Lima belas menit setelah April menunggu di bangku taman, Wahyu lekas datang menghampirinya. Laki-laki berbadan tinggi itu melihat kepada gadis manis dengan rambut disanggul yang sedang tersenyum kepadanya.
“Maaf jika menunggu lama, ya. Tadi uang kembalianku kurang, jadi pelayan masih harus mencarikannya,” kata Wahyu.
“Tidak masalah. Aku bisa menunggu hingga jam satu tiba,” balas April.
April bergeser sedikit untuk memberikan Wahyu sedikit tempat untuk duduk di sampingnya. Setelah gadis dengan rambut hitam disanggul itu memberikan sisa tempat, Wahyu lekas duduk. Meskipun mereka berdua baru saling kenal, tetapi sepertinya tidak ada canggung di antara mereka.
Baik Wahyu maupun April tampak dapat mengimbangi suasana di sekitar mereka agar tidak hening. Mata kecokelatan April menatap pada wajah Wahyu yang saat ini sedang memandang kepadanya.
“Jadi, baru pertama ini aku melihat ada anak muda yang sudah berani memimpin perusahaan besar. Biasanya, adalah pria dengan cambang tipis yang usianya sudah tidak lagi muda. Apa dia ayahmu?” tanya April.
April berusaha untuk bersikap manis dan sopan. Bukan untuk mencari perhatian dan simpati dari Wahyu, melainkan karena April sangat menghargai Wahyu sebagai rekan bisnis bapaknya.
“Iya, yang biasa datang itu adalah papaku. Tapi kini beliau sudah digantikan oleh aku, sebagai putra sulungnya,” kata Wahyu.
Wahyu mengarahkan pandangannya tepat kepada bola mata April yang terlihat jernih. Debaran di dadanya sudah menghilang, Wahyu sudah bersikap biasa. Namun dia terkesima dengan sosok gadis yang masih mau membantu bapaknya dalam mengelola usaha.
“Sudah lama kamu membantu bapak kamu bekerja di toko itu?” tanya Wahyu.
“Sekitar enam bulan yang lalu. Aku kasihan melihat bapak karena sering kelelahan ketika pulang ke rumah. Jadi aku putuskan untuk membantunya di toko kain,” balas April.
Wahyu menyeringai. Bahkan untuk menjabarkan penjelasan mengenai kepeduliannya kepada bapaknya, April masih berkata dengan kalimat yang baik. Suaranya sangat lembut sekali didengar di telinga, senyum di bibir ranumnya bahkan tidak pudar.
“Aku tidak pernah melihat gadis yang masih muda mau membantu usaha bapaknya. Biasanya mereka lebih sering bersikap abai. Aku saja jika tidak dipaksa mama untuk menjadi pimpinan utama menggantikan papa, aku juga tidak mau,” ujar Wahyu.
“Apakah itu berdasarkan keputusan keluarga?” tanya April dengan pupil mata yang membesar mengarah kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya.
Wahyu tertawa ketika menyadari April yang merasa penasaran dengan kejadian penunjukan dirinya sebagai pimpinan utama di perusahaan. Setelah melihat keluguan di wajah April, Wahyu lekas menghentikan tawanya.
“Ya, awalnya dari keputusan keluarga. Aku sebagai anak sulung harus bersedia menggantikan posisi papa yang sudah tua. Untungnya, pergantian pimpinan disambut dengan baik oleh para karyawan. Jika tidak, mungkin aku batal menjadi pimpinan utama,” ujar Wahyu di sela-sela tawanya.
“Ah, anak sulung rupanya. Wajar jika kamu diberikan tanggung jawab yang begitu besar untuk memimpin perusahaan,” kata April.
“Padahal jika diperbolehkan memilih, aku rasanya enggan lho untuk ditunjuk sebagai pimpinan. Tapi apa boleh buat, adikku tidak mungkin menggantikan posisi papa,” balas Wahyu.
Wahyu mengarahkan pandangannya kepada April. Gadis dengan bulu mata lentik itu masih memandang ke arahnya dengan wajah yang sabar.
“Kalau kamu sendiri, bagaimana? Apa kesibukanmu sehari-hari selain membantu bapak di toko kain?” tanya Wahyu.
