Lima belas menit setelah April menunggu di bangku taman, Wahyu lekas datang menghampirinya. Laki-laki berbadan tinggi itu melihat kepada gadis manis dengan rambut disanggul yang sedang tersenyum kepadanya.
“Maaf jika menunggu lama, ya. Tadi uang kembalianku kurang, jadi pelayan masih harus mencarikannya,” kata Wahyu.
“Tidak masalah. Aku bisa menunggu hingga jam satu tiba,” balas April.
April bergeser sedikit untuk memberikan Wahyu sedikit tempat untuk duduk di sampingnya. Setelah gadis dengan rambut hitam disanggul itu memberikan sisa tempat, Wahyu lekas duduk. Meskipun mereka berdua baru saling kenal, tetapi sepertinya tidak ada canggung di antara mereka.
Baik Wahyu maupun April tampak dapat mengimbangi suasana di sekitar mereka agar tidak hening. Mata kecokelatan April menatap pada wajah Wahyu yang saat ini sedang memandang kepadanya.
“Jadi, baru pertama ini aku melihat ada anak muda yang sudah berani memimpin perusahaan besar. Biasanya, adalah pria dengan cambang tipis yang usianya sudah tidak lagi muda. Apa dia ayahmu?” tanya April.
April berusaha untuk bersikap manis dan sopan. Bukan untuk mencari perhatian dan simpati dari Wahyu, melainkan karena April sangat menghargai Wahyu sebagai rekan bisnis bapaknya.
“Iya, yang biasa datang itu adalah papaku. Tapi kini beliau sudah digantikan oleh aku, sebagai putra sulungnya,” kata Wahyu.
Wahyu mengarahkan pandangannya tepat kepada bola mata April yang terlihat jernih. Debaran di dadanya sudah menghilang, Wahyu sudah bersikap biasa. Namun dia terkesima dengan sosok gadis yang masih mau membantu bapaknya dalam mengelola usaha.
“Sudah lama kamu membantu bapak kamu bekerja di toko itu?” tanya Wahyu.
“Sekitar enam bulan yang lalu. Aku kasihan melihat bapak karena sering kelelahan ketika pulang ke rumah. Jadi aku putuskan untuk membantunya di toko kain,” balas April.
Wahyu menyeringai. Bahkan untuk menjabarkan penjelasan mengenai kepeduliannya kepada bapaknya, April masih berkata dengan kalimat yang baik. Suaranya sangat lembut sekali didengar di telinga, senyum di bibir ranumnya bahkan tidak pudar.
“Aku tidak pernah melihat gadis yang masih muda mau membantu usaha bapaknya. Biasanya mereka lebih sering bersikap abai. Aku saja jika tidak dipaksa mama untuk menjadi pimpinan utama menggantikan papa, aku juga tidak mau,” ujar Wahyu.
“Apakah itu berdasarkan keputusan keluarga?” tanya April dengan pupil mata yang membesar mengarah kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya.
Wahyu tertawa ketika menyadari April yang merasa penasaran dengan kejadian penunjukan dirinya sebagai pimpinan utama di perusahaan. Setelah melihat keluguan di wajah April, Wahyu lekas menghentikan tawanya.
“Ya, awalnya dari keputusan keluarga. Aku sebagai anak sulung harus bersedia menggantikan posisi papa yang sudah tua. Untungnya, pergantian pimpinan disambut dengan baik oleh para karyawan. Jika tidak, mungkin aku batal menjadi pimpinan utama,” ujar Wahyu di sela-sela tawanya.
“Ah, anak sulung rupanya. Wajar jika kamu diberikan tanggung jawab yang begitu besar untuk memimpin perusahaan,” kata April.
“Padahal jika diperbolehkan memilih, aku rasanya enggan lho untuk ditunjuk sebagai pimpinan. Tapi apa boleh buat, adikku tidak mungkin menggantikan posisi papa,” balas Wahyu.
Wahyu mengarahkan pandangannya kepada April. Gadis dengan bulu mata lentik itu masih memandang ke arahnya dengan wajah yang sabar.
“Kalau kamu sendiri, bagaimana? Apa kesibukanmu sehari-hari selain membantu bapak di toko kain?” tanya Wahyu.
