Wahyu berjalan memasuki ruangannya. Ruang pimpinan utama itu menjadi ruang kerjanya mulai hari ini hingga beberapa saat ke depan. Wahyu membuka pintu ruang kerjanya, dan mendapati Yanuar sedang duduk di kursi kerjanya.
“Sudah selesai urusan kamu? Bagaimana pertemuannya dengan pemilik toko kain?” tanya Yanuar mencecar anak sulungnya dengan pertanyaan.
Dengan helaan panjang, Wahyu mencoba untuk bersabar menghadapi Yanuar. Mamanya itu memang tipikal orang yang selalu ingin meminta kejelasan lebih lanjut, meskipun dengan hal-hal yang sepele.
Mata hitam Wahyu tertuju kepada Yanuar yang sedang menatap kepadanya. Sepertinya Yanuar sedang menunggu penjelasan darinya.
“Tidak ada kendala yang cukup berarti. Pemilik toko kain itu mengatakan jika Kerjasama yang terjalin antara perusahaan kita dengan tokonya akan tetap terus berlanjut selama beberapa bulan ke depan. Kontrak akan diperbarui oleh tokonya,” jelas Wahyu kepada Yanuar.
“Ah, ya. Baguslah jika begitu. Setelah ini, kamu harus memeriksa beberapa perjanjian kontrak dengan perusahaan lain yang ada kaitannya dengan perusahaan kita. Beberapa ada yang meminta persetujuan dan perizinan kepada pimpinan utama,” kata Yanuar.
“Okay, Mam. Nanti aku akan melihat beberapa pengantar dan membuat surat resmi untuk mereka. Sekarang Wahyu mau pergi dulu sebentar, mencari angin,” ucap Wahyu.
“Ya, tidak masalah. Mama mau pulang dulu. Ada banyak kerjaan di rumah yang belum mama selesaikan,” kata Yanuar.
Yanuar dapat melihat anggukan dari anak sulungnya. Setelah itu, dia menunjukkan sedikit senyum culas di bibirnya yang indah. Yanuar segera berjalan menuju pintu, tetapi setelah berada di dekat pintu, Yanuar berbalik.
“Sekretaris pribadimu tidak ganti, ya. Manfaatkan saja fasilitas yang ada dengan baik. Mama yakin kamu pasti lebih bijaksana dalam mengelola perusahaan. Secara kamu lebih muda dan masih penuh potensi dibanding papa,” ucap Yanuar.
Wahyu hanya mengangguk. Yanuar lekas pergi meninggalkan ruang pimpinan utama yang telah menjadi ruang kerja putra tertuanya saat ini. Sepeninggal Yanuar, Wahyu mengambil satu map bersampul kuning dan mulai membaca perjanjian-perjanjian yang tertera di sana.
Di dalam map itu tertulis semua rekam jejak perusahaan milik keluarganya. Berapa penghasilan dan keuntungan yang berhasil dicapai, serta pengeluaran yang terjadi beberapa bulan ini. Wahyu mencoba untuk mengamatinya sebentar.
Beberapa saat kemudian, dia menutup map kuning dan meletakkannya kembali di atas meja. Dirinya yang merasa jenuh, Wahyu pun memutuskan untuk keluar sebentar meninggalkan ruang kerjanya.
Dia hendak mencari udara segar. Namun mobil dengan warna hitam matte miliknya malah terparkir di sebuah kedai makan kecil yang letaknya tidak jauh dari toko kain. Jalan Kura Nomor 39 itu memang dipenuhi oleh tempat-tempat yang menjual berbagai makanan dan minuman.
Wahyu lekas turun dari mobilnya. Dia melangkahkan kaki dengan tegap menuju ke dalam kedai makanan. Ketika berada di pintu masuk yang berdesakan dengan pengunjung lain, Wahyu harus mengalah.
Dia harus menunggu gilirannya untuk bisa masuk. Tidak mungkin dirinya menyerobot begitu saja melalui desakan orang-orang yang hendak masuk ke dalam kedai. Wahyu berdiri dan mencoba untuk mengamati celah agar dia bisa masuk.