April memalingkan pandangannya ke langit. Cuaca yang begitu cerah membuat suasana hatinya menjadi semakin baik. Langit biru tanpa awan, terasa seperti melapangkan hatinya.
“Aku membantu mengurus rumah. Ibu sudah tiada, jadi yang mengurus segala perlengkapan rumah adalah aku. Kakak laki-lakiku selalu pulang larut malam. Jika dia pulang, dia tidak akan peduli dengan keadaan rumah, selalu begitu,” kata April.
“Beruntung sekali bapak kamu punya anak perempuan sepertimu. Aku pernah mendengar cerita dari bapak kamu, kalau kamu susah membuka hati untuk orang baru,” ujar Wahyu.
Meskipun Wahyu tidak memiliki maksud apa-apa untuk mengatakan hal itu, tetapi benaknya sangat penasaran kepada sosok gadis yang ada di depannya. Tubuhnya yang tidak seberapa besar membuat April menjadi gadis yang terkesan tidak punya banyak daya.
“Ah, bapak selalu menceritakan hal yang tidak-tidak. Aku hanya tidak punya waktu untuk bermain saja. Bukan tidak mau membuka hati untuk orang baru,” kata April.
“Kalau begitu, apa tidak keberatan jika mulai hari ini kita mulai dekat dan menjadi lebih dari sekedar teman?” tanya Wahyu.
April terkesiap setelah mendengar pertanyaan Wahyu. Matanya langsung tertuju kepada sosok laki-laki dengan badan besar yang ada di sampingnya.
“Bagaimana maksudnya? Aku belum siap untuk menjalin hubungan sedekat itu dengan orang baru. Apalagi kamu adalah rekan bisnis bapak,” kata April.
“Tidak apa-apa. Nanti aku yang meminta izin kepada bapak kamu. Itupun jika kamu perbolehkan,” ucap Wahyu.
“Minta izin saja. Aku yakin bapak punya pendapat terbaik untuk keinginanmu itu. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang,” ujar April.
Wahyu tersenyum lebar setelah mendengar perkataan April. Sama sekali tidak tersinggung dengan perkataan April yang seolah menolaknya secara halus. Tatapan mata Wahyu kemudian beralih menuju jam tangan yang dikenakannya.
“Ya, tidak masalah. Nanti atau besok, aku akan datang lagi ke toko kain bapak kamu. Sekarang, aku harus balik lagi ke perusahaan. Tidak terasa sudah dua puluh menit kita mengobrol di sini,” kata Wahyu.
Wahyu memandangi wajah gadis yang sedang ada di dekatnya tersebut. Wajah yang terkesan tidak bisa marah itu seolah telah membuatnya jatuh hati. Wahyu terkesima dan menaruh rasa perhatian yang dalam kepada gadis itu, April.
“Jangan bosan-bosan mengobrol denganku, ya. Terima kasih untuk waktu luangnya, April,” ujar Wahyu dengan senyum lebar.
Wahyu lekas berdiri dan membawa bungkusan makanannya. Dia mengarahkan tubuhnya kepada April, hanya untuk memastikan kondisi gadis itu.
“Ya, tidak apa-apa. Aku juga mau mengantarkan makanan ini untuk bapak. Sudah lama beliau menunggu. Sampai ketemu lagi nanti,” kata April.
Wahyu mengangguk seraya tersenyum. Setelah itu, mereka berpisah jalan. Wahyu menuju mobilnya yang terparkir di depan kedai makanan tadi. Sedangkan April berjalan kaki untuk kembali menuju ke toko kain milik bapaknya.
April telah sampai di toko kain bapak. Ia segera masuk ke dalam, dan memberikan satu bungkus makanan kepada bapak. Beberapa saat kemudian, April dan bapak pun mulai menyantap makanan bersama.
Nasi campur yang begitu lezat untuk menu makan siang ini. April dan bapak tampak sangat menikmatinya. Setelah nasi mereka habis, April menatap kepada bapaknya.
“Pak, tadi April ketemu sama teman bisnis bapak. Laki-laki muda yang sudah menjadi pemimpin utama di perusahaan jahit,” kata April.