April memalingkan pandangannya ke langit. Cuaca yang begitu cerah membuat suasana hatinya menjadi semakin baik. Langit biru tanpa awan, terasa seperti melapangkan hatinya.
“Aku membantu mengurus rumah. Ibu sudah tiada, jadi yang mengurus segala perlengkapan rumah adalah aku. Kakak laki-lakiku selalu pulang larut malam. Jika dia pulang, dia tidak akan peduli dengan keadaan rumah, selalu begitu,” kata April.
“Beruntung sekali bapak kamu punya anak perempuan sepertimu. Aku pernah mendengar cerita dari bapak kamu, kalau kamu susah membuka hati untuk orang baru,” ujar Wahyu.
Meskipun Wahyu tidak memiliki maksud apa-apa untuk mengatakan hal itu, tetapi benaknya sangat penasaran kepada sosok gadis yang ada di depannya. Tubuhnya yang tidak seberapa besar membuat April menjadi gadis yang terkesan tidak punya banyak daya.
“Ah, bapak selalu menceritakan hal yang tidak-tidak. Aku hanya tidak punya waktu untuk bermain saja. Bukan tidak mau membuka hati untuk orang baru,” kata April.
“Kalau begitu, apa tidak keberatan jika mulai hari ini kita mulai dekat dan menjadi lebih dari sekedar teman?” tanya Wahyu.
April terkesiap setelah mendengar pertanyaan Wahyu. Matanya langsung tertuju kepada sosok laki-laki dengan badan besar yang ada di sampingnya.
“Bagaimana maksudnya? Aku belum siap untuk menjalin hubungan sedekat itu dengan orang baru. Apalagi kamu adalah rekan bisnis bapak,” kata April.
“Tidak apa-apa. Nanti aku yang meminta izin kepada bapak kamu. Itupun jika kamu perbolehkan,” ucap Wahyu.
“Minta izin saja. Aku yakin bapak punya pendapat terbaik untuk keinginanmu itu. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang,” ujar April.
Wahyu tersenyum lebar setelah mendengar perkataan April. Sama sekali tidak tersinggung dengan perkataan April yang seolah menolaknya secara halus. Tatapan mata Wahyu kemudian beralih menuju jam tangan yang dikenakannya.
“Ya, tidak masalah. Nanti atau besok, aku akan datang lagi ke toko kain bapak kamu. Sekarang, aku harus balik lagi ke perusahaan. Tidak terasa sudah dua puluh menit kita mengobrol di sini,” kata Wahyu.
Wahyu memandangi wajah gadis yang sedang ada di dekatnya tersebut. Wajah yang terkesan tidak bisa marah itu seolah telah membuatnya jatuh hati. Wahyu terkesima dan menaruh rasa perhatian yang dalam kepada gadis itu, April.
“Jangan bosan-bosan mengobrol denganku, ya. Terima kasih untuk waktu luangnya, April,” ujar Wahyu dengan senyum lebar.
Wahyu lekas berdiri dan membawa bungkusan makanannya. Dia mengarahkan tubuhnya kepada April, hanya untuk memastikan kondisi gadis itu.
“Ya, tidak apa-apa. Aku juga mau mengantarkan makanan ini untuk bapak. Sudah lama beliau menunggu. Sampai ketemu lagi nanti,” kata April.
Wahyu mengangguk seraya tersenyum. Setelah itu, mereka berpisah jalan. Wahyu menuju mobilnya yang terparkir di depan kedai makanan tadi. Sedangkan April berjalan kaki untuk kembali menuju ke toko kain milik bapaknya.
April telah sampai di toko kain bapak. Ia segera masuk ke dalam, dan memberikan satu bungkus makanan kepada bapak. Beberapa saat kemudian, April dan bapak pun mulai menyantap makanan bersama.
Nasi campur yang begitu lezat untuk menu makan siang ini. April dan bapak tampak sangat menikmatinya. Setelah nasi mereka habis, April menatap kepada bapaknya.
“Pak, tadi April ketemu sama teman bisnis bapak. Laki-laki muda yang sudah menjadi pemimpin utama di perusahaan jahit,” kata April.