Namun dia terkejut ketika mendapati seorang gadis dengan pakaian berwarna merah fanta. Wahyu bukannya tidak mengenali gadis itu, tetapi dia enggan untuk menyapanya terlebih dahulu. Hingga akhirnya sang gadis dengan rambut digulung ke atas itu menoleh ke kiri.
Pandangan mereka bertemu. Di situlah mereka merasakan getaran di hati. Pada mulanya, Wahyu menunjukkan wajah dinginnya. Namun setelah si gadis tersenyum, kebekuan di hati Wahyu mulai mencair.
“Kamu yang tadi mengunjungi toko kain milik Bapak, kan? Perkenalkan aku April, anak dari pemilik toko kain. Baru kali ini aku menemukan sosok laki-laki kaya yang mau mampir ke kedai kecil seperti ini,” ujar April membuka percakapan dengan Wahyu.
Wahyu tertawa. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dengan ucapan April. Tatapan matanya kini mengarah kepada sosok April yang ada di depannya. Gadis dengan bentuk wajah bulat telur itu memiliki paras yang manis.
“Aku Wahyu. Memangnya ada yang salah jika aku mengunjungi tempat makan seperti ini?” tanya Wahyu di sela-sela senyumnya.
“Tidak ada. Aku hanya baru pertama kali melihatnya. Namun terima kasih masih menjadi pelanggan setia di toko kain kami,” kata April.
“Ah, itu. Tidak perlu mengucap terima kasih. Tapi kamu di sini ingin pesan makanan untuk siapa? Untuk dirimu kah?” tanya Wahyu.
“Jam makan siang begini, Bapak biasanya ingin dibelikan makanan enak. Beliau sudah lapar katanya, ingin mengisi perut. Aku pun begitu,” ujar April dengan suara yang terdengar lembut di telinga.
Wahyu menyadari jika pintu masuk sudah mulai sepi dari kerumunan orang-orang. Dia mengalihkan pandangannya dan mengajak April untuk masuk ke dalam kedai.
Di dalam, Wahyu berdiri di belakang April untuk mengantre pesan makanan. April menoleh ke belakang, dan tersenyum kepada sosok laki-laki yang berdiri tepat di belakangnya.
“Kamu mau mengantre di depanku? Tidak masalah jika kamu dulu. Barangkali kamu buru-buru,” kata April masih dengan suaranya yang halus.
Wahyu menggeleng. Dia tidak bermaksud menolak perkataan April, tetapi bagi dirinya, perempuan adalah makhluk yang harus didahulukan. Wahyu tersenyum dan menatap kepada April.
“Kamu dulu saja. Aku masih ada banyak waktu hari ini, tidak perlu khawatir,” balas Wahyu.
April tersenyum dan mengalihkan pandangannya. Ia kembali menghadap ke depan dan menunggu gilirannya ke kasir. Antrean mulai maju sedikit demi sedikit. Kini April berada di urutan ketiga dari meja pelayan kedai.
“Kamu tidak keberatan jika kita mengobrol sebentar?” bisik Wahyu di telinga April.
Wahyu sengaja mencondongkan tubuhnya, agar bisikannya tepat didengar oleh telinga April. Dalam hati, laki-laki dengan wajah persegi tersebut berharap agar ajakannya tidak ditolak oleh gadis manis yang ada di depannya.
April menoleh dan mendapati diri Wahyu yang berada tidak jauh dari dirinya. Wajah mereka berada sangat dekat, bahkan April bisa melihat jelas ke dalam pancaran mata hitam Wahyu. Meksipun hatinya malu, tetapi April tetap memberikan senyum kepada laki-laki yang ada di dekatnya itu.
“Bisa. Aku bisa memberikan waktuku sebentar untuk mengobrol denganmu,” kata April.
“Ah, bagus sekali. Terima kasih untuk kesediaannya,” balas Wahyu.
April mengangguk pelan. Tatapannya beralih ke depan dan mulai memesan makanan kepada pelayan. pelayan pun mencatat pesanan April dan melayaninya dengan cepat. Dalam waktu beberapa menit saja, pesanan April sudah datang.
“Aku tunggu di luar. Kita mengobrol di bangku taman yang ada di seberang jalan itu,” ucap April sembari menunjuk ke taman yang letaknya berada di seberang jalan.