“Si Wahyu maksudmu? Anak tertua dari Pak Yuarta,” balas bapaknya.
April mengangguk, sedangkan tatapan matanya tertuju ragu kepada bapak. Tampaknya April merasakan kebimbangan di dalam hatinya. Dirinya tidak yakin jika ingin mengtakan yang sebenarnya kepada bapak perihal rencana kedekatannya dengan Wahyu.“Ada apa dengan anak itu? Apa dia mengganggumu?” tanya bapak.“Tidak, Pak. Dia hanya mengajakku mengobrol sebentar di taman seberang kedai kecil. Bukannya dia adalah pelanggan dari toko kain kita,” kata April.“Sepanjang yang bapak tahu memang begitu. Wahyu itu anak paling tua di keluarga Anarta. Kedua orang tuanya juga sangat menghargai semua orang. Wajar jika mereka disegani, keluarga itu juga memiliki reputasi yang cukup bagus di mata orang-orang,” balas bapak.April terdiam setelah mendengar penjelasan dari bapaknya. Bibirnya mengatup rapat seakan enggan untuk membalas perkataan si bapak. April menundukkan kepala, di dalam hatinya ia sempat ragu dengan keputusannya untuk menjalin hubungan dekat dengan anak sulung dari keluarga kaya.“Keluarganya
Meski masih muda, tetapi kharisma Wahyu terlihat begitu memancar. Wahyu terlihat begitu mempesona bahkan ketika dia sedang mengerjakan kolom-kolom kosong yang butuh diisi di dalam catatan progress karyawan perusahaan jahit.Anara terlihat sabar menunggu Wahyu hingga selesai membubuhkan tulisan di dalam kolom yang kosong. Setelah beberapa menit berlalu, Wahyu telah selesai mengisi kolom-kolom yang kosong dengan data berupa nominal harga dan waktu yang dibutuhkan untuk menjahit satu kain.Wahyu menutup buku progress karyawan. Setelahnya, dia memberikan buku tebal itu kepada Anara. Tanpa memandang jeli kepada Anara, Wahyu menunjukkan wajah datarnya.“Aku sudah mengisi bagian-bagian yang membutuhkan keterangan harga dan lama waktu yang dibutuhkan karyawan untuk mengerjakan jahitan. Sekarang buku ini sudah kupenuhi dengan informasi, ambillah. Coba kamu periksa teliti agar tidak ada yang keliru,” kata Wahyu.“Baik, Pak. Saya akan memeriksanya setelah ini. Bapak tidak perlu khawatir, aku aka
Wahyu tidak lekas memberikan jawaban untuk perkataan Anara. Meskipun dia tahu bahwa sekretaris pribadinya itu hanya penasaran dengan kehidupan asmaranya, tetapi Wahyu enggan untuk memberitahu Anara.Pandangannya masih tertuju kepada jalanan. Wahyu lebih memilih untuk tidak memandang Anara, dan memutuskan untuk terpaku menyetir mobil. Meski tatapan mata Anara terasa mengusik, Wahyu hanya mengembangkan senyum tipis.“Aku sedang dekat dengan seorang wanita. Dia adalah anak dari si pemilik toko kain yang bekerjasama dengan perusahaan kita. Tapi aku rasa masih terlalu dini untuk mengungkapkan masalah perasaan padanya,” jelas Wahyu.“Baru dekat dengan seorang wanita. Berapa bulan? Apa dia juga tahu jika Bapak menyukainya. Maafkan saya jika terasa saya terlalu mencampuri urusan Bapak,” kata Anara.Anara masih melanjutkan rasa penasarannya. Seolah tidak puas dengan jawaban sederhana dari atasannya. Anara merasa dia perlu tahu percintaan Wahyu sebelum memutuskan untuk mengambil langkah lebih l