“Si Wahyu maksudmu? Anak tertua dari Pak Yuarta,” balas bapaknya.
April mengangguk, sedangkan tatapan matanya tertuju ragu kepada bapak. Tampaknya April merasakan kebimbangan di dalam hatinya. Dirinya tidak yakin jika ingin mengtakan yang sebenarnya kepada bapak perihal rencana kedekatannya dengan Wahyu.“Ada apa dengan anak itu? Apa dia mengganggumu?” tanya bapak.“Tidak, Pak. Dia hanya mengajakku mengobrol sebentar di taman seberang kedai kecil. Bukannya dia adalah pelanggan dari toko kain kita,” kata April.“Sepanjang yang bapak tahu memang begitu. Wahyu itu anak paling tua di keluarga Anarta. Kedua orang tuanya juga sangat menghargai semua orang. Wajar jika mereka disegani, keluarga itu juga memiliki reputasi yang cukup bagus di mata orang-orang,” balas bapak.April terdiam setelah mendengar penjelasan dari bapaknya. Bibirnya mengatup rapat seakan enggan untuk membalas perkataan si bapak. April menundukkan kepala, di dalam hatinya ia sempat ragu dengan keputusannya untuk menjalin hubungan dekat dengan anak sulung dari keluarga kaya.“Keluarganya
Meski masih muda, tetapi kharisma Wahyu terlihat begitu memancar. Wahyu terlihat begitu mempesona bahkan ketika dia sedang mengerjakan kolom-kolom kosong yang butuh diisi di dalam catatan progress karyawan perusahaan jahit.Anara terlihat sabar menunggu Wahyu hingga selesai membubuhkan tulisan di dalam kolom yang kosong. Setelah beberapa menit berlalu, Wahyu telah selesai mengisi kolom-kolom yang kosong dengan data berupa nominal harga dan waktu yang dibutuhkan untuk menjahit satu kain.Wahyu menutup buku progress karyawan. Setelahnya, dia memberikan buku tebal itu kepada Anara. Tanpa memandang jeli kepada Anara, Wahyu menunjukkan wajah datarnya.“Aku sudah mengisi bagian-bagian yang membutuhkan keterangan harga dan lama waktu yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan jahitan. Sekarang buku ini sudah kupenuhi dengan informasi, ambillah. Coba kamu periksa teliti agar tidak ada yang keliru,” kata Wahyu.“Baik, Pak. Saya akan memeriksanya setelah ini. Bapak tidak perlu khawatir, aku aka
Wahyu tidak lekas memberikan jawaban untuk perkataan Anara. Meskipun dia tahu bahwa sekretaris pribadinya itu hanya penasaran dengan kehidupan asmaranya, tetapi Wahyu enggan untuk memberitahu Anara.Pandangannya masih tertuju kepada jalanan. Wahyu lebih memilih untuk tidak memandang Anara, dan memutuskan untuk terpaku menyetir mobil. Meski tatapan mata Anara terasa mengusik, Wahyu hanya mengembangkan senyum tipis.“Aku sedang dekat dengan seorang wanita. Dia adalah anak dari si pemilik toko kain yang bekerjasama dengan perusahaan kita. Tapi aku rasa masih terlalu dini untuk mengungkapkan masalah perasaan padanya,” jelas Wahyu.“Baru dekat dengan seorang wanita. Berapa bulan? Apa dia juga tahu jika Bapak menyukainya. Maafkan saya jika terasa saya terlalu mencampuri urusan Bapak,” kata Anara.Anara masih melanjutkan rasa penasarannya. Seolah tidak puas dengan jawaban sederhana dari atasannya. Anara merasa dia perlu tahu percintaan Wahyu sebelum memutuskan untuk mengambil langkah lebih l
