Home / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 11 : Persaudaraan Iblis

Share

Bab 11 : Persaudaraan Iblis

Author: Adil Perwira
last update Last Updated: 2024-10-24 10:42:31

Di kala kegelapan malam semakin larut, sebagian bintang-bintang pun telah lenyap, kabut hitam yang tebal keluar dari kawah Gunung Ratri, menyelimuti puncaknya yang tinggi dan bergerak hingga ke kakinya.

Di lereng gunung tersebut ada suatu area hutan yang penuh dengan pohon-pohon beringin besar. Tempat itu merupakan wilayah yang sangat sunyi, bukan kawasan yang biasa dijamah oleh para pemburu hewan.

Di situ berkumpullah empat orang pendekar. Mereka sedang berdiri membentuk lingkaran. Kabut yang menyelimuti di sekeliling mereka seakan tidak mereka pedulikan.

Enam belas batang bambu panjang tertancap di sekitaran tempat itu. Pada setiap ujung batangnya dinyalakan api sebagai pencahayaan. Itulah yang jadi sumber penerang sehingga mereka masih bisa melihat wajah satu sama lain.

Keempat pendekar ini menamai kelompoknya sebagai Persaudaraan Iblis. Pemimpin tertinggi mereka ialah Argani Bhadrika, dia seorang lelaki bertopeng yang tak pernah ingin menampakkan wajah aslinya.

Di antara anggota y
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 12 : Perang Antara Cahaya & Kegelapan

    Dalam sebuah gua yang diterangi cahaya obor, Mpu Seta sedang melakukan meditasi. Dia hanya duduk bersila dan diam sambil menyatukan dua telapak tangan. Bola matanya terpejam, aliran nafasnya naik dan turun dengan sangat tenang, setenang suasana malam di tengah hutan belantara.Tiba-tiba seorang kakek bertubuh tinggi muncul secara ajaib di hadapannya. Kakek tua tersebut mengenakan jubah kuning, celana kuning, dan ikat kepala yang juga berwarna kuning. Rambutnya tergerai panjang dan lurus, putih dan berkilauan seperti perak.Mpu Seta pun pelan-pelan membuka mata. Sosok itu berdiri tegak dengan tubuh yang tinggi semampai. Sanggul di puncak kepala si kakek itu hampir saja menyentuh langit-langit gua. Mpu Seta dapat mengenali kalau yang datang ini adalah sukma dari mendiang gurunya, yaitu Resi Cakrasyananda.Mpu Seta langsung turun dari atas batu besar tempat dia duduk. Kini dia berdiri sambil membungkukkan badan menjura hormat.“Ada perihal apa yang mem

    Last Updated : 2024-10-24
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 13 : Perjalanan ke Lembah Cendana

    Matahari bersinar terang. Gumpalan awan-awan putih menghiasi langit biru. Cuaca di hari itu sangat baik, namun juga terasa panas menjilati kulit.Setelah berjalan kaki cukup jauh meninggalkan desa Tanjung Bambu, Jaka Purnama menumpangi sebuah rakit untuk menyeberang sungai, hingga tibalah dia di suatu kampung yang ramai dengan para penduduk.Jaka Purnama berjalan menyusuri kampung tersebut. Para pedagang terlihat berjualan di pinggiran jalan. Ada banyak sayur-sayuran, buah-buah segera, dan juga aneka manik-manik yang jadi kesukaan para gadis remaja.Seorang pengemis tua yang berbadan bungkuk tiba-tiba muncul mendekati Jaka Purnama, Dia berpakaian compang-camping, menadahkan tempurung yang kosong dengan kedua tangan.“Saya sudah dua hari belum makan, Tuan. Sudilah Tuan memberi saya sedikit uang,” ujar pengemis itu meminta.Jaka Purnama pun mengambil beberapa keping uang dari buntalan kain yang tergantung di pinggangnya, lalu dia memasukkannya ke dalam tempurung kosong yang dipegang ole

    Last Updated : 2024-10-24
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 14 : Pertarungan Yang Membuat Heboh

    “Kurang ajar! Siapa yang berani ikut campur!” teriak si lelaki berkepala botak itu dengan penuh amarah.Jaka Purnama yang duduk di tempat paling belakang pun berucap padanya, “Tindakanmu sungguh sangat keterlaluan! Menggunakan kekuatan untuk menindas orang yang lemah. Benar-benar memalukan!”Pemimpin rombongan itu menatap ke Jaka Purnama dengan bola mata yang menyala seperti bara api. “Keparat! Ternyata kau yang tadi menyerangku secara diam-diam!” Dia lalu berkata kepada semua anak buahnya, “Ayo, kalian tunggu apalagi? Cepat hajar dia!”Para lelaki itu pun mencabut golok-golok mereka dari pinggang dan hendak menyerang Jaka Purnama.Jaka Purnama segera berdiri dan langsung bersalto depan melompati meja. Saat kedua kakinya menginjak di lantai dengan hentakan yang kuat, dia pun langsung mengambil sikap kuda-kuda samping.Satu orang lelaki di antara mereka pun maju seperti macan yang kelaparan. Sera