Anara terkejut dengan yang diucapkan oleh Wahyu. Tidak biasanya sang atasan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke toko kain. Anara menaruh rasa curiga kepada atasannya, dia masih mengarahkan tatapannya kepada Wahyu.Namun tatapan Anara malah direspon biasa oleh Wahyu. Dia tidak menganggap serius apa yang ditunjukkan oleh sikap Anara. Wahyu yang lebih memilih untuk menghabiskan makanannya, membuat Anara geram.“Memang urusan apa yang ingin Bapak selesaikan di sana? Tidak bisakah ditunda, atau mengambil waktu lain selain hari ini,” kata Anara.“Aku tidak ingin menundanya. Aku ingin segera menuntaskan perkara ini. Semakin ditunda, juga tidak membuahkan hasil yang bagus,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban kepada sekretaris pribadinya.Anara tidak lagi memberikan jawaban untuk perkataan Wahyu. Sekarang Anara mengalihkan fokusnya kepada makanan di depannya. Sepiring nasi goreng nanas masih tersisa banyak, Anara belum menghabiskannya.Saat Anara menyantap makanannya, Wahyu hanya asyik meni
April seketika terdiam. Dia tertegun dengan apa yang dikatakan Wahyu. Laki-laki di depannya itu menunjukkan kesan yang teramat serius. Wajahnya sangat kaku, tatapan Wahyu terlihat begitu dalam memandang kepadanya.“Aku tidak bermaksud untuk meragukan kata-katamu, Wahyu. Tapi kamu tahu sendiri bahwa menjatuhkan hati kepada orang baru bukanlah sesuatu yang mudah. Aku hanya tidak ingin salah pilih pasangan,” kata April.Wahyu mengernyit. Sedikit tidak menyangka bahwa April akan memberikan jawaban yang seperti itu. Di hadapannya, April terlihat tenang meskipun ucapannya sedikit membuatnya tersinggung.“Apa maksudmu salah pilih? Kamu mau bilang bahwa aku tidak cocok untukmu,” kata Wahyu, dia sedikit meninggikan suaranya.April terkejut. Dia tidak pernah mendengar suara tinggi seperti itu dari lelaki. Kedua mata April memandang kepada Wahyu. Wajah laki-laki yang ada di depannya terlihat begitu garang, berbeda dengan sebelumnya.Dari sinilah April mulai mengetahui sikap Wahyu yang sedikit mu
Seketika pemilik toko kain mengernyit. Dia tidak menyangka jika putri satu-satunya telah menerima laki-laki di toko mereka. April juga tahu bahwa bapaknya saat ini sedang memasang wajah masam yang jelas terasa tidak mengenakkan.“Ada apa dia berurusan denganmu, April?” tanya bapak.“Wahyu hanya mempertanyakan keputusan bapak. Dia meminta kejelasan mengenai permintaannya untuk menjalin hubungan dengan April, Pak,” kata April, dia memberikan jawaban kepada bapak.“Lalu kamu jawab apa? Sepertinya pimpinan muda itu tidak menyerah untuk menjadikanmu pasangannya, April,” kata bapak, suaranya mulai terdengar tegas.“April terima Wahyu sebagai pasangan, Pak. Sebab aku melihat dia menyatakan perasaannya dengan tulus, tidak mungkin jika April menolak,” kata April.“Kamu menerimanya? Baiklah, kalau begitu biarkan bapak menemui laki-laki itu sekarang,” kata bapak.April mengangguk, dia tidak kuasa untuk menolak ucapan bapaknya. Dengan tegas si pemilik toko kain itu lekas masuk ke dalam. Dia menda
April hanya bisa memandangi bapaknya dengan perasaan kesal. Dia tidak menyangka jika bapak bisa menunjukkan sikap yang begitu menyebalkan padanya. April kemudian mengalihkan pandangannya kepada Wahyu yang saat ini sudah menjadi pasangannya.“Aku tidak ingin menyembunyikan hubungan apapun dari bapak. Tapi kenapa bapak mengobrol seasyik ini dengan dia? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan,” kata April.“Tidak ada. Kami hanya membahas masalah bisnis. Aku rasa jika aku ceritakan kepadamu, kamu juga tidak akan mengerti,” kata Wahyu, dia memberikan jawaban untuk perkataan April.“Aku akan memahaminya jika kamu ceritakan kepadaku. Tapi aku penasaran memangnya urusan bisnis apa yang kalian bicarakan?” tanya April, dia mengarahkan fokusnya kepada Wahyu.“Perpanjangan kontrak. Antara toko kain milik bapakmu dengan perusahaan jahit milikku,” kata Wahyu, dia menjawab rasa penasaran April.April seketika mengangguk. Dia kemudian kembali terdiam. April tak lagi memberikan balasan untuk perkataan Wahyu
