanita berteriak nyaring sebab ketakutan. Anak-anak kecil menangis histeris melihat ayah dan ibu mereka mati dibunuh oleh penjahat. Suasana di malam itu benar-banar penuh dengan kehebohan! Tak ada satu pun orang yang tidak terbangun dari tidurnya. 

“Habisi siapa saja yang berani melawan! Bunuh mereka semua!” ujar sang pimpinan perampok memerintahkan kepada para pasukannya.

Di sisi lain, saat keributan besar sedang terjadi di luar sana, Anindhita berusaha menenangkan anak bayinya yang menangis karena terbangun mendengar keributan. Wanita itu kebingungan apa yang harus dia lakukan.

Anindhita mengambil sebilah pedang dari bawah ranjang untuk berjaga-jaga. Dia merasa kalau tidak lama lagi gerombolan perampok mungkin akan  mendobrak ke dalam rumahnya, karena dari rumah tetangganya sudah terdengar ada suara keributan, itu menandakan kalau para perampok telah masuk ke sana. 

Keadaan terus bertambah makin genting, satu demi satu nyawa pun melayang dalam perkelahian antara para pemuda desa melawan sekolompok penjahat itu. Darah segar kini banyak berceceran membasahi rumput di jalan. 

Taring Beruang dan gerombolan anak buahnya tidak pilih-pilih dalam membunuh. Baik itu orang yang sudah lanjut usia, perempuan, dan maupun anak kecil, semuanya akan jadi korban ketika para perampok ini sudah dirasuki iblis, mereka membabibuta dengan senjata tajam tanpa rasa belas kasihan.

Pada jarak yang masih agak jauh dari desa Tanjung Bambu, Jaka Purnama dan Jagat Pramudita dalam perjalanan pulang dari seusai pertemuan dengan Mpu Seta di dalam gua tadi.

Tiba-tiba Jaka Purnama menghentikan langkah kakinya dan berkata, “Sepertinya aku mendapat sebuah firasat yang tidak baik.”

Jagat Pramudita pun menoleh kepada temannya itu. “Firasat tidak baik? Firasat apa yang kaurasakan?”

Meski Jaka Purnama tidak bisa melihat langsung situasi yang sedang terjadi di desa Tanjung Bambu, tapi dia yakin akan kebenaran dari firasatnya itu.

“Sepertinya desa kita diserang oleh gerombolan perampok!” ujar Jaka Purnama.

Jagat Pramudita langusung terkejut mendengar hal itu. Dia lalu berkata, “Firasat adalah pesan dari Tuhan melalui bisikan batin. Aku percaya apa yang kaurasakan itu adalah benar, Jaka. Sebab entah kenapa, aku juga tiba-tiba merasa khawatir dengan keadaan di desa.”

“Kalau begitu, kita harus cepat-cepat pulang sekarang sebelum terlambat!” desak Jaka Purnama.

“Baiklah! Ayo!” Jagat Pramudita mengangguk.

Keduanya pun lalu melompat bersamaan dan melayang di udara dengan menggunakan ilmu peringan tubuh.

Posisi Jaka Purnama berasa di depan dan Jagat Pramudita mengikuti di belakangnya, mereka bergerak dengan sangat lincah, berpindah-pindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain. 

Sebagai dua orang pendekar yang ilmu kanuragan mereka telah matang, keduanya sama sekali tidak merasa kesulitan saat harus menembus pohon-pohon yang berdaun lebat walau hanya berlenterakan cahaya bulan purnama.

Sambil terus melompat dan berpindah dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lain, Jaka Purnama berkata kepada temannya tanpa menoleh ke belakang, “Hanya ada satu gerombolan perampok yang suka mengincar wilayah pedesaan di dekat pesisir pantai. Mereka pasti adalah Gerombolan Kelabang Merah yang diketuai oleh Aryajanggala, si Taring Beruang!”

“Siapa pun mereka, akan kutumpas sampai habis karena telah berani menyerang desa kita!” ujar Jagat Pramudita geram.