Anara terkejut dengan yang diucapkan oleh Wahyu. Tidak biasanya sang atasan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke toko kain. Anara menaruh rasa curiga kepada atasannya, dia masih mengarahkan tatapannya kepada Wahyu.Namun tatapan Anara malah direspon biasa oleh Wahyu. Dia tidak menganggap serius apa yang ditunjukkan oleh sikap Anara. Wahyu yang lebih memilih untuk menghabiskan makanannya, membuat Anara geram.“Memang urusan apa yang ingin Bapak selesaikan di sana? Tidak bisakah ditunda, atau mengambil waktu lain selain hari ini,” kata Anara.“Aku tidak ingin menundanya. Aku ingin segera menuntaskan perkara ini. Semakin ditunda, juga tidak membuahkan hasil yang bagus,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.Anara tidak lagi memberikan jawaban untuk perkataan Wahyu. Sekarang Anara mengalihkan fokusnya kepada makanan di depannya. Sepiring nasi goreng nanas masih tersisa banyak, Anara belum menghabiskannya.Saat Anara menyantap makanannya, Wahyu hanya asyik meni
April seketika terdiam. Dia tertegun dengan apa yang dikatakan Wahyu. Laki-laki di depannya itu menunjukkan kesan yang teramat serius. Wajahnya sangat kaku, tatapan Wahyu terlihat begitu dalam memandang kepadanya.“Aku tidak bermaksud untuk meragukan kata-katamu, Wahyu. Tapi kamu tahu sendiri bahwa menjatuhkan hati kepada orang baru bukanlah sesuatu yang mudah. Aku hanya tidak ingin salah pilih pasangan,” kata April.Wahyu mengernyit. Sedikit tidak menyangka bahwa April akan memberikan jawaban yang seperti itu. Di hadapannya, April terlihat tenang meskipun ucapannya sedikit membuatnya tersinggung.“Apa maksudmu salah pilih? Kamu mau bilang bahwa aku tidak cocok untukmu,” kata Wahyu, dia sedikit meninggikan suaranya.April terkejut. Dia tidak pernah mendengar suara tinggi seperti itu dari lelaki. Kedua mata April memandang kepada Wahyu. Wajah laki-laki yang ada di depannya terlihat begitu garang, berbeda dengan sebelumnya.Dari sinilah April mulai mengetahui sikap Wahyu yang sedikit mu
Seketika pemilik toko kain mengernyit. Dia tidak menyangka jika putri satu-satunya telah menerima laki-laki di toko mereka. April juga tahu bahwa bapaknya saat ini sedang memasang wajah masam yang jelas terasa tidak mengenakkan.“Ada apa dia berurusan denganmu, April?” tanya bapak.“Wahyu hanya mempertanyakan keputusan bapak. Dia meminta kejelasan mengenai permintaannya untuk menjalin hubungan dengan April, Pak,” kata April, dia memberikan jawaban kepada bapak.“Lalu kamu jawab apa? Sepertinya pimpinan muda itu tidak menyerah untuk menjadikanmu pasangannya, April,” kata bapak, suaranya mulai terdengar tegas.“April terima Wahyu sebagai pasangan, Pak. Sebab aku melihat dia menyatakan perasaannya dengan tulus, tidak mungkin jika April menolak,” kata April.“Kamu menerimanya? Baiklah, kalau begitu biarkan bapak menemui laki-laki itu sekarang,” kata bapak.April mengangguk, dia tidak kuasa untuk menolak ucapan bapaknya. Dengan tegas si pemilik toko kain itu lekas masuk ke dalam. Dia menda
April hanya bisa memandangi bapaknya dengan perasaan kesal. Dia tidak menyangka jika bapak bisa menunjukkan sikap yang begitu menyebalkan padanya. April kemudian mengalihkan pandangannya kepada Wahyu yang saat ini sudah menjadi pasangannya.“Aku tidak ingin menyembunyikan hubungan apapun dari bapak. Tapi kenapa bapak mengobrol seasyik ini dengan dia? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan,” kata April.“Tidak ada. Kami hanya membahas masalah bisnis. Aku rasa jika aku ceritakan kepadamu, kamu juga tidak akan mengerti,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban untuk perkataan April.“Aku akan memahaminya jika kamu ceritakan kepadaku. Tapi aku penasaran memangnya urusan bisnis apa yang kalian bicarakan?” tanya April, dia mengarahkan fokusnya kepada Wahyu.“Perpanjangan kontrak. Antara toko kain milik bapakmu dengan perusahaan jahit milikku,” kata Wahyu, dia menjawab rasa penasaran April.April seketika mengangguk. Dia kemudian kembali terdiam. April tak lagi memberikan balasan untuk perkataan Wahyu