Wahyu menerima berkas yang diberikan oleh Anara. Sekretaris pribadinya itu tidak pernah gagal dalam mempersiapkan beberapa dokumen penting untuk keperluan pertemuan perusahaan. Meskipun begitu, Wahyu belum memutuskan untuk memberi jawaban terhadap perkataan Anara.Justru pandangan Wahyu tertuju kepada map yang dia buka lebar. Wahyu mencoba memahami apa-apa saja yang tertulis di dalam map bersampulkan warna kuning. Pimpinan muda itu membaca yang tertulis untuk materi pertemuan yang akan diadakan satu jam lagi.Sebaliknya, Anara masih berdiri di sebelah Wahyu. Dia memperhatikan atasannya cukup lama, seolah menunjukkan kesabarannya untuk menunggu jawaban dari Wahyu. Tetapi sayangnya, Wahyu belum juga menaruh perhatian kepadanya.“Aku sudah memahami beberapa materi yang ada di dalam berkas ini. Kira-kira nanti kita akan membahas mengenai cara mendistribusikan jahitan kain kita kepada beberapa mitra yang ada,” kata Wahyu.Setelah berkata begitu, Wahyu mengarahkan pandangannya kepada Anara.
Sepanjang jalan hanya diisi oleh diam. Tidak ada satupun di antara mereka bertiga yang ingin memecah keheningan. Di antara sunyi, Wahyu memutuskan untuk menyalakan radio mobil. Seperti biasa, dia akan memutar musik yang bisa meramaikan suasana.“Kamu suka lagu ini, sayang?” tanya Wahyu kepada April.April menoleh kepada Wahyu. Dia tidak lekas memberi balasan untuk pertanyaan kekasihnya, tetapi lebih kepada mendengarkan musik yang sedang diputar oleh Wahyu.“Lagu apa ini? Aku tidak pernah tahu sebelumnya,” kata April, dia mengutarakan keluguannya.“Semacam lagu orang yang sedang jatuh cinta. Dia ingin menjalin komitmen bersama pasangannya,” kata Wahyu, dia memberi tanggapan kepada April.“Judulnya? Artinya bagus sekali, tapi aku belum pernah mendengarkan lagu ini,” kata April.Wahyu diam beberapa saat. Dia tidak serta merta memberi jawaban untuk April. Tetapi pandangannya kali ini tertuju kepada jalanan.“Sepertinya judul lagu ini I Love You, sayang,” kata Wahyu, dia memberi jawaban ak
“Tidak masalah. Aku harap kamu tidak menaruh rasa curiga kepadaku. Minumlah milkshake yang sudah aku pesankan untukmu,” kata Anara, dia mengimbuhkan kalimat untuk berbicara dengan April.“Ya, terima kasih karena kamu peduli padaku. Aku akan meminumnya setelah ini,” kata April, dia memberi balasan untuk Anara.Anara menunjukkan senyum lebar di bibirnya. Terlihat sorot mata yang terkesan begitu damai. Tetapi tidak dapat menghapus perasaan tidak nyaman di dalam benak April.April memalingkan pandangan. Dia menunduk untuk memperhatikan satu gelas milkshake stroberi yang ada di dekatnya. Warna merah muda yang terlihat menyegarkan membuat April tidak punya pilihan untuk meminumnya.Akhirnya, April mengambil segelas milkshake tersebut dan menyeruputnya melalui sedotan. Baru beberapa kali teguk saja, April sudah merasakan kesegaran dari milkshake yang dia minum.Rasa stroberi dicampur susu yang dikocok membuat minuman yang dia minum menjadi lebih menggugah selera. April begitu tenang, minuman