“Aku akan langsung menuju ke tepi pantai,” ucap Jaka Purnama. “Mereka pasti menambatkan kapal mereka di sana. Aku akan menghadang si Taring Beruang. Kau ikutlah membantu warga desa menghadapi anak-anak buahnya.”

“Baiklah, Jaka, tapi kau harus berhati-hati,” Jagat Pramudita mengingatkan. “Taring Beruang mungkin saja mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi.”

“Kau tenang saja. Aku akan berhati-hati,” jawab Jaka Purnama yakin. “Aku tidak akan membiarkan mereka dengan mudah bisa pergi begitu saja membawa harta yang mereka rampas.”

Jaka Purnama pun menambah kecepatan. Dia merentangkan kedua belah tangannya dan terbang lebih tinggi lagi, tubuhnya pun lalu melesat di udara bagaikan seekor burung rajawali. 

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 5 : Melihat Dengan Mata Batin

    Suara pintu depan terdengar roboh akibat kena dobrak. Lima orang perampok kemudian melangkah masuk ke dalam rumah Anindhita. Perempuan itu segera keluar sambil meneteng sebilah Pedang di tangan kanannya.Para perampok itu rupanya telah sampai di ruangan tengah. Anindhita pun muncul dan berdiri di hadapan mereka. Tanpa basa-basi, dia langsung mencabut pedangnya dari dalam sarung.“Kurang ajar! Berani sekali kalian mendobrak pintu rumahku hingga roboh! Dasar kalian para pengikut Iblis!” ucap Anindhita, sambil dia mengacungkan ujung pedangnya ke arah para perampok tersebut.Para perampok itu kaget, ternyata yang muncul menghadapi mereka bukanlah seorang pria, melainkan seorang perempuan cantik berbaju ungu, tapi yang lebih membuat mereka terkejut lagi adalah saat melihat pedang yang dipegang oleh Anindhita.“Lihatlah, dia memegang sebuah senjata pusaka! Itu mirip seperti Pedang Penebas Setan!” kata salah seorang perampok kepada kawan-kawannya yang lain.Kemudian seorang lagi pun berkata,

    Last Updated : 2024-10-17
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 6 : Amukan Pedang Penebas Setan

    Jaka Purnama menyapukan pandangannya ke sekeliling, sekarang tersisa enam orang lagi yang belum maju. Mereka masih mencari-cari kesempatan untuk menyerang.“Kurang ajar, ternyata kemampuanmu boleh juga, Pendekar!” teriak Aryajanggala kagum, tapi juga merasa kesal.Dua orang musuh tiba-tiba bergerak secara bersamaan dari arah kiri dan kanan. Mereka menghunuskan golok ke depan!Jaka Purna segera mengelak dengan melakukan teknik kayang sampai ujung jarinya menyentuh tanah. Dua golok yang tersorong dari arah berlawanan itu hanya melintas di atas dadanya, bahkan malah membuat kedua penjahat itu jadi saling bertikaman satu sama lain.Dari posisi kayang, Jaka Purnama bangkit dan kembali berdiri. Dia melepas caping yang menutupi kepala dua orang lelaki itu. Lalu Jaka Purnama pun memegang kepala keduanya dan membenturkan jidat mereka satu sama lain.“Bummm!”Perbenturan itu membuat jidat keduanya jadi benjol dan mengakibatkan keduanya pusing. Untuk sesaat mereka terhuyung-huyung dan lalu akhir

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 7 : Keris Lidah Naga

    Jaka Purnama masih menghadapi musuh yang tinggal tersisa empat orang. Aryajanggala dari tadi belum juga maju, dia masih diam dan mengawasi, coba memperhatikan seberapa hebat Jaka Purnama bertarung.Keempat musuh itu kembali berkeliling mengepung Jaka Purnama. Mereka memainkan golok dengan gaya bersilat-silat untuk memecah konsentrasinya.Jaka Purnama memandangi lawannya itu satu persatu. Dia tetap waspada dan berusaha agar tidak lengah.“Kali ini kau akan mampus, Pendekar!” ujar Aryajanggala “Cepat serang dan cabik-cabik dia!”Mereka pun menyerang dari empat penjuru secara bersamaan. Jaka Purnama menyilangkan dua kepalan tangannya di depan dada. Cahaya putih pun tiba-tiba terpancar dari tubuh Jaka Purnama dan melingkupi dirinya“Hiyaaaaa!” Jaka Purnama berteriak keras sambil merentangkan kedua belah tangan.Cahaya putih itu seketika melebar dan memukul semua musuh yang maju. Bak daun melayang dihembus angin kencang, keempat penjahat itu terpantal jauh dan jatuh terguling.Aryajanggala