Wahyu menerima berkas yang diberikan oleh Anara. Sekretaris pribadinya itu tidak pernah gagal dalam mempersiapkan beberapa dokumen penting untuk keperluan pertemuan perusahaan. Meskipun begitu, Wahyu belum memutuskan untuk memberi jawaban terhadap perkataan Anara.Justru pandangan Wahyu tertuju kepada map yang dia buka lebar. Wahyu mencoba memahami apa-apa saja yang tertulis di dalam map bersampulkan warna kuning. Pimpinan muda itu membaca yang tertulis untuk materi pertemuan yang akan diadakan satu jam lagi.Sebaliknya, Anara masih berdiri di sebelah Wahyu. Dia memperhatikan atasannya cukup lama, seolah menunjukkan kesabarannya untuk menunggu jawaban dari Wahyu. Tetapi sayangnya, Wahyu belum juga menaruh perhatian kepadanya.“Aku sudah memahami beberapa materi yang ada di dalam berkas ini. Kira-kira nanti kita akan membahas mengenai cara mendistribusikan jahitan kain kita kepada beberapa mitra yang ada,” kata Wahyu.Setelah berkata begitu, Wahyu mengarahkan pandangannya kepada Anara.
April mencoba untuk menikmati setiap rasa yang diciptakan oleh steak jamur berkuah. Untuk saat ini, perempuan itu tidak berniat untuk mengajak Wahyu mengobrol.Memakan makanan berkuah yang masih hangat membutuhkan konsentrasi yang cukup, inilah yang membuat April memilih untuk menghabiskan makanan di mangkoknya saja.“Aku besok akan mulai masuk kerja lagi. Di kantor, aku akan sibuk dengan pekerjaanku,” kata Wahyu, suaranya memecah keheningan antara mereka.April mengarahkan tatapan matanya kepada Wahyu. Dia menyadari jika saat ini lelakinya sedang mengajaknya berbicara. April diam sementara waktu, sedangkan kedua matanya tertuju kepada diri Wahyu.“Padahal kamu tahu, aku masih ingin menghabiskan banyak waktu denganmu,” kata Wahyu, menyambung ucapannya.“Apa yang kamu risaukan, sayang? Sedangkan aku tidak keberatan walaupun kamu harus bekerja,” kata April, mengungkapkan dengan jelas yang dia pikirkan.“Kamu tidak rindu padaku jika andai aku meninggalkanmu dalam sehari?” tanya Wahyu.Te
Wahyu yang baru saja mendengar perkataan April seketika mengatupkan bibir. Tak disangka jika ucapan yang dikatakan April padanya sungguh mengena di hati. Tentu ini membuat Wahyu benar-benar berpikir.“Memangnya kamu tidak ingin lekas menjadi pasangan sejatiku?” tanya Wahyu.Sebenarnya Wahyu tidak ingin mengelak apa yang dikatakan oleh perempuan itu. Tetapi ada hal lain yang membuat Wahyu keheranan dengan sikap kekasihnya, April.“Aku sungguh ingin. Tapi alangkah baiknya kita tidak terlalu buru-buru dalam melakukan sesuatu, apalagi ini menyangkut percintaan kita,” kata April.“Aku sanggup melakukan apa saja yang kamu ingin untuk menyatukan kita berdua segera,” kata Wahyu.Dengan segenap hati, April menggeleng. Sekali lagi, dia masih kukuh dengan apa yang sudah menjadi pendiriannya. Meskipun itu artinya harus menolak apa yang menjadi keinginan dan bujuk rayu Wahyu.Untuk saat ini, April masih terlihat tidak berpindah dari apa yang dia yakini. Walau dalam hati, dia sangat menginginkan un