    Last Updated : 2024-10-24
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 15 : Saling Tolong Menolong

    Jaka Purnama menjura hormat kepada dua orang pendekar yang telah membantunya itu. “Terimakasih banyak, Sobat berdua telah membantuku menghadapi para bromocorah tadi. Perkenalkan, namaku Jaka Purnama, dari Desa Tanjung Bambu.”Sambil memegang pedang yang sudah tersarung, lelaki berbaju abu-abu dengan rambut panjang yang tersanggul di puncak kepalanya juga balas memberi hormat.“Tidak perlu berterimakasih, Sobat. Sudah menjadi kewajiban kita para pendekar untuk menumpas kejahatan. Perkenalkan,. namaku Abirama, dan ini adalah adik kandungku, Alindra. Kami dari perguruan Teratai Jingga di balik Bukit Sarang Merpati.”“Perguruan Teratai Jingga?” Sejenak Jaka Purnama mengerutkan dahi. Dia merasa pernah mendengar nama itu. “Oh, iya, aku baru ingat. Ternyata kalian adalah murid Nyai Maheswari. Beliau seorang tokoh pendekar wanita yang terkenal ahli dalam ilmu pengobatan.”“Betul sekali, Kakang Pendekar,” ujar Alindra. “Rupanya Kakang juga mengetahui tentang guru kami.”Abirama lalu bertanya,

    Last Updated : 2024-10-25
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 16 : Makhluk Penjaga Lembah Cendana

    Bab 16 : Makhluk Penjaga Lembah CendanaBerminggu lamanya perjalanan panjang ditempuh, hutan dan tebing perbukitan telah dilewati, sungai-sungai telah diseberangi, dan segala rintangan maupun marabahaya sudah dihadapi. Ketika siang panas matahari menjilati kulit, dan saat malam tiba dinginnya udara menusuk ke tulang, namun apapun itu, tak dapat menyurutkan semangat Jaka Purnama.Kini tibalah dia di tempat yang menjadi tujuannya, yaitu Lembah Cendana. Kawasan ini dikelilingi oleh pegunungan yang terlatak pada empat penjuru mata angin.Di sebelah Timur tampaklah satu gunung yang paling tinggi. Setiap kali matahari terbit di waktu pagi, maka cahayanya akan terlihat terang benderang di puncak gunung itu, sehingga dinamakanlah ia sebagai Gunung Bhanurasmi, yaitu gunung matahari.Di sebelah Barat ada tiga barisan gunung yang bernama Bukit Tiga Baris, di sebelah Utara ada dua buah gunung yang rapat dan dinamai Gunung Bujang Dara, sedangkan di sebelah Selatan ada satu gunung yang paling kecil

    Last Updated : 2024-10-25
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 17 : Bertemu Sahabat Lama Guru

    Tak lama setelah perjumpaannya dengan siluman musang, tiba-tiba Jaka Purnama melihat lagi dari balik pohon muncul seorang lelaki tua berbaju hijau dengan rambut putih yang tersanggul. Dia berjalan menggunakan tongkat dan menghampiri Jaka Purnama.Orang tua itu berkumis tebal dan memiliki jenggot yang panjang hingga ke pusat, semuanya tampak putih, menandakan kalau usianya memang sudah sangat tua, hal itu dibuktikan pula dengan kulit wajahnya yang terlihat keriput dan bola matanya yang sudah kelabu.Jaka Purnama mundur beberapa langkah dan mengambil sikap waspada, namun orang tua itu mengisyaratkan dengan telapak tangan agar Jaka Purnama tidak usah takut. Dengan suara serak, dia berkata, “Tenanglah, Ki Sanak. Aku ini bukan orang dunia persilatan yang suka berkelahi. Kau tidak perlu waspada begitu melihatku.”Orang tua tersebut memang kelihatan lebih ramah dan bersahabat jika dibandingkan dengan siluman musang tadi. Jaka Purnama memberi hormat dengan menyatukan kedua tangan.Orang tua

    Last Updated : 2024-10-25
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 18 : Pertanyaan Penuh Hikmah