Wahyu menyetujui ajakan April. Kini giliran dirinya yang memesan makanan di depan pelayan kedai. April lekas pergi dan menunggu Wahyu di bangku taman.
Lima belas menit setelah April menunggu di bangku taman, Wahyu lekas datang menghampirinya. Laki-laki berbadan tinggi itu melihat kepada gadis manis dengan rambut disanggul yang sedang tersenyum kepadanya.“Maaf jika menunggu lama, ya. Tadi uang kembalianku kurang, jadi pelayan masih harus mencarikannya,” kata Wahyu.“Tidak masalah. Aku bisa menunggu hingga jam satu tiba,” balas April.April bergeser sedikit untuk memberikan Wahyu sedikit tempat untuk duduk di sampingnya. Setelah gadis dengan rambut hitam disanggul itu memberikan sisa tempat, Wahyu lekas duduk. Meskipun mereka berdua baru saling kenal, tetapi sepertinya tidak ada canggung di antara mereka.Baik Wahyu maupun April tampak dapat mengimbangi suasana di sekitar mereka agar tidak hening. Mata kecokelatan April menatap pada wajah Wahyu yang saat ini sedang memandang kepadanya.“Jadi, baru pertama ini aku melihat ada anak muda yang sudah berani memimpin perusahaan besar. Biasanya, adalah pria dengan cambang tipis yang usianya
April mengangguk, sedangkan tatapan matanya tertuju ragu kepada bapak. Tampaknya April merasakan kebimbangan di dalam hatinya. Dirinya tidak yakin jika ingin mengtakan yang sebenarnya kepada bapak perihal rencana kedekatannya dengan Wahyu.“Ada apa dengan anak itu? Apa dia mengganggumu?” tanya bapak.“Tidak, Pak. Dia hanya mengajakku mengobrol sebentar di taman seberang kedai kecil. Bukannya dia adalah pelanggan dari toko kain kita,” kata April.“Sepanjang yang bapak tahu memang begitu. Wahyu itu anak paling tua di keluarga Anarta. Kedua orang tuanya juga sangat menghargai semua orang. Wajar jika mereka disegani, keluarga itu juga memiliki reputasi yang cukup bagus di mata orang-orang,” balas bapak.April terdiam setelah mendengar penjelasan dari bapaknya. Bibirnya mengatup rapat seakan enggan untuk membalas perkataan si bapak. April menundukkan kepala, di dalam hatinya ia sempat ragu dengan keputusannya untuk menjalin hubungan dekat dengan anak sulung dari keluarga kaya.“Keluarganya
Meski masih muda, tetapi kharisma Wahyu terlihat begitu memancar. Wahyu terlihat begitu mempesona bahkan ketika dia sedang mengerjakan kolom-kolom kosong yang butuh diisi di dalam catatan progress karyawan perusahaan jahit.Anara terlihat sabar menunggu Wahyu hingga selesai membubuhkan tulisan di dalam kolom yang kosong. Setelah beberapa menit berlalu, Wahyu telah selesai mengisi kolom-kolom yang kosong dengan data berupa nominal harga dan waktu yang dibutuhkan untuk menjahit satu kain.Wahyu menutup buku progress karyawan. Setelahnya, dia memberikan buku tebal itu kepada Anara. Tanpa memandang jeli kepada Anara, Wahyu menunjukkan wajah datarnya.“Aku sudah mengisi bagian-bagian yang membutuhkan keterangan harga dan lama waktu yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan jahitan. Sekarang buku ini sudah kupenuhi dengan informasi, ambillah. Coba kamu periksa teliti agar tidak ada yang keliru,” kata Wahyu.“Baik, Pak. Saya akan memeriksanya setelah ini. Bapak tidak perlu khawatir, aku aka