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 8 : Mengejutkan Di Rumah

    Wluyo dan Jagat Pramudita akhirnya tiba jua di pantai malam itu. Mereka terkejut menyaksikan ada sesosok tubuh yang telungkup di bibir pantai dengan kondisi mengenaskan. Keduanya segera menghampiri Jaka Purnama.“Jaka, kau tidak apa-apa?” tanya Jagat Pramudita.“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Jaka Purnama.Waluyo menepuk bahu Jaka Purnama dan tersenyum. “Syukurlah kalau begitu.” Dia kemudian menunjuk ke tubuh Aryajanggala yang telungkup dalam kondisi sekarat. “Apakah lelaki ini yang dijuluki sebagai Taring Beruang, pimpinan gerombolan Kelabang Merah?”Jaka Purnama menganggukkan dagu. “Iya, dia sudah kukalahkan dengan ajian Sinar Bulan Membelah Samudera.”“Ajian Sinar Bulan Membelah Samudera?” Waluyo mengerutkan kening. “Aku baru mendengar kalau ada nama jurus seperti itu. Apakah itu jurus dari gurumu, Mpu Seta?”Jagat Pramudita tersenyum menatap Waluyo. Dia kemudian yang menjawab pertanyaan tersebut.“Sinar Bulan Membelah Samudera merupakan s

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 9 : Kenangan Masa Lalu

    "Sayang, maafkan aku karena datang terlambat. Bertahanlah!” Jaka Purnama mengusap keringat yang bercucuran di dahi istrinya itu dan lalu memeluknya.“Tidak apa-apa, Kang Mas. Musibah ini sudah menjadi takdir,” ujar Anindhita. Suaranya terdengar lemah sebab menahan rasa sakit karena sebilah golok masih tertancap di perutnya.Jaka Purnama tak kuasa menahan air mata. Dia menggenggam tangan kanan isterinya itu dan menciumnya. “Bertahanlah, Sayang. Aku akan menolongmu.”“Tidak usah, Kang Mas,” jawab Anindhita terhengal. “Aku sudah tidak tahan lagi, Waktuku telah hampir sampai. Jagalah buah hati kita baik-baik. Maafkanlah aku yang tak bisa lagi menemanimu , Kang Mas.”Air mata Jaka Purnama mengalir tambah deras karena mendengar ucapan isterinya barusan. Dia memeluk erat tubuh Anindhita dan berkata, “Aku sangat mencintaimu. Jangan tinggalkan aku, Anindhita!”“Aku juga sangat mencintai

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 10 : Perpisahan Dengan Buah Hati

    Setelah selesai dari mengenang masa lalu yang indah itu, Jaka Purnama bangkit dan menuju kamar. Dia menghampiri buah cinta mereka yang berada dalam ayunan.Jaka Purnama mengambil anak itu dan lalu menggendongnya. “Kasihan sekali kamu, Giandra. Ibumu telah pergi meninggalkan dunia ini, padahal kamu masih sangat membutuhkan kehadirannya di dekatmu.”Waluyo dan Jagat Pramudita juga masuk ke dalam kamar untuk melihat anak tersebut.“Anakmu ini tampan sekali, sama seperti ayahnya,” ujar Waluyo.Jaka Purnama mengusap pipi bayi laki-lakinya itu. “Aku berharap suatu saat nanti dia akan menjadi kesatria tangguh yang selalu berpegang pada kebenaran. Aku dan Anindhita memberikannya nama Giandra Lesmana, artinya orang yang pintar, berpengetahuan luas, dan beruntung dalam hidup.”“Giandra Lesmana, sungguh nama yang sangat gagah, segagah orangnya,” ujar Jagat Pramudita.Jaka Purnama lalu membalik