    Sangat berbeda dengan siluman beruang tadi, Janaloka muncul sebagai penghalang bukan untuk menguji ilmu kanuragan Jaka Purnama, melainkan untuk menguji wawasan dan juga kecerdasannya.Jaka Purnama memberi hormat dan membungkukkan badan. “Dengan pengetahuanku yang terbatas, aku akan berusaha menjawab ketiga pertanyaan itu. Silahkan Kakek ajukan.”Janaloka pun memulai dengan pertanyaan pertama. “Sebutkan padaku anjing apa yang paling buas, babi apa yang paling pemalas, dan harimau apa yang paling kuat?”Jaka Purnama merasa tidak asing saat mendengar pertanyaan tersebut. Ini adalah hal yang kerap dibahas oleh Mpu Seta saat dia menasehati Jaka Purnama dan Jagat Pramudita setiap kali selesai latihan. Tanpa butuh waktu lama, dia sudah mengerti maksud pertanyaan itu dan langsung bisa menjawabnya. Dengan yakin, Jaka Purnama menjawab, “Anjing yang paling buas adalah gejolak amarah dalam diri, babi yang paling pemalas adalah sifat kemelekatan terhadap hal duniawi, dan harimau yang paling kuat

    Last Updated : 2024-10-26
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 19 : Selesainya Semua Ujian

    Janaloka sejenak menarik nafas panjang dan lalu menghembuskannya. “Baiklah, sekarang tinggal satu pertanyaan lagi, jika kau berhasil menjawabnya, maka akan kuantarkan kau untuk bertemu dengan orang yang kau cari.”“Silahkan, Kek. Aku siap menyimak pertanyaan terakhirmu,” angguk Jaka Purnama.Janaloka pun berkata, “Beritahukan padaku tali apa yang paling rapuh, namun paling banyak dipegangi oleh orang-orang!”Awalnya Jaka Purnama menduga mungkin jawabannya adalah tali kekang kuda. Sebab tali itulah yang sering dipegang oleh banyak orang dari kalangan para penunggang kuda. Tapi Janaloka juga mensifatkannya mudah rapuh, atau mudah putus, berarti ada jawaban lain yang lebih tepat.“Maaf, Kek.” Jaka Purnama menjura hormat. “Apa Kakek berkenan memberiku sedikit bayangan. Pertanyaanmu yang satu ini agak sukar untuk kupahami.”“Baiklah, akan kuberikan untukmu satu bayangan saja,” ujar Janalok tersenyum. “Tapi bila jawabanmu ternyata salah, maka kau harus angkat kaki dari Lembah Cendana ini da

    Last Updated : 2024-10-26

Latest chapter

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 123 : Posisi Terciduk

    Di area yang lebih sepi dalam hutan, jauh dari tempat para prajurit berkumpul, di balik sebatang pohon besar yang akar-akarnya menjuntai ke bawah seperti rambut setan, Alindra hanya duduk berdua saja dengan Senopati Wibisana. Inilah saat dimana luka dalamnya akan segera dipulihkan.Alindra membelakangi sang senopati, dia melepas ikatan sabuk di pinggang dan mulai membuka baju, memperlihatkan punggungnya yang putih. Sebenarnya hal semacam ini tidak boleh dilakukan oleh sepasang pria dan wanita yang belum menikah, namun tak ada pilihan lain, hanya ini cara satu-satunya untuk mengobati luka Alindra.Meski punggung perempuan itu cukup membuat Senopati Wibisana jadi terpesona, tapi dia masih sadar kalau niatnya semata-mata ingin menolong Alindra, maka tak boleh ada pikiran kotor yang merasuki khayalannya.Tanpa menunggu lama, akhirnya Senopati Wibisana pun mulai membangkitkan tenaga dalam. Sesaat dia melakukan gerakan bunga silat, lalu mengarahkan kedua telapak tangannya ke punggung Alindr

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 122 : Kenangan Tak Terlupakan

    Di tempat yang berjarak cukup jauh dari lokasi para pendekar dan prajurit kerajaan, Persaudaraan Iblis saat itu juga sedang menyusun rencana, mereka membicarakan tentang strategi untuk menyambut kedatangan lawan.Seorang anggota baru telah muncul dan ikut bergabung. Dia adalah Prabaswara, lelaki kepercayaan Panglima Sanca yang biasa menggantikannya dalam mengetuai Gerombolan Nogo Ireng.Dahulu sewaktu Giandra menyerang ke Gunung Payoda sendirian, pernah terjadi pertarungan antara dia dengan lelaki ini. Prabaswara dibuat sekarat oleh Giandra dan bahkan hampir mati. Peristiwa tersebut pun jadi kenangan yang tak akan dilupakan oleh Prabaswara.Hari ini dendam lama itu berkobar, Prabaswara masih ingat wajah Giandra, sosok pendekar yang pernah membuatnya jatuh dari atap rumah hingga muntah darah di lantai.“Apa kau ingin menuntut balas pada pemuda yang tempo hari mengalahkanmu itu?” tanya Panglima Sanca. Dia tahu kalau ada kebencian yang masih terpendam di hati Prabaswara.“Aku sangat ingi

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 121 : Rasa Perhatian Yang Spesial