Wahyu tidak lekas memberikan jawaban untuk perkataan Anara. Meskipun dia tahu bahwa sekretaris pribadinya itu hanya penasaran dengan kehidupan asmaranya, tetapi Wahyu enggan untuk memberitahu Anara.Pandangannya masih tertuju kepada jalanan. Wahyu lebih memilih untuk tidak memandang Anara, dan memutuskan untuk terpaku menyetir mobil. Meski tatapan mata Anara terasa mengusik, Wahyu hanya mengembangkan senyum tipis.“Aku sedang dekat dengan seorang wanita. Dia adalah anak dari si pemilik toko kain yang bekerjasama dengan perusahaan kita. Tapi aku rasa masih terlalu dini untuk mengungkapkan masalah perasaan padanya,” jelas Wahyu.“Baru dekat dengan seorang wanita. Berapa bulan? Apa dia juga tahu jika Bapak menyukainya. Maafkan saya jika terasa saya terlalu mencampuri urusan Bapak,” kata Anara.Anara masih melanjutkan rasa penasarannya. Seolah tidak puas dengan jawaban sederhana dari atasannya. Anara merasa dia perlu tahu percintaan Wahyu sebelum memutuskan untuk mengambil langkah lebih l
Anara terkejut dengan yang diucapkan oleh Wahyu. Tidak biasanya sang atasan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke toko kain. Anara menaruh rasa curiga kepada atasannya, dia masih mengarahkan tatapannya kepada Wahyu.Namun tatapan Anara malah direspon biasa oleh Wahyu. Dia tidak menganggap serius apa yang ditunjukkan oleh sikap Anara. Wahyu yang lebih memilih untuk menghabiskan makanannya, membuat Anara geram.“Memang urusan apa yang ingin Bapak selesaikan di sana? Tidak bisakah ditunda, atau mengambil waktu lain selain hari ini,” kata Anara.“Aku tidak ingin menundanya. Aku ingin segera menuntaskan perkara ini. Semakin ditunda, juga tidak membuahkan hasil yang bagus,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.Anara tidak lagi memberikan jawaban untuk perkataan Wahyu. Sekarang Anara mengalihkan fokusnya kepada makanan di depannya. Sepiring nasi goreng nanas masih tersisa banyak, Anara belum menghabiskannya.Saat Anara menyantap makanannya, Wahyu hanya asyik meni
April seketika terdiam. Dia tertegun dengan apa yang dikatakan Wahyu. Laki-laki di depannya itu menunjukkan kesan yang teramat serius. Wajahnya sangat kaku, tatapan Wahyu terlihat begitu dalam memandang kepadanya.“Aku tidak bermaksud untuk meragukan kata-katamu, Wahyu. Tapi kamu tahu sendiri bahwa menjatuhkan hati kepada orang baru bukanlah sesuatu yang mudah. Aku hanya tidak ingin salah pilih pasangan,” kata April.Wahyu mengernyit. Sedikit tidak menyangka bahwa April akan memberikan jawaban yang seperti itu. Di hadapannya, April terlihat tenang meskipun ucapannya sedikit membuatnya tersinggung.“Apa maksudmu salah pilih? Kamu mau bilang bahwa aku tidak cocok untukmu,” kata Wahyu, dia sedikit meninggikan suaranya.April terkejut. Dia tidak pernah mendengar suara tinggi seperti itu dari lelaki. Kedua mata April memandang kepada Wahyu. Wajah laki-laki yang ada di depannya terlihat begitu garang, berbeda dengan sebelumnya.Dari sinilah April mulai mengetahui sikap Wahyu yang sedikit mu
Seketika pemilik toko kain mengernyit. Dia tidak menyangka jika putri satu-satunya telah menerima laki-laki di toko mereka. April juga tahu bahwa bapaknya saat ini sedang memasang wajah masam yang jelas terasa tidak mengenakkan.“Ada apa dia berurusan denganmu, April?” tanya bapak.“Wahyu hanya mempertanyakan keputusan bapak. Dia meminta kejelasan mengenai permintaannya untuk menjalin hubungan dengan April, Pak,” kata April, dia memberikan jawaban kepada bapak.“Lalu kamu jawab apa? Sepertinya pimpinan muda itu tidak menyerah untuk menjadikanmu pasangannya, April,” kata bapak, suaranya mulai terdengar tegas.“April terima Wahyu sebagai pasangan, Pak. Sebab aku melihat dia menyatakan perasaannya dengan tulus, tidak mungkin jika April menolak,” kata April.“Kamu menerimanya? Baiklah, kalau begitu biarkan bapak menemui laki-laki itu sekarang,” kata bapak.April mengangguk, dia tidak kuasa untuk menolak ucapan bapaknya. Dengan tegas si pemilik toko kain itu lekas masuk ke dalam. Dia menda