Setelah melakukan pembayaran, Wahyu mendapatkan kunci ruangan untuk mereka berdua. Tentu Wahyu seketika merasa puas. Dia mengarahkan pandangan ke April, perempuan itu sedang menunggu ucapannya.“Kita sudah dapatkan kunci pintu untuk ruangannya. Mau ke sana sekarang?” tanya Wahyu.“Iya, untuk apa juga kita berlama-lama di sini,” kata April, memberi tanggapan atas pertanyaan yang diberikan Wahyu untuknya.Wahyu mengiyakan ucapan April. Setelahmnya mereka pergi bersama menuju ruangan nomor 42 yang sudah tertera di kunci yang dibawa Wahyu.Sesampainya di ruangan bernomor 42, Wahyu lekas membuka pintu dengan kunci di tangannya. Setelah pintu terbuka, Wahyu menggandeng tangan April dan mengajaknya untuk masuk bersama.Ketika April sudah berada di dalam ruangan, Wahyu menutup pintu ruangan. Selebihnya, Wahyu mengajak April untuk duduk di dekat perapian. Di sana terdapat tempat duduk melingkar dengan bagian tengah dihiasi dengan bundaran sebagai tempat api.“Serius kamu belum pernah ke sini s
Begitu senang Wahyu mendengar ucapan April. Akhirnya kekasihnya itu mau menemaninya untuk pergi menuju restoran iglo. Bukan main girangnya karena Wahyu merasa ada wanita kesayangannya yang mau mendampinginya.Bibir Wahyu melengkungkan senyuman. Tiada terkira kebahagiaannya kali ini. Selain restu yang akhirnya mereka dapatkan, dia juga berhasil mempertahankan hubungan mesra dengan April.Wanita yang sudah membuat Wahyu jatuh cinta. Belum pernah laki-laki muda itu merasakan cinta seindah ini, tentu April telah membawa kebahagiaan sendiri di hati Wahyu.Setelah memandang pada binar mata April yang terlihat begitu jernih, Wahyu melenyapkan senyuman. Wahyu tidak lagi mengarahkan pandangan kepada April, melainkan beralih pandang kepada papa dan mama.“Kalau kalian mau merayakannya sekarang, sebaiknya segera pergi. Terlalu lama, akan semakin larut malam,” kata Yanuar, coba memberikan saran.“Itulah yang ingin aku katakan pada kalian. Aku dan kekasihku ingin pamit sebentar dari sini. Kami aka
Setelah mendengar ucapan Yanuar, April tidak lagi memberi balasan. Bibir merah mudanya itu tertutup rapat, seakan-akan tidak ingin bicara lagi.Tetapi meskipun begitu, pandangan April tertuju kepada ibu kandung Wahyu. Perempuan yang sudah menginjak sekitar usia lima puluhan itu rupanya terlihat tidak nyaman.April mengerti kegundahan yang dirasakan oleh Yanuar, karenanya dia tidak ingin banyak bicara lagi sekarang. Lebih baik April mengarahkan perhatian kepada aneka kue ringan yang ada di atas meja tamu.“Bagaimana mungkin pemilik toko kain itu menyetujui hubungan kalian berdua? Bukankah dia mengerti bahwa antara kita telah menjadi rekan bisnis, rasanya janggal jika membolehkan anak-anak kita berpacaran,” kata Yanuar.Seketika April melebarkan senyuman. Terlihat sekali jika April tetap bersikap tenang meskipun Yanuar menunjukkan rasa keheranan akan keputusan bapaknya.“Bapak tahu kalau aku dan Wahyu saling mencintai. Wahyu sendiri-lah yang meminta izin agar bisa menjadi pasanganku kep
Setelah mendengar ucapan papa, Wahyu terlihat begitu lega. Terasa membahagiakan baginya untuk mendengar bahwa hubungannya dengan April disetujui kedua orang tuanya.Izin dari papa dan mama-lah yang diinginkan Wahyu dari dulu. Tiada perasaan yang tak bahagia begitu Wahyu mendapatkan apa yang dia inginkan sejak lama. Sekarang hatinya menjadi lebih ringan.Senyuman jelas tampak di raut muka pria muda itu. Sorot matanya berbinar cerah seperti pancaran kegembiraan yang terasa di dalam hati.“Papa mengizinkan agar aku memacari April, Pa?” tanya Wahyu.“Ya, kalian boleh memiliki ikatan secara resmi bersama. Asalkan tidak meninggalkan kewajibanmu sebagai seorang pimpinan di perusahaan kita,” kata Yuarta.“Aku senang sekali mendengarnya. Tidak menyangka jika papa akhirnya memberikan izin untuk kami berdua,” kata Wahyu.Yanuar melihat putra sulungnya tersenyum senang. Kebahagiaan yang terlihat di wajahnya seolah tidak bisa dibendung maupun ditahan lagi. Wahyu memang cukup gembira saat ini.“Ber