    Setelah pertarungan besar babak pertama selesai, masih ada tujuh ratus orang lagi dari prajurit kerajaan yang tersisa. Namun yang memilukan, Abirama akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam pelukan sang adik.Senopati Wibisana coba mendekat ke Alindra. Wanita itu masih menangis dan memeluk erat sang kakang yang sudah tak bernyawa lagi. Dengan perasaan iba, dia pun duduk di samping Alindra dan berusaha menabahkan.“Bersabarlah, Alindra. Kakangmu adalah seorang pendekar sejati. Dia sudah berjuang dalam pertempuran ini. Jiwanya pasti ditempatkan di Swargaloka yang agung.”Bola mata Alindra basah berlinangan, duka citanya begitu mendalam, dengan tatapan yang sayu, dia melihat ke Senopati Wibisana.“Kakang Abirama tewas karena melindungiku. Dia rela mengobarkan jiwanya untuk menyelamatkanku.”Senopati Wibisana hanya bisa mengangguk. Dia mengerti kesedihan di hati Alindra saat ini. Memang bukan hal yang mudah jika harus berpisah dari seorang saudara kandung yang selama ini selalu menjaga

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 120 : Kobaran Api Biru

    Setelah membalaskan kematian gurunya pada Manik Maya, Alindra secepatnya menghampiri Abirama yang tadi terkena serbuk racun. Kedua mata Kakangnya itu sudah tak bisa melihat lagi, sebab Serbuk Tujuh Bunga telah merusak kornea matanya.Alindra duduk di sebelah Abirama dan memeluk pundak kakangnya itu. Dia merasakan kalau badan Abirama sangat panas. Ini adalah dampak buruk dari pengaruh racun yang terhirup.“Kakang harus bertahan! Percayalah, Paman Mpu Bhiantar pasti bisa mengobatimu. Aku yakin kalau dia masih menyimpan serbuk Cendawan Biru.”Sambil berpejam dan tersenyum, walau menahan sakit, Abirama berkata dengan suara serak, “Sudahlah, Adikku. Sudahlah terlambat untuk kembali ke istana dan berobat dengan paman Mpu. Ajalku sebentar lagi akan tiba. Yang terpenting kau telah membalaskan kematian guru kita.”“Jangan bicara begitu, Kakang! Kakang pasti akan diobati secepatnya. Bertahanlah!”Abirama menggenggam tangan kanan sang adik yang dari tadi memeluknya erat. Dia menghadapkan mukanya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 119 : Hadiah Pukulan Terakhir

    Selagi Abirama, Patrioda, dan Senopati Wibisana sibuk menolong para prajurit yang dibantai oleh Gerombolan Kelabang Merah, Manik Maya akhirnya melompat turun dari atas pohon. Kini dia berdiri tegak di hadapan Alindra dan menantangnya bertarung.“Sudah bertahun lamanya aku menunggu saat ini tiba. Hari ini kau tak akan selamat dari senjata trisulaku!”“Heh, kau yakin sekali mampu mengalahkanku. Justru dirimulah yang akan jadi bangkai di hutan ini. Bersiaplah!”Manik Maya menghunuskan pedang dari dalam sarung. Dia bergerak maju dan melibaskan serangan. Sabetan demi sabetan datang beruntun memburu Alindra, kecepatan Manik Maya dalam bermain jurus memang tak boleh dianggap remeh.“Ting! Ting! Ting!” Berulangkali pedang tajam itu berbenturan dengan sepasang trisula yang Alindra genggam. Hingga saat ada kesempatan untuk membalas serangan, Alindra bergerak cepat memutar badan, dia menghantam pipi Manik Maya dengan siku kirinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 118 : Awal Mula Perang

    Sebagaimana perintah yang diamanatkan oleh Tubagus Dharmasuri, maka kini Senopati Wibisana, keempat pendekar, dan seribu orang prajurit yang menyertainya mulai berkeliling menyusuri kawasan di lereng Gunung Ratri.“Aku berharap para pendekar ini bisa kompak saat melawan musuh, lebih lagi si Patrioda, dia amat sombong dan susah diatur,” batin Senopati Wibisana, hatinya merasa cemas.Baru saja keangkuhannya redup sejenak, kini Patrioda sudah mulai lagi berucap sok hebat. “Mana musuh-musuh kita? Heh, tampaknya mereka takut dan tidak berani keluar. Seperti kucing saja Persaudaraan Iblis ini.”“Kita harus tetap waspada. Jangan menganggap remeh lawan. Siapa tahu mereka sedang mengintai kita saat ini,” ujar Senopati Wibisana mengingatkan.Tiba-tiba kemudian, Damayanti mencabut sebilah anak panah dan melepaskannya ke arah semak-semak. Dia tahu kalau ada yang tengah bersembunyi di tempat itu.“Ada apa, Damayanti?&rd

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status