April hanya bisa memandangi bapaknya dengan perasaan kesal. Dia tidak menyangka jika bapak bisa menunjukkan sikap yang begitu menyebalkan padanya. April kemudian mengalihkan pandangannya kepada Wahyu yang saat ini sudah menjadi pasangannya.“Aku tidak ingin menyembunyikan hubungan apapun dari bapak. Tapi kenapa bapak mengobrol seasyik ini dengan dia? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan,” kata April.“Tidak ada. Kami hanya membahas masalah bisnis. Aku rasa jika aku ceritakan kepadamu, kamu juga tidak akan mengerti,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban untuk perkataan April.“Aku akan memahaminya jika kamu ceritakan kepadaku. Tapi aku penasaran memangnya urusan bisnis apa yang kalian bicarakan?” tanya April, dia mengarahkan fokusnya kepada Wahyu.“Perpanjangan kontrak. Antara toko kain milik bapakmu dengan perusahaan jahit milikku,” kata Wahyu, dia menjawab rasa penasaran April.April seketika mengangguk. Dia kemudian kembali terdiam. April tak lagi memberikan balasan untuk perkataan Wahyu
Sepanjang jalan hanya diisi oleh diam. Tidak ada satupun di antara mereka bertiga yang ingin memecah keheningan. Di antara sunyi, Wahyu memutuskan untuk menyalakan radio mobil. Seperti biasa, dia akan memutar musik yang bisa meramaikan suasana.“Kamu suka lagu ini, sayang?” tanya Wahyu kepada April.April menoleh kepada Wahyu. Dia tidak lekas memberi balasan untuk pertanyaan kekasihnya, tetapi lebih kepada mendengarkan musik yang sedang diputar oleh Wahyu.“Lagu apa ini? Aku tidak pernah tahu sebelumnya,” kata April, dia mengutarakan keluguannya.“Semacam lagu orang yang sedang jatuh cinta. Dia ingin menjalin komitmen bersama pasangannya,” kata Wahyu, dia memberi tanggapan kepada April.“Judulnya? Artinya bagus sekali, tapi aku belum pernah mendengarkan lagu ini,” kata April.Wahyu diam beberapa saat. Dia tidak serta merta memberi jawaban untuk April. Tetapi pandangannya kali ini tertuju kepada jalanan.“Sepertinya judul lagu ini I Love You, sayang,” kata Wahyu, dia memberi jawaban ak
“Tidak masalah. Aku harap kamu tidak menaruh rasa curiga kepadaku. Minumlah milkshake yang sudah aku pesankan untukmu,” kata Anara, dia mengimbuhkan kalimat untuk berbicara dengan April.“Ya, terima kasih karena kamu peduli padaku. Aku akan meminumnya setelah ini,” kata April, dia memberi balasan untuk Anara.Anara menunjukkan senyum lebar di bibirnya. Terlihat sorot mata yang terkesan begitu damai. Tetapi tidak dapat menghapus perasaan tidak nyaman di dalam benak April.April memalingkan pandangan. Dia menunduk untuk memperhatikan satu gelas milkshake stroberi yang ada di dekatnya. Warna merah muda yang terlihat menyegarkan membuat April tidak punya pilihan untuk meminumnya.Akhirnya, April mengambil segelas milkshake tersebut dan menyeruputnya melalui sedotan. Baru beberapa kali teguk saja, April sudah merasakan kesegaran dari milkshake yang dia minum.Rasa stroberi dicampur susu yang dikocok membuat minuman yang dia minum menjadi lebih menggugah selera. April begitu tenang, minuman