Wahyu tidak bisa berkata apa-apa selain hanya menerima kebaikan hati Anara. Dalam hatinya, Wahyu tidak menaruh perasaan curiga kepada Anara. Dia hanya menganggap bahwa Anara memang sedang berbaik hati kali ini.Setelah melebarkan senyum di bibir, Wahyu menyaksikan Anara berbalik. Dia pergi meninggalkan Wahyu bersama pasangan.Ketika tidak ada lagi Anara di dekat mereka, Wahyu memalingkan pandangan kepada April. Perempuan yang berwajah teduh itu saat ini masih sabar menunggu perhatian Wahyu.“Maaf jika waktu kita berdua sempat tersela karena kehadiran Anara,” kata Wahyu.April mengangguk, bibirnya mengulam senyum dengan indah. Tetapi April tidak memiliki perasaan yang buruk terhadap Wahyu maupun Anara.“Tidak masalah. Aku bisa memahaminya. Aku tahu jika hubungan di antara kalian berdua cukup dekat, tidak mungkin jika aku pisahkan kalian,” kata April.“Benarkah kamu tidak marah? Bukankah cukup lama aku mengabaikan kamu hanya untuk berbicara dengan Anara,” kata Wahyu, dia terlihat kaget
Meskipun Wahyu sudah berkata begitu di depannya, tetap saja April tidak yakin. Wahyu memang sudah menunjukkan keseriusannya untuk mempertahankan hubungan bersama, tetapi dalam hati, April tidak percaya jika mereka bisa menyelamatkan asmara mereka.“Jika itu yang kamu inginkan, maka aku akan tetap berada di sampingmu. Aku akan menemanimu, kita berjuang bersama menghadapi semua tantangan untuk hubungan ini,” kata April.“Ya, terima kasih telah menjadi pendamping setiaku. Aku tidak tahu jika perempuan itu bukan kamu, apakah aku masih bisa percaya arti jatuh cinta,” kata Wahyu.Belum sempat April memberi jawaban, tiba-tiba saja kehadiran Anara membuat perhatian mereka teralihkan. Anara berdiri di depan mereka berdua, membuat Wahyu mengernyit.April mengalihkan pandangannya. Dia menyadari bahwa Wahyu sedang keheranan dengan kehadiran Anara. Meskipun begitu, April mencoba untuk tidak terlalu mempertanyakan apa yang sedang Wahyu pikirkan saat ini.“Ada apa hingga kamu datang kemari, Anara?”
Wahyu mendengar apa yang dikatakan April. Dia terkesima dengan kejujuran yang diungkapkan oleh kekasihnya tersebut. Meskipun cukup diakui, Wahyu tidak tersipu dengan pujian dari April.Mereka masih berdansa di bawah langit malam. Saat ini cuaca begitu bagus, tidak ada mendung yang terlihat. Bahkan di langit, bulan masih terlihat berseri ketika berdampingan dengan bintang-bintang.Dengan sorot cahaya dari lampu, perasaan April menjadi semakin jelas. Dia benar-benar telah menjatuhkan hati kepada pria yang saat ini berdansa dengannya.Masih dengan kesabaran yang tidak terkira, Wahyu memegang tangan April agar wanita itu tak menari sendirian. Sementara April memutar dan berlenggak-lenggok mengikuti irama, Wahyu terus memperhatikan perempuannya menari di bawah genggaman tangan.“Mau berhenti sejenak?” tanya Wahyu.“Berhenti menari denganmu?” ujar April, dia balik bertanya.“Kurasa kita sudah lama berdansa bersama di sini. Aku akan mengajakmu untuk menuju tempat duduk bangku yang ada di san
“Baik, Pak. Saya akan turun dan pesankan tempatnya,” kata Anara.Tanpa berinteraksi lagi dengan Wahyu, Anara cepat turun dari dalam mobil. Di dalam, Wahyu mengalihkan pandangan kepada April.“Kita sudah sampai, sayang. Tetaplah denganku setelah kita turun dari sini,” kata Wahyu.“Inikah tempatnya? Aku belum pernah berkunjung hingga kemari,” kata April, dengan suara lugu.“Aku tahu itu. Karenanya, aku menyarankan agar kamu tetap dekat denganku,” kata Wahyu.April mengangguk, dia telah memahami apa yang diinginkan oleh Wahyu. Seakan merasa bahagia saat ini, Wahyu mendekap tubuh April dan menariknya agar lebih dekat.Tak lama setelahnya, Wahyu mencium kening April dengan lembut. April mencoba tidak memberontak ketika berada di dekapan Wahyu.“Ayo turun sekarang. Aku jamin sekretaris pribadiku telah selesai memesan tempat untuk kita,” kata Wahyu.April dan Wahyu turun dari mobil. Sesampainya di luar, Wahyu menggenggam tangan April. Mereka berdua memasuki pintu utama vila.Hati April tiada