    Last Updated : 2024-10-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 11 : Persaudaraan Iblis

    Di kala kegelapan malam semakin larut, sebagian bintang-bintang pun telah lenyap, kabut hitam yang tebal keluar dari kawah Gunung Ratri, menyelimuti puncaknya yang tinggi dan bergerak hingga ke kakinya.Di lereng gunung tersebut ada suatu area hutan yang penuh dengan pohon-pohon beringin besar. Tempat itu merupakan wilayah yang sangat sunyi, bukan kawasan yang biasa dijamah oleh para pemburu hewan.Di situ berkumpullah empat orang pendekar. Mereka sedang berdiri membentuk lingkaran. Kabut yang menyelimuti di sekeliling mereka seakan tidak mereka pedulikan.Enam belas batang bambu panjang tertancap di sekitaran tempat itu. Pada setiap ujung batangnya dinyalakan api sebagai pencahayaan. Itulah yang jadi sumber penerang sehingga mereka masih bisa melihat wajah satu sama lain.Keempat pendekar ini menamai kelompoknya sebagai Persaudaraan Iblis. Pemimpin tertinggi mereka ialah Argani Bhadrika, dia seorang lelaki bertopeng yang tak pernah ingin menampakkan wajah aslinya.Di antara anggota y

    Last Updated : 2024-10-24
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 12 : Perang Antara Cahaya & Kegelapan

    Dalam sebuah gua yang diterangi cahaya obor, Mpu Seta sedang melakukan meditasi. Dia hanya duduk bersila dan diam sambil menyatukan dua telapak tangan. Bola matanya terpejam, aliran nafasnya naik dan turun dengan sangat tenang, setenang suasana malam di tengah hutan belantara.Tiba-tiba seorang kakek bertubuh tinggi muncul secara ajaib di hadapannya. Kakek tua tersebut mengenakan jubah kuning, celana kuning, dan ikat kepala yang juga berwarna kuning. Rambutnya tergerai panjang dan lurus, putih dan berkilauan seperti perak.Mpu Seta pun pelan-pelan membuka mata. Sosok itu berdiri tegak dengan tubuh yang tinggi semampai. Sanggul di puncak kepala si kakek itu hampir saja menyentuh langit-langit gua. Mpu Seta dapat mengenali kalau yang datang ini adalah sukma dari mendiang gurunya, yaitu Resi Cakrasyananda.Mpu Seta langsung turun dari atas batu besar tempat dia duduk. Kini dia berdiri sambil membungkukkan badan menjura hormat.“Ada perihal apa yang mem

    Last Updated : 2024-10-24

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 114 : Orang Asing

    Karena memisahkan diri dari orang-orang dan tidak mau ikut berkumpul bersama yang lain, Patrioda duduk bersila di atas ranjang dalam kamar tamu tempat dia beristirahat. Hatinya betul-betul kesal dengan kemunculan Giandra di istana ini.“Hmmh. Pendekar muda itu kelihatan sekali ingin cari muka di hadapan para petinggi kerajaan. Padahal baru cuma bisa mengobati orang yang keracunan saja, tapi lagaknya sudah macam pahlawan.”Sambil memangku kedua tangan di bawah dada, Patridoa diam sebentar dan merenung. Dia sadar kalau kehadiran Giandra di istana ini bisa menjadi sumber perhatian banyak orang, apalagi Patrioda sangat takut jika Puteri Seroja yang jadi dambaan hatinya nanti akan diganggu oleh Giandra.“Kalau sampai pemuda itu berani mendekati Puteri Serojaku, aku tidak segan-segan untuk menendangnya keluar dari istana ini. Cuih! Apa hebatnya dia itu!”Sebelum memutuskan untuk pergi dari padepokan Lenggo Geni dan bergabung di kerajaan ini, Patrioda sudah membayangkan bahwa dia harus bisa m

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status