Wahyu tidak bisa berkata apa-apa selain hanya menerima kebaikan hati Anara. Dalam hatinya, Wahyu tidak menaruh perasaan curiga kepada Anara. Dia hanya menganggap bahwa Anara memang sedang berbaik hati kali ini.Setelah melebarkan senyum di bibir, Wahyu menyaksikan Anara berbalik. Dia pergi meninggalkan Wahyu bersama pasangan.Ketika tidak ada lagi Anara di dekat mereka, Wahyu memalingkan pandangan kepada April. Perempuan yang berwajah teduh itu saat ini masih sabar menunggu perhatian Wahyu.“Maaf jika waktu kita berdua sempat tersela karena kehadiran Anara,” kata Wahyu.April mengangguk, bibirnya mengulam senyum dengan indah. Tetapi April tidak memiliki perasaan yang buruk terhadap Wahyu maupun Anara.“Tidak masalah. Aku bisa memahaminya. Aku tahu jika hubungan di antara kalian berdua cukup dekat, tidak mungkin jika aku pisahkan kalian,” kata April.“Benarkah kamu tidak marah? Bukankah cukup lama aku mengabaikan kamu hanya untuk berbicara dengan Anara,” kata Wahyu, dia terlihat kaget
Meskipun Wahyu sudah berkata begitu di depannya, tetap saja April tidak yakin. Wahyu memang sudah menunjukkan keseriusannya untuk mempertahankan hubungan bersama, tetapi dalam hati, April tidak percaya jika mereka bisa menyelamatkan asmara mereka.“Jika itu yang kamu inginkan, maka aku akan tetap berada di sampingmu. Aku akan menemanimu, kita berjuang bersama menghadapi semua tantangan untuk hubungan ini,” kata April.“Ya, terima kasih telah menjadi pendamping setiaku. Aku tidak tahu jika perempuan itu bukan kamu, apakah aku masih bisa percaya arti jatuh cinta,” kata Wahyu.Belum sempat April memberi jawaban, tiba-tiba saja kehadiran Anara membuat perhatian mereka teralihkan. Anara berdiri di depan mereka berdua, membuat Wahyu mengernyit.April mengalihkan pandangannya. Dia menyadari bahwa Wahyu sedang keheranan dengan kehadiran Anara. Meskipun begitu, April mencoba untuk tidak terlalu mempertanyakan apa yang sedang Wahyu pikirkan saat ini.“Ada apa hingga kamu datang kemari, Anara?”
Wahyu mendengar apa yang dikatakan April. Dia terkesima dengan kejujuran yang diungkapkan oleh kekasihnya tersebut. Meskipun cukup diakui, Wahyu tidak tersipu dengan pujian dari April.Mereka masih berdansa di bawah langit malam. Saat ini cuaca begitu bagus, tidak ada mendung yang terlihat. Bahkan di langit, bulan masih terlihat berseri ketika berdampingan dengan bintang-bintang.Dengan sorot cahaya dari lampu, perasaan April menjadi semakin jelas. Dia benar-benar telah menjatuhkan hati kepada pria yang saat ini berdansa dengannya.Masih dengan kesabaran yang tidak terkira, Wahyu memegang tangan April agar wanita itu tak menari sendirian. Sementara April memutar dan berlenggak-lenggok mengikuti irama, Wahyu terus memperhatikan perempuannya menari di bawah genggaman tangan.“Mau berhenti sejenak?” tanya Wahyu.“Berhenti menari denganmu?” ujar April, dia balik bertanya.“Kurasa kita sudah lama berdansa bersama di sini. Aku akan mengajakmu untuk menuju tempat duduk bangku yang ada di san
“Baik, Pak. Saya akan turun dan pesankan tempatnya,” kata Anara.Tanpa berinteraksi lagi dengan Wahyu, Anara cepat turun dari dalam mobil. Di dalam, Wahyu mengalihkan pandangan kepada April.“Kita sudah sampai, sayang. Tetaplah denganku setelah kita turun dari sini,” kata Wahyu.“Inikah tempatnya? Aku belum pernah berkunjung hingga kemari,” kata April, dengan suara lugu.“Aku tahu itu. Karenanya, aku menyarankan agar kamu tetap dekat denganku,” kata Wahyu.April mengangguk, dia telah memahami apa yang diinginkan oleh Wahyu. Seakan merasa bahagia saat ini, Wahyu mendekap tubuh April dan menariknya agar lebih dekat.Tak lama setelahnya, Wahyu mencium kening April dengan lembut. April mencoba tidak memberontak ketika berada di dekapan Wahyu.“Ayo turun sekarang. Aku jamin sekretaris pribadiku telah selesai memesan tempat untuk kita,” kata Wahyu.April dan Wahyu turun dari mobil. Sesampainya di luar, Wahyu menggenggam tangan April. Mereka berdua memasuki pintu utama vila.Hati April tiada