Bapak seketika diam setelah mendengar jawaban dari April. Rasa cemas menyelimuti benak bapak, tetapi apa boleh buat bapak tidak bisa melarang April untuk pergi.Pandangan bapak pemilik toko kain itu masih tertuju kepada putri tunggalnya. Perempuan yang kini sudah menginjak usia tiga puluh itu sedang memiliki kekasih. Rasanya tidak mungkin jika April tidak jatuh cinta saat ini.“Bapak tidak mungkin melarangmu untuk pergi dengan kekasihmu itu. Karena sekarang pria itu sudah menjadikan kamu pasangan,” kata bapak.“Aku tahu, bapak. Karena itu aku meminta bapak untuk mengizinkan kami pergi bersama malam nanti,” kata April.Bapak tidak lekas memberi jawaban untuk perkataan April. Tetapi perasaan khawatir tidak dapat dia sembunyikan dari wajah. Sorot mata bapak begitu menyiratkan rasa prihatin. Bapak takut jika April akan terluka karena menjalin hubungan dengan Wahyu.“Bapak izinkan. Kamu boleh pergi dengan dia. Tapi apa boleh bapak bertanya padamu?” ujar bapak, memberi pertanyaan kepada Apr
“Kamu ingin mengajakku berkencan?” tanya April.Wahyu mengangguk, dan melebarkan senyum di bibirnya. Mendapat perlakuan yang berbeda dari pria seperti Wahyu membuat April kaget.Tidak seperti biasa dia mendapat perlakuan yang sedikit berbeda dari pria. Apalagi sebelum ini, April belum pernah merasakan memiliki kekasih.“Ada apa? Memangnya salah jika aku mengajakmu kencan, bukankah selama menjadi pasangan kita belum pernah melakukan ini,” kata Wahyu.“Aku tidak masalah jika kamu ingin mengajakku kencan. Tetapi aku baru pertama ini pergi dengan seorang pria, kuharap kamu mengerti,” kata April, dia mengungkapkan perasaannya secara jujur.“Tidak apa-apa, sayang. Jauh sebelum denganmu, aku juga tidak memiliki wanita. Jadi aku harap kamu memahami bahwa aku bisa saja kurang baik untukmu,” kata Wahyu.“Aku akan usahakan untuk mengimbangi kamu. Tetapi aku tidak janji bahwa kamu akan senang jika berkencan denganku,” kata April.“Ya, tidak mengapa. Aku bisa memahaminya,” kata Wahyu, dia mengakhi
Setelah selesai mengecup kening, Wahyu memandang April. Kekasihnya itu masih berdiam diri, seolah tidak ingin menanggapi perilakunya yang mencoba untuk romantis.“Boleh aku masuk ke dalam? Apa bapak ada di sana,” kata Wahyu, dia mengalihkan topik pembicaraan.“Bapak ada di dalam. Tetapi sepertinya tidak keberatan jika kamu masuk ke dalam,” kata April.“Aku masuk saja. Tidak baik jika bertamu di luar seperti ini,” kata Wahyu.April mengangguk. Dia mempersilakan Wahyu untuk masuk ke dalam. Selain bergenggaman tangan, April berjalan di samping Wahyu untuk menemaninya masuk ke ruang tamu yang ada di toko.Sesampainya di ruang tamu, Wahyu lekas duduk di sofa. April menemaninya duduk di samping. Tetapi sayangnya, ada kegelisahan sendiri di hati April.Apalagi setelah mengingat ancaman dari Yanuar, tentu saja kedatangan Wahyu membuat beban tersendiri di dalam benaknya.“Apa perlu aku buatkan minuman untukmu? Kamu ingin apa,” kata April, dia menawarkan sesuatu kepada Wahyu.Saat ini pria yang