Begitu mendengar perkataan Yanuar, April tertegun. Wajahnya menjadi tegang, tak lebih karena ada hal yang membuatnya menjadi was-was. Yanuar berkata demikian bukan untuk menakuti April terhadap hubungan asmara yang mereka jalani.Tetapi Yanuar bilang demikian agar April dan Wahyu bersiap diri untuk menanggung risiko demi mempertahankan hubungan mereka.Yanuar menyadari tidak ada sahutan dari April maupun Wahyu. Karenanya, dia segera mengalihkan pandangannya kepada April.Perempuan itu terlihat pucat saat ini. Pandangan matanya terlihat tidak lagi sesegar sebelumnya. Mungkin saja, Yanuar menebak bahwa April takut terhadap ucapannya.“Kamu jangan salah paham dengan apa yang kukatakan. Terutama kamu, perempuan yang menjadi pasangan dari Wahyu. Aku bilang begitu agar kalian siap dengan apapun yang akan terjadi nanti,” kata Yanuar, menjelaskan maksud perkataannya.Yanuar berhenti berkata. Tidak lagi mencoba untuk menyambung kalimat yang akan keluar di bibir. Yanuar masih mengarahkan pandan
Belum sampai April meredakan kegugupan dalam hatinya, dia sudah melihat bahwa Yanuar menunjukkan wajah masam. Cenderung tidak menyukai jawaban yang dikatakan oleh April.“Benarkah demikian? Apa kamu sudah siap dengan konsekuensi yang akan kamu ambil jika meneruskan hubungan kalian berdua,” kata Yanuar.Bukan main-main tatapan mata Yanuar kepada April. Seakan-akan tegas menunjukkan ada rasa tidak suka dalam ucapan yang dikatakan oleh April.Sedari awal, Yanuar memang tidak menyetujui hubungan asmara yang dijalani April dengan Wahyu. Karena itulah, orang yang paling pertama menentang jalinan kasih antara putra sulungnya dengan April adalah Yanuar.Yanuar masih memandang kepada April. Perempuan yang duduk di sebelah Wahyu itu seakan-akan menegarkan diri untuk memandang kepada Yanuar, ibu kandung Wahyu.“Kalau kamu sudah siap, sebaiknya kamu lanjutkan pilihanmu itu. Tetapi aku akan berikan kesempatan bagimu untuk berpikir ulang,” kata Yanuar, menyambung kalimatnya.“Aku yakin aku bisa mem
Wahyu tidak memberi balasan untuk ucapan yang baru saja April katakan. Tetapi pandangan matanya tidak juga tertuju kepada kekasih yang saat ini sedang menenangkan diri.“Sepertinya aku akan mencoba untuk menerima diriku jika nanti keluargamu tidak menerimaku,” kata April, menyambung ucapannya.Imbuhan kata dari April seolah tidak membuat hati Wahyu tersentuh. Wajahnya masih terlihat tegas, pandangannya masih terkesan kaku. Wahyu seperti enggan untuk menoleh sedikit saja kepada April.“Tenangkan dirimu dulu saja. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja,” kata Wahyu.Balasan kata yang terdengar sederhana, sangat singkat jika dihitung dari perasaan cemas yang dirasakan April. Tetapi apa boleh buat, hanya itu saja yang keluar dari bibir Wahyu.“Setenang apapun aku, jika itu berkaitan dengan hubungan asmara yang kita jalani, aku akan tetap bereaksi,” kata April, mengungkapkan perasaan keberatan yang dia rasakan.“Sudahlah, jangan terlalu serius begitu. Kamu bisa santai,” kata Wahyu.Setelah