Bapak seketika diam setelah mendengar jawaban dari April. Rasa cemas menyelimuti benak bapak, tetapi apa boleh buat bapak tidak bisa melarang April untuk pergi.Pandangan bapak pemilik toko kain itu masih tertuju kepada putri tunggalnya. Perempuan yang kini sudah menginjak usia tiga puluh itu sedang memiliki kekasih. Rasanya tidak mungkin jika April tidak jatuh cinta saat ini.“Bapak tidak mungkin melarangmu untuk pergi dengan kekasihmu itu. Karena sekarang pria itu sudah menjadikan kamu pasangan,” kata bapak.“Aku tahu, bapak. Karena itu aku meminta bapak untuk mengizinkan kami pergi bersama malam nanti,” kata April.Bapak tidak lekas memberi jawaban untuk perkataan April. Tetapi perasaan khawatir tidak dapat dia sembunyikan dari wajah. Sorot mata bapak begitu menyiratkan rasa prihatin. Bapak takut jika April akan terluka karena menjalin hubungan dengan Wahyu.“Bapak izinkan. Kamu boleh pergi dengan dia. Tapi apa boleh bapak bertanya padamu?” ujar bapak, memberi pertanyaan kepada Apr
“Kamu ingin mengajakku berkencan?” tanya April.Wahyu mengangguk, dan melebarkan senyum di bibirnya. Mendapat perlakuan yang berbeda dari pria seperti Wahyu membuat April kaget.Tidak seperti biasa dia mendapat perlakuan yang sedikit berbeda dari pria. Apalagi sebelum ini, April belum pernah merasakan memiliki kekasih.“Ada apa? Memangnya salah jika aku mengajakmu kencan, bukankah selama menjadi pasangan kita belum pernah melakukan ini,” kata Wahyu.“Aku tidak masalah jika kamu ingin mengajakku kencan. Tetapi aku baru pertama ini pergi dengan seorang pria, kuharap kamu mengerti,” kata April, dia mengungkapkan perasaannya secara jujur.“Tidak apa-apa, sayang. Jauh sebelum denganmu, aku juga tidak memiliki wanita. Jadi aku harap kamu memahami bahwa aku bisa saja kurang baik untukmu,” kata Wahyu.“Aku akan usahakan untuk mengimbangi kamu. Tetapi aku tidak janji bahwa kamu akan senang jika berkencan denganku,” kata April.“Ya, tidak mengapa. Aku bisa memahaminya,” kata Wahyu, dia mengakhi
Setelah selesai mengecup kening, Wahyu memandang April. Kekasihnya itu masih berdiam diri, seolah tidak ingin menanggapi perilakunya yang mencoba untuk romantis.“Boleh aku masuk ke dalam? Apa bapak ada di sana,” kata Wahyu, dia mengalihkan topik pembicaraan.“Bapak ada di dalam. Tetapi sepertinya tidak keberatan jika kamu masuk ke dalam,” kata April.“Aku masuk saja. Tidak baik jika bertamu di luar seperti ini,” kata Wahyu.April mengangguk. Dia mempersilakan Wahyu untuk masuk ke dalam. Selain bergenggaman tangan, April berjalan di samping Wahyu untuk menemaninya masuk ke ruang tamu yang ada di toko.Sesampainya di ruang tamu, Wahyu lekas duduk di sofa. April menemaninya duduk di samping. Tetapi sayangnya, ada kegelisahan sendiri di hati April.Apalagi setelah mengingat ancaman dari Yanuar, tentu saja kedatangan Wahyu membuat beban tersendiri di dalam benaknya.“Apa perlu aku buatkan minuman untukmu? Kamu ingin apa,” kata April, dia menawarkan sesuatu kepada Wahyu.Saat ini pria yang